You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini
disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam
waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Faktor risiko
terjadinya PPOK yaitu usia, jenis kelamin, merokok, hiperresponsif saluran pernapasan,
pemaparan akibat kerja, polusi udara, dan faktor genetik (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing
dengan HIV/AIDS untuk menempati tempat ke-4 atau ke-5 setelah Penyakit Jantung
Koroner, Penyakit Serebrovaskuler, dan Infeksi Saluran Akut (COPD-International, 2004).
Di level global, PPOK adalah masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan
menduduki peringkat keempat sebagai penyebab penyakit dan kematian di dunia, dan pada
tahun 2030 diperkirakan akan menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian
(Papadopoulos, 2011).
Setelah dilakukan diskusi case 2 Keperawatan Medikal Bedah ini, diharapkan
mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, penyebab, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan dan patofisiologi PPOK. Setelah itu, mahasiswa diharapkan dapat
menyusun rencana asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada klien
dengan PPOK.

B. Tujuan
Tujuan dari diskusi case 2 Keperawatan Medikal Bedah ini, yaitu untuk :
1. Menjelaskan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), dan
2. Menjelaskan Asuhan keperawatan pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
BAB II
PEMBAHASAN

1. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)


a. Pengertian PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-
perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi
yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya (GOLD, 2009).

b. Faktor penyebab PPOK


PPOK dapat disebabkan oleh (Suradi, 2007) :
1) Asap rokok (baik pada perokok aktif maupun pasif),
2) Polusi udara, meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor), polusi di
luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), dan polusi tempat kerja
(bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) ,
3) Infeksi saluran napas bawah berulang.

c. Tanda dan gejala PPOK


Tanda PPOK (PDPI, 2003) yaitu:
1) Pursed - lips breathing yaitu sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanismetubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
2) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
3) Penggunaan otot bantu napas
4) Hipertropi otot bantu napas
5) Pelebaran sela iga
6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan, terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai.
7) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
8) Ekspirasi memanjang
9) Bunyi jantung terdengar jauh.
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus
diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada
proses penuaan. Gejala PPOK (GOLD, 2009) yaitu :
1) Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan
pengobatan yang diberikan. Kadangkadang pasien menyatakan hanya berdahak terus
menerus tanpa disertai batuk.
2) Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat
melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas
yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.

d. Komplikasi PPOK
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK (PDPI, 2003) yaitu :
1) Gagal napas kronik
Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60
mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal.
2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau
tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran
menurun.
3) infeksi berulang
Pada pasien PPOK, produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi
kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limfosit darah.
4) Kor pulmonale.
Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %,
dan dapat disertai gagal jantung kanan.
e. Penatalaksanaan PPOK
Penatalaksanaan umum PPOK (PDPI, 2003) yaitu :
Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah eksaserbasi berulang
3. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4. Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1) Edukasi
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK,
memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian
aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien PPOK.
2) Obat – obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
releas ) atau obat berefek panjang (long acting).
b. Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
a. Lini I : amoksisilin, makrolid.
b. Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, Kuinolon, dan
makrolid baru.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N
- asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
3) Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ -organ lainnya.
Indikasi :
a. Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
b. Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain.
4) Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
dengan napas kronik.
5) Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat, karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi
malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
6) Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita PPOK

f. Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin 14-18 gr % 10 gr % Turun


Leukosit 4.000 – 11.000 /mm3 10.000 /mm3 Normal
Eritrosit 4.5 – 5.9 juta/ul 5.5 juta/ul Normal
pH darah 7.35 – 7.45 7.23 Turun
PO2 80 – 100 mmHg 76 mmHg Normal
PCO2 35 – 45 mmHg 55 mmHg Naik
HCO3 22 – 26 mEq/L % 22 mEq/L % Normal

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, klien mengalami penurunan


kadar hemoglobin, pH darah, dan kenaikan tekanan karbondioksida (PCO 2). Menurunnya
kadar Hb disebabkan karena berkurangnya ventilasi O2 ke seluruh tubuh, sehingga
saturasi Hb pun menurun. Turunnya pH darah dan meningkatnya PCO2 dikarenakan
klien telah mengalami asidosis respiratorik. Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah
yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari
fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman
pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal,
jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya
kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga
pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau
secara ketat. Karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan
adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons
terhadap karbon dioksida. Keadaan yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah
rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri. Hal tersebut terus merangsang
kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini
hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 60 mmHg. Jadi, pengidap PPOK
tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi, karena dapat menurunkan rangsang
bernafas.

g. Pemeriksaan Fisik

Hasil Pemeriksaan Interpretasi


Inspeksi : Pernafasan Tingginya kadar karbondioksida dalam darah
cepat, ekspirasi merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga
memanjang pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Ekspirasi memanjang merupakan respon untuk
mengeluarkan lebih banyak CO2.
Batuk Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya
bronkitis. Ketika jalan nafas teriritasi, fungsi silia
menurun serta lendir meningkat.
Sesak nafas Sesak nafas disebabkan karena menyempitnya
bronkus, meningkatnya sekresi mucus, dan rusaknya
alveolus.
Terdapat Clubbing Terjadi akibat peningkatan vaskularisasi dan
Finger pembentukan jaringaan ikat di ujung jari tersebut.
Perubahan ujung jari ini akibat hipoksia yang
berlangsung lama.
Barrel Chest Hasil hiperinflasi paru. Hiperinflasi ialah terjebaknya
udara akibat saluran pernapasan yang
sempit/menyempit. Pada keadaan ini terjadi
peningkatan diameter anteroposterior.
Auskultasi : Terdapat Wheezing menandakan adanya saluran nafas yang
bunyi wheezing dan menyempit, sedangkan krakels menandakan adanya
krakels sekret.
Perkusi : Hiperresonan Terjadi karena peranjakan hati mengecil, batas paru
hati lebih rendah, pekak jantung berkurang
h. Terapi Medis

Terapi Rasionalisasi
Infus D5% + 2 amp aminofilin Klien sesak nafas dapat mengalami kelelahan
karena energy digunakan untuk kontraksi otot-
otot pernafasan. Infus dextrose 5% berfungsi
memberikan tambahan kalori untuk klien.
Aminopilin berfungsi sebagai bronkodilator.
Nebulizer 2 x sehari Ventolin berfungsi meredakan batuk dan
- Ventolin mengencerkan lendir.
- Mukopek Mukopek merupakan mukolitik yang berfungsi
- Nacl mengencerkan lendir.
NaCl digunakan sebagai pengencer.
Ampicilin 3 x 1 gram Ampicilin merupakan antibiotik untuk
mengatasi infeksi bronkial.
i. Pathway PPOK

PPOK
Asma Bronkotis kronik
Emfisema

Alergik (debu) Non alergik Asap dan infeksi

E. Panlobular E. Sentrilobular
Mengiritasi jalan
Reaksi antigen yang
nafas
Dihasilkan IgE
Rusaknya bronkus Rusaknya lobus
Fungsi silia
pernafasan, duktus sekunder
menurun dan
Antibody (IGE) alveolar, alveoli lendir meningkat
menyerang sel mast
dalam paru
Bronkiolus
Area kontak langsung
tersumbat
Pemajanan berulang permukaan alveolar
dengan paru berkurang
Alveolus rusak
Ikatan antibody dan Kerusakan membentuk
Gen serabut elastik fibrosis

Pelepasan produksi sel- Paru sulit Barrel Makrofag alveolus


sel mast (mediator) bekembang elastis chest rusak

Peningkatan ruang rugi


Kontraksi otot Pembentukan (udara tidak bisa bertukar) Risiko Infeksi
polos bronkus mucus yang banyak
Kerusakan difusi O2
Hindarkan
Pembekakan
pajanan infeksi,
membrane mukosa hipoksemia
antibiotic.
bronkospasme Ketidakefektif Secret tertahan
an bersihan Gangguan
Penyempitan jalan nafas Uudara terjebak Pertukaran Gas
bronkus
Nebulizer,
suction Usaha berlebih
Suplai O2
menurun Eekspirasi
memanjang
Mudah lelah clubbing finger
Ketidskefektifan Buka jalan nafas,
Intoleransi Bantu mobilisasi, pola nafas fisioterapi dada
Aktivitas ROM
2. Asuhan keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan

Data Etiologi Masalah


 Pasien megeluh sesak nafas dan penumpukan sekret di Ketidakefektifan bersihan
batuk jalan napas (PPOK) jalan nafas
 Pernafasan pasien cepat
memanjang pada ekspirasi
 Auskultasi terdengar suara whezing
dan krekels
 Terdapat clubbing finger
 pernafasan pasien cepat dan penurunan elastisitas Ketidakefektifan pola
ekspirasi memanjang paru dalam nafas
 bentuk dada barrel chest melakukan ekspansi
 Perkusi dada : hiperesonansi

 Asidosis respiratorik Perubahan membran Gangguan pertukaran gas


 Pernafasan pasien cepat dan alveolar-kapiler
ekspirasi memanjang
 Pernafasan pasien cepat dan ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
ekspirasi memanjang antara suplai dan
 Pasien mengeluh sesak nafas dan kebutuhan oksigen
batuk
 Pasien mengalami PPOK Faktor risiko: Risiko Infeksi
penyakit kronis

Diagnosa Keperawatan prioritas berdasarkan kasus pada diskusi 2 ini diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. penumpukan sekret di jalan napas (PPOK)
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d. penurunan elastisitas paru dalam melakukan ekspansi
3. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran alveolar-kapiler
4. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
5. Risiko Infeksi faktor risiko:penyakit kronik
c. NCP

Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 Suction jalan nafas
bersihan jalan x 24 jam, diharapkan ketidakefektivan jalan nafas 1. Auskultasi suara pernafasan sebelum dan setelah suction
nafas berhubungan pasien dapat teratasi dengan kriteria: 2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang suction
dengan Status pernafasan: ventilasi 3. Perintahkan pasien untuk santai dan bernafas seperti biasa
penumpukan skala 4. Menggunakan prinsip steril dalam suction
No Indikator
awal tujuan
sekret di jalan 5. Catat tipe dan jumlah sekret
1 Ritme pernafasan 2 3
napas (PPOK) 2 Suara perkusi: 2 4 6. Monitor status oksigen pasien
hiperresonan 7. Anjurkan pasien menggunakan pernafasan diafragma
3 Sesak nafas 2 4
4 Akumulasi sputum 2 3 8. Ajarkan pasien menggunakan pernafasan diafragma
5 Suara auskultasi 2 4
abnormal: whezing dan
krekels
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 Management jalan nafas
pola nafas b.d x 24 jam, diharapkan pola nafas pasien efektif 1. Buka jalan nafas dengan jaw trust atau chin lift
penurunan dengan kriteria: 2. Posisikan pasien untuk ventilasi maksimal
elastisitas paru Status respirasi: jalan nafas paten 3. Fisioterapi dada jika diperlukan
dalam melakukan skala 4. Keluarkan sekret
No Indikator
awal tujuan
ekspansi
1 RR 2 4
2 Ritme pernafasan 2 4
3 Kebersihan secret 2 4
4 Penggunaan otot 3 4
pernafasan
5 Akumulasi sputum 2 4
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3 Gangguan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 Management jalan nafas
pertukaran gas b.d. x 24 jam, diharapkan gangguan pertukaran gas 1. Buka jalan nafas dengan jaw trust atau chin lift
perubahan pasien teratasi dengan kriteria: 2. Posisikan pasien untuk ventilasi maksimal
membran alveolar- Status respirasi: ventilasi 3. Fisioterapi dada jika diperlukan
kapiler skala 4. Keluarkan secret
No Indikator
awal tujuan 5. Berikan bronkodilator
1 RR 2 4
2 Ritme pernafasan 2 4 Monitor respiratori
3 Suara perkusi 2 3 1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
4 Fungsi paru 3 3
2. Monitor suara nafas
Keterangan: 3. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya
1. Keluhan ekstrim ventilasi dan suara tambahan
2. Keluhan berat 4. Tentukan kebutuhan suction
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
4 Intoleransi Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 Terapi aktivitas
aktivitas x 24 jam, diharapkan Intoleransi aktivitas pasien 1. Kolaborasi dengan terapis dalam rencana dan memonitor
berhubungan dapat teratasi dengan kriteria: program
dengan Toleransi aktivitas 2. Fokus pada hal yang dapat dilakukan pasien, bukan
ketidakseimbangan Skala kekurangan pasien
No Indikator
awal Tujuan
antara suplai dan 3. Fasilitasi aktivitas pasien
1 RR saat aktivitas 2 3
kebutuhan oksigen 2 Kekuatan tubuh 2 3 4. Bantu pasien melakukan ROM
bagian atas 5. Jika memungkinkan ajarkan ROM Pasif
3 Kekuatan tubuh 2 3
bagian bawah 6. pasien dan keluarga untuk memonitor kemajuan pasien
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 Kontrol infeksi
x 24 jam, diharapkan pasien terhindar dari risiko 1. Pertahankan lingkungan tetap bersih
infeksi 2. Batasi pengujung
Kontrol risiko 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
Skala 4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan
No Indikator
awal Tujuan gejala infeksi (peningkatan sputum, nafas pendek,
1 Kemampuan control 3 4
lingkungan dll)
2 mengetahui factor 3 4 5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
risiko
Keterangan:
1. Tidak terdemonstrasi
2. Jarang terdemonstras
3. Kadang terdemonstrasi
4. Sering terdemonstrasi
5. Selalu terdemonstrasi
BAB III

KESIMPULAN

Hasil dari diskusi case 2 Keperawatan Medikal Bedah ini dapat disimpulkan bahwa,
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel. PPOK dapat disebabkan oleh asap rokok, polusi
udara, dan infeksi saluran napas bawah yang berulang. Tanda dan gejala PPOK yaitu :
pernafasan cepat, ekspirasi memanjang, batuk, sesak nafas, terdapat Clubbing Finger, Barrel
Chest, terdapat bunyi wheezing dan krakels, hiperresonan. Komplikasi pada PPOK yaitu gagal
napas kronik, gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan Kor pulmonale.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : edukasi, obat – obatan, terapi oksigen, ventilasi
mekanik, nutrisi, dan rehabilitasi. Diagnosa Keperawatan prioritas berdasarkan kasus pada
diskusi 2 ini yaitu : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. penumpukan sekret di jalan napas
(PPOK). Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan yaitu (suction jalan nafas), meliputi :
auskultasi suara pernafasan sebelum dan setelah suction, menjelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang suction, perintahkan pasien untuk santai dan bernafas seperti biasa,
menggunakan prinsip steril dalam suction, mencatat tipe dan jumlah secret, memonitor status
oksigen pasien, menganjurkan pasien menggunakan pernafasan diafragma, mengajarkan pasien
menggunakan pernafasan diafragma.
COPD-International. (2004). COPD Statical Information. Retrieved Mei 11, 2014, from COPD
International: http://www.copd-international.com/library/statistics.htm
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2009. Global strategy for
diagnosis, management and prevention of chronic obstructive lung disease. Spain :
Barcelona
Manidean, Moorthead, Sue. (2000) Nursing Outcome Classification (NOC). Philadelphia :
Mosby
Mc Closkey dan Butechek, G. (2000) Nursing intervention Classification (NiC). Philadelphia :
Mosby.
Nanda International. (2012). Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2014-2014. Jakarta:
EGC.
Papadopoulos. (2011). Smoking Cessation Can Improve Quality of Life among COPD Patients:
Validation of The Clinical COPD Questionnaire into Greek. Retrieved Mei 11, 2014,
from BMC Pulmonary Medicine: http://www.biomedcentral.com/1471-2466/11/13.pdf
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. PPOK pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan Indonesia. Jakarta: Indonesia.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Suradi. 2007. Pengaruh rokok pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) tinjauan
patogenesis, klinis dan sosial. Universitas Sebelas Maret Surakarta

You might also like