You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI USIA 67 TAHUN DENGAN ULKUS DIABETIKUM PEDIS


SINISTRA WAGNER III DENGAN TANDA SIRS, DM TIPE II (2 TAHUN) OBESE,
DAN HIPERTENSI STAGE II
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Rifqi Raihan Haris
22010116210114

Dosen Pembimbing:
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, SpPD,K-EMD

Residen Pembimbing:
dr. Stepanus Agung Laksono

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Rifqi Raihan Haris


NIM : 22010116210114
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi, Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Judul Kasus Besar : SEORANG LAKI-LAKI USIA 67 TAHUN DENGAN
ULKUS DIABETIKUM PEDIS SINISTRA WAGNER III
DENGAN TANDA SIRS, DM TIPE II (2 TAHUN) OBESE,
DAN HIPERTENSI STAGE II
Pembimbing : Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD
Residen pembimbing : dr. Stepanus Agung Laksono

Semarang, September 2017

Dosen Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD dr. Stepanus Agung L
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kasih dan karunia- Nya, sehingga Laporan Kasus Besar “SEORANG LAKI-
LAKI USIA 67 TAHUN DENGAN ULKUS DIABETIKUM PEDIS SINISTRA WAGNER
III DENGAN TANDA SIRS, DM TIPE II (2 TAHUN) OBESE, DAN HIPERTENSI STAGE
II” ini dapat penulis selesaikan.
Laporan kasus besar ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
 Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD selaku dosen pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan yang berharga
 dr. Stepanus Agung Laksono selaku residen pembimbing dan residen Ilmu Penyakit
Dalam lainnya yang telah memberikan masukan-masukan, petunjuk, serta bantuan
dalam penyusunan tugas ini
 Tn. S dan keluarga, atas keramahan dan keterbukaannya dalam kegiatan penyusunan
laporan
 Keluarga dan Teman-teman Co-Ass dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Semarang, September 2017

Penulis
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS

Identitas pasien adalah sebagai berikut


Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 67 tahun
Alamat : Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMTA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Ruang : Rajawali 5B, Kamar 6.6
No. CM : C654247

1.2 DAFTAR MASALAH

No. Masalah aktif Tanggal No. Masalah pasif Tanggal

1. Ulkus Diabetikum Pedis13-09-2017


Sinistra Wagner Grade III
dengan tanda SIRS
2. DM Tipe II (2 Tahun), obese 13-09-2017

3. Hipertensi Stage II 13-09-2017

1.3 DATA DASAR


ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan istri pasien dilakukan pada
tanggal 14 September 2017 pukul 15.00 di bangsal Rajawali 5B, Kamar 6.6.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
 Lokasi : Kaki kiri
 Onset dan kronologis: Sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluh luka pada kaki kiri bagian jari kelingking. Pasien sering berjalan kaki di
luar rumah tanpa mengenakan alas kaki. Awalnya luka kecil kemudian meluas. + 1
minggu sebelum masuk rumah sakit terdapat kulit yang menebal di jempol kaki
kiri, kemudian dikelupas oleh pasien sendiri + 3 hari sebelum masuk rumah sakit
muncul luka melepuh, kekuningan berbau.
 Kuantitas : Luka semakin lama semakin meluas, muncul di lokasi baru, dan
bertambah dalam.
 Kualitas: Luka membuat pasien sulit untuk berjalan, sehingga sulit untuk
beraktivitas.
 Faktor memperberat: Tidak ada faktor memperberat.
 Faktor memperingan: Pasien sebelumnya merawat luka di rumah namun tidak
juga membaik, tidak ada faktor memperingan.
 Gejala penyerta: Luka disertai dengan nanah (+), darah (+), bau (+), dan nyeri (-).
Pasien juga mengalami gejala lain seperti kaki kiri bengkak sejak + 2 minggu
terakhir, sering terasa kesemutan (+) pada tungkai kanan dan kiri, sering merasa
lapar (+), sering haus (+), mudah mengantuk (+), cepat lelah (+), demam (+) tidak
terlalu tinggi, batuk (-), sesak (-). BAK sering, 2-3x pada siang hari >4x pada
malam hari. BAB dalam batas normal. Mual (-), muntah (-). Pasien berobat ke
RST, kemudian pasien dirujuk ke RSUP dr. Kariadi.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat kencing manis (+) terdiagnosa 2 tahun lalu. Minum obat teratur yaitu
Glimepirid 2 mg 1 x 1, dan metformin setelah makan 500 mg.
- Riwayat hipertensi (+) sejak Desember 2016
- Riwayat rawat inap di RST Semarang, dengan Stroke Non-hemoragik, bulan
Oktober 2015
- Riwayat merokok disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat kencing manis pada anggota keluarga disangkal
- Riwayat tekanan darah tinggi pada anggora keluarga disangkal
- Riwayat sakit stroke pada anggota keluarga disangkal
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pegawai swasta. Istri pasien tidak bekerja. Biaya
pengobatan JKN NON PBI.
Kesan sosial ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Rajawali 5B, Kamar 6.6 tanggal 14 September
2017 jam 15.00 WIB.
Keadaan umum : baik
Status gizi : BB : 93 kg, TB : 172 cm
(BMI = 31,42 kg/m2) , kesan obese
Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5 = 15
Tanda Vital : Superior Inferior
TD : 160/90 mmHg 160/100 mmHg |150/100 mmHg
N : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 37,10 C (axiller)
ABI kanan : 160/160 = 1 (Normal)
ABI kiri : 150/160 = 0,94 (Normal)
VAS :3
Kepala : turgor dahi cukup
Kulit : turgor kulit cukup, tidak tampak pucat, ikterik (-),
rash (-), petekie (-)
Kuku : spoon nail (-/-), clubbing finger (-/-)
Mata : conjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : discharge (-)
Hidung : epistaksis (-), discharge (-)
Mulut : bibir pucat (-),
atrofi papil lidah (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : JVP R+0 cm, trakhea di tengah, pembesaran nnll (-)
Dada : simetris, bentuk normal, retraksi intercostal (-), supraclavicular (-),
sela iga melebar (-), spider naevi (-)
Paru-paru :
Pulmo depan :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) SDVesikuler (+/+)
Pulmo Belakang : Suara tambahan (-/-)

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis


Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial linea midclavicular sinistra,
kuat angkat (-), melebar (-), thrill (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi
epigastrial (-), sternal lift (-)
Perkusi : batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra
batas jantung kanan : Linea parasternal dextra
batas jantung kiri : SIC V 2 cm medial linea midclavicular sinistra
Pinggang jantung : cekung
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, area traube timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-),
liver span 8 cm
Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Ronkhi
  Basah  
  Kasar  
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/+
Pulsasi a.dorsalis pedis +/+
Pulsasi a. popliteal +/+
Pembesaran KGB axilla -/-
Pembesaran KGB inguinal -/-
Motorik 5/5/5 | 5/5/5 5/5/5 | 5/5/5

Reflek fisiologis ++/++ ++/++

Reflek patologis - -
Sensorik N/N N/↓

STATUS LOKALIS : (regio pedis sinistra)


 Inspeksi : tampak diskontinuitas jaringan di sisi lateral kelingking kiri, sisi dorsum ibu
jari dan sisi ventral ibu jari, edema (+), warna hiperemis (-), darah (+), pus (+), jaringan
nekrotik (+).
 Palpasi : perabaan hangat, nyeri (-), sensibilitas (+)↓, a.dorsalis pedis teraba, a. tibialis
anterior teraba.

Klasifikasi berdasarkan PEDIS (International Consensus on The Diabetic Foot 2003) :


P (Perfusion) : Grade 1 (tidak ada tanda penyakit arteri perifer)
E (Extent in/Size) : Digiti I sinistra pedis sisi dorsal = 3 x 1,5 cm,
Digiti I sinistra pedis sisi ventral = 1,5 x 1 cm,
Digiti V sinistra pedis sisi lateral = 0,75 x 0,5 x 0,3 cm
D (Depth/Tissue Loss) : Grade 2 (Ulkus dalam menembus fascia sampai tendon atau
otot)
I (Infection) : Grade 2 (Infeksi superfisial dan subkutan. Edema eritema <2
cm)
S (Sensation) : Grade 2 (Terdapat kehilangan sensasi)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah rutin dan Kimia Klinik (12 September 2017)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Tanggal 12/9/2017

Hemoglobin 12,1 gr% 13-16

Hematokrit 37 % 40-54

Eritrosit 4,5 10^6/uL 4,4-5,9

MCH 26,9 Pg 27-32

MCV 82,2 fL 76-96

MCHC 32,7 g/dL 29-36

Lekosit 14,3 ribu / mmk 3,8-10,6

Trombosit 420 ribu / mmk 150-400

Glukosa sewaktu 183 mg/dL 80-160

SGOT 24 U/L 15-34

SGPT 26 U/L 15-60

Albumin 3,9 g/dl 3,4 – 5,0

Ureum 17 mg/dL 15-39

Kreatinin 1,1 mg/dL 0,6-1,3

Asam Urat 5,5 Mg/dL 3,5-7,2

Elektrolit

Natrium 138 mmol/L 136-145

Kalium 4,5 mmol/L 3,5-5,1

Klorida 105 Mmol/L 98 - 107


Pemeriksaan Urin (13 September 2017)
URINE LENGKAP + ANALYZER Hasil Nilai Normal
Warna KUNING
Kejernihan JERNIH
Berat Jenis 1.015 1.003 – 1.025
pH 6 4.8 – 7.4
Protein 25 mg/dL NEG
Reduksi 50 mg/dL NEG
Urobilinogen 8 mg/dL NEG
Bilirubin NEG NEG
Aseton NEG NEG
Nitrit NEG NEG
Leukosit Esterase NEG
Sedimen
Epitel 2.6 uL 0.0 – 40.0
Epitel Tubulus 2.3 uL 0.0 – 6.0
Leukosit 4.4 uL 0.0 – 20.0
Eritrosit 17.6 uL 0.0 - 25.0
Kristal 0.0 uL 0.0 – 10.0
Sil. Pathologi 0.13 uL 0.0 – 0.5
Granula Kasar NEG NEG
Granula Halus NEG NEG
Sil. Hialin 0.52 uL 0.00 – 1.20
Sil. Epitel NEG NEG
Sil. Eritrosit NEG NEG
Sil. Leukosit NEG NEG
Mucus 3.30 uL 0.00 – 0.50

Yeast Cell 0.00 /uL 0.0 – 25.0


Bakteri 0.9 /uL 0.0 – 100.0
Sperma 0.0 /uL 0.00 – 3.00
Kepekatan 18.7 mS/cm 3.00 – 27.00

Pemeriksaan EKG (12 September 2017)


PEMERIKSAAN HASIL
Irama Sinus
Frekuensi 94 x/menit
Aksis Normoaxis
Gelombang P 0,08 detik, P pulmonal (-), P mitral (-)
PR Interval 0.12 detik
Kompleks QRS 0.08 detik
Q patologis -
Segmen ST Isoelektrik
Gelombang T T Tall (-), T inverted (-)
Kriteria hipertrofi S V1 + R V5/V6 < 35, di V1 < 1

Kesan Normo Sinus Ritme


Hasil pemeriksaan X - Foto Pedis Sinistra AP Lateral (13 September 2017)
KESAN:
- Tak nampak gambaran osteomyelitis
- Calcanea spur kiri dan spur pada caput os metatarsal I kiri
- Soft tissue swelling pada region digiti I pedis kiri

Hasil pemeriksaan X - Foto Thorax AP (13 September 2017)


KESAN:

- Cor tak membesar

- Pulmo tak tampak kelainan

1.4 Daftar Abnormalitas


1. Luka di kaki kiri, nanah (+), darah (+), bau (+)
2. Sering kesemutan pada kaki kanan dan kiri
3. Sering merasa lapar
4. Sering merasa haus
5. Mudah mengantuk
6. Cepat lelah
7. Demam
8. Sering BAK 2-3x pada siang hari, dan > 4x pada malam hari
9. Riwayat Diabetes Mellitus
10. Riwayat Hipertensi
11. Riwayat stroke non hemoragik
12. BMI = 31,42 kg/m2 (obese)
13. TD : 160/90 mmHg
14. Extremitas : sensibilitas extremitas inferior sinistra menurun
15. Status lokalis : (regio pedis sinistra)
 Inspeksi : tampak diskontinuitas jaringan di sisi lateral kelingking kiri, sisi
dorsum ibu jari dan sisi ventral ibu jari, edema (+), warna hiperemis (-), darah
(+), pus (+), jaringan nekrotik (+).
 Palpasi : perabaan hangat, nyeri (-), sensibilitas (+)↓, a.dorsalis pedis teraba, a.
tibialis anterior teraba.
Klasifikasi berdasarkan PEDIS (International Consensus on The Diabetic Foot
2003) :
P (Perfusion) : Grade 1 (tidak ada tanda penyakit arteri perifer)
E (Extent in/Size) : Digiti I sinistra sisi dorsal = 3 x 1,5 cm,
Digiti I sinistra sisi ventral = 1,5 x 1 cm,
Digiti V sinistra sisi lateral = 0,75 x 0,5 x 0,3 cm
D (Depth/Tissue Loss) : Grade 2 (Ulkus dalam menembus fascia sampai tendon
atau otot)
I (Infection) : Grade 2 (Infeksi superfisial dan subkutan. Edema
eritema < 2 cm)
S (Sensation) : Grade 2 (Terdapat kehilangan sensasi)

16. Hb = 12,1 mg/dL


17. Ht = 37 %
18. MCH = 26,9 pg
19. Leukosit = 14 x 103/uL
20. Trombosit = 420 x 103/uL
21. Gula Darah Sewaktu = 183 mg/dL
22. X-Foto Pedis Sinistra AP Lateral : Calcanea spur kiri dan spur pada caput os
metatarsal I kiri. Soft tissue swelling pada region digiti I pedis kiri

1.5 ANALISIS SINTESIS


1,7,9,14,15,16,17,18,19,20,22→ Ulkus Diabetikum Pedis Sinistra Wagner III dengan
tanda SIRS
2,3,4,5,6,8,10,11,12,14,21→ Diabetes Melitus Tipe II
10,13 → Hipertensi Stage II

1.6 RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Masalah 1. Ulkus Diabetikum Pedis Sinistra Wagner III dengan tanda SIRS
Assessment : Etiologi kuman
Rencana Awal
Dx : Kultur swab dasar luka, uji sensitivitas, kultur darah 2 tempat
Rx :  Inj. Ceftriaxon 2 gr/24 jam IV
 Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam IV
 Rawat luka (Ganti balut 2x / hari, kassa lembab dan kassa kering)
 Pro Debridement
Mx : KU, TTV/ 8 jam
Ex :  Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa adanya ulkus
pada kaki disebabkan adanya sakit kencing manis yang menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah, sehingga jaringannya rusak dan busuk,
sehingga perlu dilakukan perawatan luka.
 Menjaga kebersihan dan kelembaban kaki.

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa perlu dilakukan


operasi debridement untuk membersihkan jaringan-jaringan yang mati
pada kaki pasien.

Masalah 2. Diabetes Melitus Tipe 2 (2 tahun), obese


Assessment :  Status glikemia
 Komplikasi:
Mikrovaskular : Nefropati DM, neuropati DM, retinopati DM
Makrovaskular : Penyakit Jantung
Koroner, penyakit serebrovaskuler
Faktor risiko PJI lainnya, hiperurisemia
Rencana Awal
Dx : GDI/II, HbA1c, urin rutin, EMG, funduskopi, mikroalbumin urin, profil lipid,
ekokardiografi, asam urat
Rx :  Infus NaCl 0,9 % 10 tpm
 Inj. Aspart 8-8-8 unit SC
 Inj. Detemir 12 unit pada malam hari pukul 22.00 SC
 Diet DM 2100 kkal rendah lemak jenuh, diet uremi, protein 0,8 gr/kg/hari,
diet rendah garam
Mx: KU, GDS pagi-sore
Ex: 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit
kencing manis atau diabetes melitus termasuk faktor risiko dan
komplikasi yang dapat terjadi meliputi komplikasi pada mata, ginjal,
syaraf, infeksi tungkai diabetes, dan sebagainya.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa akan
dilakukan pemeriksaan urin lengkap untuk mengetahui ada tidaknya
komplikasi pada ginjal, dan pemeriksaan EMG untuk mengetahui ada
atau tidak komplikasi terhadap saraf.
3. Menjelaskan pada pasien bahwa akan dilakukan pemantauan gula
darah pagi dan sore untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Menjelaskan kepada pasien tentang tatalaksana diabetes mellitus
meliputi diet, pola hidup, dan terapi farmakologis.
Masalah 3. Hipertensi Stage II
Assessment : Komplikasi : retinopati, nefropati, HHD
Faktor resiko PJI lainnya
Rencana Awal
Dx : Funduskopi, urin rutin, ekokardiografi, GDI/II, profil lipid, asam urat
Rx :  Diet DM 2100 kkal rendah lemak jenuh, diet uremi, protein 0,8
gr/kg/hari, diet rendah garam
 Candesartan 16 mg/24 jam PO
 Amlodipin 10 mg/24 jam PO
Mx : TTV (Tekanan darah) dengan target <140/90 mmHg

Ex : 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa akan dilakukan


pemeriksaan tekanan darah tiap 24 jam untuk mengetahui respon
terhadap terapi yang diberikan dengan tekanan darah <140/90 mmHg.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk makan hanya
makanan dari RS dan menghabiskannya
CATATAN KEMAJUAN PASIEN
TANGGAL 14 SEPTEMBER 2017

MASALAH 2. DIABETES MELLITUS TIPE 2 (2TAHUN)


MASALAH 3. HIPERTENSI STAGE II
-S: sesak (-), demam (-), riwayat memakai kacamata – 3.0 ODS

-O: KU baik, kesadaran composmentis GCS E4M6V5 15


-TD: 140/90 mmHg HR: 80 x/menit RR: 20 x/menit, T: 36,4 oC
-GDS pagi : 128 mg/dL (jam 06.00)
-GDS sore : 131 mg/dL (jam 17.00)
-Pemeriksaan visus dan funduskopi:

Lensa Keruh Tak Rata

Pemeriksaan Visus :
VOD > 3/60
VOS > 3/60
Funduskopi :
-Papil N.II : bulat, batas tegas, CDR 0,2-0,4, warna kuning
kemerahan, NVD (-)
-Vasa : 2/3, venous beading (-), perdarahan (-), mikroaneurisma
(-), dot blot (+)
-Retina : ablation (-), traksi (-), eksudat (-), macula reflek (+),
edema (-)

TANGGAL 19 SEPTEMBER 2017


KESIMPULAN:
MASALAH 1. ULKUS DIABETIKUM PEDIS SINISTRA WAGNER III
- Mild NPDR (Non Proliferative DM Retinopathy)
DENGAN TANDA SIRS
- Katarak Senilis Imatur
-S: Nyeri (-)
-O: -KU baik, kesadaran composmentis GCS E4M6V5 15
Pemeriksaan hematologi
-TD: 150/90 mmHg HR: 92 x/menit RR: 20 x/menit, T: 37oC
KIMIA KLINIK Hasil Nilai Rujukan
-GDSGlukosa
pagi : 169 mg/dL (jam 06.00)
Darah + Reduksi
-GDS sore : 175 mg/dL (jam 17.00) 125 mg/dL
Glukosa Puasa 80-109 : Baik
110-125 : Sedang
Extremitas : Edema pada kaki kiri, sensorik kaki kiri menurun
Status lokalis : (regio pedis sinistra) >= 126 Buruk
 Inspeksi : tampak diskontinuitas jaringan di sisi lateral kelingking
Reduksi I
Glukosa 2 PP + Reduksi
Glukosa PP 2 jam 202 mg/dL 80-144 : Baik
145-179 : Sedang
>= 180 : Buruk
kiri, sisi dorsum ibu jari dan sisi ventral ibu jari, edema (+), warna
hiperemis (-), darah (+), pus (+), jaringan nekrotik (+).
 Palpasi : perabaan hangat, nyeri (-), sensibilitas (+)↓, a.dorsalis pedis
teraba, a. tibialis anterior teraba.
-Pemeriksaan kultur swab dasar luka dan uji sensitivitas :
Staphylococcus aureus, sensitif terhadap :
-Clindamycin
-Cotrimoxazole
-Erythromycin
-Fosfomycin
-Sulbactam cefoperazone
-Tigecycline
-Vancomycin
-Pemeriksaan kultur darah ( Tangan Kanan (A) + Tangan Kiri (B)):
HASIL KULTUR – A : Tidak ada pertumbuhan kuman
HASIL KULTUR – B : Tidak ada pertumbuhan kuman

-A: Ulkus Diabetikum Pedis Sinistra Wagner III dengan tanda SIRS
-P: Clindamycin 300 mg/8 jam PO
Rawat luka (Ganti balut 2x / hari, kassa lembab dan kassa kering)
Monitoring KU, TTV 8 jam
Pro debridement
BAB II

PEMBAHASAN

Masalah pertama pada pasien ini yaitu ulkus kaki dibetik kriteria wagner III pedis
sinistra dengan tanda SIRS. Masalah ini merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus.
Adanya ulkus pada pasien diabetes melitus sangat berpengaruh terhadap pengendalian
glukosa darah. Infeksi pada ulkus kaki diabetik dapat memperburuk kendali glukosa darah
dan kadar glukosa darah yang tinggi memperburuk infeksi. Kulit pada daerah extremitas
bawah merupakan tempat yang paling sering untuk terjadi infeksi, kuman stafilococcus
merupakan penyebab utama.1,2
Diagnosis ulkus kaki diabetik wagner III pada pedis sinistra pasien ditegakkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan Sejak ± 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluh luka pada kaki kiri bagian jari kelingking. Pasien sering
berjalan kaki di luar rumah tanpa mengenakan alas kaki. Awalnya luka kecil kemudian
meluas. + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit terdapat kulit yang menebal di jempol kaki
kiri, kemudian dikelupas oleh pasien sendiri + 3 hari sebelum masuk rumah sakit muncul
luka melepuh, kekuningan berbau.Luka semakin lama semakin meluas, muncul di lokasi
baru, dan bertambah dalam.Luka membuat pasien sulit untuk berjalan, sehingga sulit untuk
beraktivitas. Pasien sebelumnya merawat luka di rumah namun tidak juga membaik, tidak ada
faktor memperingan. Luka disertai dengan nanah (+), darah (+), bau (+), dan nyeri (-). Pasien
juga mengalami gejala lain seperti kaki kiri bengkak sejak + 2 minggu terakhir, sering terasa
kesemutan (+) pada tungkai kanan dan kiri, sering merasa lapar (+), sering haus (+), mudah
mengantuk (+), cepat lelah (+), demam (+) tidak terlalu tinggi, batuk (-), sesak (-). BAK
sering, 2-3x pada siang hari >4x pada malam hari. BAB dalam batas normal. Mual (-),
muntah (-). Pasien berobat ke RST, kemudian pasien dirujuk ke RSUP dr. Kariadi. Lalu
berdasarakan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran
composmentis, BMI : 31,42 (Obese). Pada status lokalis regio pedis sinistra, dari inspeksi
tampak diskontinuitas jaringan di sisi lateral kelingking kiri, sisi dorsum ibu jari dan sisi
ventral ibu jari, edema (+), warna hiperemis (-), darah (+), pus (+), jaringan nekrotik (+). dan
dari palpasi perabaan hangat, nyeri (-), sensibilitas (+)↓, a.dorsalis pedis teraba, a. tibialis
anterior teraba Sedangkan menurut klasifikasi berdasarkan PEDIS (International Consensus
on The Diabetic Foot 2003)2 :
P (Perfusion) : Grade 1 (tidak ada tanda penyakit arteri perifer)
E (Extent in/Size) : Digiti I sinistra sisi dorsal = 3 x 1,5 cm,
Digiti I sinistra sisi ventral = 1,5 x 1 cm,
Digiti V sinistra sisi lateral = 0,75 x 0,5 x 0,3 cm
D (Depth/Tissue Loss) : Grade 2 (Ulkus dalam menembus fascia sampai tendon
atau otot)
I (Infection) : Grade 2 (Infeksi superfisial dan subkutan. Edema
eritema < 2 cm)
S (Sensation) : Grade 2 (Terdapat kehilangan sensasi).
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan calcanea spur kiri dan spur pada caput os
metatarsal I kiri, soft tissue swelling pada region digiti I pedis kiri, dan tak nampak gambaran
osteomyelitis. Pemeriksaan kaki diabetik sendiri berdasarkan beberapa kriteria.

Kriteria wagner untuk kaki diabetik : 1,3


 Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit
 Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.
 Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis
 Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal
 Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki
Adapun kriteria lain untuk menentukan derajat kaki diabetik menurut Infectious Diseasse of
America and International Working Group dengan derajat PEDIS:2
 Derajat 1 : Tidak ada gejala dan tanda infeksi
Infeksi didefinisikan terdapat minimal dua dari berikut :
- Edem local atau indurasi
- Eritem
- Kaku atau nyeri local
- Hangat local
- Discharge purulent
 Derajat 2: Infeksi lokal yang hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan (tanpa
melibatkan jaringan yang lebih dalam dan tanpa tanda sistemik). Jika terdapat
eritem, harus > 0,5 cm hingga ≤ 2 cm di sekitar ulkus
 Derajat 3 : Infeksi lokal (seperti pada derajat 2) dengan eritem > 2 cm, atau
meliputi struktur yang lebih dalam dari kulit dan jaringan subkutan (seperti abses,
osteomyelitis, septic arthritis, fasciitis). Tidak ada tanda respon inflamasi sistemik
 Derajat 4 : Infeksi lokal (seperti yang dijelasakan diatas) dengan tanda SIRS, yang
bermanifestasi ≥ 2 tanda berikut :
- Suhu > 38oC atau <36oC
- Nadi > 90x/menit
- Laju respirasi >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
- Hitung leukosit >12000 atau < 4000 sel /uL atau ≥ 10% imatur band

Pada pasien ini ulkus kaki diabetik wagner grade III dengan prinsip pemberian terapi meliputi
komponen penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus adalah :1,3,4
a. Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik sebaik
mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin
dan sebagainya.
b. Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan operasi
atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
c. Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus
diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan
organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan merupakan
infeksi).
d. Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis
secara teratur.
Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan konsep TIME:
 Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
 Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi)
 Moisture Balance (menjaga kelembaban)
 Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
e. Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena
tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari.
Mengurangi tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai
diperlukan untuk mengurangi tekanan.
Penatalaksanaan ulkus kaki diabetik pada pasien ini meliputi komponen penting diatas
mencakup terapi farmakologis dan non-farmakologis dengan debridement sebagai kendali
infeksi, vaskular dan luka.4 Kemudian dilakukan terapi non-farmakologis: pembalutan
dengan kassa lembab dan kassa kering, serta dilakukan pembersihan terlebih dahulu pada
luka menggunakan NaCl 0,9% dilakukan rutin 2x setiap hari. Terapi farmakologis pada
pasien ini diberikan Ceftriaxon 2g/24 jam IV, Metronidazole 500 mg/8jam IV, dimana
antibiotik tersebut adalah yang sensitif terhadap bakteri yang menyebabkan infeksi pada
ulkus diabetik yang dialami pasien, dan tambahan metronidazole untuk bakteri anaerob,
antibiotik juga digunakan untuk mencegah berkembangnya bakteri yang terdapat pada
luka.2,5,6
Masalah kedua pada pasien ini adalah diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien
selama 2 tahun, dan terkontrol dengan konsumsi obat glimepiride 2 mg sekali sehari dan
metformin 500 mg 3 kali sehari atau tiap kali makan. Penegakan diagnosis didapatkan
berdasarkan temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diabetes
Melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Klasifikasi DM yang digunakan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan anjuran
klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 2014 yaitu sebagai berikut:5,7,8
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Tipe I Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut:


1) Autoimun.
2) Idiopatik.
Tipe II Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defesiensi
insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain 1) Defek genetik fungsi sel beta


2) Defek genetik kerja insulin.
3) Penyakit eksokrin pankreas.
4) Endokrinopati.
5) Karena obat/ zat kimia.
6) Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus.
7) Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin.
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM: Sindrom Down, Sindrom
Klinefelter, Sindrom Turner dan lain-lain.
Gestasional

Penegakan diagnosis diabetes melitus tipe 2 didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala klasik diabetes melitus tipe 2 berupa polidipsi,
poliuria, polifagi. Pada kasus ini, pasien mengalami polifagi, polidipsi, poliuri, dan sering
kesemutan pada ekstremitas yakni kedua tungkai. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus
selama 2 tahun dan rutin mengonsumsi obat antidiabetik oral. Pada pemeriksaan penunjang
juga didapatkan peningkatan gula darah puasa dan gula darah 2 jam post prandial, yakni Gula
darah puasa = 183 mg/dL, dan Gula darah pp 2 jam = 202 mg/dL.

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus.


Tabel 2. Kriteria diagnosisi diabetes mellitus.3,7
Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
glukosa plasma sewaktu adalah hasil pemeriksaan sesaat pada satu
waktu tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Gejala klasik DM+ kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa berarti tidak ada asupan kalori setidaknya 8 jam
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO>200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan 75 g glukosa
anhidrat yang dilarutkan di dalam air.

Gambar 1. Diagnosis Dibetes Melitus


Terapi yang dilakukan untuk diabetes mellitus yaitu:3,6,7
 Edukasi
- Mengikuti pola makan sehat.
- Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur.
- Menggunakan obat diabetes melitus dan obat lainnya pada keadaan khusus secara
aman dan teratur.
- Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan hasil
pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
- Melakukan perawatan kaki secara berkala.
- Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

 Nutrisi
- Jumlah kalori perhari untuk normoweight 1700 kkal dengan mempertimbangkan
kalori basal.
- Karbohidrat 45-65% dari total asupan energi.
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori dan tidak
diperkenankan melebihin 30% dari total asupan energi.
- Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi.
- Mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran dan sumber
karbohidrat yang tinggi serat.
- Terapi gizi dan kebutuhan kalori bagi penderita diabetes melitus dapat ditentukan
dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yaitu sebesar 25-30kkal/kgBB
ideal. Perhitungan berat badan ideal (BBI) dapat dihitung dengan rumus Brocca.
Berat badan ideal untuk pasien ini = 90% x (165-100) x 1 kg = 58,5 kg.
Kebutuhan kalori untuk pasien ini sebesar 30 kkal/kgBB, ditambah 20% untuk
aktivitas fisik ringan-sedang dan dikurangi 5% pada usia 40-59 tahun.
Perhitungannya adalah = (30 kkal x 58,5 kg) = 1755 kkal. Kemudian ditambah
15% = 1755 + 263 = 2018 kkal, setara dengan 2100 kkal.
 Jasmani
- Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur
sebanyak 3-5 kali per minggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
per minggu.
- Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani.
- Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang, seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging dan
berenang.
 Farmakologis
Pemberian terapi pada penderita DM meliputi trias pilar terapi selain terapi untuk
DM, juga terapi gizi, jasmani dan edukasi seperti yang telah disebutkan diatas.
Pasien diberikan terapi infus NaCl 0,9 % 10 tpm, injeksi detemir 12 unit subcutan,
malam pukul 22.00 dan Injeksi novorapid 8-8-8 secara subkutan sebelum makan.
Pemberian terapi ini juga sesuai untuk terapi DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik.
Detemir (insulin long acting) digunakan untuk meningkatkan dan
maintanance sekresi insulin basal dalam mempertahankan gula darah puasa dalam
batasan target kurang dari 126 mg/dL, dan aspart bersifat rapid acting untuk
meningkatkan sekresi insulin prandial yang mempertahankan gula darah
sewaktu/post pandrial dalam batasan target kurang dari 200 mg/dL. Dosis insulin
disesuaikan dengan kadar gula dalam darah.
Selanjutnya dilakukan assessment terhadap status glikemia pasien, faktor risiko, dan
juga komplikasi yang dapat terjadi, baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Oleh sebab
itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan urin lengkap untuk mengetahui ada
tidaknya albuminuria sebagai komplikasi pada ginjal. Selain itu, juga perlu dilakukan
pemeriksaan EMG untuk mengetahui komplikasi pada saraf perifer, dan ekokardiografi untuk
mengetahui komplikasi pada jantung.
Masalah ketiga adalah Hipertensi stage II. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan
darah sistolik 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh
Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
sebagai tekanan 140/90 mmHg.9
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor
risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat
dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol
seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh.9
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung,
penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada
kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal, dan jantung yang dapat berakibat
kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan
salah satu faktor risiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (kardiovaskuler).9,10
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi
diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan
umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan
pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Hipertensi diastolik (diastolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
sistolik, Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.9
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan:9
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-
faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi
hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat I dan derajat II.

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII11

Tubuh memiliki sistem yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan


darah dalam jangka panjang melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi
segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.9
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial.
Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak,
kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan
pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika
intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,
pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul
oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-convertingenzyme (ACE). Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),
sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

3) Sistem saraf simpatis


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sfigmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam
posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan
dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang
dapat mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol
dan sebagainya.9,10

Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yakni:9
1) Menentukan sejauh mana penyakit hipertensi yang diderita
Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh mana
penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak, apakah arteri dan
organ-organ internal terpengaruh, dan lain-lain.
2) Mengisolasi penyebabnya
Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab spesifiknya.
3) Pencarian faktor risiko tambahan
Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan yaitu pencarian faktor-faktor risiko
tambahan yang tidak boleh diabaikan.
4) Pemeriksaan dasar
Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan dasar, seperti
kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (elektrokardiografi) dan rontgen.
5) Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain:
a. X-ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna yang
digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal, dan adrenal.
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat elektroensefalografi (EEG),
alat ini menyerupai elektrokardiografi (EKG).
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya sehingga
menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ tubuh
yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena
efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress
oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi
garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming
growth factor-β (TGF-β).9
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien
hipertensi adalah:
1) Jantung
- hipertrofi ventrikel kiri
- angina atau infark miokardium
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
5) Retinopati
Diagnosis Hipertensi stage II perbaikan didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta pengelolaa pasien ketika di IGD. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh
pusing dan riwayat 1 tahun sudah mempunyai hipertensi tanpa pengobatan. Selain itu riwayat
pasien saat masuk di IGD adalah 200/110 mmHg sedang pada pemeriksaan satu hari
setelahnya tekanan darah pasien sudah berada di angka 150/100 mmHg. Karena hipertensi
pada pasiensudah berlangsung lama dan diakutkan akan atau sudah mempunyai komplikasi
maka diperlukan pemeriksaan penunjang seperti Funduskopi, Enzim jantung, urin rutin
hingga CT Scan kepala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam. 2014.

2. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, et al. 2012 infectious diseases society of
America clinical practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot
infections. Clin Infect Dis. 2012;54(12):132-173.
3. American Diabetes Association S. Standards of Medical Care in Diabetes-2015 -
Abridged for Primary Care Providers. Diabetes Care. 2015. 38: 1: S1–S94.

4. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes 2014.


Diabetes Care. 2014. 37: 1: S14-S80.
5. Longmore M, Wilkinson I, Baldwin A, Wallin E. Oxford Handbook, 9th Ed ed.
Oxford: Oxford University Press, 2014.
6. Abdulfatai B. Olokoba, Olusegun A. Obateru, Lateefat B. Olokoba. Type 2 Diabetes
Mellitus: A Review of Current Trends. Oman Medical J. 2012. 27: 4: 269-73.
7. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI. 2015.
8. American Diabetes Association. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes
Care. 2015;38:1:S8–S16.
9. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Edisi Pertama.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015

10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, et al. 2014 Evidence Based
Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report from the
Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). 2014

11. YA, Gilang. Hipertensi. 2009. [Internet] Available from:


http://eprints.undip.ac.id/43896/3/Gilang_YA_G2A009181_Bab2KTI.pdf.

You might also like