You are on page 1of 37

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Personal hygiene atau kebersihan perorangan adalah suatu tindakan

dalam menjaga kebersihan dan kesehatan individu dengan tujuan untuk

mencapai kesejahteraan fisik maupun psikis (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Pemeliharaan personal hygiene sangat menentukan status kesehatan, hal tersebut

akan membuat individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan

dan mencegah terjadinya penyakit [ CITATION Not03 \l 14345 ].


Personal hygiene penting dan termasuk ke dalam tindakan pencegahan

primer yang spesifik, karena personal hygiene yang baik dapat meminimalkan

pintu masuk (portal of entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana dan

akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit (Saryono & Widianti, 2011).


Pengetahuan tentang kebersihan diri sangat penting karena pengetahuan

yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Begitu pun sebaliknya (Hidayat,

2009). Sedangkan penyakit yang sering muncul karena kurangnya kebersihan

diri adalah berbagai penyakit kulit (Kristiwiani, 2005).


Penyakit kulit disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, investasi oleh

parasite dan reaksi alergi. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit kulit

adalah sosial ekonomi yang rendah, personal hygiene yang jelek, lingkungan

yang tidak saniter, dan perilaku yang tidak mendukung kesehatan. Faktor yang

paling dominan adalah kemiskinan dan personal hygiene (Astriyanti, 2010).


Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut yang mempermudah

perkembangan bakteri, parasit maupun jamur (Kristiwiani, 2005).


Penyakit kulit merupakan penyakit yang sering dijumpai pada

masyarakat. Beberapa jenis penyakit kulit diantaranya kusta, dermatitis, skabies,

panu, dan lain-lain. Menurut Poter dan Perry (2010), masalah-masalah kulit

yang umum ditemukan diantaranya kulit kering, tekstur kasar, bersisik pada area

tangan, kaki, atau wajah, jerawat, ruam kulit, dermatitik kontak atau inflamasi

kulit dan abrasi atau hilangnya lapisan epidermis (Isro’in dan Andarmoyo,

2012).
Faktor risiko penyakit kulit diantaranya perilaku hidup bersih dan sehat,

kondisi sanitasi lingkungan, ketersediaan sumber air bersih, kebersihan badan,

kuku, kulit, pakaian dan kondisi tempat tidur. Penularan penyakit kulit dapat

melalui komponen lingkungan yang berisi agen penyakit serta senantiasa

berinteraksi dengan manusia adalah air, udara, pangan, binatang dan serangga

penular penyakit serta manusia itu sendiri (Harahap, 1990).


Berkelompok atau tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di

pesantren juga beresiko mudah tertular berbagai penyakit kulit. Karena

kepadatan penghuni juga dapat mempengaruhi proses penularan atau

perpindahan penyakit dari satu orang ke orang lain. Penularan bias terjadi bila

kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik (Achmadi, 2011;

Darmopoli, 2011).
Berdasarkan pengamatan pada survei pendahuluan yang telah dilakukan

pada tanggal 31 Mei 2018, Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura memiliki

tingkat pengetahuan mengenai personal hygiene yang kurang baik. Hal tersebut

terlihat dari adanya jemuran baju yang dijadikan satu antar santri ditempat yang

lembab yang tidak terjangkau sinar matahari, bahkan sebagian besar mereka

menggantung handuknya didalam kamar yang tidak terjangkau sinar matahari,


kulit santri juga kurang bersih dan terdapat bau badan pada sebagian santri,

dijumpai pula beberapa santri yang tidak mengenakan alas kaki dalam

beraktivitas disekitar pondok, serta beberapa santri terlihat tidak memakai

pakaian terutama santri dengan jenis kelamin laki-laki. Kondisi tersebut dapat

berpotensi menimbulkan beberapa risiko penyakit berbasis lingkungan, salah

satunya yaitu penyakit kulit.


Hasil wawancara dengan salah satu penguruh santriwan dan santriwati

menunjukkan bahwa sebagian besar santri dan santriwati mengaku pernah

mengalami gangguan kulit. Sebagian besar diantaranya sering terjangkit

penyakit kulit dengan keluhan terdapat bitnik-bintik merah, kadang berisi cairan

yang disertai rasa gatal dan panas diarea kulit baik tanga, kaki maupun

badannya.
Penyakit-penyakit yang diderita oleh suatu komunitas biasanya tidak

spesifik, multiple agents dan multiple simptomps (gejala) sehingga sulit untuk

menentukan mana sebab dan akibat. Dengan melakukan analisis hubungan,

sering kali menunjukkan tingkat hubungan yang tinggi antara berbagai gejala

dengan parameter lingkungan (Achmadi, 2011).


Berdasarkan uraian di atas, untuk mengatahui besarnya faktor risiko

penyakit kulit pada santri dan santriwati Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura

perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan personal hygiene dengan

kejadian penyakit kulit pada santri Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini

adalah “Apakah ada hubungan personal hygiene dengan kejadian penyakit kulit

pada pada santri Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura ?”


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui personal hiegene santri di pondok pesantren Al-Hikam,

Madura dan mengetahui adanya hubungan personal hygiene dengan kejadian

penyakit kulit pada pada santri Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura.


2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui personal higiene santri terhadap penyakit kulit.

b. Membuktikan bahwa personal hygiene merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya penyakit kulit di Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian penyakit kulit

pada pada santri Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura dan hasil penelitian

ini dapat dijadikan referensi atau tambahan ilmu dibidang kedokteran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pondok Pesantren

Memberikan informasi kepada pengurus pondok mengenai

penyakit kulit yang terjadi disebabkan karena personal hygiene santri

yang kurang.

b. Bagi Ilmu Profesi Kedokteran

Masukan bagi tenaga medis untuk dapat mengetahui mengenai

personal hygiene santri terhadap penyakit kulit pada pondok pesantren

Al-Hikam, Madura.

c. Bagi Peneliti
1) Merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah

wawasan keilmuan, dan dapat digunakan sebagai dasar untuk

melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan

hubungan personal hygiene dengan kejadian penyakit kulit pada

santri Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura.

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi

peneliti selanjutnya mengenai personal hygiene terhadap

kejadian penyakit kulit.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Personal Hygiene
1. Pengertian Personal Hygiene
Menurut Isro’in (2012), personal hygiene adalah suatu tindakan untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik

maupun psikis. Personal hygiene meliputi kebersihan kulit, kebersihan

rambut, kebersihan gigi, kebersihan mata, kebersihan telinga, dan kebersihan

tangan, kaki, dan kuku. Kebersihan kulit merupakan faktor utama yang dapat

menimbulkan penyakit kulit.


Personal hygiene penting dan termasuk ke dalam tindakan pencegahan

primer yang spesifik, karena personal hygiene yang baik dapat

meminimalkan pintu masuk (portal of entry) mikroorganisme yang ada

dimana-mana dan akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit (Saryono

& Widianti, 2011).


Untuk mencegah penularan penyakit kulit diperlukan tindakan nyata

yang harus dilakukan dengan memutus mata rantai penularan penyakit

dengan menjaga personal hygiene dan sanitasi lingkungan yang dimulai

dengan meningkatkan pengetahuan tentang personal hygiene (DepkesRI,

1995).
2. Tujuan Personal Hygiene
Menurut Isro’in dan Andarmoyo (2012) tujuan personal hygiene

diantaranya :
a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b. Memelihara kebersihan diri seseorang
c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang
d. Pencegahan penyakit
e. Memperbaiki percaya diri seseorang
f. Menciptakan keindahan
3. Macam-macam Personal Hygiene
Macam-macam personal hygiene menurut Isro’in dan Andarmoyo (2012)

diantaranya yaitu:
a. Perawatan kulit
Kebersihan badan merupakan wujud dari kesucian. Dalam

prespektif islam, setiap muslim selalu dituntut untuk menjaga

kesucian badannya baik dari hadas besar maupun hadas kecil.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam (QS. Albaqarah [2]: 222)

Terjemahnya : “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang

bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”


Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa dalam Al-Qur’an kita

diperintahkan untuk mensucikan diri, karena sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri.


Perwatan kulit, antara lain:
1) Mandi
Mandi merupakan salah satu cara membersihkan kulit. Mandi

berguna untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kulit,

menghilangkan bau keringat, merangsang peredaran darah dan

syaraf, melemaskan otot-otot, dan memberi kesegaran kepada

tubuh (Maryunani, 2013). Maryunani (2013) menyebutkan bahwa

mandi dengan air saja tanpa sabun, membuat badan seseorang

belum cukup bersih, terlebih lagi air yang digunakan untuk mandi

adalah air yang kotor. Cara mandi yang baik dan benar yaitu

meliputi:
a) Seluruh badan disiram dengan air
b) Kemudian seluruh badan disabun dan digosok untuk

menghilangkan semua kotoran yang menempel di

permukaan kulit, terutama bagian yang lembab dan

berlemak seperti pada lipatan paha, sela-sela jari kaki,

ketiak, lipatan telinga dan muka


c) Setelah itu, disiram kembali hingga bekas sabun terbuang

bersih
d) Sebaiknya memakai sabun pribadi saat mandi
e) Mengeringkan seluruh permukaan tubuh dengan handuk

yang kering dan bersih serta pencucian handuk disarankan

setiap seminggu sekali.


2) Pakaian
Pakaian berguna untuk melindungi kulit dari sengatan

matahari atau cuaca dingin dan kotoran yang berasal dari luar

seperti debu, lumpur dan sebagainya. Selain itu, pakaian juga

berfungsi untuk membantu mengatur suhu tubuh dan mencegah

masuknya bibit penyakit (Maryunani, 2013). Tata cara

penggunaan dan pemeliharaan pakaian menurut Maryunani

(2013) diantaranya yaitu:


a) Memakai pakaian yang sesuai dengan ukuran tubuh. Pakaian

yang menunjang kesehatan yaitu pakaian yang cukup longgar

dipakai, sehingga pemakai dapat bergerak bebas.


b) Memakai pakaian yang dapat menyerap keringat untuk dapat

mengurangi terjadinya biang keringat.


c) Pakaian yang dikenakan tidak boleh menimbulkan gatal-gatal.
d) Mengganti pakaian setelah mandi dan apabila pakaian kotor

atau basah karena baik karena keringat ataupun air.


e) Membedakan jenis pakaian, antara lain yaitu pakaian rumah,

pakaian sekolah atau kerja, pakaian keluar rumah, pakaian

tidur, pakaian pesta dan pakaian olahraga.


f) Membersihkan pakaian dengan cara dicuci, dan diseterika

dengan baik dan rapi.


g) Mencuci pakaian dengan air bersih dan sabun cuci (detergen)

yang dapat menghilangkan kotoran.


h) Tidak menumpuk pakaian basah, apabila pakaian tidak bisa

langsung dicuci. Sebaiknya pakaian digantung untuk

mencegah tumbuhnya jamur.


i) Menjemur pakaian dengan sinar matahari dapat membunuh

hama penyakit
Dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa Allah

memerintahkan seseorang untuk membersihkan pakaian,

sebagaimana dalam (QS. Al-Muddatstsir/74:4) yaitu sebagai

berikut:

Terjemahnya: “dan pakaianmu bersihkanlah.”

b. Perawatan kaki, tangan dan kuku


1) Perawatan kaki dan tangan
a) Perawatan kaki dan tangan yang baik dimulai dengan

menjaga kebersihan termasuk didalamnya membasuh dengan

air bersih, mencucinya dengan sabun serta mengeringkannya

dengan handuk bersih. Mencuci kaki sewaktu akan tidur

adalah suatu kebiasaan yang baik (Adam, 1978).


b) Menggunakan sandal atau sepatu untuk menghindari kaki dari

kotoran atau terkena luka dan mencegah masuknya cacing

tambang ke dalam tubuh melalui kaki. Dengan memakai

sepatu dalam keadaan kering, serta mencuci sepatu karet

secara teratur agar tidak kotor atau menimbulkan bau tidak

sedap (Maryunani, 2013).

2) Perawatan kuku
a) Memotong ujung kuku sampai beberapa millimeter dari

tempat perlekatan antara kuku dan kulit yang disesuaikan

dengan bentuk ujung jari sedikitnya satu minggu sekali.


b) Menggunakan pemotong kuku atau gunting yang tajam
c) Mengikir tepi kuku setelah dipotong agar menjadi rapi dan

tidak tajam
d) Setelah pemotongan selesai dilanjutkan dengan pencucian.

Untuk memperoleh hasil yang baik, kuku sebaiknya dicuci

dengan air hangat dan disikat


e) Kemudian tangan, kaki dan kuku dikeringkan dengan lap atau

handuk kering dan bersih.


c. Perawatan rambut

Isro’in dan Andarmoyo (2012), menyebutkan bahwa masalah

kesehatan dan kebersihan rambut yang umum ditemukan diantaranya

ketombe, tungau, kutu rambut, dan kehilangan rambut (Alopecia).

Cara mencuci rambut menurut Maryunani (2013) diantaranya yaitu:

a) Mencuci rambut dengan bahan pembersih atau sampo, paling

sedikit dua kali seminggu sacara teratur atau tergantung pada

kebutuhan dan keadaan


b) Rambut disiram dengan air bersih, setelah basah semua (merata)

kemudian digosok dengan menggunakan sampo dan sebaiknya

sambil dilakukan pemijatan pada seluruh kulit kepala untuk

meragsang persarafan pada kulit kepala sehingga rambut tumbuh

sehat dan normal


c) Bila rambut dirasa masih kurang bersih, gosok kembali

menggunakan sampo, setelah itu dibilas sampai rambut terasa

kesat
d) Kemudian rambut dikeringkan dengan handuk bersih dan disisir.
d. Perawatan rongga mulut
Mulut dan organ tambahan didalamnya memiliki peranan

penting, sehingga hygiene mulut merupakan aspek yang sangat


penting dalam perawatan. Masalah kebersihan dan kesehatan gigi dan

mulut diantaranya karies gigi, penyakit periodonatal, karang gigi,

gingivitis dan periodontitis.


Di samping pentingnya kebersihan anggota badan, Islam juga

melihat pentingnya kebersihan mulut dan gigi. Gigi merupakan organ

penting yang membantu mencerna makanan. Bila kurang

diperhatikan perawatanya, maka gigi akan mudah mengalami

kerusakan. Kerusakan pada gigi akan mempengaruhi proses

pencernaan makanan. Untuk mengantisipasi hal ini perlu

diperhatikan kebersihan gigi dengan merawatnya secara teratur.

“Cungkillah, bersihkan gigimu dari sisa-sisa makanan, karena

perbuatan seperti itu merupakan kebersihan dan kebersihan bersama

dengan keimanan, dan keimanan menyertai orangnya di dalam surga”

(HR. Imam Thabram).

e. Perawatan mata, telinga, dan hidung


Kurang menjaga kesehatan dan kebersihan hygiene mata, telinga

dan hidung akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Salah

satu masalah yang sering ditimbulkan adalah infeksi pada mata,

telinga dan hidung.


4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Personal Hygiene
Menurut Isro’in (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi personal

hygiene diantaranya:
a. Citra tubuh
Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya,

citra tubuh sangat mempengaruhi dalam praktik hygiene seseorang.


b. Praktik Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial dan karenanya berada dalam

kelompok sosial. Personal hygiene atau kebersihan diri seseorang sangat

mempengaruhi praktik sosial seseorang. Selama masa kanak-kanak,

kebiasaan keluarga mempengaruhi praktik hygiene, misalnya mandi,

waktu mandi. Pada masa remaja, personal hygiene dipengaruhi oleh

kelompok teman sebaya. Pada masa dewasa, teman dan kelompok kerja

membentuk harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan pada lansia,

akan terjadi beberapa perubahan dalam praktik hygiene karena perubahan

dalam kondisi fisiknya.

c. Status sosial ekonomi


Status ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik

hygiene perorangan. Sosial ekonomi yang rendah memungkinkan

hygiene perorangan rendah pula.


d. Pengetahuan dan motivasi
Pengetahuan tentang hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene

seseorang. Sedangkan motivasi merupakan kunci penting dalam

pelaksanaan hygiene tersebut. Permasalahan yang sering terjadi adalah

ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan.


e. Budaya
Kepercayaan budaya dan nilai pribadi akan mempengaruhi perawatan

hygiene seseorang. Di Asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan

sehingga mandi bisa dilakukan 2-3 kali sehari.


5. Dampak yang Sering Timbul di dalam Personal Hygiene

Menurut Isro’in (2012), dampak yang timbul apabila personal hygiene

kurang yaitu:
a. Dampak fisik, adalah gangguan fisik yang terjadi karena adanya

gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya

kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan yang sering terjadi yaitu

gangguan membran mukosa mulut, gangguan integritas kulit, infeksi

pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada kuku.


b. Dampak psikososial, adalah masalah sosial yang berhubungan dengan

personal hygiene, diantaranya gangguan kebutuhan rasa nyaman,

gangguan interaksi sosial, dan aktualisasi diri.


B. Kulit
1. Pengertian Kulit

Integumen, organ tubuh yang paling besar dan paling berat, terdiri atas

kulit dan berbagai turunannya, meliputi kelenjar sebasea, kelenjar keringat,

rambut, dan kuku [ CITATION Gat12 \l 14345 ].

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang

melindungi tubuh dari pengaruh lingkungannya. Luas kulit orang dewasa

sekitar 1.5 meter2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan

organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan

kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada

iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh

(Wasitaatmadja, 2011).
2. Anatomi Kulit

Gambar 2.1 Anatomi Lapisan Kulit


Sumber: [ CITATION Gat12 \l 14345 ].
a. Lapisan Epidermis

Lapisan Epidermis adalah lapisan teratas pada kulit manusia dan

memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 µm untuk kulit tebal (kulit

pada telapak tangan dan kaki) dan 75-100 µm untuk kulit tipis (kulit

selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut) (Maharani, 2015).

Lapisan epidermis merupakan epitel permukaan daerah kulit.

Epidermis terdiri atas empat jenis sel:

1) Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses

melanogenesis
2) Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum

tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan

merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian,

sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.


3) Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris

dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.


4) Keratinosit tersusun dalam lima lapisan. Kelima lapisan itu adalah:
a) Stratum korneum
Terdiri atas skuama bertumpuk dengan keratin. Skuama

superfisial mengelupas [ CITATION Gat12 \l 14345 ].


b) Stratum lusidum

Lapisan tipis yang tembus pandang dimana sel-selnya

mengandung sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang

berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini tidak

nampak pada kulit tipis, lapisan ini hanya nampak lebih jelas di

telapak tangan dan kaki [ CITATION Gat12 \l 14345 ].

c) Stratum granulosum
Sel-sel yang agak gepeng dan berisi granula keratohialin. Lapisan

ini tidak nampak pada kulit tipis [ CITATION Gat12 \l 14345 ].

d) Stratum spinosum
Terdiri atas banyak lapisan sel-sel berduri polyhedral yang

mempunyai jembatan antar sel. Stratum spinosum juga

mengandung sel-sel langerhans dan juluran melanosit

[ CITATION Gat12 \l 14345 ].


e) Stratum basale
Lapisan paling bawah kulit. Disini juga terdapat melanosit dan

sel merkel [ CITATION Gat12 \l 14345 ].


b. Lapisan Dermis
Dermis kulit, letaknya langsung sebelah dalam epidermis, berasal dari

mesoderm. Dermis dibagi menjadi dua lapisan yaitu lapisan papilaris

(bagian yang menonjol ke epidermis) dan lapisan retikularis (bagian di

bawahnya yang menonjol ke arah subkutan) [ CITATION Gat12 \l

14345 ].
c. Lapisan Subkutan
Lapisan Subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat

longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan kulit ini terdapat

syaraf, pembuluh darah, dan limfe (Maharani, 2015).


3. Fisiologi Kulit
Menurut Maharani (2015), Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh

sehingga berperan sebagai pelindung tubuh dari kerusakan atau pengaruh

lingkungan yang buruk. Beberapa fungsi kulit diantaranya:

a. Kulit sebagai pelindung


Kulit akan melindungi tubuh bagian dalam dari kerusakan akibat

gesekan, tekanan, tarikan saat melakukan berbagai aktivitas. Kulit juga

menjaga dari berbagai gangguan mikrobiologi seperti jamur dan kuman,

melindungi tubuh dari serangan zat-zat kimia dari lingkungan yang

polusif. Selain itu kulit juga melindungi jaringan terhadap kerusakan

kimia dan fisika, terutama kerusakan mekanik dan terhadap masuknya

mikroorganisme.
b. Fungsi absorpsi
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,

kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Kulit tidak bisa

menyerap air, tetapi dapat menyerap material larut lipid seperti vitamin

A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbondioksida. Kulit


dapat mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, tetapi penguapan air

secara fisiologi tetap terjadi (kehilangan air secara transdermal).


c. Kulit sebagai fungsi ekskresi
Kulit mempunyai fungsi sebagai tempat pembuangan suatu cairan yang

keluar dari dalam tubuh berupa keringat dengan perantara dua kelenjar

keringat yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.


d. Kulit sebagai pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit bertindak sebagai pengatur suhu tubuh dengan melakukan

konstriksi atau dilatasi pembuluh darah kulit serta pengeluaran keringat.

Pada suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah

banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga

panas akan terbawa keluar tubuh. Pada suhu rendah, tubuh akan

mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah

(vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.


e. Kulit sebagai tempat penyimpanan
Kulit dapat menyimpan di dalam kelenjar lemak. Fungsi kulit dan

jaringan bagian bawah bekerja sebagai tempat penyimpanan air.

Cadangan lemak dapat dibakar sehingga menghasilkan panas dan energi

untuk mengatasi udara dingin.


4. Penyakit Kulit
a. Pengertian Penyakit Kulit
Penyakit Kulit (Dermatologi) merupakan bidang kedokteran yang

berorientasi pada morfologi atau Ujud Kelainan Kulit (UKK) yang

ditemukan. Akurasi diagnostik akan tinggi apabila pemeriksaan

dilakukan secara obyektif tanpa dipengaruhi oleh interpretasi pasien yang

didapat dari anamnesis. Anamnesis harus selalu dilakukan pada saat

maupun setelah pemeriksaan visual dan fisik sehingga didapatkan

diagnosis yang lebih obyektif (Sudirman, 2012).


Penyakit kulit menurut Ganong (2006), merupakan peradangan kulit

epidermis dan dermis sebagai respons terhadap faktor endogen berupa

alergi atau eksogen berasal dari bakteri dan jamur. Gambarannya

polimorfi, dalam artian berbagai macam bentuk, dari bentol-bentol,

bercak-bercak merah, basah, keropeng kering, penebalan kulit disertai

lipatan kulit yang semakin jelas, serta gejala utama adalah gatal.
Penyakit kulit adalah setiap penyakit kulit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja berupa faktor risiko mekanik, fisik,

kimia, biologik, dan psikologik (PERMENAKERTRANS RI, 2008: 2)


Selain lingkungan kerja memegang peranan utama dalam

perkembangan penyakit kulit akibat kerja, faktor genetik, dan faktor

tidak langsung lain seperti hygiene perorangan (meliputi kebersihan

kulit, kebersihan rambut dan kulit kepala, kebersihan kuku, intensitas

mandi, dan lain sebagainya), usia, pengalaman kerja dan adanya penyakit

kulit lain yang menyertai dapat juga memengaruhi tampilan penyakit

kulit akibat kerja (J.Jeyaratnam, 2009: 98-99).


Data gambaran sepuluh (10) peringkat terbesar penyakit pada

penderita rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2009 yang

diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), penyakit kulit dan

jaringan subkutan lainnya berada diperingkat kedua setelah penyakit

infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya (ISPA) dengan presentase

3,69% (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2012: 8).

Sedangkan pada tahun 2010 yang diperoleh dari Ditjen Bina Upaya

Kesehatan Kemenkes RI, penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya

menduduki peringkat ketiga setelah penyakit hipertensi esensial (primer)


sebanyak 247.179 kasus dengan prevalensi sebesar 60,77% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2011: 60).


b. Gejala Penyakit Kulit Secara Umum
Menurut Maharani (2015: 49), untuk mendiagnosis penyakit kulit

dan untuk melakuan penanganan terapeutik, maka harus dapat dikenali

perubahan pada kulit yang dapat diamati secara klinis yaitu efloresensi.

Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit.

Untuk mempermudah diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi beberapa

kelompok yaitu efloresensi primer dan sekunder. Efloresensi primer

terdapat pada kulit normal, sedangkan efloresensi sekunder berkembang

pada kulit yang berubah.


1) Efloresensi primer
a) Bercak (makula), merupakan perubahan warna pada kulit,

misalnya oleh adanya dilatasi pembuluh darah (eritema),

masuknya darah ke dalam jaringan, hiperpigmentasi atau

depigmentasi.
b) Urtika, penonjolan di atas kulit akibat edema setempat dan dapat

hilang perlahan-lahan.
c) Papula, bentuknya sebesar kepala jarum pentul sampai sebesar

kacang hijau terjadi karena penebalan epidermis secara lokal.


d) Tuber (nodul), mirip dengan papula, akan tetapi tuber jauh lebih

besar.
e) Vesikel, memiliki ukuran sebesar kepala jarum pentul sampai

sebesar biji kapri merupakan rongga beruang satu atau banyak

yang berisi cairan.


f) Bulla, mirip dengan vesikel tetapi agak besar dan biasanya

beruang satu.
g) Pustule, merupakan vesikel yang berisi nanah, biasanya terdapat

pada kulit yang berubah karena peradangan.


h) Kista, penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang

berisi cairan serosa.


i) Plak, peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan

berisi zat padat.


2) Efloresensi Sekunder
a) Ketombe (squama), Ketombe terdiri dari pecahan-pecahan

stratum corneum.
b) Krusta, terbentuk akibat mengeringnya eksudar, nanah, darah.
c) Erosi, kerusakan kulit permukaan yang ada dalam epidermis.
d) Ulkus, disebabkan oleh hilangnya komponen kulit pada bagian

yang lebih dalam, epidermis, dan kelengkapannya juga rusak.


e) Likenifikasi, penebalan kulit sehingga garis lipatan tampak lebih

jelas.
f) Ekskoriasi, kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris

sehingga kulit tampak merah disertai bintik-bintik perdarahan.

Ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima.


g) Keloid, hipertrofi yang pertumbuhannya melampaui batas.
h) Fisura, kerusakan kulit dalam bentuk celah misalnya pada telapak

tangan, ujung bibir, atau diantara jari kaki.


i) Sikatrik, Parut adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis

dan dermis yang sudah hilang. Jaringan ikat ini dapat cekung dari

kulit sekitarnya, dapat lebih menonjol dan dapat normal.


j) Abses, kantong berisi nanah di dalam jaringan.
5. Jenis-Jenis Penyakit Kulit
a. Penyakit kulit karena infeksi bakteri yaitu pioderma, tuberculosis kutis,

kusta. Penyakit kulit yang paling sering dijumpai adalah pioderma dan

jerawat (acne) (Djuanda, 2011).


Faktor yang memicu timbulnya penyakit pioderma diantaranya hygiene

yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh seperti: kekurangan gizi,

anemia, neoplasma ganas, dan diabetes mellitus (Djuanda, 2011).


b. Penyakit kulit karena virus yaitu cacar air dan campak. Cacar air adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster yang sering terjadi

pada anak-anak. Pada penyakit ini biasanya ditandai dengan bitnik-bintik

pada seluruh tubuh (termasuk wajah), berwarna kemerahan, dan isi dari

benjolan (jika sudah membesar) tersebut adalah cairan (Djuanda, 2011).


Campak merupakan penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus.

Biasanya menyerang anak-anak. Gejala awal campak adalah demam,

pilek, bersin, badan terasa lesu, sakit kepala, nafsu makan menurun

drastis dan radang mata. Setelah beberapa hari dari gejala tersebut timbul

ruam merah yang gatal, bertambah besar, tersebar ke beberapa bagian

tubuh (Djuanda, 2011).


c. Penyakit kulit karena parasit dan insekta yaitu pediculosis kapitis,

pediculosis korporis, pediculosis pubis, scabies, creeping eruption.

Penyakit ini disebabkan karena hygiene yang buruk (Handoko, 2011).


Penularan penyakit kulit karena parasit dapat disebabkan karena kontak

secara langsung yaitu kontak kulit dengan kulit, maupun kontak tidak

langsung atau melalui benda seperti pakaian, handuk, sprei, bantal, dan

lain-lain (Handoko, 2011).


d. Penyakit kulit karena jamur yaitu misetoma, sporotrikosis, kromomikosis,

tinea pedis, tinea kruris, tinea kapitis, pitiriasis versikolor (panu), tinea

nigra palmaris, tinea ungulum, tinea korporis, dermatofitosis (kurap),

dan kandidosis (Budimulja, 2011).


Penyakit kulit karena infeksi jamur pada kulit yang masih sering

ditemukan adalah tinea kruris. Tinea kruris adalah dermatofitosis pada

lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Penyebab tersering tinea

kruris adalah Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum

(Gadithya, 2014).
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan

penyakit yang berlangsung seumur hidup. Apabila penyakit ini menahun,

dapat berupa bercak hitam dan sedikit bersisik. Erosi dan keluarnya

sedikit cairan biasanya akibat garukan (Budimulja, 2011). Faktor yang

mempengaruhi timbulnya tinea kruris adalah iklim panas, lembab,

pemakaian bahan pakaian yang tidak menyerap keringat, kebersihan.

Penularan tinea kruris dapat disebabkan karena kontak langsung dengan

individu terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda yang

mengandung skuama yang terinfeksi, misalnya handuk, celana

(Mulyaningsih, 2004: 6).


e. Penyakit kulit karena alergi yaitu dermatitis kontak iritan, dermatitis

kontak alergik, dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumskripta,

dermatitis numularis, dermatitis stasis, kelainan kulit akibat alergi

makanan (Sularsito, 2011: 129).


Penyakit dermatitis sangat rentan terhadap beberapa perubahan kondisi.

Beberapa kondisi yang dapat memperburuk penyakit dermatitis adalah

perubahan suhu atau kelembaban, bakteri infeksi kulit, kontak dengan

jaringan yang bersifat iritan, pada beberapa anak alergi makanan dapat

memicu dermatitis atopik (Maharani, 2011: 58).


6. Pondok Pesantren
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah ”tempat belajar para

santri”, sedangkan pondok berarti ”rumah atau tempat tinggal sederhana yang

terbuat dari bambu”. Di samping itu, ”pondok” juga berasal dari bahasa Arab

”funduk” yang berarti ”hotel atau asrama”. Ada beberapa istilah yang ditemukan

dan sering digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas

Indonesia atau yang lebih terkenal dengan sebutan pesantren. Di Jawa termasuk

Sunda dan Madura, umumnya dipergunakan istilah pesantren atau pondok, di

Aceh dikenal dengan istilah dayah atau rangkung atau meusanah, sedangkan di

Minangkabau disebut surau (Nawawi, 2006).


Secara terminologis pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan

tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, dan mengamalkan

ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai

pedoman sehari-hari, perlu dijelaskan bahwa pengertian “tradisional” dalam

definisi ini bukan berarti kolot dan ketinggalan zaman, tetapi menunjuk pada

pengertian bahwa lembaga ini telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu.

Pesantren telah menjadi bagian dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam

Indonesia. Bahkan, telah pula mengalami perubahan dari waku ke waktu sesuai

dengan perjalanan hidup umat Islam. Jadi term “tradisional” disini bukan dalam

arti tetap tanpa mengalami penyesuaian (Damopolii. 2011).


Pesantren atau pondok pesantren adalah sekolah islam berasrama

(islamic boarding school) dan pendidikan umum yang persentase ajarannya

lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama islam daripada ilmu umum. Para

pelajar pesantren disebut sebagai santri belajar pada sekolah ini, sekaligus

tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Biasanya pesantren


dipimpin oleh seorang kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai

menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka

biasanya disebut lurah pondok. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk

memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Hadist, dengan mempelajari

bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa bahasa Arab. Sebagai institusi sosial,

pesantren telah memainkan peranan yang penting dalam beberapa negara,

khususnya beberapa negara yang banyak pemeluk agama islam di dalamnya.

Pesantren menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian,

dan pengendalian diri. Para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga

mereka, agar dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.

Selama tinggal berpisah dengan orang tua maka santri akan tinggal bersama-

sama dengan teman-teman dalam satu asrama, kehidupan berkelompok yang

akan dijalani dengan berbagai macan karakteristik para santri dan dalam

kehidupan berkelompok masalah yang dihadapi adalah pemeliharaan kebersihan,

yaitu kebersihan kulit, kebersihan lingkungan dan kebersihan pakaian

(Darmopoli, 2011).
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual Penelitian

Agent:
(faktor fisik, faktor
kimia, dan faktor
biologis) Host:
Environment: personal hygiene
pondok pesantren (peluang untuk
paparan, kerentanan,
(faktor fisik, faktor atau respons individu
biologis, dan faktor terhadap agen
sosial ekonomi) penyebab)

Penyakit
Kulit
Keterangan:
= Diteliti
= Tidak diteliti

Gambar 3.1 Skema kerangka konseptual penelitian hubungan personal hygiene

dengan kejadian penyakit kulit pada santri pondok pesantren Al-Hikam, Madura.
B. Penjelasan Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada kerangka dari

segitiga epidemiologi, dimana ada 3 simpul yaitu host, agent, dan environment

yang saling berhubungan. Pada penelitian ini mempunyai variable dependen

yaitu penyakit kulit dan variable independennya yaitu personal hygiene yang

terdiri dari kebersihan kulit, kebersihan kaki, tangan dan kuku, rambut, mulut,

mata, telinga dan gigi. Untuk variabel pondok pesantren digunakan sebagai

tempat dilakukannya penelitian.


Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, tidak semua teori

masuk dalam kerangka teori, hal ini disebabkan bahwa faktor-faktor yang masuk

dalam kerangka konsep merupakan faktor-faktor yang terpenting yang harus

untuk diketahuidan diamati terlebih dahulu sebagai penyebab munculnya gejala-

gejala penyakit kulit pada santri pondok pesantren Al-Hikam, Madura. Adapun

variabel-variabel lain yang tidak diteliti yaitu jenis agent penyabab penyakit

kulit, yang dapat berasal dari faktor biologi, fisik dan kimia.
C. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan yang bermakna antara personal hygiene, yaitu kebersihan kulit,

kebersihan kaki, tangan dan kuku, rambut, mulut, mata, telinga dan gigi dengan

kejadian penyakit kulit pada santri pondok pesantren Al-Hikam, Madura.

BAB 4

METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancang Bangun Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross

sectional dan desain penelitian korelasional. Pendekatan cross sectional yaitu

suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data secara

sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010).


B. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang tinggal di dalam

Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura dengan jumlah 155 santriwan dan 160

santriwati.

C. Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel


a. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel ditentukan dengan

kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut dapat

menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan.

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Seluruh santri Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura yang

tinggal di Pondok Pesantren.

2) Seluruh santri yang memiliki gejala penyakit kulit.

3) Seluruh santri yang berusia 15-60 tahun.

Hal ini berdasarkan Sarwono (2011) bahwa anak usia 15

tahun telah mengalami bangkitnya akal, nalar dan kesadaran

diri. Pada usia tersebut anak akan belajar dengan sendirinya.


Dalam hal ini anak usia 15 tahun sudah dapat mandiri

melakukan perilaku personal hygiene.

Penggolongan usia yang digunakan yaitu pembagian umur

menurut tingkat kedewasaanya berdasarkan WHO dalam

Notoatmodjo (2007) yaitu:

a) 0-14 tahun: bayi dan anak-anak

b) 15-49 tahun: orang muda dan dewasa

c) 50 tahun ke atas: orang tua

4) Jenis kelamin responden sebagai anggota sampel tidak dibatasi

yaitu santri pondok pesantren Al-Hikam, Madura dengan jenis

kelamin laki-laki dan perempuan.

b. Kriteria Eksklusi

1) Usia santri 60 tahun keatas.


Pada usia tersebut merupakan periode penurunan atau

kemunduran dan diikuti dengan perubahan perubahan peran

aktif dalam berbagai kegiatan (Khairani, 2013). Dalam hal ini

seseorang dengan usia 60 tahun keatas mengalami penurunan

perilaku personal hygiene.


2) Tingkat pendidikan pada responden sebagai anggota sampel

tidak dibatasi tingkatannya


b. Besar sampel penelitian
Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin

sebagai berikut:

N
n=
1+ [ N x ( e )2 ]
315
n=
1+[315 x ( 0,05 )2 ]

315
n=
1+[315 x 0,0025]

315
n=
1,787

n=176 ,2

Dimana:

n= jumlah elemen / anggota sampel

N= jumlah elemen / anggota populasi

e= error level (tingkat kesalahan)

Berdasarkan perhitungan rumus diatas jumlah sampel minimal

yang dibutuhkan adalah 177 responden. Dengan ini peneliti melakukan

finite population (populasi terbatas), dimana finite population ini

dilakukan jika populasi mempunyai sumber data yang jelas batasannya

sehingga dapat dihitung jumlahnya.

Perhitungan finite population dengan menggunakan rumus berikut:

N
n' =n x
N +n−1

315
n' =177 x
315+177−1

315
n' =177 x
491
'
n =113,5

Dimana:

n= besar sampel
N= jumlah total populasi sebanyak 177

n’= besarnya sampel setelah dikoreksi

Maka berdasarkan rumus diatas jumlah sampel minimal yang

dibutuhkan sebanyak 114 responden.

c. Cara pengambilan sampel


Teknik pengambilan sampel menggunakan metode simple

random sampling, yaitu sampel yang dipilih secara acak oleh peneliti

dengan metode komputasi melalui Microsoft Excel untuk dapat

memberikan data informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.


D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura.

2. Waktu penelitian

Penelitian direncanakan akan dilakukan pada sekitar bulan agustus.

E. Kerangka Operasional Penelitian


Pengajuan persetujuan penelitian
pada pihak terkait

Mendapat persetujuan dari pihak


terkait

Kelokasi penelitian dan


membagikan kuesioner terhadap
santriwan dan santriwati
dikumpulkan dalam sebuah
ruangan

Mengumpulkan data kuesioner


yang sudah dijawab dan
pengecekan

Mengelola data

Analisis data
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian
F. Variable Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel dependen
Penyakit kulit.
b. Variabel independen
Personal hygiene (kebersihan kulit, kebersihan kaki, tangan dan kuku,

rambut, mulut, mata, telinga dan gigi).

2. Definisi operasional
Table 4.1 variabel, cara pengukuran dan definisi operasional.

Variabel Definisi Cara Kategori Skala

Operasional Pengukuran Pengukuran Data


Penyakit Keluhan yang Wawancara dan 0= tidak Nominal

kulit dirasakan berupa observasi serta mengalami

rasa gatal-gatal, konsultasi penyakit kulit


muncul bitnik- dengan dokter 1= mengalami

bintik pembimbing penyakit kulit

merah/timbul dokter spesialis

ruam-ruam pada kulit

permukaan tubuh
Personal Suatu tindakan Kuesioner 1. Kebersihan Ordinal

hygiene yang dilakukan dengan kulit:


a. Baik (9)
untuk menjaga penilaian: b. Cukup (4-5)
c. Kurang (0)
dan Jika yang benar 2. Kebersihan

membersihkan maka memiliki kuku, kaki,

diri dengan benar skor 1 dan jika dan tangan:


a. Baik (5)
dan rutin meliputi salah memiliki b. Cukup (2-3)
c. Kurang (0)
kebersihan kulit, skor 0. 3. Kebersihan

kebersihan kaki, Kemudian skor rambut:


a. Baik (4-5)
tangan dan kuku, dari masing- b. Cukup (2-3)
c. Kurang (0-1)
rambut, mulut, masing 4. Kebersihan

mata, telinga dan pertanyaan diri:


a. Baik (16-19)
gigi. tersebut b. Cukup (10-

dijumlah. 15)
c. Kurang (0-9)

G. Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data


1. Instrumen penelitian
a. Kuisioner
b. Alat Tulis Kantor (ATK)
Alat tulis kantor berfungsi sebagai alat untuk mencatat hasil pengukuran

variabel.
c. Kamera
Kamera digunakan sebagai alat untuk mendokumentasikan kegiatan

selama penelitian.

2. Pengumpulan data

Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu informasi yang

diperoleh peneliti sendiri secara langsung dengan menggunakan metode

pengisian kuesioner yang diisi langsung oleh responden serta observasi dan

pemeriksaan fisik pada responden yang dilakukan oleh peneliti.

Adapun langkah-langkah pengumpulan sebagai berikut:

a. Perijinan Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan ethical clearance kepada Komis Etik Penelitian

Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama

Surabaya (UNUSA) dan Pondok Pesantren Al-Hikam, Madura. Setelah

mendapatkan izin dari kedua pihak terkait untuk mengadakan penelitian,

peneliti melakukan identifikasi calon responden/melakukan pendekatan

dengan cara memberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat serta peran

responden dalam penelitian.

b. Peneliti melakukan survei pendahuluan mengenai kasus ke Pondok

Pesantren Al-Hikam, Madura.

c. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengadakan kunjungan

terhadap responden di pondok pesantren Al-Hikam, Madura yang telah

dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel untuk
diberikan penjelasan mengenai cara mengisi kuesioner, kemudian

kuesioner dibagikan untuk diisi oleh responden. Pengisian kuesioner

dilakukan dalam suatu ruangan dengan pengawasan dari peneliti.

d. Bila kuesioner telah diisi, peneliti mengambil kembali kuesioner yang

telah diisi oleh responden

e. Jika pengisian kuesioner tidak lengkap atau ada ketidak jelasan maka

peneliti melakukan pengisian ulang pada responden dengan cara turun ke

lapangan kembali untuk melakukan pengisian kuesioner pada responden.

H. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan data
a. Pemeriksaan data (Editing)
Data yang sudah diperoleh melalui kuesioner disunting apakah lengakp

dan apakah responden dapat menjawab pertanyaan penelitian, serta data

yang didapat dan memebuhi syarat untuk diuji hipotesis. Jika tidak

lengkao, maka peneliti harus turun ke lapangan lagi dan melakukan

pendataan ulang agar datanya lengkap.


b. Penilaian (Scoring)
Merupakan kegiatan menghitung skor atau nilai dari masing-masing

variabel setelah semua jawaban terisi.


c. Pemberian kode (Coding)
Merupakan pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk

dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat peneliti

dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas

pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis. Hal tersebut

dilakukan guna mempermudah peneliti dalam melakukan analisis.

d. Pemasukan data (Data entry)


Pemindahan atau pemasukan (data entry) dari kuesioner ke dalam

computer untuk diproses.


e. Penyusunan data (Tabulating)
Tabulating adalah proses penyusunan data kedalam bentuk table. Pada

tahap ini dianggap bahwa data telah selesai diproses sehingga segera

disusun kedalam suatu pola formal yang dirancang.


f. Pengecekan ulang (Verification)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data

tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut

sudah siap untuk dianalisa.

2. Analisis data
Analisis penelitian ini menggunakan analisis univariate dan bivariate dengan

uji chi square


I. Etika Penelitian
Dalam menjalankan tugas, peneliti hendaknya memegang teguh sikap ilmiah

serta berpegang teguh pada etika penelitian, meskipun ada kemungkinan

penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau membahayakan subjek

penelitian. Hal yang harus dipegang teguh dalam penelitian ini terdapat empat

prinsip yaitu:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia
Peneliti mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian tersebut. Selain itu peneliti

juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi

atau tidak memberikan informasi dalam bentuk formulir persetujuan (inform

concent) (Notoatmodjo, 2010). Subjek harus diperlakukan secara manusiawi.

Subjek mempunyai hak untuk menentukan apakah mereka bersedia menjadi

responden atau tidak, tanpa adanya sanksi apapun. Subjek berhak untuk
mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan. Seorang peneliti harus

memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu

yang terjadi kepada objek (Nursalam, 2013).


2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan induvidu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh

sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas

subjek. Peneliti bisa menggunakan coding untuk mengganti identitas

responden.
3. Keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan
Lingkungan penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip

keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip

keadilann ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh

perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jenis kelamin,

agama, etnis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Perlakuan secara adil

baik sebelum, saat dan sesudah penelitian, tanpa adanya diskriminasi apabila

ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian (Nursalam,

2013).
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada

subjek terlebih jika menggunakan tindakan khusus.


b. Bebas dari eksploitas
Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau

informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal

yang dapat merugikan subjek dalam bentu apapun.


c. Risiko (benefits rasio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang

akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan (Nursalam, 2013).


J. Keterbatasan
Keterbatasan penelitian antara lain:
1. Peneliti menggunakan sampel dari bermacam-macam latar belakang

pendidikan, sehingga kurang menghasilkan data yang lebih homogeny dari

segi pendidikan.
2. Peneliti bukan dokter spesialis kulit, oleh sebab itu untuk mendiagnosa

penyakit kulit pada santri pondok pesantren Al-Hikam, Madura paneliti perlu

melibatkan dokter spesialis kulit untuk menegakkan diagnose pada

responden.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like