You are on page 1of 7

BAYI POST MATUR

A. Definisi
Kehamilan postmatur adalah kehamilan yang berlangsung lebih
lama dari 42 minggu (lebih dari 294 hari). Partusnya disebut partus
postmaturus atau serotinus dan bayinya disebut postmaturitas (serotinus).
2,3,5,6
Salah satu aspek penting yang harus diketahui oleh seorang ahli
kandungan adalah tanggal haid pertama dari haid terakhir dalam siklus
yang normal. Dengan diketahuinya tanggal ini, dapat dihitung dugaan
tanggal persalinan, sehingga dapat mencegah diagnosis yang berlebihan
(over diagnostic) ataupun keadaan under diagnostic terhadap dugaan
kehamilan serotinus. Rumus taksiran persalinan yang saat ini sering
digunakan adalah rumus Naegele, yakni tanggal pertama haid dikurangi 3
(bulan), ditambah 7 (hari). Perhitungan ini berdasarkan asumsi, ovulasi
terjadi pada hari ke 14 dari siklus teratur 28 hari. Bila terjadi variasi pada
fase folikuler pada siklus haid, maka perhitungan taksiran persalinan
dengan rumus ini tidak dapat dipercaya. 1

B. Epidemiologi
Kehamilan lewat waktu tidak dikenali hingga tahun 1902 ketika
Ballantyne menggambarkan masalah pada kehamilan lewat waktu untuk
pertama kalinya. Pada salah satu artikel, McClure Browne melaporkan
meningkatnya kematian perinatal 2 kali lebih tinggi pada kehamilan lebih
dari 42 minggu. Peningkatan angka kematian tidak termasuk preeklampsi,
malformasi kongenital, dan perdarahan antepartum. Banyak juga yang
menghubungkan antara angka kesakitan perinatal dengan angka kematian
pada neonatus yang lahir lewat waktu. 2
Menurut beberapa penelitian, peningkatan angka mortalitas
perinatal (lahir mati ataupun kematian neonatus) berhubungan dengan
memanjangnya waktu kehamilan (serotinus). Pada usia kehamilan 42
minggu, angka mortalitas meningkat 2 kali lipat, sedangkan bila lebih dari
44 minggu, maka angka kematian meningkat 4 sampai 6 kali lipat. Karena
itu, sebaiknya usia kehamilan dapat diketahui dengan tepat untuk
2
menurunkan insidensi kematian perinatal ini.

Grafik 2.1. Hubungan antara angka mortalitas perinatal dengan kehamilan


post matur

C. Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang dikemukakan cukup banyak,
antara lain:
1. Umumnya disebabkan tidak akuratnya penentuan usia kehamilan karena
siklus haid yang tidak teraturdan tidak dilakukannya pemeriksaan dengan
Ultrasound (USG) untuk memperkirakan usia kehamilan pada awal
kehamilan. Menurut penelitian, bila tanggal pertama haid terakhit
diketahui dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG, maka kehamilan
yang benar-benar serotinus hanya sebanyak 1,1% saja.
2. Hormonal, yaitu:
kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
3. Faktor lainnya adalah bila wanita hamil adalah seorang yang putus
pemakaian kontrasepsi oral. Pada pasien-pasien ini sukar ditentukan masa
ovulasinya karena sering terjadi keterlambatan haid 2 minggu atau lebih
(siklus tidak teratur) pada beberapa siklus spontan awal. Dengan demikian
tanggal haid pertama pada haid terakhir merupakan ukuran yang tidak
tepat untuk menentukan taksiran persalinan.
4. Masalah yang jarang terjadi, tetapi penting dalam kehamilan serotinus
adalah kelainan bawaan, seperti anencephaly tanpa danya kelenjar
hipofise, insufisiensi adrenal, maupun defisiensi sulfatase pada plasenta
yang berhubungan dengan X-linked. Pada janin anencephaly, tidak
terdapat pembentukan kelenjar hipofise, kehamilannya selalu lewat waktu,
berlawanan dengan janin anencephali dengan kelenjar hipofise yang
berkembang normal. 10 dari 19 fetus lewat waktu meninggal karena
hipoplasia kelenjar adrenal. Kelainan defisiensi sulfatase terjadi 1:2000
sampai 1:6000 kelahiran. Janin terkena ichtiosis, kelainan kulit seperti
hiperkeratosis, juga dihubungkan dengan kornea yang opak, stenosis
pilorus dan criptorchism. Plasenta tidak mampu untuk menghidrolisis
prekursor estrogen dihydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S) atau 16 α-
hydroxy-DHEA-S; konsentrasi estrogen ibu biasanya rendah dan abnormal.
Kebanyakan kehamilan dengan defisiensi sulfatse plasenta biasanya
terdeteksi dengan kadar estriol yang terlalu rendah baik pada urine ibu
maupun dalam darah ketika kita evaluasi fungsi plasenta yang berubungan
dengan kehamilan leat waktu. Kebanyakan pasien ini gagal untuk
persalinan normal dan banyak dilakukan persalinan dengan Sectio
Caesarea.Lebih sering diberikan serum estriol unconjugated untuk
identifikasi Down syndrome dan defisiensi sulfatase plasenta pada awal
kehamilan.
5. Defisiensi produksi prostaglandin ataupun cervix yang refrakter terhadap
prostaglandin endogen, sehingga cervix sukar berdilatasi.
6. Faktor lain adalah faktor herediter, karena postmaturitas sering dijumpai
pada suatu keluarga tertentu. 3

D. Patofisologi

E. Tanda Gejala
Tanda dan gejala tidak terlalu dirasakan, hanya dilihat dari tuanya
kehamilan. Biasanya terjadi pada masyarakat di pedesaan yang lupa akan
hari pertama haid terakhir. Bila tanggal hari pertama haid terakhir di catat
dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar, namun bila wanita
hamil lupa atau tidak tahu, hal ini akan sukar memastikan diagnosis. Pada
pemeriksaan USG dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal,
gerakan janin dan jumlah air ketuban (Muchtar, 1998). Gerakan janin
jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau secara
objektif kurang dari 10x / menit. 2
Menurut Achdiat (2004), umur kehamilan melewati 294 hari/
genap 42 minggu palpasi bagian – bagian janin lebih jelas karena
berkurangnya air ketuban. Kemungkinan dijumpai abnormalitas detak
jantung janin, dengan pemeriksaan auskultasi maupun kardiotokografi
(KTG). Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi)
plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG.
Tanda bayi postmatur:
Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo) :
1. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
3. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat 2

F. Interpretasi Pemeriksaan
Menurut Levano (1984), oligohidramnion berhubungan erat dengan
gawat janin pada antepartum dan intrapartum. Keadaan ini, dapat dilihat
dengan kardiotokografi, dimana tampak gambaran:
a. Deselerasi denyut jantung janin yang memanjang.
b. Deselerasi variabel
c. Ossilasi-ossilasi yang lebih dari 20 denyut per menit.
Kompresi tali pusat sukar diprediksi kejadiannya, sehingga semua
kehamilan post matur seharusnya dilakukan pemeriksaan terhadap
kejadian oligohydramnion.
Pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia kehamilan,
oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau
tidaknya gawat janin. Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau
amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau tidak ada dan tes
tekanan oksitosin). Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks
kariopiknotik.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan
berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti:
a) Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah
persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu harus
memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti dengan
tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat
membantu diagnosis.
b) Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
c) Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan
setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.
d) Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan
air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti
air ketuban bercampur mekonium dan bisa mengakibatkan gawat janin
(Prawirohardjo, 2005).

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui interpretasi pemeriksaan

H. Tatalaksana
Pengelolaan kehamilan lewat waktu diawali dari umur kehamilan
41 minggu disebabkan meningkatnya pengaruh buruk pada keadaan
perinatal setelah umur kehamilan 40 minggu dan meningkatnya insiden
janin besar.
Pengelolaan persalinan :
 Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan
tergantung dari derajat kematangan serviks.
 Bila serviks matang (skor bishob > 5) dilakukan induksi persalinan
asal tidak ada janin besar. Jika janin > 4000 gram dilakukan secetio
saesaria.
 Pemantauan intra partum dengan menggunakan KTG dan
kehadiran dokter spesialis anak, apalagi bila ditemukan mekonium
mutlak diperlukan.
 NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu 2 kali.
 Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes
dnegan kontraksi (CST) harus dilakukan.
 Hasil CST positif janin perlu dilahirkan. CST begatif kehamilan
dibiarkan berlangsung dan penilaian dilakukan 3 hari lagi
kemudian.
 Keadaan serviks (ekor bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
 Kehamilan lewat waktu dengankomplikasi seperti DM,
Preeklamsia, kehamilan harus diakhiri tanpa harus memandang
keadaan serviks.
 Pengelolaan Intrapartum
o Pasien tidur miring sebelah kiri
o Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin
o Berikan oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang
abnormal
o Perhatikan jalannya persalinan 2

I. Pencegahan
Pencegahan kehamilan lewat waktu dimulai dengan mengukur usia
kehamilan dengan akurat. Pada usia kehamilan ke-39, dan lokasi plasenta
normal, dan pelepasan membran amnion dilakukan setiap minggunya telah
memperlihatkan penurunan insidensi kehamilan lewat waktu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G., et al. 2001. Postterm Pregnancy, Antepartum
Assessment, In : Williams Obstetrics. Edisi 21. Mc Graw Hill. New
York
2. Rustam, Mochtar. 1998 Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi Obstertri
Patologi). Edisi 2. EGC. Jakarta
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung. 1982. Obstetri Patologi,. Penerbit : Elstar Offset.
Bandung

You might also like