You are on page 1of 15

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Leasing

Istilah leasing berasal dari kata lease dalam bahasa inggris. Di dalam Pasal 1 ayat (1) Surat
Keputusan Bersama Menteri keuangan, Perindustrian, dan Perdagangan Nomor: KEP-
122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M/SK/2/1974, dan Nomor: 30/KPB/1/1974 tentang Perizinan
Usaha Leasing telah ditentukan pengertian leasing. Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal yang digunakan oleh suatu
perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala, disertai hak
pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai-nilai sisa yang disepakati.
Definisi leasing dalam surat keputusan bersama tersebut difokuskan pada pengertian leasing
pada finance lease, artinya bahwa penyewa guna usaha pada masa akhir kontrak diberikan hak
opsi, yaitu untuk membeli objek atau memperpanjangnya.

Ada empat unsur yang terkandung dalam pengertian leasing berdasarkan definisi yang tercantum
dalam surat keputusan bersama tersebut, yaitu:
1. Penyediaan barang modal,
2. Jangka waktu tertentu,
3. Pembayaran dilakukan secara berkala, dan
4. Adanya hak opsi, yaitu hak memilih untuk membeli atau memperpanjang.
Hak opsi merupakan hak dari lessee untuk membeli atau memperpanjang objek leasing.
Sedangkan ciri-ciri perjanjian leasing adalah sebagai berikut:
1. Adanya hubungan tertentu antara jangka waktu perjanjian dengan unsur ekonomis barang
yang menjadi objek perjanjian.
2. Adanya pemisahan kepentingan atas benda yang menjadi objek perjanjian. Hak milik
secara yuridis tetap berada pada pihak lessor (pihak yang menyewakan) dan hak
menikmati benda diserahkan kepada lessee (penyewa).
3. Adanya kewajiban untuk memberikan penggantian atas kenikmatan yang diperoleh.

5
2.2 Dasar Hukum Leasing
Lembaga leasing tidak dikenal di dalam KUH Perdata, tetapi dikenal dalam praktik. Menurut
sejarahnya, leasing diperkenalkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1877, oleh Bell
Telephone Company untuk memasarkan hasil produksinya, yaitu alat telepon. Karena pada saat
itu perusahaan sulit untuk mendapatkan kredit jangka menengah dan panjang. Pada tahun 1952
leasing mengalami perkembangan yang pesat di Amerika Serikat, yaitu dengan didirikannya
United State Leasing Corporation. Sekitar tahun 1960 kegiatan leasing berkembang di Eropa
Barat.
Di Indonesia kegiatan leasing diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974, yaitu dengan
keluarnya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian, dan Perdagangan Nomor:
KEP-122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M/SK/2/1974 dan Nomor: 30/KPB/I/1974 tentang
Perizinan Usaha Leasing. Di samping ketentuan itu, lembaga leasing juga diatur di dalam:
1. Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
3. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 634/KMK.013/1990 tentang Pengadaan Barang
Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).
4. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 1169/KMK.01/1991 tentang Ketentuan
Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).
Keputusan-keputusan itulah yang menjadi dasar hukum berlakunya leasing di Indonesia.
Tentunya pada masa mendatang perlu dipikirkan pembentukan peraturan perundang-undangan
yang khusus mengatur tentang leasing. Agar dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan
lebih menjamin kepastian hukum para pihak dalam melakukan kontrak berdasarkan prinsip
leasing.

2.3 Syarat Pendirian Perusahaan Leasing


Prosedur dan syarat-syarat pendirian perusahaan leasing diatur dalam Surat Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Nomor: KEP-
122/MK/IV/2/1974, Nomor: 32/M/SK/2/1974, dan Nomor: 30/KPB/I/1974 tentang Perizinan
Usaha Leasing dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP-649/MK/IV/5/1974
tentang Perizinan Usaha Leasing. Kegiatan leasing dapat dilakukan oleh:

6
1. Lembaga keuangan;
2. Badan usaha tersendiri, baik berbentuk perusahaan nasional maupun perusahaan
campuran. Prosedur yang ditempuh atau dilalui oleh perusahaan yang ingin mendapatkan
izin kegiatan leasing adalah perusahaan harus mengajukan permohonan izin usaha kepada
Menteri Keuangan dengan mempergunakan formulir yang telah tersedia pada Direktorat
Jenderal Moneter, Direktorat Lembaga-Lembaga Keuangan, dalam rangkap 3 (tiga).
Permohonan itu juga harus ditembuskan:
 Bagi lembaga keuangan, maka tembusan permohonan tersebut disampaikan
kepada Direksi Bank Indonesia.
 Bukan lembaga keuangan, maka tembusan permohonan disampaikan pula kepada
Departemen Perdagangan, Direktorat Lembaga-Lembaga Perdagangan dan/atau
Departemen Perindustrian menurut bidangnya masing-masing.
Permohonan tersebut harus dilampirkan:
1. Anggaran dasar atau rancangan anggaran dasar dalam hal perusahaan baru;
2. Laporan keuangan perusahaan sedapat mungkin 3 tahun buku terakhir, kecuali bagi
perusahaan baru;
3. Menyampaikan feasibility study dan rencana pembiayaan usaha untuk sedikitnya 3 tahun
mendatang. Di dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
KEP-649/MK/IV/5/1974 tentang Perizinan Usaha Leasing telah ditentukan syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh badan usaha untuk memperoleh izin usaha leasing. Di dalam
Pasal 4 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP-649/MK/IV/5/1974 dibedakan
persyaratan untuk memperoleh izin untuk perusahaan nasional, perusahaan campuran,
dan agen tunggal (sole agency).
Persyaratan bagi perusahaan nasional:
1. Berbentuk perusahaan terbatas dan pendiriannya berdasarkan hukum Indonesia.
2. Seluruh modal saham dimiliki oleh warga negara Indonesia.
3. Dalam tahap pertama modal yang disetor sedikitnya sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah)
Persyaratan bagi perusahaan campuran:
1. Berbentuk perusahaan terbatas dan pendiriannya berdasarkan hukum Indonesia.

7
2. Dalam tahap pertama modal yang disetor sedikitnya sebesar Rp 150.000.000 (seratus
lima puluh juta rupiah)
3. Dalam waktu 10 tahun, mayoritas pemilikan saham harus berada di tangan warga negara
Indonesia.
Persyaratan bagi agen tunggal (sole agency):
1. Perusahaan nasional dan pendiriannya berdasarkan hukum Indonesia.
2. Untuk usahanya sebagai agen tunggal telah mempunyai izin dari Departemen
Perdagangan dan/atau Departemen Perindustrian.
3. Usaha leasing yang akan dijalankan hanya untuk barang-barang modal sehingga ia
menjadi agen tunggalnya di Indonesia.
4. Mempunyai persetujuan dengan pabrik yang akan diwakilinya untuk kegiatan leasing
yang akan dilakukan.
5. Memenuhi persyaratan-persyaratan lain yang ditetapkan.
Disamping persyaratan-persyaratan di atas, badan usaha atau lembaga keuangan yang ingin
memperoleh izin usaha leasing harus memenuhi persyaratan, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP-649/MK/IV/5/1974. Persyaratan itu adalah
sebagai berikut:
1. Telah mempunyai rekomendasi/pertimbangan dari Bank Indonesia atau untuk badan-
badan yang bukan lembaga keuangan diperlukan adanya rekomendasi/pertimbangan dari
Departemen Perdagangan.
2. Menyampaikan feasibility study dan rencana pembiayaan untuk sedikitnya 3 (tiga) tahun
mendatang.
3. Tidak akan mempekerjakan tenaga warga negara asing, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan.
4. Dalam organisasi perusahaan akan dipekerjakan sedikitnya seorang tenaga ahli di bidang
hukum, seorang akuntan, dan seorang tenaga ahli di bidang di mana usaha leasing itu
akan dititikberatkan.
5. Dalam hal diperlukan adanya asuransi, maka penutupannya harus dilakukan pada
perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Indonesia

8
6. Barang-barang yang di lease harus diambil dari produksi dalam negeri, kecuali apabila
produksi dalam negeri belum memungkinkan. Pengecualian ini hanya dapat dilakukan
dengan persetujuan Menteri Keuangan.
7. Mempunyai ruang kantor yang tetap dan beralamat jelas, sedangkan setiap pembukaan
kantor cabang harus dengan persetujuan Menteri Keuangan.
8. Harus mempunyai tata usaha/pembukuan tersendiri.
9. Badan-badan usaha yang pada waktu ini telah menjalankan kegiatan leasing, diwajibkan
menyesuaikan dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam Surat
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP-649/MK/IV/5/1974.
Apabila prosedur dan persyaratan tersebut telah dipenuhi oleh pemohon, maka Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Direksi Bank Indonesia dan/atau Departemen
Perindustrian menetapkan izin usaha leasing.
Dalam Pasal 6 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP-649/MK/IV/5/1974 mengatur
berbagai larangan bagi perusahaan leasing. Larangan-larangan itu meliputi:
1. Menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito, tabungan maupun memberikan
kredit/pinjaman uang serta mengeluarkan jaminan bagi pihak ketiga atau usaha-usaha
perbankan lainnya.
2. Perusahaan leasing yang tidak berkedudukan di Indonesia dilarang melakukan kegiatan
leasing di Indonesia.

2.4 Tujuan Leasing


Pada dasarnya tujuan utama dari institusi leasing adalah memperoleh hak untuk memakai benda
milik orang lain. Latar belakang tujuan ini adalah berdasarkan berbagai pertimbangan ekonomis
berkenaan dengan pilihan-pilihan yang harus dilakukan oleh badan usaha. Apabila suatu
perusahaan memerlukan alat-alat produksi atau barang-barang modal, maka pertama kali badan
usaha tersebut harus menghadapi pilihan antara lain adalah:
1. Memperoleh hak untuk memakai suatu benda tanpa sekaligus memperoleh hak milik atas
benda tersebut;
2. Memperoleh hak untuk memakai suatu benda tersebut dengan sekaligus memperoleh hak
milik atas benda tersebut.

9
Pilihan ini harus dilakukan karena adanya resiko ekonomis yang terikat pada pemilikan suatu
benda. Yang dimaksud dengan resiko ekonomis adalah resiko yang berkenaan dengan
kemungkinan bertambah atau berkurangnya nilai suatu benda yang dimiliki. Resiko ekonomis
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu:
1. akibat pemilikan suatu benda di bidang perpajakan;
2. kemungkinan timbulnya repercusie dalam struktur pembiayaan.

2.5 Subjek Yang Terlibat Dalam Leasing

Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 (empat) pihak yang berkepentingan,


yaitu : lessor, lessee, supplier , dan bank atau kreditor.
1. Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada
pihak lessee dalam bentuk barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk
mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang
modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor
bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa
yang berkenaan dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.
2. Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang
modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan mendapatkan pembiayaan
berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada
akhir kontrak, lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee
memiliki hak untuk membeli barang yang di-lease dengan harga berdasarkan nilai sisa.
Dalam operating lease, lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping
tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan.
3. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk
dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor . Dalam mekanisme
financial lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak
lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating lease,
supplier menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala.

10
4. Bank atau kredito dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing , pihak bank atau kreditor
tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang
peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor , terutama dalam mekanisme leverage
lease di mana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak
supplier dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan menerima kredit dari bank, untuk
memperoleh barang-barang yang nantinya akan dijual sebagai objek leasing kepada
lessee atau lessor .

2.6 Objek Leasing


Objek leasing adalah barang-barang modal/alat-alat produksi yang harganya sangat mahal. Objek
itu adalah terdiri atas:
1. Mobil,
2. Pesawat terbang,
3. Motor,
4. Bus,
5. Peralatan pengeboran,
6. Peralatan listrik,
7. Forklift dan truk,
8. Pembangkit tenaga listrik,
9. Peralatan telepon,
10. Perkakas tenun/tekstil,
11. Peralatan bengkel,
12. Peralatan kantor,
13. Komputer,
14. Mesin-mesin percetakan,
15. Mesin-mesin untuk pertambangan,
16. Peralatan rumah sakit,
17. Peralatan untuk industri baja, dan
18. Peralatan untuk industri perkayuan.
Apabila barang yang menjadi objek leasing musnah/rusak bukan disebabkan oleh salah satu
pihak, maka yang bertanggung jawab adalah pihak lessor.

11
2.7 Jenis-Jenis Leasing

1. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)

Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai
penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang
dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut,
melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek
transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada
supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa
penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang
yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah
rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor
bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan
menjadi 2, yaitu :

a. Direct finance lease

Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek
lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse
dan akan dipergunakan oleh lessee.

b. Sale and lease back

Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang
sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan
memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan
direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan
modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease
back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu
saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.

12
2. Operating lease (sewa menyewa biasa)

Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya
disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh
pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini
disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang
modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.
Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya –
biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal
yang bersangkutan.

3. Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)

Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai
perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah
diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.

4. Leveraged Lease

Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau
kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.

5. Cross Border Lease

Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.

2.8 Penggolongan Perusahaan Leasing

Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga)
kelompok, yaitu :

13
1. Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing . Perusahaan tipe ini
berdiri sendiri atau independent dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak
produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya ( lessee ).
Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada
pemakai. Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing , misalnya bank-bank,
dapat pula disebut sebagai lessor independent . Banyak lembaga keuangan yang bertindak
sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga
memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor independen dapat pula
memberikan pembiayaan kepada supplier (manufacturer ) yang sering disebut dengan vendor
program.

2. Captive Lessor
Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan leasing
sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak supplier
berpendapat bahwa dengan menyediakan Supplier (Manufacturer), Lessor Independent
(Lessor), pembiayaan leasing sendiri akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi
tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan trasdisional. Captive lessor ini sering pula
disebut dengan twoparty lessor. Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak
perusahaan leasing (subsidiary ) dan pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang.
3. Lease Broker atau Packager
Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah leasebroker atau packager . Broker leasing berfungsi
mempertemukan calon lessee denngan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal
dengan cara leasing. Broker leasing beasanya tidak memiliki barang atau peralatan untuk
menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Disamping itu perusahaan broker leasing
memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam
suatu transaksi leasing.

2.9 Prosedur Permohonan Leasing


Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan
yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut :

14
1. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan
penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
2. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai
dokumen lengkap.
3. Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease),
setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
4. Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang
dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam
kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan
tersebut.
5. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk
mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan
menandatangani perjanjian purna jual.
6. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
7. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan
pemindahan pemilikan kepada supplier.
8. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
9. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
dditentukan dalam kontrak lease.

Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam
perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang
dibuat secara umum memuat antara lain:

1. Nama dan alamat lease


2. Jenis barang modal yang diinginkan
3. Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4. Syarat – syarat pembayaran
5. Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6. Biaya – biaya yang dikenakan

15
7. Sangsi – sangsi apabila lesse ingkar janji

Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee) akan
dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama.

2.10 Hak dan Kewajiban Antara Lessor dan Lesse

Berdasarkan analisis terhadap substansi kontrak yang dibuat antara lessor, yaitu pihak yang
menyewakan (lessor) dengan pihak penyewa (lessee), ditemukan beberapa hak dan kewajiban
dari kedua belah pihak. Kewajiban lessor yaitu menyerahkan barang modal yang menjadi objek
leasing.
Sedangkan hak lessor adalah:
1. Menerima sewa dari lessee.
2. Melakukan penyesuaian jumlah angsuran pokok pembiayaan.
3. Mengakhiri atau membatalkan kontrak leasing secara sepihak.
4. Menetapkan jaminan atau biaya leasing di muka.
5. Dapat memindahkan barang leasing tanpa adanya izin lessee.
6. Berhak atas ganti rugi asuransi.
7. Berhak menahan semua barang leasing, jaminan tambahan, dan bukti surat berharga lainnya.

Adapun hak lessee adalah:


1. Menerima barang leasing.
2. Mempunyai hak opsi, yaitu hak untuk membeli atau memperpanjang objek leasing.
3. Memakai barang leasing sesuai dengan kontrak yang dibuat antara lessor dan lessee.
Kewajiban lessee adalah:
1. Membayar sewa barang leasing.
2. Membayar pajak.
3. Melunasi seluruh biaya sewa, apabila lessee membeli barang leasing.
4. Menanggung biaya dan ongkos yang dikeluarkan oleh lessor karena dirugikan, dilanggar, atau
diancam oleh lessee.
5. Tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan dan penukaran fungsi barang leasing.
6. Patuh dan taat melaksanakan petunjuk pabrik barang leasing tentang tata cara pemakaian dan
pemeliharaan barang leasing.

16
7. Memelihara dan memperbaiki barang leasing serta mengganti semua biaya bagian yang hilang
atau rusak dengan suku cadang yang baru.
8. Menanggung biaya asuransi.
9. Menanggung biaya pengadilan dan biaya pengacara.
10. Biaya penagihan.
11. Biaya materai.

2.11 Kelebihan Jasa Leasing Sebagai Pembayaran

Leasing sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan


dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya antara lain sebagai berikut:
1. Pembiayaan Penuh
Transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan pembiayaannya dapat
diberikan sampai 100% (full pay out). Hal ini akan membantu cash flow terutama bagi
perusahaan (lessee) yang beru berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang mulai berkembang.
2. Lebih Fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena leasing lebih mudah
menyesuaikan keadaan keuangan lessee dibandingkan dengan perbankan. Pembayaran angsuran
secara berkala akan ditetapkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan lessee sehingga
pengaturan pembayaran angsuran secara berkala dapat disesuaikan dengan pendapatan yang
dihasilkan objek yang di-lease.
Artinya pembayaran sewa baru dilakukan setelah barang modal yang di-lease tersebut telah
mulai produktif. Selain itu perusahaan leasing dapat melakukan pengaturan pembayaran yang
menggelembung (baloon payment) pada awal atau akhir masa lease, pembayaran musiman
(khusus apabila lessee bergerak dalam bidang pertanian, perkebunan atau peternakan) bahkan
mungkin pula suatu tenggang waktu pembayaran yang sesuai dengan keadaan keuangan lessee.
3. Sumber Pembiayaan Alternatif
Leasing merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa mengganggu fasilitas
kredit (credit line) yang telah dimiliki. Dari segi jaminan leasing tidak terlalu menuntut adanya
jaminan tambahan yang lebih banyak dibandingkan apabila lessee memperoleh pinjaman dari
pihak lainnya. Karena hak kepemilikan sah atas objek lease serta pengaturan pembayaran lease

17
sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh objek lease sehingga merupakan jaminan bagi
leasing itu sendiri. Dengan demikian harta yang telah dijaminkan untuk kredit tetap dapat
menjamin kredit yang sudah ada.
4. Off Balance Sheet
Tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi leasing dalam neraca memberi
daya tarik tersendiri kepada lessee karena tanpa mencantumkan sebagai aktiva berarti prosedur
pembelian barang tidak perlu dipenuhi secara terperinci karena mungkin masih dalam batas
kewenangan direksi (seringkali kewenangan pembelian barang modal baru sah apabila disetujui
Dewan Komisaris atau bahkan Rapat Pemegang Saham). Dengan demikian keputusan secara
cepat dan tepat dapat lebih mudah dilakukan oleh direksi. Di pihak lain, tanpa mencantumkan
sebagai aktiva berarti tidak ada keharusan mencantumkannya sebagai kewajiban. Hal ini
mempunyai dampak positif terhadap kondisi rasio keuangan perusahaan lessee karena transaksi
leasing tersebut tidak akan terlihat dalam neraca lessee sebagai komponen utang. Kondisi ini
disebut off balance sheet financing.
5. Arus Dana
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting dalam perencanaan arus dana
karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang berarti terhadap pendapatan lessee. Di
samping itu, persyaratan pembayaran di muka yang relatif lebih kecil akan sangat berpengaruh
pada arus dana terlebih apabila ada pertimbangan kelambatan menghasilkan laba dalam
investasi.
6. Proteksi Inflasi
Leasing dapat merupakan pelindung terhadap inflasi meskipun dalam beberapa keadaan
sering dikatakan hal ini kurang relevan. Dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing
dilakukan, khususnya apabila leasing berdasarkan tarif suku bunga tetap,maka lessee akan
membayar dengan jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian
yang dilakukan di masa lalu.
7. Perlindungan Akibat Kemajuan Teknologi
Dengan memanfaatkan leasing, lessee dapat terhindar dari kerugian akibat barang yang
disewa tersebut mengalami ketinggalan model dan teknologi disebabkan oleh pesatnya
perkembangan teknologi. Dalam suatu kontrak leasing objek leasing sering dimasukkan sebagai
perjanjian bahwa barang yang sedang disewa tersebut dapat ditukarkan dengan barang yang

18
serupa yang lebih canggih apabila di kemudian hari terdapat penemuan-penemuan baru yang
lebih unggul daripada produk barang yang sama.
8. Sumber Pelunasan Kewajiban
Pembatasan pembelanjaan dalam perjanjian kredit dapat diatasi melalui leasing karena pada
umumnya pelunasan atau pembayaran angsuran hampir selalu diperkirakan berasal dari modal
kerja yang dihasilkan oleh adanya barang yang di lease. Sehingga kekhawatiran para kreditor
terhadap gangguan penggunaan modal kerja yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang
telah diberikan dapat diatasi.
9. Kapitalisasi Biaya
Adanya biaya-biaya tambahan selain harga perolehan seperti biaya penyerahan, instalasi,
pemeriksaan, konsultan, percobaan dan sebagainya dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal
yang dapat dibiayai dalam leasing dan dapat disusutkan berdasarkan lamanya leasing.
10. Risiko Keusangan
Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating lease yang berjangka waktu relatif
singkat dapat mengatasi kekhawatiran lessee terhadap risiko keusangan (obsolescence) sehingga
lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
11. Kemudahan Penyusutan Anggaran
Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap akan merupakan
kemudahan dalam penyusunan anggaran tahunan lessee.
12. Pembiayaan Proyek Skala Besar
Adanya keengganan untuk memikul risiko investasi dalam pembiayaan proyek yang
seringkali menjadi masalah di antara pemberi dana, masalah tersebut biasanya dapat diatasi
melalui perusahaan leasing sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh yang dapat diterima dan /
serta kemudahan untuk menguasai barang yang dibiayai apabila terjadi suatu kelalaian.
13. Meningkatkan Debt Capacity
Perolehan barang modal melalui leasing tidak otomatis manaikkan debt equity ratio yang
mempengaruhi bankability dari lessee yang bersangkutan.

19

You might also like