You are on page 1of 27

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR MANDIBULA

A. Anatomi Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang
muka yang paling besar dan kuat. Mandibula merupakan satu – satunya
tulang pada tengkorak yang dapat bergerak. Mandibula dapat ditekan dan
diangkat pada waktu membuka dan menutup mulut. Dapat ditonjolkan,
ditarik ke belakang dan sedikit digoyangkan dari kiri ke kanan dan
sebaliknya sebagaimana terjadi pada waktu mengunyah. Pada
perkembangannya tulang ini terdiri dari dua belahan tulang yang
bersendi di sebelah anterior pada simpisis mental, persatuan kedua
belahan tulang ini terjadi pada umur dua tahun membentuk sebuah
korpus yang letaknya horizontal dan berbentuk seperti tapal kuda,
menonjol ke muka serta mempunyai dua buah cabang yang menonjol ke
atas dari ujung posterior korpus (gambar 1).

Bagian – bagian mandibula, yaitu :


a. Korpus
Korpus juga mempunyai dua permukaan, yaitu :
1. Permukaan eksternus
Permukaan eksternus kasar dan cembung. Pada bagian ini terdapat
suatu linea oblikum yang meluas dari ujung bawah pinggir anterior
ramus menuju ke bawah dan ke muka serta berakhir pada
tuberkulum mentale di dekat garis tengah. Dan terdapat juga
foramen montale yang terletak di atas linea oblikum dan simpisis
menti yang merupakan rigi di garis tengah yang tidak nyata di
bagian atas pada tengah pada tempat persatuan dari kedua belahan
foetalis dari korpus mandibula.
2. Permukaan internus
Permukaan internus agak cekung. Pada permukaan ini terletak
sebuah linea milohyodea, yang meluas oblik dari di bawah gigi
molar ke tiga menuju ke bawah dan ke muka mencapai garis tengah,
linea milohyodea ini menjadi origo dari muskulus milohyodeus.
Linea milohyoidea membagi fossa sublingualis dari fossa
submandibularis (gambar 2).

Korpus mempunyai dua buah pinggir, yaitu :


1. Pinggir atas (alveolaris)
Merupakan lekuk dari gigi geligi tetap. Terdapat delapan lekuk dari
masing – masing belahan mandibula ( dua untuk gigi seri, satu
untuk gigi taring, dua untuk gigi premolar dan tiga untuk gigi
molar). Pada orang tua setelah gigi – gigi tanggal lekuk – lekuk ini
tidak tampak karena atropi tulang yang mengakibatkan
berkurangnya lebar corpus mandibula.
2. Pinggir bawah (basis)
Pinggir ini tebal dan melengkung yang melanjutkan diri ke
posterior dengan pinggir bawah ramus. Sambungan kedua pinggir
bawah ini terletak pada batas gigi molar ke tiga, di tempat ini basis
disilang oleh arteri fasialis. Fossa digastrika yang merupakan
lekukan oval terletak pada masing – masing sisi dari garis tengah.
Merupakan origo dari venter anterior muskulus digastrikus.
Sepanjang seluruh basis dilekatkan lapis dari fasia kolli dan tepat di
atasnya (superfasialis) dilekatkan platisma (gambar 3).
b. Ramus
Ramus terdiri dari dua permukaan, yaitu :
1. Permukaan eksternus (lateralis)
Permukaan ini kasar dan datar. Bagian posterior atas licin yang
berhubungan dengan glandula parotis. Sisa dari permukaan
merupakan insersio dari muskulus masseter.
2. Permukaan internus (medialis)
Pada permukaan ini terletak foramen mandibulare yang
merupakan awal dari kanalis mandibularis serta dilalui oleh nervus
dentalis dan pembuluh – pembuluh darahnya.

Pinggir – pinggir pada ramus, yaitu :


a) Pinggir superior, merupakan insisura – insisura tajam dan
cekung mandibularis di antara prosesus – prosesus koronoideus
dan prosesus kondiloideus.
b) Pinggir anterior, melanjutkan diri ke bawah dengan garis oblik.
c) Pinggir posterior, tebal dan alur – alur merupakan permukaan
medialis dari glandula parotis.
d) Pinggir inferior, melanjutkan diri dengan pinggir inferior korpus
dan bersama – sama membentuk basis mandibula. Mandibula
termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah wajah. Mandibula
berhubungan dengan basis kranii dengan adanya temporo
mandibula joint dan disangga oleh otot-otot pengunyahan.
Mandibula terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda dan
sepasang ramus. Korpus mandibula bertemu dengan ramus
masing-masing sisi pada angulus mandibula. Pada permukaan
luar digaris tengah korpus mandibula terdapat sebuah rigi yang
menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama
perkembangan, yaitu simfisis mandibula.

Nervus Mandibularis merupakan cabang terbesar, yang keluar


dari ganglion Gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui foramen
ovale, dan bercabang menjadi 3 percabangan yang mensyarafi
mandibula. Mandibula dipersyarafi oleh 3 cabang nervus, yaitu N.
Lingualis, N. Alveolaris Inferior, dan N. Bukalis (Gambar 4).
Gambar 1 Anatomi kranium dari Gambar 2 Anatomi kranium dari bawah
lateral

Gambar 3 Anatomi kranium dari frontal

Gambar 4 Nervus yang berada di wajah pada pandangan lateral


B. Defenisi
Tumor adalah pertumbuhan sel-sel abnormal.Tumor mandibula
merupakan tumor odontogenik yang berasal dari epitelium yang terlibat
dalam proses pembentukan gigi, akan tetapi pemicu transformasi
neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui dengan pasti. Secara
mikroskopis, tumor mandibula tersusun atas pulau-pulau epitelium di
dalam stroma jaringan ikat kolagen. Tumor mandibula juga mempunyai
beberapa variasi dari tampilan histopatologis, akan tetapi tipe yang paling
sering terlihat yaitu tipe folikular dan pleksiform. Pada sebagian besar
kasus, tumor mandibula biasanya asimptomatik, tumbuh lambat, dan
dapat mengekspansi rahang.
Tumor mandibula adalah tumor jinak ondontogenik pada mandibula
yang mempunyai kecenderungan tumbuh ekspansif dan progresif, hingga
menimbulkan deformitas wajah. Tumor mandibula adalah tumor jinak
epitel yang besifat infltrati, tumbuh lambat, tidak berkapsul,
berdiferensiasi baik. Lebih dari 75 % terjadi akibat adanya kista folikular.

C. Etiologi
Etiologi tumor mandibula sampai saat ini belum diketahui dengan
jelas, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa tumor mandibula dapat
terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal
dalam rongga mulut. tumor mandibula dapat terjadi pada segala usia,
namun paling banyak dijumpai pada usia dekade 4 dan 5. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin, tetapi prediksi pada golongan penderita kulit
berwarna.
Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari
proses pembentukan tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal
dari sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur
mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang
terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan
ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta
menyerupai retikulum stelata. Juga dari sisa-sisa dari epitel Malassez.
Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal
dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin
menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik.
Etiologi tumor mandibula menurut beberapa ahli mengatakan bahwa
tumor mandibula juga dapat terjadi setelah trauma, ekstrinsik
karsinogenik, karsinogenik kimia dan virus. Trauma dapat terjadi
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya trauma. Walaupun
demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena
tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang
menyebabkan tumor.

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan,
oleh karena itu tumor ini jarang terdiagnosa secara dini, umumnya
diketahui setelah 4 sampai dengan 6 tahun. Adapun gambaran klinis tumor
mandibula, yaitu sebagai berikut:
a. Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga
dapat meyebabkan deformitas wajah.
b. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang
lunak
c. Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual
d. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak
sekitarnya
e. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila
massa tumor telah mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis
f. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita
dengan benjolan disertai rasa nyeri.
g. Berkurangnya sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang
terdapat ulserasi oleh karena penekanan gigi apabila tumor sudah
mencapai ukuran besar.
h. Biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan
i. Gigi geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.

Tumor mandibula merupakan tumor yang jinak tetapi merupakan lesi


invasif secara lokal, dimana pertumbuhannya lambat dan dapat dijumpai
setelah beberapa tahun sebelum gejala-gejalanya berkembang. Tumor
mandibula dapat terjadi pada usia dimana paling umum terjadi pada
orang-orang yang berusia diantara 20 sampai 50 tahun dan hampir dua
pertiga pasien berusia lebih muda dari 40 tahun. Kira-kira 80% terjadi di
mandibula dan kira-kira 75% terlihat di regio molar dan ramus.

Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis (tanpa


gejala). Tumor mandibula tumbuh secara perlahan selam bertahun-tahun,
dan tidak ditemui sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral secara
rutin. Pada tahap awal, tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna
normal. Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi
seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat
memiliki gambaran berlobul pada radiografi. Dengan pembesarannya,
maka tumor tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan
memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi
menyadari adanya pembengkakan yang progresif, biasanya pada bagian
bukal mandibula, juga dapat mengalami perluasan kepermukaan lingual,
suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik. Ketika
menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan
mengalami ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih lanjut,
kemungkinan ada rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga
dapat goyang bahkan tanggal.
Pembengkakan wajah dan asimetris wajah adalah penemuan ekstra
oral yang penting. Sisi asimetris tergantung pada tulang utama atau tulang-
tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit
kecuali ada penekanan saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder.
Terkadang pasien membiarkan tumor mandibula bertahan selama
beberapa tahun tanpa perawatan dan pada kasus-kasus tersebut ekspansi
dapat menimbulkan ulkus namun tipe ulseratif dari pertumbuhan
karsinoma yang tidak terjadi. Pada tahap lanjut, ukurannya bertambah
besar dapat menyebabkan gangguan penguyahan dan penelanan.

Perlu menjadi perhatian, bahwa trauma seringkali dihubungkan


dengan perkembangan tumor mandibula (ameloblastoma). Beberapa
penelitian menyatakan bahwa tumor ini sering kali diawali oleh
pencabutan gigi, kistektomi atau beberapa peristiwa traumatik lainnya.
Seperti kasus-kasus tumor lainnya pencabutan gigi sering mempengaruhi
tumor (tumor yang menyebabkan hilangnya gigi) selain dari penyebabnya
sendiri.

E. Patofisiologi
Tumor mandibula berasal dari sel ameloblast atau adamantoblast,
berupa sel yang tidak berdiferensiasi membentuk email. Walaupun secara
histopatologis tidak tergolong lesi yang ganas, namun tumor ini tumbuh
sangat agresif, yang menggambarkan suatu lesi ganas yang indolent atau
lowgrade semacam basalioma. Rekurensi bisa terjadi bila tumor ini hanya
dioperasi dengan cara melakukan kuratase. Pada operasi yang dilakukan
adekuat dengan cara melakukan reseksi 1 cm ditepi lesi, maka sangat
jarang didapatkan rekurensi.
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul,
berdiferensiasi baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya
regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini
muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan
oleh zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap :
a. Tahap pertama merupakan inisiasi yatu kontak pertama sel normal
dengan zat karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi
ganas.
b. Tahap kedua yaitu promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk
klon melalui pembelahan (poliferasi).
c. Tahap terakhir yaitu progresi, sel yang telah mengalami poliferasi
mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang untuk tumor mandibula yaitu sebagi
berikut:
a. X-ray kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk
membantu mencari daerah yang tidak normal pada rahang.
b. CT scan (computed tomography scan). CT scan, yang menghasilkan
gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat mengungkapkan
apakah ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain.
c. MRI (magnetic resonance imaging). MRI Scan, yang menggunakan
magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3 dimensi yang
dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter
juga menggunakan MRI Scan untuk menentukan apakah
ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata atau sinuses. Tumor
marker (penanda tumor)

Staging tumor pada rongga mulut


Sistem yang dipakai adalah American Join Commite For Cancer Staging and
End Result reporting (AJCCS). Sistem yang dipakai adalah T.N.M yaitu:
T:Tumor primer, N: Kelenjar getah bening regional, M: Metastasis jauh
tumor primer dan dipakai pada rongga mulut :
T – Tumor primer
TX : Tumor yang belum dapat dideteksi
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
TIS : Karsinoma insitu (tumor permukaan)
T1 : Tumor besarnya 2 cm atau lebih kecil
T2 : Tumor lebih besar dari 2 cm tetapi lebih kecil dari 4 cm
T3 : Tumor lebih besar dari 4 cm
T4 : Tumor telah melibatkan struktur di sekitarnya seperti tulang kortikal
atau otot – otot lidah

N – Kelenjar getah bening regional


NX : Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperkirakan
N0 : Tidak ada metastatis ke kelenjar getah bening regional
N1 : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran
kurang dari 3 cm
N2 : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran
3 – 6 cm atau bilateral atau melibatkan kelenjar getah bening multiple
dengan ukuran kurang dari 6 cm atau melibatkan kelenjar getah
bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm
N2a : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran
3 - 6 cm
N2b : Metastatis ke kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang
dari 6 cm
N2c : Metastatis ke kelanjar getah bening kontra lateral dengan ukuran
kurang dari 6 cm
N3 : Metastatis ke kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 6 cm

M – Metastatis jauh tumor primer


MX : Adanya metastatis jauh tidak dapat diperkirakan
M0 : Tidak ada metastatis jauh dari tumor primer
M1 : Ada metastasis jauh dari tumor primer
Dari TNM sistem di atas, maka derajat tumor dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Stage 1 : T1 N0 M0
Stage 2 : T2 N0 M0
Stage 3 : T3 N0 M0, T1 N1 M0, T2 N1 M0, T3 N1 M0
Stage 4 : T4 N0 M0
T1, T2, atau T3 dengan N2 atau N3 dan M0
T1, T2 atau T3 N2 atau N3 dan M1

G. Penatalaksanaan
Terapi utama pada tumor mandibula adalah pembedahan. Tingkat
rekurensi berkisar antara 55-90% setelah perawatan secara konsevatif.
Mengingat besarnya tingkat rekurensi tersebut, pendekatan secara radikal
(reseksi) dapat dipertimbangkan sesuai indikasi, meskipun berakibat
hilangnya sebagaian tulang rahang, bridging plate titanium dapat
digunakan untukmengganti sebagian tulang yang hilang dan berfungsi
sebagai alat rekonstruksi. Dapat juga rekonstruksi dengan memasang
tandur ahli tulang kalau mungkin bisa dikerjakan.
Indikasi perawatan ditentukan berdasarkan luas dan besarnya
jaringan yang terlibat, struktur histologis dari tumor dan keuntungan yang
didapat. Menurut Ohishi indikasi perawatan konservatif adalah pada
penderita usia muda dan ameloblastoma unikistik. Sedangkan indikasi
perawatan radikal adalah ameloblastoma tipe solid dengan tepi yang tidak
jelas, lesi dengan gambaran soap bubble, lesi yang tidak efektif dengan
penatalaksanaan secara konservatif dan ameloblastoma ukuran besar.
Penatalaksanaan secara radikal berupa reseksi segmental,
hemimandibulektomi dan reseksi marginal (reseksi enblok).
Reseksi marginal (reseksi enblok) merupakan teknik untuk
mengangkat jaringan tumor dengan mempertahankan kontinuitas korteks
tulang mandibula bagian bawah yang masih intak. Reseksi enblok ini
dilakukan secara garis lurus dengan bor dan atau pahat atau gergaji, 1-2
cm dari tepi batas tumor secara rontgenologis yang diperkirakan batas
minimal reseksi. Adapun tindakan dapat dilakukan secara intra oral
maupun ekstra oral, hal ini tergantung pada seberapa besar untuk
mendapat eksposure yang adekuat sampai ke ekstensi tumor.
Rekontruksi mandibula adalah ditinjau dari fungsi dan kosmetik,
organ ini mempengaruhi bentuk wajah, fungsi bicara, mengunyah dan
menelan. Beberapa cara yang dapat dipakai antara lain dengan
menggunakan bahan aloplastik, misalnya bridging plate titanium dan
autogenous bone grafting misalnya tandur tulang iga, krista iliaka dan tibia
serta dapat juga secara kombinasi aloplastik material dengan autogenous
bone grafting.
Perawatan pasca operasi reseksi enblok mandibula: medikasi
antibiotik dan analgetik, tidak perlu intermaksila fiksasi. Hindarkan
trauma fisik pada muka atau rahang karena dapat menyebabkan fraktur
mandibula. Jaga oral hygiene hingga luka operasi sembuh sempurna. Diet
lunak dipertahankan 4-6 minggu. Jika diperlukan dapat dibuatkan prostesi
gigi setelah dipertimbangkan bahwa telah terjadi internal bone remodeling
tulang mandibula, lebih kurang 6 bulan pasca operasi.

H. Komplikasi
Komplikasi yang biasa timbul setelah operasi diantaranya:
a. Perdarahan
Dapat menyebabkan syok hipovolemik pada pembedahan kepala leher.
Hemostasis dengan melakukan ligasi baik arteri maupun vena, jangan
hanya dengan koagulasi listrik saja. Perdarahan dapat terjadi pada
daerah yang direseksi maupun pada tempat yang direkonstruksi.
Pasang redon drain.
b. Infeksi
Diminimalkan dengan menghindari penumpukan cairan, dengan
pemasangan vakum drain. Perencanaan operasi dan teknik
pembedahan yang baik juga memegang peranan dalam mengontrol
infeksi di samping penggunaan antibiotika.
c. Hematoma
Akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan dehisensi luka.
Kontrol perdarahan yang baik dan pemasangan drain akan
mengurangi resiko terjadinya hematoma.
d. Fistula
Lakukan penjahitan yang rapat pada mukosa terutama pada tempat
ujung-ujung reseksi mandibula.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Anamnesis
1. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk
rumah sakit (MRS) dan diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang : Kaji kronologi, faktor yang
menyebabkan terjadinya tumor mandibular, apakah sudah pernah
berobat atau belum.
3. Riwayat penyakit dahulu : Kaji, apakah sebelumnya klien pernah
memiliki riwayat penyakit maupun riwayat di rawat di rumah sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga : Kaji apakah keluarga pernah menderita
penyakit seperti yang dialami pasien.
5. Riwayat psikososial spiritual : Kaji respon emosi klien terhadap
penyakit yang diderita, peran klien dalam keluarga dan masyarakat,
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari- hari baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
6. Pola hubungan dan peran : Klien akan kehilangan peran dalam
keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat
inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri : Dampak yang timbul pada klien
postoperasi tumor mandibula adalah timbul ketakutan akan
terjadinya infeksi pada luka post operasi.
8. Pola sensori dan kognitif : Pola sensori dan kognitif pasien tidak
mengalami gangguan
9. Pola nilai dan keyakinan : Kaji, apakah klien menjalankan kegiatan
beribadah sesuai agamanya dengan disiplin atau tidak. Kaji,
keaktifan klien dalam mengikuti kegiatan keagamaan di masyarakat.
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaaan umum
Periksa keadaan baik dan buruknya klien, tanda- tanda yang perlu
dicatat adalah kesadaran pasien.
2. Breathing (B1)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien post
operasi tumor mandibula tidak mengalami kelainan pernafasan.
3. Blood (B2)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat, iktus
teraba, aukultasi suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur- mur.
4. Brain( B3)
a) Kepala :Tidak ada gangguan yaitu normal sefalik, simetris, tidak
ada penonjolan dan tidak ada sakit kepala.
b) Leher :Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan
dan refleks menelan ada.
c) Wajah :Wajah terihat menahan sakit karena nyeri yang dirasakan
dan bagian wajah yang lain ada perubahan bentuk simetris
karena adanya luka post operasi tumor mandibular.
d) Mata : Penglihatan pasien masih normal, tidak menggunakan
bantuan penglihatan seperti kacamata.
e) Telinga : Pendengaran pasien masih normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
f) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pemasangan cuping
hidung.
g) Mulut dan faring : Tidak ada perbesaran tonsil, terjadi
pembesaran gusi akibat tumor mandibula, mukosa mulut tidak
pucat.
5. Bladder (B5)
Kaji urine yang meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine
termasuk berat jenis urine, berapa cc keluaran urine perhari.
6. Bowel (B5)
Inspeksi abdomen bentuk datar. Palpasi turgor kulit baik, tidak ada
defans muscular dan hepar teraba. Perkusi suara timpani ada
pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik usus normal
kurang lebih 20x/menit.
7. Bone (B6)
Kaji apakah klien mengalami gangguan pada tulangnya seperti
penyakit fraktur.
a) Look :Perhatikan area post operasitumor mandibula apakah
berisiko terjadinya infeksi.
b) Feel :Kaji adanya nyeri tekan di area mandibula
c) Move :Pola aktivitas, Pasien masih dapat beraktivitas.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan massa tumor pada daerah
mandibula.
b. Resiko infeksi
Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah).
b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik
adanya luka operasi tumor mandibula.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan.
d. Risiko infeksi
C. Intervensi Keperawatan

Pre operasi
No. Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri:


berhubungan dengan Kriteria hasil :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
penekanan massa 1. Pasien dapat mengenali kapan
komprehensif yang meliputi lokasi,
tumor pada daerah nyeri terjadi
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
mandibula. 2. Pasien mampu menggunakan
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
tindakan pengurangan nyeri
faktor pencetus.
tanpa analgetik
2. Lakukan diskusi bersama pasien untuk
3. Pasien mau menggunakan
mengenali faktor-faktor yang dapat
analgesik yang
menurunkan atau memperberat nyeri.
direkomendasikan
3. Evaluasi pengalaman nyeri di masa lalu yang
4. Pasien dapat melaporkan
meliputi riwayat nyeri kronik individu atau
perubahan terhadap gejala
keluarga atau nyeri yang menyebabkan
nyeri pada profesional
ketidakmampuan atau kecacatan dengan
kesehatan
tepat.
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur.
5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
seperti teknik nafas dalam.
6. Ajarkan metode farmakologi untuk
menurunkan nyeri.
2 Risiko infeksi Kontrol Risiko: Proses Infeksi Kontrol infeksi

Kriteria hasil: 1. Batasi jumlah pengunjung


2. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
1. Pasien dapat mengidentifikasi
pada memasuki dan meninggalkan ruangan
faktor risiko infeksi
pasien
2. Pasien dapat mengidentifikasi
3. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
tanda dan gejala infeksi
yang sesuai
3. Pasien mengklarifikasi risiko
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
infeksi yang didapat
kegiatan perawatan pasien
Kontrol Risiko
Kriteria hasil: 5. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
1. Pasien dapat mengidentifikasi
6. Pertahankan lingkungan aseptik selama
faktor risiko
pemasangan alat
2. Pasien menjalankan strategi
7. Ganti letak IV perifer dan line central dan
kontrol risiko yang sudah
dressing sesuai dengan petunjuk umum
ditetapkan
8. Gunakan kateter intermiten untuk
Status Imunitas
menurunkan infeksi kandung kencing
Kriteria hasil: 9. Tingkatkan intake nutrisi
10.Berikan terapi antibiotik yang sesuai
1. Suhu tubuh pasien normal
Perlindungan Infeksi
2. Jumlah sel darah putih absolut
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC dan hasil-hasil
deferensial
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung yang sesuai
5. Skrining semua pengunjung terkait penyakit
menular
6. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang
berisiko
7. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
8. Anjurkan asupan cairan yang tepat
9. Anjurkan istirahat
10.Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
yang diresepkan
11.Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pemberi layanan
kesehatan
12.Ajarkan pasien dan keluarga bagaiamana cara
menghindari infeksi
Post operasi
No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri:


berhubungan dengan Kriteria hasil :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
agen cedera fisik 1. Pasien dapat mengenali kapan
komprehensif yang meliputi lokasi,
(prosedur bedah). nyeri terjadi
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
2. Pasien mampu menggunakan
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
tindakan pengurangan nyeri
faktor pencetus.
tanpa analgetik
2. Lakukan diskusi bersama pasien untuk
3. Pasien mau menggunakan
mengenali faktor-faktor yang dapat
analgesik yang
menurunkan atau memperberat nyeri.
direkomendasikan
3. Evaluasi pengalaman nyeri di masa lalu yang
4. Pasien dapat melaporkan
meliputi riwayat nyeri kronik individu atau
perubahan terhadap gejala
keluarga atau nyeri yang menyebabkan
nyeri pada profesional
ketidakmampuan atau kecacatan dengan
kesehatan
tepat.
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedur.
5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
seperti teknik nafas dalam.
6. Ajarkan metode farmakologi untuk
menurunkan nyeri.
2 Hambatan komunikasi Komunikasi Peningkatan Komunikasi: Kurang Bicara
verbal berhubungan 1. Pasien dapat menggunakan 1. Instruksikan pasien untuk bicara pelan.
dengan hambatan fisik bahasa tertulis 2. Monitor pasien terkait dengan perasaan
adanya luka operasi 2. Pasien dapat menggunakan frustasi, kemarahan, depresi, atau respon-
tumor mandibula. bahasa non verbal respon lain disebabkan karena adanya
3. Pasien sedikit bisa gangguan kemampuan bicara.
menggunakan bahasa lisan 3. Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien)
sebagai bentuk komunikasi (mereka).
4. Sediakan metode alternatif untuk
berkomunikasi dengan berbicara (misalnya.,
menulis dimeja, menggunakan kartu, kedipan
mata, papan komunikasi, dengan gambar dan
huruf, tanda dengan tangan atau postur, dan
menggunakan komputer).
5. Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi
kebutuhan klien
3 Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari Kriteria hasil: 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
kebutuhan tubuh 1. Asupan gizi pasien terpenuhi pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi.
berhubungan dengan 2. Asupan makanan pasien 2. Bantu pasien dalam menentukan pedoman
ketidakmampuan terpenuhi atau piramida makanan yang paling cocok
makan. 3. Asupan cairan pasien terpenuhi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
4. Rasio berat badan pasien tidak 3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
menyimpang dari rentang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi.
normal 4. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan
perawatan mulut sebelum makan.
5. Beri obat-obatan sebelum makan jika
diperlukan
6. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan
makanan tertentu berdasarkan perkembangan
atau usia.
4 Risiko infeksi Kontrol Risiko: Proses Infeksi Kontrol infeksi

Kriteria hasil: 1. Batasi jumlah pengunjung


2. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
1. Pasien dapat mengidentifikasi
pada memasuki dan meninggalkan ruangan
faktor risiko infeksi
pasien
2. Pasien dapat mengidentifikasi
3. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
tanda dan gejala infeksi
yang sesuai
3. Pasien mengklarifikasi risiko
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
infeksi yang didapat
kegiatan perawatan pasien
Kontrol Risiko
5. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
Kriteria hasil: pelindung
6. Pertahankan lingkungan aseptik selama
1. Pasien dapat mengidentifikasi
pemasangan alat
faktor risiko
7. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
2. Pasien menjalankan strategi 8. Gunakan kateter intermiten untuk
kontrol risiko yang sudah menurunkan infeksi kandung kencing
ditetapkan 9. Tingkatkan intake nutrisi
Status Imunitas 10. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
Perlindungan Infeksi
Kriteria hasil:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
1. Suhu tubuh pasien normal
lokal
2. Jumlah sel darah putih absolut
2. Monitor hitung granulosit, WBC dan hasil-
hasil deferensial
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung yang sesuai
5. Skrining semua pengunjung terkait penyakit
menular
6. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang
berisiko
7. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
8. Anjurkan asupan cairan yang tepat
9. Anjurkan istirahat
10. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
yang diresepkan
11. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pemberi layanan
kesehatan
12. Ajarkan pasien dan keluarga bagaiamana cara
menghindari infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta :
Penerbit Buku Kedoketran EGC
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC (Indonesian Version) Jilid 3. Yogyakarta :
Mediaction
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.(2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition.
Missouri:Elseiver Mosby
Moorhead, S. (2013).Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of
Health Outcomes.5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder
William, Lippicont . 2008 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta:
Indeks.

You might also like