Professional Documents
Culture Documents
LOGO
SKRIPSI
OLEH :
ERLYN ISWANDHANI
C2011020
SKRIPSI
OLEH :
ERLYN ISWANDHANI
C2011020
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Stikes ‘Aisyiyah Surakarta
OLEH :
ERLYN ISWANDHANI
C2011020
Dinyatakan telah di setujui untuk di ujikan pada ujian skripsi program studi ilmu
keperawatan STIKES ‘Aisyiyah Surakarta.
Pembimbing I
Mulyaningsih, s.kep.,ns,m.kep
Nip. 19730407 2005012001
pembimbing II
siti fatmawati, s.kep.ns
nik. 47 11 06
Mulyaningsih, S.Kep.Ns.M.Kep
Siti fatmawati, S.Kep.Ns
Selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan watu untuk memberi
pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehinggan proposal ini dapat
selesai dengan baik.
DAFTAR ISI
Sampul depan
Sampul dalam
Persyaratan gelar
Persetujuan pembimbing
Pengesahan
Kata pengantar
Daftar isi
Daftar gambar
Daftar tabel
Daftar lampiran
Daftar singkatan
Daftar symbol
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
B. HASIL ANALISA UNIVARIAT
BAB V PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN
B. KETERBATASAN PENELITIAN
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
ynygunyiyunynmy
DAFATAR SIMBOL
Hasil dari studi pendahuluan rumah sakit umum daerah (RSUD) Kabupaten
Sukoharjo adalah rumah sakit yang berakreditasi B non pendidikan. Dengan
total jumlah tempat tidur rawat inap sebanyak 250 tempat tidur dan jumlah
perawat fungsional sebanyak 228 perawat. Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) kabupaten sukoharjo, Bed Occupation Rate (BOR) pada tahun 2015
sebesar 80.05 %, pada tahun 2016 meningkat menjadi 87% dan menurut data
terakhir pada tahun 2017 prosentase BOR di RSUD Sukoharjo Kabupaten
Sukoharjo sebesar 92%. BOR meningkat menandakan kinerja rumah sakit
mengalami peningkatan, meningkatnya kinerja rumah sakit dapat
mempengaruhi oleh peningkatan kinerja karyawan (rekam medis RSUD Kab.
Sukoharjo, 2014).
Dari hasil wawancara terhadap 10 perawat di RSUD Sukoharjo Kabupaten
Sukoharjo yang di ambil secara acak mengenahi lingkungan kerja perawat,
didapatkan 7 dari 10 perawat mengatakan lingkungan kerja cukup baik dan 3
lainnya mengatakan kurang baik, tetapi ada beberapa yang masih kurang
kondusif sehingga menyebabkan karyawan kurang leluasa dalam menjalankan
tugasnya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti ingin
mengetahui tentang gambaran lingkungan kerja perawat diruang rawat inap
RSUD Kabupaten Sukoharjo.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran
lingkungan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Sukoharjo Kabupaten
Sukoharjo?.’’
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran lingkungan kerja perawat di ruang rawat inap
RSUD Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan Umur.
b. Mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.
c. Mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan pendidikan
d. Mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan masa kerja
e. Mendeskripsikan lingkungan kerja fisik perawat di ruang rawat inap
RSUD Kabupaten Sukoharjo
f. Mendeskripsikan lingkungan kerja non fisik perawat di ruang rawat
inap RSUD Kabupaten Sukoharjo.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang berkepentingan. Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
Menmbah wawasan
2. Bagi mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Surakarta
Menambah referensi kepustakaan serta sebagai masukan yang menjadi
perbandingan dan informasi bagi peneliti yang akan datang.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat menjadi masukan dan acuan untuk mengembangkan penelitian
tentang lingkungan kerja perawat di ruyang rawat inap rumah sakit.
4. Bagi rumah sakit dan perawat
Menambah referensi rumah sakit dalam gambaran lingkungan kerja
perawat di ruang rawat inap dan menambah wawasan perawat untuk dapat
meningkatkan lingkungan kerja perawat yang baik dan kondusif.
uikBAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Lingkungan kerja
a. Definisi lingkungan kerja
Salah satu syarat untuk dapat menunjang pelaksanaan praktek
keperawatan secara professional adalah dengan memperhatikan
lingkungan kerja perawat. Lingkungan kerja adalah adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam tugas-tugas yang di embankan. Lingkungan kerja juga
merupakan keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
liongkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjannya,
serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman
dan memungkinkan pegawai untuk dapat bekerja optimal (nitisemito,
2008).
Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas seperti
temperatur, kelembapan, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan
tempat kerja dan memadai tidaknya alat-alat perlengkapan kerja.
(Isyandi, 2008). Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai
melakukan pekerjaannya sehari-hari (mardiana, 2009).
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja/karyawan yang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya sehingga akan diperoleh hasil kerja yang maksimal,
dimana dalam lingkungan kerja tersebut terdapat fasilitas kerja yang
mendukung karyawan guna meningkatkan kerja karyawan dalam suatu
perusahaan dan rumah sakit.
b. Jenis – jenis lingkungan kerja
Lingkungan kerja menurut wursanto (2009), dibedakan menjadi dua
macam yaitu kondisi lingkungan kerja yang menyangkut lingkungan
fisik dan lingkungan kerja non fisik. Kondisi lingkungan kerja yang
menyangkut lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang
menyangkut segi fisik dari lingkungan kerja. Sedangkan lingkungan
kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang tidak dapat di
tangkap dengan indera seperti bau, rasa, suara, dan warna.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, nyaman dan aman, lebih
jauh lagi lingkungan kerja yang kurang baik dapat menyebabkan tidak
efisiennya suatu rancangan sistem kerja, hal ini di karenakan pola
lingkungan kerja adalah pola tindakan anggota organisasi yang
mempengaruhi efektivitas organisasi secara langsung atau tidak
langsung, yang meliiputi kinerja dan produktivitas, absenteisme dan
perputaran, serta keanggotaan organisasi.
Menurut Sedarmayanti (2011:21), menyatakan bahwa secara garis
besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang
terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Misalnya seperti, pusat kerja, kelengkapan peralatan kerja,
temperature, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan,
kebisingan, getaran mekais, bau tidak sedap, warna dan lain – lain.
Hubungan antara lingkungan fisik dengan kenyamanan kerja
sangat signifikan. Perasaan nyaman berpusat di hati setiap orang,
lingkungan fisik kantor akan bersentuhan langsung dengan tubuh
kita, melalui media panca indera tersebut kemudian mengalir
kedalam hati sehingga lingkungan fisik kantor yang baik akan
manimbulkan perasaan nyaman. Misalnya seseorang akan merasa
nyaman dalam bekerja karena lingkungan kaerjanya tertata rapid
an bersih, warna ruangan di dinding atau peralatan kantor serasi
dan penerangan kantor yang memadahi.
Bekerja akan lebih tenang kalau lingkungan kerja tidak bising,
tidak ada suara yang mengganggu konsentrasi kerja atau mungkin
bekerja akan lebih nyaman jika sambil mendengarkan music yang
menyemangati atau yang mkenimbulkan inspirasi.
Menurut Sedarmayanti (2009) “lingkungan kerja fisik adalah
semua yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak
langsung”. Menurut Sarwono (2005) “Lingkungan kerja fisik
adalah tempat kerja pegawai, Melakukan aktivitasnya”.
Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja
para karyawan. Faktor – faktor fisik ini mencakup suhu udara di
tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan
kesesakan. Faktor - faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah
laku manusia. Selanjutnya menurut Sarwono (2005) “Peningkatan
suhu dapat menghasilkan kenaikan prestasi kerja tetapi dapat pula
malah menurunkan prestasi kerja.” Kenaikan suhu pada batas
tertentu menimbulkan semangat yang merangsang prestasi kerja
tetapi setelah melewati mbang batas tertentu kenaikan suhu ini
sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan
terganggunya pula prestasi kerja (Sarwono, 2005). Menurut
Robbins (2002)
Lingkungan kerja fisik juga merupakan faktor penyebab strees
kerja pegawai yang berpengaruh pada prestasi kerja. Faktor –
faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah: a) suhu,
b) kebisingan, c) penerangan, d) mutu udara.”
2) Lingkungan non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi
yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun
dengan semua rekan kerja, ataupun dengan bawahan. Lingkungan
kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja
yang tidak bisa di abaikan.
Menurut Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa lingkungan
kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan
sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan”.
Sedangkan lingkungan kerja non fisik menurut Wursanto (2009)
adalah sebagai sesuatu yang menyangkut segi psikis dari
lingkungan kerja.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat dikatakan
bahwa lingkungan kerja non fisik juga disebut juga lingkungan
kerja psikis, yaitu keadaan di sekitar tempat kerja yang bersifat non
fisik. Lingkungan kerja semacam ini tidak dapat ditangkap secara
langsung oleh indera manusia tetapi dapat di rasakan
keberadaannya. Jadi lingkungan kerja non fisik merupakan
lingkungan kerja yang hanya dapat dirasakan oleh perasaan.
Berdasarkan pendapat dan uraian tersebut, maka dapat di katakana
bahwa lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan kerja yang
tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Akan tetapi,
lingkungan kerja non fisik ini dapat dirasakan oleh pekerja melalui
hubungan-hubungan sesame pekerja maupun dengan atasan.
Kajian tentang lingkungan kerja non fisik di atas bertujuan untuk
membentuk sikap pegawai. Sikpapp yang diharapkan tentunya
adalah sikap positif yayng mendukung terhadap pelaksanaan kerja
yang dapat menjamin pencapaian tujuan organisasi. Sehubungan
dengan masalah pembentukan dan pengusahaan sikap, Wursanto
(2009) mengemukakan bahwa unsur penting dalam pembentukan
dan pengubahan sikap dan perilaku, yaitu adalah sebagai berikut:
1) Pengawasan yang dilakukan secara kontinyu dengan
menggunakan sistem pengawasan yang ketat.
2) Suasana kerja yang dapat memberikan dorongan dan
semangat kerja yang tinggi.
3) Sistem pemberian imbalan ,memberikan gaji maupun
perangsang lain yang menarik.
4) Perilaku dengan baik, manusiawi, tidak disamakan dengan
robot atau mesin, kesempatan untuk mengembangkan karir
semaksimal mungkin sesuai dengan batasan kemampuan
masing-masing anggota.
5) Ada rasa aman dari anggota, baik di dalam dinas maupun di
luar dinas.
6) Hubungan dengan anggota lain berlangsung secara serasi,
lebih bersifat informal, penuh kekeluargaan.
7) Para anggota mendapatkan perlakuan secara adil dan objektif.
Pendapat lain dikemukakan oleh herman (2008) bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi lingkungan internal pegawai atau
sumber daya manusia meliputi serikat kerja, sistem informasi,
karakter/budaya organisasi, dan konflik-konflik internal. Pendapat
herman tersebut jika disimak cenderung mengarah ke lingkungan
non fisik. Jadi dapat dikatakan bahwa faktor – faktor tersebut
mempengaruhi lingkungan kerja non fisik.
Menurut Nitisemito (2008), perusahaan hendaknya dapat
mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat
atasan, bawahann maupun yang dimiliki status jabatan yang sama
di perusahaan. Kondisi ytang hendaknya diciptakan adalah suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri.
Membina hubungan yang baik antara sesame rekan kerja, bawahan
maupun atasan harus dilakukan karena kita saling membutuhkan.
Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis
karyawan.
b. Fungsi perawat
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai
funsi di antaranya:
1) Fungsi Independen
Fungsi independen perawat adalah those activities that are
considered to be within nursing of diagnosis and treatment. Dalam
fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter.
Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmuan dan
kiat keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab
terhadap akibat yang muncul daeri tindakan yang diambil.
Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen
adalah: Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarganaya
dan menguji secara fisik untuk menentukan status kesehatan.
2) Fungsi Interdependen
Fungsi interdependen perawat adalah carried out conjuction with
other health team members. Tindakan perawat berdasar pada
kerjasama dengan team perawat bersama tenaga kesehatan lainnya
berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka
biasanya bergabung dalam sebuah team yang dipimpin oleh
seorang dokter. Sebagai tenaga kesehatan, masing-masing tenaga
kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien sesuai bidang ilmunya.
3) Fungsi Dependen
Fungsi dependen perawat adalah the performed based on the
phyician’s order. Dalam fungsi ini, perawat bertindak membantu
dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus
yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter,
seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan
suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi
tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat yang berdasarkan
perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk
dalam tanggung jawab perawat
c. Tugas perawat
Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagaii pemberi asuhan
keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam
proses keperawatan. Tugas perawat ini di sepakati lokakarya tahun
1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan adalah : (permenkes RI, 2010)
1) Mengumpulkan data.
2) Menganalisis dan menginterprestasi data.
3) Mengembangkan rencana tindakan keperawatan.
4) Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
ilmu perilaku, sosial budaya,ilmu biomedik dalam melaksanakan
asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi (KDM).
5) Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana
keperawatan.
6) Menilai tingkat pencapaian tujuan.
7) Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan.
8) Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.
9) Mencatat data dalam proses keperawatan.
10) Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan
keperawatan dan mengidentifikasi masalah-masalah penelitian
dalam bidang keperawatan.
d. Peran perawat
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat juga dituntut
melakukan peran dan fungsi sebagaimana yang di harapkan oleh
profesi dan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan.
Menurut doheny (1982) dalam kusnanto (2004) mengidentifikasi peran
perawat professional sebagai berikut:
1) Care giver, sebagai pemberi asuhan
2) Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi pasien.
3) Consellor, sebagai pemberi bimbingan dan konselling.
4) Educator, sebagai pendidik.
5) Collaborator, sebagai anggota Tim kesehatan yang dituntut
untuk dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain.
6) Coordinator, sebagai coordinator agar dapat memanfaatkan
sumber-sumber dan potensi.
7) Change agent, sebagai pembaharuan yang selalu dituntut unutk
mengadakan perubahan-perubahan.
8) Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu
memecahkan masalah klien.
3. Karakteristik Responden
a. Umur
Menurut Nursalam (2007) bahwa semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang, akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja. Karena dengan bertambahnya umur seseorang maka
kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga, akan memotivasi
setiap pekerjaan dalam melayani pasien secara professional. Papalia
(2008) menjelaskan bahwa sesuai dengan tingkat usia, individu yang
memiliki usia lebih muda cenderung membutuhkan dukungan sosial
yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang telah memiliki
usia yang lebih matang. Hal ini dikarenakan sesuai dengan tingkat usia,
individu yang memiliki usia yang lebih matang akan lebih mandiri dan
cenderung mulai berkurang dalam pencarian dukungan sosialnya.
Notoatmodjo (2010) untuk keperluan perbandingan maka WHO
menganjurkan pembagian –pembagian umur menurut tingkat
kedewasaan di bagi tiga, yaitu : (1) 0 – 14 tahun : bayi dan anak-anak;
(2) 15 – 49 tahun : orang muda dewasa; dan (3) ≥ 50 tahun : orang
dewasa dan lansia.
b. Jenis kelamin
Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa gender
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Fadda dan
Jiron (1999) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali
terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang
penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda.
c. Pendidikan
Moons, dkk (2004) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Purwadi
dan sofiana (2006) menyatakan bahwa perawat dengan pendidikan
Diploma 3 dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai
efisiensi kerja dan penampilan kerja yang lebih baik dari pada perawat
dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu, pendidikan seseorang
merupakan faktor yang penting sehingga kinerja perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar mendapatkan
hasil yang maksimal.
d. Masa kerja
Menurut hariandja (2008), pada awal bekerja, perawat meiliki
kepuasan kerja yang lebih, dan semakin menurun seiring
bertambahnya waktu secara bertahap lima atau delapan tahun dan
meningkat kembali setelah masa lebih dari delapan tahun, dengan
semakin lama seseorang dalam bekerja, akan semakin terampil dalam
melaksanakan pekerjaan. Seseorang yang sudah lama mengabdi
kepada organisasi meiliki tingkat kepuasan yang tinggi.
Hal ini juga dinyatakan oleh sastrohadiwirjo (2005), bahwa semakin
lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinnya
sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin
singkat seorang bekerja maka semakin sedikit kasus yang
ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak memberikan kesadaran
pada seorang perawat untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan
prosedur yayng telah di tetapkan, hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Arfianti (2010) yang menyatakan pengalaman
merupakan salah satu faktor dari kepatuhan.
B. KERANGKA TEORI
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat di buat kerangka teori
sebagai berikut:
Faktor-faktor yang mempengaruhi :