Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Rifqi Raihan Haris
22010116210114
Dosen Pembimbing:
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, SpPD,K-EMD
Residen Pembimbing:
dr. Stepanus Agung Laksono
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD dr. Stepanus Agung L
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kasih dan karunia- Nya, sehingga Laporan Kasus Besar “SEORANG LAKI-
LAKI USIA 67 TAHUN DENGAN ULKUS DIABETIKUM PEDIS SINISTRA WAGNER
III DENGAN TANDA SIRS, DM TIPE II (2 TAHUN) OBESE, DAN HIPERTENSI STAGE
II” ini dapat penulis selesaikan.
Laporan kasus besar ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, K-EMD selaku dosen pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan yang berharga
dr. Stepanus Agung Laksono selaku residen pembimbing dan residen Ilmu Penyakit
Dalam lainnya yang telah memberikan masukan-masukan, petunjuk, serta bantuan
dalam penyusunan tugas ini
Tn. S dan keluarga, atas keramahan dan keterbukaannya dalam kegiatan penyusunan
laporan
Keluarga dan Teman-teman Co-Ass dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Rajawali 5B, Kamar 6.6 tanggal 14 September
2017 jam 15.00 WIB.
Keadaan umum : baik
Status gizi : BB : 93 kg, TB : 172 cm
(BMI = 31,42 kg/m2) , kesan obese
Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5 = 15
Tanda Vital : Superior Inferior
TD : 160/90 mmHg 160/100 mmHg |150/100 mmHg
N : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 37,10 C (axiller)
ABI kanan : 160/160 = 1 (Normal)
ABI kiri : 150/160 = 0,94 (Normal)
VAS :3
Kepala : turgor dahi cukup
Kulit : turgor kulit cukup, tidak tampak pucat, ikterik (-),
rash (-), petekie (-)
Kuku : spoon nail (-/-), clubbing finger (-/-)
Mata : conjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : discharge (-)
Hidung : epistaksis (-), discharge (-)
Mulut : bibir pucat (-),
atrofi papil lidah (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : JVP R+0 cm, trakhea di tengah, pembesaran nnll (-)
Dada : simetris, bentuk normal, retraksi intercostal (-), supraclavicular (-),
sela iga melebar (-), spider naevi (-)
Paru-paru :
Pulmo depan :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) SDVesikuler (+/+)
Pulmo Belakang : Suara tambahan (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial linea midclavicular sinistra,
kuat angkat (-), melebar (-), thrill (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi
epigastrial (-), sternal lift (-)
Perkusi : batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra
batas jantung kanan : Linea parasternal dextra
batas jantung kiri : SIC V 2 cm medial linea midclavicular sinistra
Pinggang jantung : cekung
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, area traube timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-),
liver span 8 cm
Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Ronkhi
Basah
Kasar
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/+
Pulsasi a.dorsalis pedis +/+
Pulsasi a. popliteal +/+
Pembesaran KGB axilla -/-
Pembesaran KGB inguinal -/-
Motorik 5/5/5 | 5/5/5 5/5/5 | 5/5/5
Reflek patologis - -
Sensorik N/N N/↓
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah rutin dan Kimia Klinik (12 September 2017)
HEMATOLOGI
Tanggal 12/9/2017
Hematokrit 37 % 40-54
Elektrolit
Pemeriksaan Visus :
VOD > 3/60
VOS > 3/60
Funduskopi :
-Papil N.II : bulat, batas tegas, CDR 0,2-0,4, warna kuning
kemerahan, NVD (-)
-Vasa : 2/3, venous beading (-), perdarahan (-), mikroaneurisma
(-), dot blot (+)
-Retina : ablation (-), traksi (-), eksudat (-), macula reflek (+),
edema (-)
-A: Ulkus Diabetikum Pedis Sinistra Wagner III dengan tanda SIRS
-P: Clindamycin 300 mg/8 jam PO
Rawat luka (Ganti balut 2x / hari, kassa lembab dan kassa kering)
Monitoring KU, TTV 8 jam
Pro debridement
BAB II
PEMBAHASAN
Masalah pertama pada pasien ini yaitu ulkus kaki dibetik kriteria wagner III pedis
sinistra dengan tanda SIRS. Masalah ini merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus.
Adanya ulkus pada pasien diabetes melitus sangat berpengaruh terhadap pengendalian
glukosa darah. Infeksi pada ulkus kaki diabetik dapat memperburuk kendali glukosa darah
dan kadar glukosa darah yang tinggi memperburuk infeksi. Kulit pada daerah extremitas
bawah merupakan tempat yang paling sering untuk terjadi infeksi, kuman stafilococcus
merupakan penyebab utama.1,2
Diagnosis ulkus kaki diabetik wagner III pada pedis sinistra pasien ditegakkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan Sejak ± 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluh luka pada kaki kiri bagian jari kelingking. Pasien sering
berjalan kaki di luar rumah tanpa mengenakan alas kaki. Awalnya luka kecil kemudian
meluas. + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit terdapat kulit yang menebal di jempol kaki
kiri, kemudian dikelupas oleh pasien sendiri + 3 hari sebelum masuk rumah sakit muncul
luka melepuh, kekuningan berbau.Luka semakin lama semakin meluas, muncul di lokasi
baru, dan bertambah dalam.Luka membuat pasien sulit untuk berjalan, sehingga sulit untuk
beraktivitas. Pasien sebelumnya merawat luka di rumah namun tidak juga membaik, tidak ada
faktor memperingan. Luka disertai dengan nanah (+), darah (+), bau (+), dan nyeri (-). Pasien
juga mengalami gejala lain seperti kaki kiri bengkak sejak + 2 minggu terakhir, sering terasa
kesemutan (+) pada tungkai kanan dan kiri, sering merasa lapar (+), sering haus (+), mudah
mengantuk (+), cepat lelah (+), demam (+) tidak terlalu tinggi, batuk (-), sesak (-). BAK
sering, 2-3x pada siang hari >4x pada malam hari. BAB dalam batas normal. Mual (-),
muntah (-). Pasien berobat ke RST, kemudian pasien dirujuk ke RSUP dr. Kariadi. Lalu
berdasarakan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran
composmentis, BMI : 31,42 (Obese). Pada status lokalis regio pedis sinistra, dari inspeksi
tampak diskontinuitas jaringan di sisi lateral kelingking kiri, sisi dorsum ibu jari dan sisi
ventral ibu jari, edema (+), warna hiperemis (-), darah (+), pus (+), jaringan nekrotik (+). dan
dari palpasi perabaan hangat, nyeri (-), sensibilitas (+)↓, a.dorsalis pedis teraba, a. tibialis
anterior teraba Sedangkan menurut klasifikasi berdasarkan PEDIS (International Consensus
on The Diabetic Foot 2003)2 :
P (Perfusion) : Grade 1 (tidak ada tanda penyakit arteri perifer)
E (Extent in/Size) : Digiti I sinistra sisi dorsal = 3 x 1,5 cm,
Digiti I sinistra sisi ventral = 1,5 x 1 cm,
Digiti V sinistra sisi lateral = 0,75 x 0,5 x 0,3 cm
D (Depth/Tissue Loss) : Grade 2 (Ulkus dalam menembus fascia sampai tendon
atau otot)
I (Infection) : Grade 2 (Infeksi superfisial dan subkutan. Edema
eritema < 2 cm)
S (Sensation) : Grade 2 (Terdapat kehilangan sensasi).
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan calcanea spur kiri dan spur pada caput os
metatarsal I kiri, soft tissue swelling pada region digiti I pedis kiri, dan tak nampak gambaran
osteomyelitis. Pemeriksaan kaki diabetik sendiri berdasarkan beberapa kriteria.
Pada pasien ini ulkus kaki diabetik wagner grade III dengan prinsip pemberian terapi meliputi
komponen penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus adalah :1,3,4
a. Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik sebaik
mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin
dan sebagainya.
b. Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan operasi
atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
c. Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus
diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan
organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan merupakan
infeksi).
d. Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis
secara teratur.
Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan konsep TIME:
Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi)
Moisture Balance (menjaga kelembaban)
Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
e. Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena
tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari.
Mengurangi tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai
diperlukan untuk mengurangi tekanan.
Penatalaksanaan ulkus kaki diabetik pada pasien ini meliputi komponen penting diatas
mencakup terapi farmakologis dan non-farmakologis dengan debridement sebagai kendali
infeksi, vaskular dan luka.4 Kemudian dilakukan terapi non-farmakologis: pembalutan
dengan kassa lembab dan kassa kering, serta dilakukan pembersihan terlebih dahulu pada
luka menggunakan NaCl 0,9% dilakukan rutin 2x setiap hari. Terapi farmakologis pada
pasien ini diberikan Ceftriaxon 2g/24 jam IV, Metronidazole 500 mg/8jam IV, dimana
antibiotik tersebut adalah yang sensitif terhadap bakteri yang menyebabkan infeksi pada
ulkus diabetik yang dialami pasien, dan tambahan metronidazole untuk bakteri anaerob,
antibiotik juga digunakan untuk mencegah berkembangnya bakteri yang terdapat pada
luka.2,5,6
Masalah kedua pada pasien ini adalah diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien
selama 2 tahun, dan terkontrol dengan konsumsi obat glimepiride 2 mg sekali sehari dan
metformin 500 mg 3 kali sehari atau tiap kali makan. Penegakan diagnosis didapatkan
berdasarkan temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diabetes
Melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Klasifikasi DM yang digunakan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan anjuran
klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 2014 yaitu sebagai berikut:5,7,8
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Nutrisi
- Jumlah kalori perhari untuk normoweight 1700 kkal dengan mempertimbangkan
kalori basal.
- Karbohidrat 45-65% dari total asupan energi.
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori dan tidak
diperkenankan melebihin 30% dari total asupan energi.
- Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi.
- Mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran dan sumber
karbohidrat yang tinggi serat.
- Terapi gizi dan kebutuhan kalori bagi penderita diabetes melitus dapat ditentukan
dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yaitu sebesar 25-30kkal/kgBB
ideal. Perhitungan berat badan ideal (BBI) dapat dihitung dengan rumus Brocca.
Berat badan ideal untuk pasien ini = 90% x (165-100) x 1 kg = 58,5 kg.
Kebutuhan kalori untuk pasien ini sebesar 30 kkal/kgBB, ditambah 20% untuk
aktivitas fisik ringan-sedang dan dikurangi 5% pada usia 40-59 tahun.
Perhitungannya adalah = (30 kkal x 58,5 kg) = 1755 kkal. Kemudian ditambah
15% = 1755 + 263 = 2018 kkal, setara dengan 2100 kkal.
Jasmani
- Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur
sebanyak 3-5 kali per minggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
per minggu.
- Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani.
- Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang, seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging dan
berenang.
Farmakologis
Pemberian terapi pada penderita DM meliputi trias pilar terapi selain terapi untuk
DM, juga terapi gizi, jasmani dan edukasi seperti yang telah disebutkan diatas.
Pasien diberikan terapi infus NaCl 0,9 % 10 tpm, injeksi detemir 12 unit subcutan,
malam pukul 22.00 dan Injeksi novorapid 8-8-8 secara subkutan sebelum makan.
Pemberian terapi ini juga sesuai untuk terapi DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik.
Detemir (insulin long acting) digunakan untuk meningkatkan dan
maintanance sekresi insulin basal dalam mempertahankan gula darah puasa dalam
batasan target kurang dari 126 mg/dL, dan aspart bersifat rapid acting untuk
meningkatkan sekresi insulin prandial yang mempertahankan gula darah
sewaktu/post pandrial dalam batasan target kurang dari 200 mg/dL. Dosis insulin
disesuaikan dengan kadar gula dalam darah.
Selanjutnya dilakukan assessment terhadap status glikemia pasien, faktor risiko, dan
juga komplikasi yang dapat terjadi, baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler. Oleh sebab
itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan urin lengkap untuk mengetahui ada
tidaknya albuminuria sebagai komplikasi pada ginjal. Selain itu, juga perlu dilakukan
pemeriksaan EMG untuk mengetahui komplikasi pada saraf perifer, dan ekokardiografi untuk
mengetahui komplikasi pada jantung.
Masalah ketiga adalah Hipertensi stage II. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan
darah sistolik 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh
Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
sebagai tekanan 140/90 mmHg.9
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor
risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat
dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol
seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh.9
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung,
penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada
kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal, dan jantung yang dapat berakibat
kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan
salah satu faktor risiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (kardiovaskuler).9,10
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi
diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan
umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan
pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Hipertensi diastolik (diastolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
sistolik, Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.9
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan:9
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-
faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi
hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat I dan derajat II.
Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yakni:9
1) Menentukan sejauh mana penyakit hipertensi yang diderita
Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh mana
penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak, apakah arteri dan
organ-organ internal terpengaruh, dan lain-lain.
2) Mengisolasi penyebabnya
Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab spesifiknya.
3) Pencarian faktor risiko tambahan
Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan yaitu pencarian faktor-faktor risiko
tambahan yang tidak boleh diabaikan.
4) Pemeriksaan dasar
Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan dasar, seperti
kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (elektrokardiografi) dan rontgen.
5) Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain:
a. X-ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna yang
digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal, dan adrenal.
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat elektroensefalografi (EEG),
alat ini menyerupai elektrokardiografi (EKG).
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya sehingga
menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ tubuh
yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena
efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress
oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi
garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming
growth factor-β (TGF-β).9
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien
hipertensi adalah:
1) Jantung
- hipertrofi ventrikel kiri
- angina atau infark miokardium
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
5) Retinopati
Diagnosis Hipertensi stage II perbaikan didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta pengelolaa pasien ketika di IGD. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh
pusing dan riwayat 1 tahun sudah mempunyai hipertensi tanpa pengobatan. Selain itu riwayat
pasien saat masuk di IGD adalah 200/110 mmHg sedang pada pemeriksaan satu hari
setelahnya tekanan darah pasien sudah berada di angka 150/100 mmHg. Karena hipertensi
pada pasiensudah berlangsung lama dan diakutkan akan atau sudah mempunyai komplikasi
maka diperlukan pemeriksaan penunjang seperti Funduskopi, Enzim jantung, urin rutin
hingga CT Scan kepala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam. 2014.
2. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, et al. 2012 infectious diseases society of
America clinical practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot
infections. Clin Infect Dis. 2012;54(12):132-173.
3. American Diabetes Association S. Standards of Medical Care in Diabetes-2015 -
Abridged for Primary Care Providers. Diabetes Care. 2015. 38: 1: S1–S94.
10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, et al. 2014 Evidence Based
Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report from the
Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). 2014