Professional Documents
Culture Documents
W DENGAN
HIPERTENSI DI NARUM KIDUL, TLOGOWATU, KEMALANG
KLATEN
DISUSUN OLEH
IKHSAN RAMADHANI
P.170.1025
LANDASAN TEORI
2. Klasifikasi hipertensi
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologi menurut Wijaya dan Putri (2013 h.52) :
1) Hipertensi essensial (primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi, dimana sampai saat ini belum
diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa factor yang berpengaruh dalam
terjadinya hipertensi essensial, seperti : factor genetic, stress dan psikologis,
serta factor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan
berkurangnya asupan kalium dan kalsium).
2) Hipertensi sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan
jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab
hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainann aorta, kelainan endokrin lainya seperti obesitas,
resistensi insulin, hipertiroidtisme, dan pemakaian obat-obatan seperti
kontrasepsi oral dan kortikosteroid.
b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi :
Hipertensi menurut Adib (2009) dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasi
tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun ke atas yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Berusia ≥18 Tahun
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Stadium 1 ( ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (berat) 180-209 110-119
Stadium 4 (sangat
≥210 ≥120
berat)
Sumber : Adib (2009)
Derajat hipertensi berdasarkanThe SeventhReport of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure(JNC VII) :
Table 2. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII
Tekanan Sistolik Tekanan Diastolic
Derajat
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 atau ≥100
Sumber :Wijaya dan Putri (2013)
Batasan hipertensi pada orang dewasa berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastolic menurut perhimpunan hipertensi Indonesia (PHI), yaitu :
Table 3. Klasifikasi hipertensi menurut PHI
Tekanan Sistol Tekanan Diastol
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥160-179 atau ≥100
Hipertensi Sistol
≥140 dan ≤90
Terisolasi
Sumber : Sani, 2008
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin diduga berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Laki-laki
cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi karena memiliki
gaya hidup yang tidak sehat, misalnya minum minuman beralkohol dan kebiasaan
merokok. Sebelum menepouse, perempuan memiliki hormon esterogen yang
berfungsi meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). HDL yang tinggi
pada perempuan mampu mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi. Akan tetapi setelah menopause tekanan darah
perempuan akan meningkat, bahkan jauh lebih tinggi daripada laki-laki. Setelah
umur 65 tahun kejadian hipertensi pada wanita akan lebih tinggi daripada laki-laki
yang disebabkan oleh faktor hormonal.
d. Stres
Tekanan mental akibat stres dapat memicu penurunan aliran darah ke jantung
sehingga meningkatkan risiko kematian terutama pada orang dengan penyumbatan
arteri sebelumnya. Stres meningkatkan kebutuhan akan oksigen karena tekanan
darah dan kecepatan detak jantung meningkat. Pada waktu yang sama, pengerasan
arteri menghambat aliran darah dengan lebih parah.
Keterkaitan antara stres dengan hipertensi bisa disebabkan karena adanya
rangsangan saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermiten.Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian
tekanan darah yang menetap.
e. Ras
Orang Afrika dan Amerika cenderung memiliki frekuensi hipertensi lebih tinggi
dibandingkan orang Eropa.Hipertensi pada orang berkulit hitam paling sedikit dua
kalinya pada orang berkulit putih sehingga hipertensi lebih berat pada ras kulit
hitam. Mortalitas pasien laki-laki berkulit hitam dengan tekanan darah diastolik
115 atau lebih, sehingga 3,3 kali lebih tinggi daripada laki-laki berkulit putih, dan
5,6 kali bagi wanita berkulit putih. Kecenderungan populasi ini terhadap hipertensi
dihubungkan dengan faktor genetik dan lingkungan.
f. Kebiasaan Merokok
Hipertensi banyak ditemukan pada orang dengan kebiasaan merokok, kandungan
kimia yang ada dalam rokok dapat memperparah kondisi hipertensi seseorang.Zat
yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan dinding arteri berupa
plak.Plak yang terbentuk dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah
sehingga meningkatkan tekanan darah.Kandungan nikotin di dalam rokok dapat
meningkatkan hormon epinefrin yang dapat membuat pembuluh darah arteri
menyempit.Karbon monoksida dari pembakaran rokok mengakibatkan jantung
bekerja lebih keras untuk menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh.
Jantung yang bekerja lebih keras akan menyebabkan curah jantung juga meningkat
sehingga tekanan darah naik. Sekitar 50% kejadian hipertensi dapat dicegah
dengan menghilangkan faktor kebiasaan merokok.
g. Kurang Aktivitas Fisik
Kurang aktivitas fisik atau olahraga yang tidak ideal akan meningkatkan risiko
terjadinya obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Orang yang
aktivitas fisiknya atau olahraganya kurang memiliki risiko terkena hipertensi
sebesar 4,73 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki kebiasaan olahraga
yang ideal atau aktivitas fisik yang cukup. Aktivitas fisik yang cukup dan olahraga
yang ideal dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah, oleh karenanya sering dihubungkan dengan kejadian hipertensi. Selain itu,
aktivitas fisik atau olahraga juga berkaitan dengan peran obesitas pada hipertensi.
Faktor resiko tersebut sesuai dengan penelitian Arifin dkk (2016) yang
meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada
kelompok lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Petangi Kabupatan Badung,
penelitian tersebut mnyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
genetik, jenis kelamin, olahraga, dan stress dengan kejadian hipertensi pada lansia.
5. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding pembuluh
darah. Pengaturan tekanan darah adalah proses yang komplek menyangkut
pengendalian ginjal terhadap natrium dan retensi air, serta pengendalian system saraf
terhadap tonus pembuluh darah. Ada dua factor utama yang mengatur tekanan darah,
yaitu darah yang mengalir dan tahanan pembuluh darah perifer.Darah yang mengalir
ditentukan oleh volume darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontraksi
dan kecepatan denyut jantung.Tekanan vaskuler perifer berkaitan dengan besarnya
lumen pembuluh darah perifer.Makin sempit pembuluh darah, makin tinggi tahan
terhadap aliran darah.Jadi, semkain menyempit pembuluh darah, semakin meningkat
tekanan darah.
Dilatasi dan kontraksi pembuluh-pembuluh darah dikendalikan oleh system saraf
simpatis dan sistem renin-angiostensin. Apabila system saraf simpatis dirangsang,
katekolamin seperti epineprin dan norepinephrine akan dikeluarkan. Kedua zat kimia
ini menyebabkan kontraksi pembuluh darah meningkatnya curah jantung dan
kekuatan kontraksi ventrikel.Sama halnya pada system renin-angiotensin, yang
apabila distimulasi juga menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh-pembuluh darah
(Baradero, 2008 h.51).Pada lanjut usiapatofisiologi terjadinya hipertensi berbeda
dengan yang terjadi pada dewasa muda. Factor yang berperan terhadap terjadinya
hipertensi pada lanjut usia adalah (Darmojo, 2010) :
a. Renin : Tingginya kadar renin menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan
volume darah (akibat meningkatnya retensi garam dan cairan pada ginjal),
mengakibatkan tingginya kadar tekanan darah.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan garam : Dengan bertambahnya usia
semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium. Ini
menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju
filtrasi glomerulus.Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer : Akibat proses
menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan
hipertensi sistolik.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
mengakibatkan hipertensi sistolik saja (ISH).
d. Perubahan ateromatous : Akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel
yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang
kemudian menyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses
sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan
tekanan darah.
6. Pathway
7. Komplikasi Hipertensi
Menurut Aspiani (2015 h.220) hipertensi memiliki potensi menjadi komplikasi
berbagai penyakit.Komplikasi hipertensi tersebut diantaranya adalah stroke
hemoragik, penyakit jantung hipertensi, penyakit arteri koronaria, aneurisma, gagal
ginjal, dan ensefalopati hipertensi.
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah pecah sehingga aliran darah yang
normal menjadi terhambat sehingga darah merembes pada suatu daerah di otak dan
merusaknya. Sekitar 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada pasien hipertensi.
Pembuluh darah menjadi lemah dan mudah pecah akibat tekanan pada pembuluh
darah yang lebih besar pada penderita hipertensi.Pecahnya pembuluh darah di otak
dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnyamendapatkan asupan oksigen dan
nutrisi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan dan
akhirnya mati.
b. Penyakit Jantung
Bertambahnya beban jantung akibat meningkatnya resistensi terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri terjadi seiring dengan tekanan darah yang meningkat.Hal
tersebut juga mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan
kontraksi.Hipertrofi ditandai dengan bertambahnya ketebalan dinding, fungsi ruang
yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
c. Penyakit Arteri Koronari
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya arteri koronaria, bersama
dengan diabetes melitus.Plak terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah arteri
koronaria kiri, arteri koronaria kanan, dan jarang pada arteri siromfleks.Aliran
darah mengalami obstruksi permanen akibat akumulasi plak atau
penggumpalan.Pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium terhambat akibat sirkulasi
kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus.Kegagalan sirkulasi
kolateral sebagai penyedia suplai oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat
terjadinya arteri koronaria.
d. Aneurisma
Aneurisma dapat terjadi karena pelebaran pembuluh darah akibat dinding
pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta disekans.Sakit kepala yang hebat
serta sakit di perut sampai pinggang bagian belakang dan di ginjal adalah gejala
dari penyakit aneurisma. Aneurisma pada perut dan dada penyebab utamanya
pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan (aterosklerosis) dan
tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisma.
e. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis dimana terjadi kerusakan ginjal yang
progresif dan tidak dapat diperbaiki dari berbagai penyebab.Salah satunya pada
bagian yang menuju kardiovaskuler.Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal
ginjal kronis karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin-angiotensin-
aldosteron (RAA).
f. Ensefalopati Hipertensi
Ensefalopati hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan parah tekanan arteri
disertai dengan mual, muntah, dan nyeri kepala yang belanjut ke koma dan disertai
tanda klinik difisit neurologi.Jika tidak segera ditangani ensefalopati hipertensi
dapat berlanjut menjadi stroke, ensefalopati menahun, atau hipertensi maligna
dengan sifat reversibilitas jauh lebih lambat dan jauh lebih meragukan.
8. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
Terapi farmakologis merupakan terapi dengan menggunakan obat-obatan yang
dapat membantu menurunkan serta menstabilkan tekanan darah, serta menurunkan
risiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi.
Berdasarkan Syamsudin (2011h.33) Obat anti hipertensi dapat dibagi :
1) Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid sering diberikan sebagai terapi hipertensi
baris pertama.Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menengah yang
dapat menurunkan tekanan darah, dimulai dengan peningkatan ekskresi natrium
dan air sehingga volume ekstrasel menurun diikuti dengan penurunan isi
sekuncup jantung dan aliran darah ginjal.Obat-obat ini melawan retensi natrium
dan air yang dapat terjadi bersama obat lain yang digunakan dalam pengobatan
hipertensi.
2) Beta Blocker
Beta blocker memblok beta-adrenoseptor dan biasanya digunakan sebagai terapi
hipertensi baris pertama.Reseptor diklasifikasikan menjadi reseptor beta-1 dan
reseptor beta-2.Reseptor beta-1 dapat ditemukan di ginjal, dan utama pada
jantung.Reseptor beta-2 dapat ditemukan di jantung, dan banyak terdapat pada
paru-paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik.Reseptor beta juga dapat
ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan
menyebabkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akibat pelepasan
neurotransmitter. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan
tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan
retensi air. Terapi beta blocker akan mengantagonis semua efek tersebut
sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
3) ACE Inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) adalah obat yang diberikan
sebagai terapi anti hipertensi yang dianjurkan ketika obat baris pertama
merupakan kontraindikasi atau tidak efektif.ACEi menurunkan tekanan darah
dengan mengurangi resistensi vaskular perifer tanpa meningkatkan curah
jantung, kecepatan dan kontraktilasi.
4) Alpha Blocker
Alpha blocker memblok adrenoseptor alfa-1 perifer.Alpha blocker terdiri dari
doksazosin, prazosin, dan terazosin.Obat-obat ini menurunkan resistensi
vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah arterial dengan menyebabkan
relaksasi otot polos arteri dan vena.Obat-obatan ini dapat menyebabkan
perubahan curah jantung, aliran darah ginjal, dan kecepatan filtrasi glomerulus
sehingga takikardia jangka panjang dan pelepasan renin tidak terjadi.Efek
samping yang muncul dapat berupa hipotensi postural yang sering terjadi pada
pemberian dosis pertama kali.
b. Non Farmakologis
Penatalaksanaan hipertensi secara non farmakologis menurut Aspiani (2015 h.218 )
antara lain :
1) Diet Rendah Garam
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang memiliki
fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh serta berperan dalam
transmisi saraf dan kontraksi otot.Konsumsi natrium berlebih dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh sehingga dapat
menyebabkan edema dan/atau hipertensi.
2) Diet Rendah Lemak
Konsumsi lemak berlebih dapat meningkatkan risiko kejadian hipertensi,
terutama lemak jenuh. Konsumsi lemak jenuh berlebih dapat mengakibatkan
kadar lemak dalam tubuh meningkat, terutama kolesterol. Kolesterol yang
berlebih akan menumpuk pada dinding pembuluh darah sehingga
mengakibatkan aliran darah tersumbat dan tekanan darah menjadi meningkat.
3) Berhenti Merokok
Kandungan nikotin di dalam rokok sangat berbahaya. Nikotin akan masuk ke
dalam aliran darah dan masuk ke otak. Otak memberikan sinyal kepada kelenjar
adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin. Hormon adrenalin akan
menyempitkan pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Gas karbon
monoksida dapat menyebabkan pembuluh darah tegang dan kondisi kejang otot
sehingga tekanan darah naik.Rokok sebanyak 2 batang mampu meningkatkan
10 mmHg tekanan darah sistolik dan diastolik. Peningkatan tekanan darah akan
menetap hingga 30 menit setelah berhenti menghisap rokok. Pada saat efek
nikotin hilang secara perlahan, maka tekanan darah juga menurun perlahan.
Namun, pada perokok berat, tekanan darah akan selalu berada pada level tinggi.
4) Manajemen Stres
Stres adalah respon alami dari tubuh dan jiwa seseorang pada saat seseorang
mengalami tekanan dari lingkungan. Stres berkepanjangan akan menyebabkan
ketegangan dan kekhawatiran terus-menerus. Hal tersebut dapat merangsang
tubuh mengeluarkan hormon adrenalin yang menyebabkan jantung menjadi
berdetak lebih cepat dan kuat sehingga tekanan darah meningkat.
5) Olahraga
Dalam ambardani (2009), secara psikologis, olahraga dapat meningkatkan
mood, mengurangi resiko pikun, dan mencegah depresi. Secara social, olahraga
dapat mengurangi ketergantungan pada orang lain, mendapat banyak teman, dan
meningkatkan produktivitas. Olahraga dan latihan pergerakan secara teratur
sangat penting bagi lansia karena dapat menanggulangi masalah akibat
perubahan fungsi tubuh, dan olahraga sangat berperan penting dalam
pengobatan tekanan darah tinggi. Salah satu olahraga untuk lansia adalah senam
bugar lansia, senam bugar lansia mampu meningkatkan kesegaran jasmani,
mendorong jantung bekerja secara optimal, melancarkan sirkulasi darah,
memperkuat otot, mencegah pengeroposan tulang, membakar kalori,
mengurangi stress dan menurunkan tekanan darah.
9. Diit hipertensi
a. Diet Hipertensi diberikan kepada pasien dengan tekanan darah di atas normal
1) Tujuan diet
a) Membantu menurunkan tekanan darah
b) Membantu menghilangkan penimbunan cairan dalam tubuh atau edema
atau bengkak
2) Syarat diet:
a) Makanan beraneka ragam mengikuti pola gizi seimbang
b) Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita
c) Jumlah garam disesuaikan dengan berat ringannya penyakit dan obat yang
diberikan
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau adanya factor resiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas / istirahat
1) Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidak nyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
Pengkajian Persistem
a. Sirkulasi
1) Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Episode palpitasi,perspirasi.
b. Eleminasi
1) Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
c. Neurosensori
1) Keluhan pusing.
2) Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
d. Pernapasan
1) Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
2) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
3) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
4) Riwayat merokok
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
c. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriksi
3. Intervensi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit
kmepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher,
tenang, redupkan lampu kamar, tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat bab, batuk panjang,
membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral
Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas,perhatikan frequency nadi
lebih dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan
darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat
40 mmhg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri
dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy,
misalnya menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau
menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha untuk evaluasi
awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan
diastolic sampai 130, hasil pengukuran diastolic diatas 130
dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama, kemudian
maligna.Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko yang di tentukan
untuk penyakit cerebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila tekanan
diastolic 90-115.
A. DATA KELUARGA
1. Nama Kepala Keluarga (KK) : Tn. W
2. Umur : 85 tahun
3. Alamat dan telepon : Narum Kidul, Tlogowatu, Kemalang
4. Pekerjaan KK : Petani/Berkebun
5. Komposisi keluarga dan genogram :
Keterangan :
C. DATA LINGKUNGAN
1. Karakteristik rumah
Keluarga menempati rumahnya dengan ukuran rumah 20 meter x 8 meter, jumlah
kamar dalam rumah tersebut ada 2 kamar dan 1 ruang tamu ada ventilasi disetiap
ruangan. Penataan rumah tidak berantakan. Penerangan dengan lampu putih.
Kondisi bangunan cukup baik. Lantai sudah di plester, tidak terdapat ternit di atas.
Dinding sudah terbuat dari tembok. Air minum dari air hujan dan membeli air
tangki, alat masak memiliki sendiri dan tidak ada pengaman kebakaran. Kamar
mandi berada di luar rumah untuk seluruh anggota keluarga, ada toilet di dalam
kamar mandi tersebut, ada sabun tetapi tidak ada handuk, tempat pembuangan air
(comberan) ada di samping rumah sebelah kiri dan ditutupi dengan jarak 4 meter
dari kamar mandi. Di lingkungan sekitar rumah Tn.W karena dekat dengan kebun
akan tetapi tidak ada serbuan serangga-serangga kecil seperti nyamuk, semut dan
lalat. Keluarga Tn.W merasa sudah nyaman dengan rumahnya karena rumahnya
besar dan fasilitas dalam rumah sudah ada semua. Keluarga belum mengetahui
adanya bahaya – bahaya yang mengancam keluarga mereka karena kondisi
rumahnya tersebut karena menurut keluarga Tn.W sejak jaman gempa 2006
rumahnya tidak ada yang roboh/rusak sehingga rumahnya masih utuh dan kokoh.
Anggota keluarga membuang sampah di halaman samping rumah dan
membakarnya setelah sampah tersebut banyak, kalau belum banyak belum
dibakar. Ny.G mengatakan sudah nyaman dan puas dengan pengaturan dan
penataan rumah seperti ini.
Denah Rumah :
U S
44 11
T
22
3
5
66
Keterangan :
1. Kamar tidur 1
2. Kamar tidur 2
3. Kamar tidur 3
4. Ruang tamu
5. Dapur
6. Kamar mandi
D. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola komunikasi keluarga
Keseharian komunikasi antar anggota keluarga mengunakan bahasa jawa,
hubungan komunikasi dalam keluarga Tn.W sangat baik.
E. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi afektif
Bila Tn.W dan Ny.G merasakan sakit atau kontrol rutin kesehatan maka segera
memeriksakan kerumah sakit yang diantar oleh anaknya.
Anggota keluarga Tn.W tidak mempedulikan tentang isu-isu perpisahan keluarga.
Dan memupuk keharmonisan dalam rumah tangga. Sehingga hubungan dari
keluarga tersebut terjaga keharmonisannya.
2. Fungsi reproduksi
Tn.W menikah dengan Ny.G tidak dikaruniai anak, akan tetapi sebelumnya Tn.W
mempunyai 4 orang anak dari istri pertama, dan Ny.G mempunyai 6 orang anak
dari suami pertamanya. Karena Tn.W dan Ny.G ditinggal oleh istri dan suaminya
meninggal sehingga mereka menikah, sudah 22 tahun Tn.W dan Ny.G tinggal
serumah.
3. Fungsi ekonomi
Keluarga mampu memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan.
Penghasilan keluarga Tn.W dan Ny.G berasal dari berkebun dan berjualan dipasar
dengan penghasilan ±Rp. 1.000.000,- /bulan untuk mencukupi kebutuhan sehari
hari. Terkadang kebutuhan tersebut dibantu oleh anak Tn.W.
4. Fungsi sosial
Hubungan keluarga Tn.W dengan lingkungannya cukup baik. Saat mempunyai
waktu luang maka ia sering ngobrol-ngobrol atau berinteraksi dengan tetangga di
sekitar rumah, Tn.W tidak melarang Ny.G untuk bersosialisasi dengan siapa saja,
asalkan pergaulan tersebut tidak mengakibatkan hal-hal negatif. Tn.W dan Ny.G
masih aktif mengikuti kegiatan-kegiatan sosial yang ada dikampung dengan
kondisi kesehatan yang sedang dialaminya saat ini.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Tn.W dan Ny.G branggapan bahwa penyakit yang dideritanya adalah ujian dari
Allah Yang Maha Kuasa yang begitu sayang pada umatnya. Tn.W dan Ny.G
kontrol kesehatannya ke Rumah Sakit yang berbeda, Tn.W periksa di RS Cakra
Kembang setiap merasa sakit atau kurang enak badan, sedangkan Ny.G rutin
kontrol di RS Batesda setiap 4 bulan sekali. Tn.W mengatakan makan 3x sehari
dengan porsi kecil, komponen nasi, sayur, dan kadang ditambah buah. Ny.G
mengatakan makan 3x sehari dengan porsi kecil, komponen nasi, sayur, lauk dan
ditambah buah. Tn.W dan Ny.G kadang tidak menghiraukan makanan apa yang
dimakan karena tidak mempunyai alergi makanan serta tidak mengetahui
kandungan dalam makanan tersebut dan Tn.W beranggapan tidak akan mengalami
peningkatan tekanan darah ketika mengurangi daging kambing. Tn.W saat ini
mendapatkan obat dari dokter terhadap penyakit hipertensi dan sesak nafas yang
dialaminya yaitu obat Salbutamol 2 mg 2x1, Ambroxol HCL 30 mg 2x1, Ranitidin
150 mg 2x1, Furosemide 40 mg 1/2x1, Hydrochlcrotmiazide 25 mg 2x1. Ny.G
saat ini mengkonsumsi obat rutin yaitu obat Spironolactone 25 mg 3x1, Fargoxin
0,25 mg 3x1, Vit.B Complex 3x1, Clopidogrel bisulfat 75 mg (bila merasa capek).
Tn.W dan Ny.G tidak mengalami kesulitan saat BAK dab BAB.
Kebiasaan Tn.W dan Ny.G istirahat setelah pulang kerja yaitu jam 15.00 wib –
20.00 wib, untuk istirahat tidur Tn.W dan Ny.G sekitar jam 21.00 wib – 05.00
wib. Keluarga Tn.W mengatakan mandi sehari 2x pagi dan sore secara mandiri.
1.
NAMA : Tn.W
UMUR : 85 tahun
2. NAMA : Ny.G
UMUR : 70 tahun
I. ANALISA DATA
DS :
Tn.W mengatakan Keluarga tidak
memiliki asuransi kesehatan. Keluarga
belum biasa melakukan perubahan
terhadap keperubahan kelas sosial
keluarga mereka, karena pendapatan
mereka hanya cukup untuk kebutuhan
sehari-hari.
Bila Tn.W dan Ny.G merasakan sakit atau
kontrol rutin kesehatan maka segera
memeriksakan kerumah sakit yang
diantar oleh anaknya.
Tn.W mengatakan mempunyai penyakit
sesak nafas, hipertensi, vertigo, dan
riwayat HNP sedangkan Ny.G yang
mempunyai penyakit yang cukup serius
yaitu penyakit jantung koroner.
Tn.W dan Ny.G kontrol kesehatannya ke
Rumah Sakit yang berbeda, Tn.W periksa
di RS Cakra Kembang setiap merasa sakit
atau kurang enak badan, sedangkan Ny.G
rutin kontrol di RS Batesda setiap 4 bulan
sekali.
Tn.W mengatakan makan 3x sehari
dengan porsi kecil, komponen nasi, sayur,
dan kadang ditambah buah. Ny.G
mengatakan makan 3x sehari dengan
porsi kecil, komponen nasi, sayur, lauk
dan ditambah buah. Tn.W dan Ny.G
kadang tidak menghiraukan makanan apa
yang dimakan karena tidak mempunyai
alergi makanan serta tidak mengetahui
kandungan dalam makanan tersebut dan
Tn.G beranggapan tidak akan mengalami
peningkatan tekanan darah ketika
mengurangi daging kambing
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko ketidakefektifan perfusi Jaringan perifer
2. Kesiapan Meningkatkan Manajemen Kesehatan Diri
K. SKORING
PRIORITAS MASALAH
1. Kesiapan Meningkatkan Manajemen Kesehatan Diri
2. Resiko ketidakefektifan perfusi Jaringan perifer
L. PERENCANAAN
Resiko Setelah dilakukan tindakan Keluarga mampu mengenal masalah Mampu mengenal masalah.
Ketidakefektifa keperawatan selama 3x30 menit Hasil: Intervensi:
n perfusi diharapkan Tn.W mampu mengontrol Pengetahuan proses penyakit Pengajaran: Proses penyakit
jaringan perifer resiko hipertensi Pendidikan kesehatan
Pada Tn.W Pengetahuan tentang regimen Pengajaran: diet hipertensi
yang ditentukan
M. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal/ Jam DX Impelentasi Respon TTD
N. EVALUASI
Tanggal/ DX Evaluasi TTD
Jam
27 Juli 1 S: Ikhsan
Tn.W mengatakan akan mulai mengkonsumsi lebih banyak buah dan sayur dan diit rendah
2018
garam.
(18.30)
Tn.W mengatakan akan mulai mengkonsumsi lebih banyak buah dan sayur dan diit rendah
garam. Keluargga Tn. W akan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di daerahnya.
O: Keluarga Tn. Y dan Ny. M tampak kooperatif dan Tn.W dan Ny.G dapat melakukan
senam hipertensi dengan baik dan benar.
A: Ketidakegektifan manajemen kesehatan keluarga teratasi sebagian
P: Motivasi Ny. M untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di sekitar
2 S: Ikhsan
Keluarga Tn. W mampu memahami manajamen kesehatan terutama hipertensi pada Ny.G
dan akan melakukan pengobatan serta diit yang tepat
Tn.J mengatakan akan meminum obat secara rutin dan menjaga pola makan untuk
kesembuhan.
O:
TD : 140/80 mmhg
N : 78 x/mnt,
RR : 22 x/mnt
o
S : 36,1 C
Obat Salbutamol 2 mg 2x1, Ambroxol HCL 30 mg 2x1, Ranitidin 150 mg 2x1,
Furosemide 40 mg 1/2x1, Hydrochlcrotmiazide 25 mg 2x1.
A: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi sebagian
P: Motivasi keluraga untuk mampu mengenal masalah kesehatan pada Tn. Y
Jelaskan tanda-tanda Hipertensi
DAFTAR PUSTAKA
Budi, setiya. (2008). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC.
Jakarta
Carpenito Lynda Juall (2008), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL.(2008). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging.Little Brown
and Company. Boston
Doenges marilynn (2008), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (2011), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.
Nugroho.W. (2012). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta
Rahardjo, Agus. (2010), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Rokhaeni (2012), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Sunyoto. (2015), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis,
Binarupa Aksara, Jakarta.