You are on page 1of 15

Laporan Kasus

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

“Kemerahan dan Gatal pada Badan”

Pembimbing : dr. Irma Yasmin, Sp.KK

Disusun Oleh :
1. Pramudita Probosiwi H2A013006
2. Rizzanjeni Berryl R H2A013012
3. Ita Istati S H2A013015
4. Arninda Fergian S H2A013031

KEPANITERAAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

BAB I

1
PENDAHULUAN

Tinea corporis merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur
superfisial golongan dermatofita yang biasanya terjadi pada daerah kulit berambut
halus dan tidak dapat hidup pada memberan mukosa (vagina, mulut). Dermatofita
tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan terutama di negara
berkembang. Dermatofita dapat berkembang pada suhu 25-28⁰C. 1
Dermatofitosis merupakan bentuk infeksi jamur yang terjadi karena inokulasi
jamur, biasanya trejadi di tempat yang lembab dengan maserasi sebelumnya. Ciri
khas infeksi jamur adanya central healing yanitu bagian tengah tampak kuirang aktif
sedangkan bagian pinggirnya kurang aktif. Distribusi, spesies penyebab dan bentuk
infeksi yang terjadi pada beberapa daerah biasanya bervariasi. Terjadinya infeksi di
pengaruhi oleh kondisi yang panas dan lembab, lingkungan yang padat, adanya
sumber penularan disekitarnya, status sosial ekonomi yang rendah dan higienitas
yang rendah.1
Tinea corporis disebabkan oleh Trichophyton Rubrum dan Trichophyton
Mentagrophytes. Predileksinya biasanya terdapat di muka, anggota gerak atas, dada,
punggung dan anggota gerak bawah. Penderita biasanya merasa gatal dan kelainan
berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam effloresensi kulit seperti lesi bulat atau
lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel
dan papul di tepi lesi. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas
terutama pada pasien imunodefisiensi.2
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi
atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai
kamar mandi, tempat tidur dan lain-lain.2

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 46 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Petani
5. Pendidikan : SD
6. Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
7. Alamat : Purwodadi

B. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 01 April 2017 pukul 11.30 WIB.

Keluhan Utama: gatal dan kemerahan pada badan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RS Tugurejo untuk perikasa pada pukul 11.30 hari
Sabtu 01 April 2017 dengan keluhan gatal dan kemerahan pada badan dan
punggung sejak 1 tahun. Keluhan tersebut timbul pertamakali tiba-tiba di
ketiak sebelah kiri dengan bercak kemerahan dan gatal. Kemudian
semakin menyebar yaitu sampai ke seluruh badan, punggung, lengan
kanan dan kiri. Keluhan tersebut dirasakan terus menerus. Terasa sangat
gatal ketika pasien berkeringat, dan rasa gatal berkurang ketika minum
obat. Tidak didapatkan keluhan lain : sakit (-), panas (-).
Pasien pernah memeriksakan ke poli kulit RS Tugurejo Semarang,
oleh dokter diberikan salep namun tidak kunjung membaik. Pasien juga
sempat periksa ke poli kulit RS Ketileng, namun masih sama saja.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Alergi makanan : disangkal
d. Alergi obat : disangkal
e. Riwayat DM :disangkal
f. Riwayat hipertensi : disangkal

3
3. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Sakit seperti ini ; disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat DM :disangkal
e. Riwayat hipertensi : disangkal

4. Riwayat Pribadi
Pasien tidak memiliki hewan peliharaan. Lingkungan sekitar tidak ada
yang memiliki sakit serupa. Ketika bekerja pasien sering memakai baju
tertutup yang tidak menyerap keringat. Pasien mandi sehari dua kali.

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama keluarga. Pekerjaan ibu petani dengan ekonomi
yang cukup dan merupakan pasien BPJS.

4
C. Pemeriksaan Fisik dan gatal.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada Sabtu 01 April 2017 pukul 11.30 WIB di
Poli Kulit RSUD Tugurejo Semarang.

1. Keadaan Umum: Pasien merasa tidak nyaman karena gatal


2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : 15
4. Vital Sign

TD : 130 / 110 mmHg

Nadi : 90 x/menit

RR : 19 x/menit

Suhu : 36,5 °C

BB : 61 kg

TB : 145 cm

IMT : BB/TB(m)2 = 61/(1,45)2 = 29,01 kg/m2

Status Gizi :
Obese I (menurut klasifikasi IMT WHO
5. Status Generalisata
 Kepala untuk Asia
: dbnTenggara)
 Jantung : dbn
 Paru : dbn
 Hati : dbn
 Limpa : dbn
 Limfe : dbn
 Ekstremitas : eritema (+), nyeri (-)

5
6. Status venerologis
Inspeksi
 Lokasi : Pipi, lengan atas dan bawah kanan kiri, punggung,
ketiak, payudara, perut, selangkangan, tungkai
bawah kanan dan kiri
 Ukuran : plakat
 Morfologi
UKK Primer : makula eritem dengan tepi aktif, central healing,
dan di tepi terdapat papula-papula erimatosa.
UKK Sekunder : skuama kasar
 Konfigurasi : polisiklik, geografis
 Distribusi : generalisata

Palpasi : a. nyeri (-)


b. permukaan kasar
c. konsistensi kenyal
d. suhu sama dengan sekitarnya

6
7
D.RESUME
Pasien Ny. S berobat ke poli kulit dengan keluhan gatal-gatal sejak 1 tahu.
Awal mula timbul keluhan secara tiba-tiba gatal pada ketiak kiri. Gatal dirasakan
terus menerus dan pasien merasa terganggu dengan keluhan gatalnya. Gatal
bertambah berat saat berkeringat dan bertambah ringan kertika minum obat.
Pasien sudah melakukan pengobatan yaitu di RSUD Tugurejo dan RSUD Kota
Semarang. Panas pada kulit(-), nyeri(-), dan demam(-). Pasien dan keluarga tidak
pernah sakit seperti ini.
Status venerologis lokasinya di muka, perut, lengan kanan dan kiri.
Ditemukan morfologi UKK Primer berupa makula eritem dengan tepi aktif,
central healing dan papul ditepi lesi. UKK Sekunder berupa skuama. Konfigurasi
polisiklik dan geografis, dan distribusi generalisata.

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Mobus Hansen
2. Ptiriasis Rosea
3. Neurodermatitis sirkumkripta
4. Psoriasis

F. DIAGNOSIS
Tinea Corporis

G. INITIAL PLAN
1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan untuk menunjang diagnosis
adalah:
a. Lampu wood
b. Kerokan kulit KOH 10%
c. Biakan

2. Pengobatan
a. Sistemik
1) Anti jamur :
 Ketokonazol 1x 200mg selama 3 minggu
2) Anti histamin :
 Loratadine 2x10mg 10 hari

8
b. Topikal
Kombinasi asam salisilat 3-6% dan asam benzoat 6-12% dalam bentuk
salep (salep whitfield).
3. Edukasi
a. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten,
karena angka kekambuhan tinggi.
b. Infeksi jamur dapat dibunuh dengan cepat tetapi membutuhkan waktu
berbulan-bulan untuk mengembalikan pigmentasi ke normal.
c. Jangan memakai pakaian yang lembab dan tidak berbagi dengan orang lain
untuk penggunaan barang pribadi.
d. Menjaga kebersihan badan dengan mandi sehari minimal 2 kali.

H. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : bonam
2. Quo ad sanam : bonam
3. Quo ad cosmeticam : bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Tinea korporis adalah suatu infeksi dermatofita dangkal yang ditandai
oleh tanda radang maupun luka pada kulit glabrous. Trichophyton rubrum
adalah salah satu dermatofita penyebab yang paling umum menyebabkan tinea
korporis.

2. Etiologi dan Patofisiologi


Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk
kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton
spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun semua
dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum
adalah Trichophyton Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes.
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama
perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan
untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi
oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea
bersifat fungistatik.
Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi
perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga
dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga
menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu
penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita

10
juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru
muncul ketika jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi
dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita.pada
pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi
menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi
menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan
pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh
sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe.
Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi
untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan
barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

3. Manifestasi Klinis
Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas terdiri atas
bermacam-macam effloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif
(tanda peradangan) tampak lebih jelas dari pada bagian tengah. Bentuk lesi
yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi
menahun. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau
lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan
vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang,
sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga
dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.
Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada
pasien imunodefisiensi. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang

11
mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap
bagian tubuh dan bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha. Dalam
hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya.

4. Pemeriksaan
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang
diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai,
dada, perut atau punggung. Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang
terinfeksi serta hewan ataupun obyek yang baru terinfeksi. Pasien mengalami
gatal-gatal, nyeri atau bahkan sensasi terbakar.
Beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan dengan lampu wood yang
mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 Å yang jika didekatkan pada
lesi akan timbul warna kehijauan. Pemeriksaan sediaan langsung dengan
KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang
dan artrospora. Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan. Yang dianggap baik pada pemeriksaan ini adalah medium agar
dekstrosa Sabouruad. Biakan memberikan hasil yang lebih lengkap, akan
tetapi lebih sulit dikerjakan, biayanya lebih mahal, hasil yang diperoleh dalam
waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan
dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.

5. Penatalaksanaan
Pengobatan dapat diberikan melalui topikal dan sistemik. Untuk
pengobatan topikal direkomendasikan untuk suatu peradangan yang
dilokalisir, dapat diberikan kombinasi asam salisilat 3-6% dan asam benzoat
6-12% dalam bentuk salep (salep whitfield). Kombinasi asam salisilat dengan

12
sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4, salep 3-10) dan derivat azol
: mikonazole 2%, dan klotrimasol 1%.
Untuk pengobatan sistemik pada peradangan yang luas dan adanya
penyakit immunosupresi, dapat diberikan griseofulvin 500 mg sehari untuk
dewasa, sedangkan anak-anak 10-25mg/kg BB sehari. Lama pemberian
Griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas
atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan. Pada kasus yang
resisten terhadap Griseofulvin dapat diberikan derivat azol seperti itrakonazol,
dan flukonazol. Antibiotik juga dapat diberikan jika terjadi infeksi sekunder.

6. Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah
terjadi tinea korporis antara lain: mengurangi kelembaban tubuh penderita
dengan menghindari pakainan yang panas, menghindari sumber penularan
yaitu binatang, kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan penderita lain,
menghilangkan fokal infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki,
meningkatkan higienitas dan mengatasi faktor predisposisi lain seperti
diabetes mellitus, kelianan endokrin yang lain, leukimia harus terkontrol
dengan baik.
Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea
korporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan
yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan
yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang, kegemukan, selain
faktor kelembaban, gesekan kronis dan keringat yang berlebihan disertai
higienitas yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.

7. Diagnosis Banding
Tidaklah sulit untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada
umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mengaburkan

13
diagnosis misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.
Kelainan pada kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di
kulit kepala (scalp), lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial
dan sebgainya. Pitiriasi rosea yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan
terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan
dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini
dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboraturium dapat memastikan
diagnosisnya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat
predileksi yaitu di daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit
kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Adanya lekukakn pada kuku
dapat menolong untuk menentukan diagnosis.
Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada
psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi
psoriasis pada tempat lesi dapat menentrukan diagnosis. Kandidiosis pada
lipatan paha mempunyai konfigurasi hen and chicken. Kelainan ini biasanya
basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya fluor albus dapat membantu
mengarahkan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes mellitus,
kandidiosis merupakan penyakit yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan
penyakit yang tersering berlokasi di daerah sela paha. Effloresensi yang sama
yaitu eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas penyakit
ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong dengan adanya
effloresensi merah (coral red).

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution MA, Muis Kamaliah, Juwono,dkk. Diagnosis dan penatalaksanaan


dermatofitosis. Cermin Dunia Kedokteran edisi khusus 1992, 80:116-118.
2. Adhi Djuanda. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi V. Jakarta : FKUI. 2007
3. Saraswati, Yara. dkk. 2013. Tinea korporis. Denpasar: FK UNUD

15

You might also like