You are on page 1of 53

IDENTIFIKASI ZONA MINERALISASI EMAS BERDASARKAN DATA

CONTROLLED SOURCE AUDIO-FREQUENCY MAGNETOTELLURICS


(CSAMT) DENGAN DATA PENDUKUNG INDUCED POLARIZATION (IP)
DI LAPANGAN AU

(Skripsi)

Oleh

KHOLILUR RAHMAN

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
ABSTRACT
IDENTIFICATION OF GOLD MINERALIZATION ZONES BASED ON
CONTROLLED SOURCE AUDIO-FREQUENCY
MAGNETOTELLURICS (CSAMT) DATA WITH INDUCED
POLARIZATION (IP) SUPPORTING DATA IN AU FIELD

By

KHOLILUR RAHMAN

The research has identified the gold mineralization zone in the Northeast of the
Bayah Dome, Pongkor, West Java. This study aims to determine the zone of gold
mineralization and recommendation of drilling points, as well as the continuity of
the gold mineralized zone in the research area based on the geophysical
measurement data. The research was conducted using CSAMT method supported
by data of induced polarization (IP) and local geology of research area. The
dominant rocks in the study area were tuff, breccia and andesite intrusions. The
zone of gold mineralization is divided into two zones, in high resistivity zones
ranging from 500-1000 Ωm at depths of 0-600 meters allegedly associated with
silicified alteration. In medium-high resistivity zones ranging from 300-700 Ωm at
depths of 0-450 meters, it is thought to be the response of breccia rocks that
surround the andesite intrusion in the formation process. With PFE values ranging
from 2.6 to 3.4% which is suspected in the zone has a high metal content. From
these interpretations, it can be seen the continuity of the gold mineralization zone
and the recommendation point of exploration drilling as consideration of gold
mining activities in the research area. The severity of the gold mineralized zone
from all trajectories of Northwest-Southwest trending measurements that cut
through the measurement path as well as in the direction of the vein outcrop.
There are six recommendations of exploration stage exploration points in the gold
mineralized zone, at resistivity ranging from 500-100 Ωm and 400-700 Ωm, as
well as precisely located in the outcrop of vein and surrounding geological
structures.

Keywords: Gold Mineralization, Pongkor, Resistivity, CSAMT, PFE, IP.


ABSTRAK
IDENTIFIKASI ZONA MINERALISASI EMAS BERDASARKAN DATA
CONTROLLED SOURCE AUDIO-FREQUENCY MAGNETOTELLURICS
(CSAMT) DENGAN DATA PENDUKUNG INDUCED POLARIZATION (IP)
DI LAPANGAN AU

Oleh

KHOLILUR RAHMAN

Telah dilakukan penelitian identifikasi zona mineralisasi emas di sebelah Timur


Laut Kubah Bayah, Pongkor, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan zona mineralisasi emas dan rekomendasi titik pengeboran, serta
kemenerusan zona mineralisasi emas di daerah penelitian berdasarkan data
pengukuran geofisika. Penelitian dilakukan menggunakan metode CSAMT yang
didukung oleh data induced polarization (IP) dan geologi lokal daerah penelitian.
Batuan induk yang mendominasi di daerah penelitian adalah batuan tuff, batuan
breksi dan intrusi andesit. Zona mineralisasi emas terbagi menjadi dua zona, pada
zona resistivitas tinggi berkisar 500-1000 Ωm di kedalaman 0 -600 meter yang
diduga berasosiasi dengan alterasi silisifikasi. Pada zona resistivitas sedang-tinggi
berkisar 300-700 Ωm di kedalaman 0-450 meter, diduga merupakan respon dari
batuan breksi yang melingkupi intrusi andesit pada proses pembentukannya.
Dengan nilai PFE berkisar 2,6-3,4 % yang diduga pada zona tersebut memiliki
kandungan logam yang tinggi. Dari interpretasi tersebut, dapat dilihat
kemenerusan zona mineralisasi emas dan rekomendasi titik pengeboran eksplorasi
sebagai pertimbangan kegiatan penambangan emas di daerah penelitian.
Kemenerusan zona mineralisasi emas dari seluruh lintasan pengukuran berarah
Barat Laut-Tenggara yang memotong lintasan pengukuran serta sesuai dengan
arah singkapan vein. Terdapat enam rekomendasi titik pengeboran tahap
eksplorasi di zona mineralisasi emas, pada resistivitas berkisar 500-1000 Ωm dan
400-700 Ωm, serta tepat berada di singkapan vein dan sekitar struktur geologi.

Kata Kunci: Mineralisasi Emas, Pongkor, Resistivitas, CSAMT, PFE, IP.


IDENTIFIKASI ZONA MINERALISASI EMAS BERDASARKAN DATA
CONTROLLED SOURCE AUDIO FREQUENCY MAGNETOTELLURICS
(CSAMT) DENGAN DATA PENDUKUNG INDUCED POLARIZATION (IP)
DI LAPANGAN AU

Oleh
KHOLILUR RAHMAN

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK

Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2017
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28

Maret 1995 dan merupakan anak pertama dari empat

bersaudara. Pasangan Bapak Ansora Hanafi dan Ibu Agiya

Heriani.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Campang Raya

Bandar Lampung pada tahun 2007, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di

SMP Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2010, pendidikan Sekolah Menengah

Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2013.

Pada tahun 2013, penulis melanjutkan studi di perguruan tinggi dan terdaftar

sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geofisika Universitas

Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi

kampus. Penulis terdaftar sebagai Komisi Kedisiplinan di bidang Kaderisasi Hima

TG Bhuwana periode 2013/2014 dan 2014/2015. Lalu sebagai Executive

Committee dari Divisi Course di Society of Exploration Geophysicist (SEG)

Chapter Universitas Lampung periode 2014/2015 sampai dengan periode

2016/2017. Kemudian sebagai Ketua Umum Mahasiswa Teknik Cinta Alam FT

Unila periode 2017/2018.


Pada bulan Juli 2016 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

Way Petay, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Pada bulan

Februari tahun 2016 penulis melaksanakan Keja Praktik (KP) di PT. Geoservices

dengan judul “Akuisisi dan Pengolahan Data Geomagnetik di Lapangan

Cipaku”. Kemudian pada bulan April tahun 2017 penulis melaksanakan Tugas

Akhir (TA) di PT. Aneka Tambang dengan judul “Identifikasi Zona

Mineralisasi Emas Berdasarkan Data Controlled Source Audio-Frequency

Magnetotellurics (CSAMT) dengan Data Pendukung Induced Polarization

(IP) di Lapangan AU”.


PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan atas ridho dari Allah SWT kan ku persembahkan

skripsi ini kepada:

Ibuku Tercinta

Berkat doa dan kebaikan yang senantiasa selalu ibu berikan kepadaku, atas segala

cinta kasih dan sayang yang selalu ibu tunjukkan kepadaku, semuanya akan selalu

ku ingat sampai kapanpun. Hingga saat waktuku telah habis untuk mengingat

segala yang ibu berikan.

Ayahku Terkasih

Terimakasih atas segala usaha dan kerja kerasmu, sehingga segala kebutuhanku

dapat kau penuhi.

Seluruh Keluarga Besar dan Almamater Kebanggaanku

Terimakasih atas segala keharmonisan yang telah mendidikku, sehingga aku

mampu menjadi bagian dari masa depan bangsaku.


MOTTO

“Dan janganlah kamu berputus asa daripada rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus asa daripada rahmat Allah melainkan orang-orang yang kufur.”

(Q.S. Yusuf: 87)

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah

selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan

hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(Q.S. Al-Insyirah: 6-8)

“Barang siapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.”

(Soekarno)

“Spirit Like a Sea, Brave Like a Mountain.”

(Matalam FT Unila)
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan

karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tak lupa shalawat serta salam saya ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Identifikasi Zona Mineralisasi Emas Berdasarkan Data

Controlled Source Audio-Frequency Magnetotellurics (CSAMT) dengan Data

Pendukung Induced Polarization (IP) di Lapangan AU” merupakan hasil dari

Tugas Akhir yang dilaksanakan penulis di PT. Aneka Tambang, Jakarta Selatan.

Penulis menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan dalam beberapa hal dan

segala sesuatu tidak ada yang sempurna, demikian pula dengan skripsi ini masih

terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Untuk itu jika ditemukan kesalahan dalam penulisan skripsi ini, kiranya dapat

memberikan kritik dan saran. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca. Demikianlah kata pengantar yang dapat penulis

sampaikan, apabila ada salah kata saya mohon maaf dan kepada Allah SWT saya

mohon ampun.

Penulis

Kholilur Rahman
SAN WACANA

Selama menjalani tugas akhir dan penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas

dari banyak pihak yang sangat membantu, bukan saja dari segi keilmuan tetapi

juga dari segi pengalaman yang tidak mungkin penulis dapatkan hanya di bangku

kuliah saja. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga

memberikan kelancaran dalam menulis skripsi ini.

2. Kedua orang tuaku tercinta, Ansora Hanafi dan Agiya Heriani yang telah

memberikan doa, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti, pengorbanan

yang kalian lakukan dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih, keringat yang kalian

keluarkan demi menyelesaikan pendidikanku dan demi keberhasilanku. Serta

kakak-kakak dan adikku tersayang, yang telah memberikan dukungan dan

menghibur dikala kejenuhan selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. ahmad Zaenudin, S.Si., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik

Geofisika Universitas Lampung.

4. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T., selaku dosen Pembimbing

Akademik yang selalu memberikan masukan agar lebih baik lagi.

5. Bapak Syamsurijal Rasimeng, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis hingga penyelesaian skripsi ini.


6. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya untuk berdiskusi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Karyanto, S.Si., M.T., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

kritik, masukan dan bimbingan dalam perbaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang telah

mendidik, membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan.

9. Bapak Akbar, Pak Satria dan Pak Agus selaku Pembimbing Lapangan di PT.

Aneka Tambang yang telah bersedia membimbing, memberikan materi dan

masukan selama melaksanakan proses Tugas Akhir.

10. Reza Syaputra, Syafaruddin, Ahmad Nafis dan Harris Lukman, teman

seperjuangan tugas akhir yang selalu menemani baik susah maupun senang.

11. Keluargaku dan sahabat-sahabat seperjuanganku, Teknik Geofisika 2013

yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

12. Secara khusus saya persembahkan tulisan ini kepada Eria Ayu Ningtias, yang

telah menjadi semangat bagi penulis dalam mencapai setiap keberhasilan.

13. Seluruh civitas Jurusan Teknik Geofisika dan semua pihak yang terlibat, yang

tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam

menyelesaikan tugas akhir hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis

Kholilur Rahman
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT .................................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ v

HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ vi

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ix

MOTTO .......................................................................................................... x

KATA PENGANTAR.................................................................................... xi

SANWACANA ............................................................................................... xii

DAFTAR ISI................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
C. Batasan Masalah ................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3

xv
xiv
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Geologi Regional .................................................................................. 4
B. Geologi Lokal Gunung Pongkor ........................................................... 7
C. Alterasi dan Mineralisasi Tambang Emas Gunung Pongkor ................ 9
D. Aplikasi Metode CSAMT dalam Identifikasi Mineralisasi Emas ........ 10
E. Penerapan Metode IP untuk Identifikasi Zona Mineralisasi Emas....... 11

III. TEORI DASAR


A. Metode CSAMT................................................................................... 14
1. Konsep Dasar Metode CSAMT ....................................................... 14
2. Persamaan Maxwell ......................................................................... 16
3. Skin Depth dan Effective Depth Penetration.................................... 18
4. Persamaan Cagniard ........................................................................ 18
5. Inversi Bostick ................................................................................. 19
B. Genesa Zona Mineralisasi Emas Tipe Endapan Epitermal .................. 20

IV. METODOLOGI PENELITIAN


A. Alat dan Bahan...................................................................................... 26
B. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 26
C. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................... 27
D. Prosedur Penelitian ............................................................................... 28
1. Studi Literatur ................................................................................ 28
2. Pengolahan Data CSAMT ............................................................. 28
a. Editing Data ............................................................................... 28
b. Smoothing dan Inversi Data....................................................... 28
c. Gridding Data Penampang 2D CSAMT .................................... 29
3. Analisis dan Interpretasi Terpadu Lintasan Pengukuran ............... 29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Data Pengamatan .................................................................................. 30
B. Pengolahan Data CSAMT..................................................................... 30
C. Pembahasan........................................................................................... 34
1. Geologi Lokal Penelitian .................................................................. 34
2. Zona Mineralisasi Emas Daerah Penelitian ...................................... 37
a. Lintasan L000............................................................................... 37
b. Lintasan L200............................................................................... 40
c. Lintasan L400............................................................................... 43
d. Lintasan L600 .............................................................................. 47
3. Kemenerusan Zona Mineralisasi Emas & Rekomendasi Titik Bor .. 49

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ........................................................................................... 58
B. Saran ..................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Ciri-ciri Sistem Epitermal .................................................................... 21

Tabel 2. Karakteristik Tipe Endapan Emas Epitermal ....................................... 23

xviii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Peta Geologi Kubah Bayah............................................................ 5

Gambar 2. Korelasi Stratigrafi Area Gunung Pongkor dengan Stratigrafi


Area Banteng Selatan..................................................................... 6

Gambar 3. Peta Geologi Area Gunung Pongkor, dari NE ke SW .................. 7

Gambar 4. Skema Cross section A-B Menunjukan Sistem Urat Gunung


Pongkor.......................................................................................... 8

Gambar 5. Lintasan Pengukuran CSAMT....................................................... 10

Gambar 6. Penampang 2D Pengukuran CSAMT ............................................ 11

Gambar 7. Penampang 2D lintasan IP dan CSAMT ....................................... 12

Gambar 8. Penampang 2D Pengukuran IP ...................................................... 13

Gambar 9. Model Konseptual Mineralisasi Emas ........................................... 21

Gambar 10. Distribusi Respon Tahanan Jenis Batuan....................................... 24

Gambar 11. Model Buchanan Epithermal dan Respon Tahanan Jenisnya ....... 25

Gambar 12. Diagram Alir Penelitian ................................................................. 27

Gambar 13. Data Hasil Pengukuran CSAMT ................................................... 31

Gambar 14. Stacking Data di Titik Pengukuran ................................................ 32

Gambar 15. Smoothing Data pada Software MTSoft2D ................................... 32

Gambar 16. Parameter Bostick Inversion .......................................................... 33

Gambar 17. Hasil Pemodelan Inversi dengan Bostick Inversion....................... 34

xvii
xvi
Gambar 18. Peta Geologi Lokal Daerah Penelitian........................................... 35

Gambar 19. Peta Lintasan Pengukuran Geofisika ............................................. 36

Gambar 20. Zona Mineralisasi Emas Lintasan L000 Berdasarkan


Penampang 2D CSAMT ................................................................ 39

Gambar 21. Zona Mineralisasi Emas Lintasan L200 Berdasarkan


Penampang 2D CSAMT dan PFE ................................................. 41

Gambar 22. Zona Mineralisasi Emas Lintasan L200 Berdasarkan


Penampang 2D CSAMT dan Resistivitas IP ................................. 42

Gambar 23. Zona Mineralisasi Emas Lintasan L400 Berdasarkan


Penampang 2D CSAMT dan PFE ................................................. 45

Gambar 24. Zona Mineralisasi Emas Lintasan L400 Berdasarkan


Penampang 2D CSAMT dan Resistivitas IP ................................. 46

Gambar 25. Zona Mineralisasi Emas Lintasan L600 Berdasarkan


Penampang 2D CSAMT ................................................................ 48

Gambar 26. Kemenerusan Zona Mineralisasi Emas pada Kedalaman 100


Meter dari Permukaan.................................................................... 50

Gambar 27. Kemenerusan Zona Mineralisasi Emas pada Kedalaman 200


Meter dari Permukaan.................................................................... 51

Gambar 28. Kemenerusan Zona Mineralisasi Emas pada Kedalaman 300


Meter dari Permukaan.................................................................... 52

Gambar 29. Kemenerusan Zona Mineralisasi Emas pada Kedalaman 400


Meter dari Permukaan.................................................................... 53

Gambar 30. Kemenerusan Zona Mineralisasi Emas pada Kedalaman 500


Meter dari Permukaan.................................................................... 54

Gambar 31. Kemenerusan Zona Mineralisasi Emas pada Kedalaman 600


Meter dari Permukaan.................................................................... 55

Gambar 32. Rekomendasi Titik Bor Eksplorasi Berdasarkan Struktur


Geologi di Daerah Penelitian......................................................... 56

Gambar 33. Rekomendasi Titik Bor Eksplorasi Berdasarkan Singkapan


Vein di Daerah Penelitian .............................................................. 57

xvii
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam

yang melimpah. salah satunya adalah mineral emas yang memiliki nilai

ekonomis tinggi dan menjadi salah satu komoditas utama penghasil devisa

negara yang cukup besar. Dalam pengembangannya, mencari keberadaan

endapan mineral emas diperlukan kajian ilmu yang sangat dalam untuk dapat

menentukan keberadaaan endapan mineral emas, salah satunya adalah

mempelajari ilmu geofisika dan geologi.

Dengan banyaknya sektor industri yang sedang mengembangkan teknologi

dalam bidang eksplorasi mineral untuk dapat mempermudah melokalisasi

zona endapan emas, salah satunya dengan menggunakan metode CSAMT.

Metode CSAMT (Controlled Source Audio Frequency Magnetotellurics)

merupakan salah satu metode geofisika yang dapat diaplikasikan untuk

mencari sumber daya alam seperti mineral, minyak, gas dan panasbumi.

Dengan metode CSAMT dapat dilakukan analisis kemenerusan zona

mineralisasi berdasarkan nilai resistivitas lapisan bawah permukaan dengan

kedalaman hingga 1 Km. Dengan adanya sumber buatan pada pengukuran

CSAMT, maka waktu pengukuran akan lebih cepat dan


2

sinyal yang lebih stabil dibandingkan metode MT ataupun AMT dengan

sumber alaminya.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan zona mineralisasi emas dengan

metode CSAMT dan didukung metode geofisika lain seperti IP (Induced

Polarization). Metode IP dapat memberikan respon terhadap jumlah

kandungan mineral logamnya yang dicerminkan oleh nilai Percent Frequency

Effect (PFE) (Akbar, 2004). Diharapkan dari kedua metode ini dapat

menyelesaikan masalah eksplorasi mineral dalam menentukan zona

mineralisasi khususnya emas.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pemodelan 2D data CSAMT.

2. Menentukan zona mineralisasi emas berdasarkan data CSAMT didukung

data Induced Polarization (IP).

3. Menentukan rekomendasi titik pengeboran dan kemenerusan zona

mineralisasi emas di wilayah penelitian.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah penentuan zona mineralisasi

emas berdasarkan analisis variasi nilai resistivitas di bawah permukaan bumi

pada penampang 2D data CSAMT, yang didukung dengan penampang 2D

data Induced Polarization (IP) pada lintasan L000, L200, L400 dan L600 di

wilayah penelitian.
3

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat dilakukan tahapan eksploitasi tambang

emas di wilayah penelitian berdasarkan hasil eksplorasi geofisika secara

tepat, akurat dan ekonomis. Serta perluasan wilayah eksplorasi berdasarkan

kemenerusan zona mineralisasi emas di wilayah penelitian.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Geologi Regional

Pulau Jawa merupakan bagian dari busur Sunda, yang terdiri dari sabuk

gunung berapi aktif. Formasi ini dibangun di atas batuan vulkanik dan

vulkanik klastik yang lebih tua yang diselingi oleh sedimen Paleogene dan

Neogene dan intrusi oleh massa komposisi plutonik kecil yang serupa dengan

vulkanik. Batuan dasar terdiri dari Melange pada usia Late Cretaceous atau

Paleocene. Tidak ada bukti kerak benua yang lebih tua (Hamilton, 1979).

Subduksi lempeng Samudera Hindia di bawah busur Sunda telah aktif sejak

waktu Eosen (Rangin, dkk., 1990).

Magmatisme yang terkait dengan subduksi ini terjadi dalam dua periode yang

berbeda yaitu pada Eosen Akhir sampai Miosen Awal dan Miosen Akhir

sampai Pliosen (Atmadja, dkk., 1991). Peristiwa vulkanik awal menghasilkan

sesuatu yang disebut Andesit Tua (Bemmelen, 1949), produk vulkanik yang

membentuk busur magmatik, sumbu yang telah bergeser sekitar 60 km ke

Utara (Atmadja, dkk., 1991). Busur ini bertepatan dengan busur vulkanik

dewasa ini. Mineralisasi emas di Jawa umumnya terkait dengan peristiwa

magmatik Neogene menunjukkan mineralisasi Pongkor terbentuk pada 8-9

Ma (Marcoux dan Milesi, 1994).


5

Daerah Gunung Pongkor terletak di sisi Timur Laut Kubah Bayah, dapat

dilihat pada Gambar 1.

Km

Gambar 1. Geologi Kubah Bayah (Dimodifikasi dari Basuki, dkk., 1994)


6

Gambar 2. Korelasi Stratigrafi Area Gunung Pongkor dengan Stratigrafi


Area Banten Selatan (Dimodifikasi dari Basuki, dkk., 1994)

Stratigrafi regional untuk area Kubah Bayah Timur Laut dapat dilihat pada

Gambar 2, yang merupakan hubungan stratigrafi dan korelasi yang mereka

tafsirkan dengan stratigrafi daerah Banten Selatan/Kubah Bayah. Telah

diekstrapolasikan dari urutan yang digambarkan untuk daerah Banten Selatan

di sekitar endapan urat Cirotan dekat Cikotok (Koesoemadinata, 1962). Sabuk

Selatan Paleogene, shales dan batu pasir Formasi Bayah membentuk batuan

dasar daerah tersebut. Ini diliputi oleh vulkanik tengah Oligosen ke Miosen

Awal ‘Andesit Tua’ (sebagian besar vulkanik klastik kasar), dengan batu

gamping dan batu pasir yang menyambung dan batuan vulkanik karbon

Formasi Cimapag. Sabuk Utara Sedimen Miosen Tengah diwakili oleh

Formasi Sarewah dan Formasi Bojongmanik, batu pasir dan batu lumpur.

Batuan intrusif intermediet dilekatkan ke formasi Paleogene dan Miosen

Awal. Akhir Pliosen dan batuan vulkanik klastik muda yang berasal dari

gunung berapi Gunung Kendeng dan Gunung Dahu menyelimuti sebagian


7

besar wilayah prospek, dapat dilihat pada Gambar 1. Produk vulkanik

terbaru dari Gunung Salak tumpang tindih di bagian Timur daerah tersebut.

Ketidakselarasan utama di daerah Kubah Bayah terkait dengan peristiwa

tektonik utama yang terjadi selama Paleogene, Miosen Tengah dan Pliosen

Akhir.

B. Geologi Lokal Gunung Pongkor

Endapan Gunung Pongkor terjadi dalam urutan batuan beku Tersier, yang

terdiri dari breksi tuf, tuf lapilli dan intrusi andesit yang membentuk batas

dengan endapan ekstensif dari breksi vulkanik Kuarter, dapat dilihat pada

Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Peta Geologi Area Gunung Pongkor, dari NE ke SW


(Dimodifikasi dari Basuki, dkk., 1994)
8

Gambar 4. Skema Cross Section A-B Menunjukan Sistem Urat Gunung


Pongkor (Dimodifikasi dari Basuki, dkk., 1994)

Berikut ini adalah batuan induk dalam geologi lokal daerah penelitian:

1. Tuff Breksi

Unit ini berwarna abu-abu kehijauan dan terdiri dari fragmen andesit yang

tertanam dalam matriks tufaan. Secara lokal, nilai breksi sampai tuf lapilli

dan tuf. Lapisan volkanik berisi interkalasi batu lumpur hitam, setebal 15

cm, menunjukkan laminasi bergelombang. Kehadiran foraminifera

menunjukkan bahwa unit tersebut disimpan di lingkungan laut. Unit ini

berkorelasi dengan formasi Andesit Tua pada usia Miosen Awal.

2. Tuff Lapilli

Unit ini terdiri dari tuff lapilli berwarna kecoklatan sampai hijau dengan

interkalasi lokal pada breksi hitam yang tidak disortir dengan baik.

Lingkungan pengendapan subaerial ditunjukkan oleh kehadiran kayu

silikat yang umum. Unit ini berkorelasi dengan formasi Cimapag Miosen

Awal.

3. Andesit

Singkapan intrusi andesit di bagian Timur dan Barat daerah Gunung

Pongkor. Hal ini juga ditemukan di lembah sungai di daerah intervensi.


9

Berdasarkan hal tersebut, intrusi ini berhubungan dengan Formasi Andesit

Tua, Formasi Cimapag dan Formasi Miosen Tengah Bojongmanik. Usia

Miosen Tengah diasumsikan untuk unit Andesit.

4. Breksi

Produk vulkanik milik unit ini ditemukan di bagian Tenggara area peta, di

mana ia membentuk batas lapisan Tersier melalui vulkanik muda. Dengan

ketidakselarasan yang menutupi Formasi Bojongmanik dan Andesit.

Berdasarkan hubungan ini, diasumsikan berusia Plio-Pleistosen.

C. Alterasi dan Mineralisasi Tambang Emas Gunung Pongkor

Pertambangan emas daerah Pongkor dikelola oleh PT. Antam dengan luas

area kuasa pertambangan 6047 Ha, telah memulai kegiatan eksplorasinya

sejak 1979 sampai dengan sekarang dan telah ditemukan 3 vein utama yaitu

Vein Kubangcicau, Vein Ciurug dan Vein Ciguha. Vein kuarsa sebagai

pembawa mineralisasi terperangkap pada Fm. Andesit Tua dan Fm. Cimapag,

Fm. Bojongmanik (Choanji, 2006). Alterasi dan mineralisasi yang terdapat di

tambang emas Gunung Pongkor adalah:

1. Batuan induk breksi dan tuf lapili

2. Alterasi argilik (smectite, illite, pink adularia, kaolinite)

3. Alterasi propilit (chlorit, calcite)

4. Alterasi silisik (Quartz > 40%) – Kubang Cicau

5. Mineralisasi berupa urat kuarsa dengan tekstur umum berupa banded,

colloform, crustiform dan cockade (endapan epithermal). Temperatur

homogenitas dari analisa Fi 103 - 390° C, dengan salinitas 0,78% NaCl.

6. Mineralogi alterasi endapan emas Pongkor adalah low sulphidation.


10

D. Aplikasi Metode CSAMT dalam Identifikasi Mineralisasi Emas

Dalam penelitian Pajrin dan Elbur (2012), pada salah satu lintasan

pengukuran di daerah Pongkor didominasi oleh resistivitas rendah dan

terdapat beberapa anomali dengan resistivitas tinggi. Salah satu lintasan

pengukurannya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lintasan Pengukuran CSAMT (Pajrin dan Elbur, 2012)

Pada beberapa titik pengukuran di semua lintasan terdapat zona resistif yang

berbatasan dengan zona tahanan jenis konduktif secara vertikal. Zona resistif

tersebut kemungkinan berasosiasi dengan alterasi silifikasi yang terbentuk di

sekitar urat (vein), sedangkan zona konduktif yang terdapat di atas zona

resistif kemungkinan berasosiasi dengan alterasi argilik. Distribusi vertikal

tahanan jenis yang bergradual terhadap kedalaman dari rendah ke tinggi

adalah zona target eksplorasi emas, dimana pola tersebut diidentifikasi

sebagai zona mineralisasi emas. Zona konduktif yang menerus terhadap

kedalaman kemungkinan diakibatkan argilik atau clay serta adanya batuan

vulkanik muda yang dominan di Pongkor bagian Utara sebagai batuan

penutup (Pajrin dan Elbur, 2012).


11

Pada daerah yang berbeda dalam penelitian Hidayat (2010), pada lintasan

pengukuran CSAMT dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan bumi

untuk identifikasi zona mineralisasi, dapat dilihat pada Gambar 6. Pada

penampang 2D CSAMT terdapat zona resistivitas tinggi mencapai 1000

Ohm.meter, yang diduga sebagai kemenerusan intrusi andesit. Pada zona

kedua dengan resistivitas di bawah 600 Ohm.meter diduga batuan breksi yang

mengelilingi batuan andesit, hal ini didukung oleh data geologi pada deposit

daerah tersebut terdapat intrusi andesit yang terbentuk bersamaan dengan

breksi. Sementara pada zona ketiga dengan resistivitas di bawah 250

Ohm.meter diduga sebagai mineralisasi kuarsa, hal tersebut didukung oleh

data bor yang menunjukan adanya vein kuarsa.

Gambar 6. Penampang 2D Pengukuran CSAMT (Hidayat, 2010)

E. Penerapan Metode IP untuk Identifikasi Zona Mineralisasi Emas

Dalam mengidentifikasi zona mineralisasi menggunakan metode Induced

Polarization yang menjadi parameter adalah nilai resistivitas dan besarnya

Percent Frequency Effect (PFE). Dalam lintasan pengukuran IP domain


12

frekuensi dan CSAMT pada Muthmainnah (2013), semakin tinggi nilai

Percent Frequency Effect (PFE) menunjukan respon adanya mineral sulfida

di zona tersebut. Salah satu lintasan pengukurannya dapat dilihat pada

Gambar 7.

Pada lintasan tersebut memperlihatkan anomali resistivitas rendah <100

Ohm.meter, dengan respon polarisasi > 2% di titik -100 sampai -300, 50-550

dan 950-1100 di kedalaman 100 m. Daerah tersebut diduga memiliki alterasi

silisifikasi yang berasosiasi dengan alterasi argilik (nilai resistivitas < 100

Ohm.meter) di permukaan. Vein yang tersingkap di permukaan di titik -200

sampai -250 dan di titik 250-300. Sesuai dengan yang ditunjukan oleh respon

PFE cukup tinggi di titik tersebut diduga mengandung mineral sulfida.

Gambar 7. Penampang 2D Lintasan IP dan CSAMT (Muthmainnah, 2013)


13

Pada penelitian lainnya, Perdana (2011) menggunakan metode Induced

Polarization (IP) domain frekuensi sebagai data pendukung dalam

identifikasi zona mineralisasi emas, dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Penampang 2D Pengukuran IP (Perdana, 2011)

Anomali resistivitas sedang menuju tinggi terlihat pada bagian bawah

kedalaman kurang lebih 100 m, hampir menyeluruh pada penampang

resistivity berkisar antara 250-350 Ohm.meter. Jika dikorelasikan dengan

respon IP, pada titik 19100-19200 terlihat nilai PFE sedang > 2% dan pada

titik 19500-19600 respon IP sedang menuju tinggi > 3%, hal tersebut

merupakan indikasi adanya zona alterasi propilit. Dugaan tersebut diperkuat

oleh respon magnetik dan data geologi lokal, dimana untuk respon magnetik

pada titik 19100-19200 dan 19500-19600 menunjukan adanya pola undulasi

magnetik yang merupakan struktur, serta dari data geologi permukaan

menunjukan pada titik tersebut terdapat struktur yang diduga kuat terisi

larutan hydrothermal dan berisi mineral (Perdana, 2011).


17

III. TEORI DASAR

A. Metode Controlled Source Audio-frequency Magnetotellurics (CSAMT)

1. Konsep Dasar Metode CSAMT

CSAMT adalah salah satu metode geofisika sounding dengan frequency-

domain elektromagnetik yang menggunakan dipol listrik atau loop

horizontal sebagai sumber sinyal buatan. Metode CSAMT pada dasarnya

sama dengan metode Natural-Source Magnetotellurics (MT) dan metode

Audio-Frequency Magnetotellurics (AMT). Perbedaan yang mendasar

dari metode ini adalah penggunaan sumber buatan pada CSAMT yang

diletakkan pada jarak tertentu.

Sumber ini menghasilkan sinyal stabil, yang menghasilkan keakuratan

lebih tinggi serta biaya eksplorasi yang lebih ekonomis jika dibandingkan

dengan menggunakan sumber alami pada panjang gelombang yang sama.

Akan tetapi CSAMT juga memiliki interpretasi yang kompleks dengan

adanya efek sumber dan batasan-batasan yang dimiliki oleh alat survei

saat di lapangan pengukuran. Pada beberapa lapangan pengukuran,

permasalahan ini bukan merupakan masalah serius dan metode ini juga

terbukti dapat memetakan kerak bumi pada kedalaman 2 hingga 3 Km

(Zonge dan Hughes, 1991).


15

Secara umum pada metode elektromagnetik, gelombang yang berasal

dari sumber, jika sampai ke permukaan maka sebagian ada yang

dipantulkan dan sebagian lagi ditransmisikan. Sedangkan gelombang

yang ditransmisikan, jika mengenai anomali (bahan konduktif) akan

menimbulkan medan elektromagnetik sekunder dan medan ini yang

kemudian dicatat oleh receiver. Karena ada sebagian gelombang yang

dipantulkan, maka medan yang tercatat pada receiver adalah medan

totalnya, yaitu medan primer yang berasal dari sumber dan medan

sekunder yang berasal dari induksi oleh anomali. Namun untuk kasus

CSAMT efek medan primer tidak tercatat, karena sumber gelombangnya

langsung diinjeksikan ke dalam bumi (Anderson, 1999).

Prinsip dasarnya adalah medan elektromagnetik primer akan dipancarkan

keseluruh arah oleh dipol listrik yang diinjeksikan ke bawah permukaan.

Pada saat medan elektromagnetik primer mencapai permukaan bumi di

daerah lain, maka medan elektromagnetik akan menginduksi arus pada

lapisan-lapisan bumi yang dianggap konduktor. Arus tersebut disebut

sebagai arus telluric atau arus eddy.

Adanya arus telluric pada lapisan-lapisan bumi ini akan menyebabkan

timbulnya medan elektromagnetik sekunder yang kemudian akan

dipancarkan kembali ke seluruh arah sampai di permukaan bumi. Dalam

pengukuran medan sekunder inilah yang akan dicatat oleh receiver untuk

memperoleh informasi tentang pengukuran lapisan di bawah permukaan

bumi yang diukur. Setiap lapisan mempunyai harga konduktivitas yang


16

berbeda-beda, sehingga medan elektromagnetik sekunder yang dihasilkan

juga akan berbeda-beda bergantung pada jenis lapisannya (Anderson,

1999).

2. Persamaan Maxwell

Dasar teori dari metode CSAMT adalah persamaan Maxwell, yang

merupakan persamaan umum yang dapat mendeskripsikan sifat

gelombang elektromagnetik (Zonge dan Hughes, 1991). Terdapat empat

parameter dalam gelombang elektromagnetik, yaitu:

E = Medan Listrik (V/m)

D = Perpindahan Listrik (C/m2)

B = Fluks/Induksi Magnetik (A/m)

H = Medan Magnet (Wb/m2)

Sedangkan persamaan Maxwell terdiri atas empat persamaan, khusus

pada ruang vakum dan berlaku juga pada medium udara (Zonge dan

Hughes, 1991), keempat persamaan tersebut yaitu:


⃑ = ⃑+ ........................................................................................(1)


⃑=− ...........................................................................................(2)

. = .................................................................................................(3)

. = 0 .................................................................................................(4)

Dimana:

(1): Hukum Ampere

(2): Hukum Faraday


17

(3): Hukum Coulomb

(4): Hukum Kekontinuan Fluks

Hukum Faraday menyatakan bahwa perubahan medan magnet terhadap

waktu menginduksi adanya medan listrik. Begitu pula yang terjadi pada

Hukum Ampere, bahwa medan magnet tidak hanya terjadi karena adanya

sumber berupa arus listrik, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh medan

listrik yang berubah terhadap waktu sehingga menginduksi adanya

medan magnet. Hukum Coulomb menyatakan bahwa medan listrik

disebabkan oleh adanya muatan listrik sebagai sumbernya.

Sedangkan Hukum Kekontinuan Fluks menyatakan bahwa tidak ada

medan magnet monopol. Besarnya nilai medan listrik dan medan magnet

induksi bergantung pada nilai intrinsik batuan berupa ε (permitivitas), µ

(permeabilitas) dan σ (konduktivitas) yang dihubungkan dengan

persamaan (5) hingga persamaan (Hukum Ohm) (7):

⃑= ⃑ ...................................................................................................(5)

⃑= ⃑ .................................................................................................(6)

⃑= ⃑ ...................................................................................................(7)

Persamaan (5) menyatakan bahwa besarnya rapat fluks medan listrik

tergantung pada permitivitas bahan dielektrik yang diinduksi dan

besarnya medan listrik yang menginduksi. Persamaan (6) juga

menyatakan bahwa besarnya fluks medan magnet tergantung pada

permeabilitas bahan dielektrik yang diinduksi serta besarnya medan

magnet yang menginduksi. Persamaan (7), yang merupakan Hukum


18

Ohm, menyatakan bahwa rapat arus listrik bergantung pada nilai

konduktivitas bahan yang terinduksi oleh besarnya medan listrik

(Vanderlinde, 2004).

3. Skin Depth dan Effective Depth Penetratton

Medan elektromagnetik akan teratenuasi ketika melewati lapisan

konduktif, jarak maksimum yang dapat dicapai oleh medan

elektromagnetik saat menembus lapisan konduktif ini dinamakan skin

depth (δ). Nilai skin depth dipengaruhi oleh resistivitas bahan dan

frekuensi yang digunakan (Zonge dan Hughes, 1991).

= 503 ............................................................................................(8)

ρ : resistivity dalam ohm-m

f : frekuensi dalam Hz

Effective Depth Penetration (D) adalah kedalaman yang dapat dicapai

saat dilakukan survei CSAMT. Nilai D ini dapat ditulis sesuai dengan

persamaan (9) (Zonge dan Hughes, 1991).

= 356 ..........................................................................................(9)

4. Persamaan Cagniard

Pada pengukuran dengan menggunakan metode CSAMT, data yang

didapat pada pengukuran adalah berupa medan listrik dan medan magnet.

Sedangkan yang ingin dicari adalah memetakan nilai resistivitas di

bawah permukaan, oleh sebab itu data yang didapat dari lapangan yang
19

berupa medan listrik dan medan magnet haruslah diubah terlebih dahulu

menjadi nilai resistivitas yang ingin dipetakan. Untuk mendapatkan nilai

resistivitas batuan di bawah permukaan tersebut, kita dapat menggunakan

persamaan yang biasa disebut dengan persamaan Cagniard Resistivity

yang ditunjukkan pada persamaan (10) (Zonge dan Hughes, 1991):

= ......................................................................................... (10)

5. Inversi Bostick

Presentasi baru untuk data magnetotellurik diusulkan untuk digunakan

bersamaan dengan representasi tradisional. Hal ini mudah dihitung

dengan menerapkan transformasi Bostick ke semua titik data lapangan.

Hasilnya adalah diagram kedalaman vs resistivitas perkiraan yang berisi

indikasi kualitas data serta homogenitas lapisan bawah permukaan.

Bagian resistivitas ini harus digunakan dalam interpretasi survei dimana

akurasi tidak menjadi perhatian utama. Karena cara penyajian ini mudah

dipahami, bisa digunakan untuk membiasakan ilmuwan bumi dengan

menggunakan metode MT dalam eksplorasi.

Metode MT tidak banyak digunakan dalam eksplorasi meskipun

perbaikan peralatan lapangan dan prosedur selama beberapa tahun

terakhir telah memastikan pengumpulan data berkualitas baik.

Kurangnya penggunaan metoda MT secara luas sebagian disebabkan

oleh fakta bahwa datanya hanya dipahami oleh pakar EM. Bentuk

presentasi sederhana untuk data MT di kedalaman domain yang mudah


20

diterapkan. Bentuk presentasi ini dapat membantu dalam membiasakan

ilmuwan bumi dengan hasil survei MT. Ini mungkin juga berguna dalam

analisis survei identifikasi dimana resistivitas dan kedalaman yang tepat

kurang diperhatikan.

Bentuk baru didasarkan pada transformasi langsung dari data resistivitas

semu dan fasa terhadap frekuensi menjadi resistivitas sebenarnya

terhadap kedalaman. Secara khusus, transformasi ini didasarkan pada

ungkapan asimtotik sederhana yang diperkenalkan oleh Bostick (1977):

( )= ( ) − 1 .......................................................................(11)

/
=( ( )/ ) ............................................................................(12)

Dimana D adalah kedalaman, ρ(D) adalah resistivitas pada kedalaman D,

dan ω adalah frekuensi, ρa(ω) adalah resistivitas nyata pada frekuensi ω,

µ adalah permeabilitas magnetik, dan Ø adalah fasa.

Dengan persamaan (11) dan (12), perhitungan resistivitas dan kedalaman

dapat dengan mudah ditentukan.

B. Genesa Zona Mineralisasi Emas Tipe Endapan Epitermal

Endapan hidrotermal dibagi menjadi tiga jenis, berdasarkan temperatur,

tekanan dan kondisi geologi pada saat pembentukannya, yaitu endapan

hipotermal, endapan mesotermal dan endapan epitermal (Lindgren, 1922).

Endapan epitermal merupakan endapan metalliferous yang terbentuk di dekat

permukaan oleh fluida termal yang bergerak naik dan berhubungan dengan

batuan beku. Endapan ini terletak paling jauh dari tubuh intrusi, dengan
21

temperatur pembentukkan antara 50o - 200oC dan dicirikan oleh endapan tipe

pengisian rongga (cavity filling) terutama dalam bentuk fissure vein. Struktur

yang dijumpai pada endapan ini berupa struktur open cavity, pengisian

(filling) dan crustification. Kenampakkan urat berupa splitting, chambering

dan breksiasi (Maghfiroh, 2009).

Gambar 9. Model Konseptual Mineralisasi Emas (Corbett, 2013)

Endapan epitermal umumnya terbentuk pada batuan induk berupa batuan-

batuan vulkanik, antara lain batuan piroklastik subaerial dan batuan sedimen

vulkanik yang umurnya relatif sama. Adapun ciri-ciri endapan epitermal

secara umum dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1. Ciri-ciri Sistem Epitermal (White dan Hedenquist, 1995)


Kedalaman Permukaan sampai 1000 meter

Temperatur pembentukkan 50o – 300oC (biasanya 170o – 250oC).


22

Meteorik, meskipun beberapa


Asal fluida komponen dapat berasal dari
magmatik.

Urat tipis sampai yang besar,


Bentuk endapan
stockwork, sebaran, penggantian.

Open space filtering, crustification,


Tekstur bijih colloform banding, struktur comb,
breksiasi.

Au, Ag, (As, Sb), Hg, [Te, Tl, Ba, U],


Unsur bijih
(Pb, Zn, Cu).

Silifikasi, argilisasi lanjutan,


Alterasi montmorillonit/illit, adularia,
propilitisasi.

Kuarsa kalsedonik berbutir halus,


Kenampakan umum kuarsa pseudomorf setelah kalsit,
breksiasi akibat hydraulic fracturing.

Sistem epitermal dibagi menjadi dua yang dibedakan berdasarkan sifat kimia

fluidanya yaitu sulfida rendah dan sulfida tinggi (White dan Hedenquist,

1995). Pembagian tersebut juga dapat berdasarkan alterasi dan mineraloginya

sehingga kadang-kadang dua tipe ini disebut sebagai tipe acid sulphate untuk

sulfida tinggi dan adularia sericite untuk sulfida rendah. Sistem sulfida

rendah dapat ditunjukkan oleh perbandingan emas dan perak yang tinggi.

Adularia merupakan mineral yang khas hasil alterasi yang hanya dijumpai

pada tipe sulfida rendah. Batuan dinding yang dijumpai pada tipe ini

umumnya berupa batuan kal-alkali atau andesit kal-alkali kalsik, riolit, dasit

dan riodasit. Sedangkan sistem epitermal sulfida tinggi dicirikan oleh


23

kelompok mineral luzonit-enargit, dengan tipe alterasi argilik. Karakteristik

kedua endapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Tipe Endapan Emas Epitermal (White dan


Hedenquist, 1991).
Sulfida Rendah Sulfida Tinggi

Volkanik subaerial asam


Volkanik subaerial asam
Batuan induk intermediet, dan semua
intermediet dan semua tipe
(Host rock) tipe batuan alas
batuan alas (basement rock).
(basement rock).

Zona sesar atau rekahan


Kontrol secara Sesar regional mayor atau
terutama yang dekat
lokal intrusi subvolkanik.
dengan pusat volkanik.

Kedalaman dan 0-1.000 m, 100o–320oC


temperatur (sebagian besar 150o– 500–2.000 m, 100o–320oC.
pembentukkan 250oC).

Salinitas rendah, air Salinitas rendah (beberapa


meteoric interaksi tinggi), sumber fluida
dengan fluida magmatik magmatik bercampur
yang mungkin terjadi, pH dengan air meteoric pH
Sifat fluida bijih
hamper netral, reduksi, asam dan HCL magmatik
kandungan total S Oksidasi kandungan total S
rendah, logam dasar tinggi, logam dasar dapat
rendah (Pb, Zn). tinggi (Cu).

Alterasi propilitik yang Alterasi propilitik yang luas


luas di sekitarnya dengan di sekitarnya dengan rasio
rasio air banding batuan air banding batuan rendah,
rendah, mika putih endapan yang dalam
dengan rasio air banding memiliki alterasi profilit
batuan tinggi, alterasi mika putih yang kuat,
Alterasi
langsung menjadi endapan yang dangkal
dominan dengan memiliki inti silika massif,
penurunan temperatur. dengan bagian tepi alunit
Boiled of gases dapat dan kaolinit, endapan dekat
menghasilkan alterasi permukaan dapat memiliki
argilik dan argilik lanjut. alterasi lempung.
24

Dicirikan dengan
Khas berupa disseminated,
pengisian rongga dan
baik pada mika putih-
ruang kosong, pengisian
pirofilit maupun silika
urat berlapis khas,
massif. Pengisian rongga
Sifat biasanya dengan
dan ruang kosong jarang
mineralisasi breksiasi multi tahap.
dijumpai. Mineralisasi
Dekat permukaan dapat
biasanya berasosiasi dengan
berupa stockwork atau
alterasi argilik lanjut, dan
disseminated, tergantung
pirit sangat melimpah.
sifat permeabilitas.

Crustification banding,
comb, colioform
Silika vuggy (kuarsa
Karakteristik banding, banded kuarsa-
berbutir halus), silika massif
tekstur kalsedoni, drusy cavities,
(kuarsa berbutir halus).
vugs, vein breccias, silika
psedomorph.

Pada penelitian ini, model mineralisasi yang menjadi acuan adalah model

Buchanan Epithermal. Dengan terfokus pada dominasi mineral kuarsa, sesuai

dengan adanya alterasi silisifikasi dengan kandungan kuarsa > 40% pada vein

Kubang Cicau (Choanji, 2006). Dapat kita lihat pada Gambar 10 dan

Gambar 11.

Gambar 10. Distribusi Respon Tahanan Jenis Batuan (Abimanyu, 2011)


Gambar 11. Model Buchanan Epithermal dan Respon Tahanan Jenisnya (Williams, 1997)
25
28

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Seperangkat Komputer

2. Alat Tulis

3. Golden Software Surfer 12

4. Software CMT-PRO

5. Software MTSOFT2D

6. Microsoft Excel v. 2007

7. Microsoft Word v. 2007

8. Data Geologi Lokal dan Lintasan Daerah Penelitian

9. Data CSAMT (.CMT) Apparent Resistivity vs Frequency

10. Penampang 2D data Induced Polarization (IP)

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dan tempat penelitian ini adalah:

Waktu : 03 April – 12 Mei 2017

Tempat : Unit Geomin, PT. ANTAM (Persero) Tbk. Tanjung Barat,

Lingkar Selatan, Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia.


26

C. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12:

Mulai

Studi Literatur

Data CSAMT
App. Resistivuty vs
Frequency
Penampang 2D
Data Induced
Polarization (IP)
Editing Data dengan Metode
Cubic Spline

Smoothing dan Inversi Data


dengan Metode Bostick
Peta Geologi
Inversion
Lokal

Gridding Data Peta


Penampang 2D

Analisis Tiap Lintasan dan Analisis dan


Pola Kemenerusan Target Interpretasi Terpadu

Peta Penampang 2D Zona


Mineralisasi Emas, Struktur Geologi,
Rekomendasi Titik Bor dan
Kemenerusan Zona Mineralisasi

Selesai

Gambar 12. Diagram Alir Penelitian


27

D. Prosedur Penelitian

1. Studi Literatur

Pada tahap studi literatur, penulis mempelajari konsep dari Metode

Geofisika yang digunakan dalam eksplorasi mineral emas. Kemudian,

mempelajari genesa dan sistem terbentuknya mineralisasi emas di daerah

penelitian, berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya. Serta kondisi geologi yang menjadi salah satu parameter

penting dalam mengidentifikasi zona mineralisasi emas terhadap respon

pengukuran data geofisika di lapangan.

2. Pengolahan Data CSAMT

a. Editing Data

Tahap editing data dilakukan menggunakan software CMT-PRO.

Tahapan ini dilakukan untuk memilih data pengukuran di lapangan

yang baik dan dapat digunakan sebagai sinyal respon target

pengukuran, sehingga data yang akan digunakan pada tahapan

selanjutnya telah tereduksi dari gangguan (noise) berupa

penyimpangan data pada setiap titik sounding.

b. Smoothing dan Inversi Data

Tahapan ini dilakukan menggunakan software MTSOFT2D version

2.2. Prinsip smoothing yaitu melakukan penekanan pada komponen

frekuensi tinggi dan meloloskan komponen frekuensi rendah. Pada

tahapan ini dilakukan pula spatial filtering (koreksi efek statik). Data
28

hasil pengukuran di lapangan dapat terdistorsi akibat heterogenitas

lokal dekat permukaan dan pengaruh topografi yang dikenal sebagai

efek statik. Sehingga perlu dilakukan koreksi efek statik untuk

menghindari terjadinya kesalahan dalam interpretasi dan pemodelan

data. Kemudian dilakukan inversi data untuk mendapatkan fungsi

terhadap kedalaman dan diperolehnya data penampang 2D CSAMT,

sehingga dapat melokalisasi target yang dicari.

c. Gridding Data Peta Penampang 2D CSAMT

Gridding data peta 2D CSAMT dilakukan menggunakan software

Surfer 12. Tahapan ini dilakukan pembuatan peta penampang 2D

yang akan digunakan dalam interpretasi dan analisis terhadap target

eksplorasi berdasarkan nilai resistivitas bawah permukaan.

3. Analisis dan Interpretasi Terpadu Setiap Lintasan Pengukuran

Pada tahapan ini dilakukan interpretasi dan analisis data CSAMT dan

Induced Polarization (IP) pada setiap lintasan pengukuran terhadap

kondisi geologi di lapangan. Interpretasi yang dilakukan akan

menentukan zona mineralisasi emas, zona alterasi batuan, struktur

geologi, kemenerusan zona mineralisasi emas dan rekomendasi titik bor

di lapangan.
48

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada penampang 2D CSAMT, zona mineralisasi mineral emas terfokus di

zona dengan nilai resistivitas tinggi, yang diduga sebagai respon dari

intrusi batuan andesit dan mineralisasi emas yang berasosiasi dengan

alterasi silisifikasi.

2. Zona mineralisasi emas terbagi menjadi dua, yaitu zona resistivitas tinggi

dan rendah. Pada zona resistivitas tinggi berkisar 500-1000 Ωm di

kedalaman 0-600 meter. Didukung adanya struktur geologi dan singkapan

vein di permukaan. Pada zona resistivitas sedang-tinggi berkisar 300-700

Ωm di kedalaman 0-450 meter, dengan nilai PFE berkisar 2,6-3,4 %.

3. Kemenerusan zona mineralisasi emas dari seluruh lintasan pengukuran

berarah Barat Laut-Tenggara yang memotong lintasan pengukuran serta

sesuai dengan arah singkapan vein.

4. Setiap lintasan pengukuran terdapat lebih dari dua rekomendasi titik

pengeboran di zona mineralisasi emas, pada resistivitas berkisar 500-100

Ωm dan 300-700 Ωm, serta tepat berada di singkapan vein dan sekitar

struktur geologi.
60

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan pengukuran Induced Polarization (IP) di seluruh zona

potensial yang belum terukur, serta pengukuran geomagnetik untuk

memetakan arah trend urat emas dan struktur geologi.

2. Diperlukan data geologi berupa jurus (strike) dan kemiringan (dip) dari

singkapan urat di permukaan, dalam penentuan titik dan kemiringan

pengeboran.
52

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, P. 2011. Aplikasi Metode Control Source Audio Magnetotellurics


(CSAMT) Untuk Eksplorasi Emas Kasus Epithermal Deposit. Institut
Teknologi Bandung. Bandung. Tidak Diterbitkan.

Anderson, E. 1999. Magnetotellurics for Geothermal Exploration. Geothermal


Institute Diploma in Geothermal Technology. Hlm 1-4.

Atmadja, R.S., Maury, R.C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polue, M. dan Priadi,
B. 1991. The Tertiary magmatic belts in Java. In: Utomo, E.P., Santoso,
H. dan Supoheluwaken, J. (Editors), Dynamics of Subduction and its
Products, Research and Development Center for Geotechnology,
Indonesian Institute of Sciences. Barduny. Hlm 99-119.

Basuki, A., Sumanagara, D.A. dan Sinambela, D. 1994. The Gunung Pongkor
gold-silver deposit, West Java, Indonesia. In: Leeuwen, T.M.V.,
Hedenquist, J.W., James, L.W. dan Dow, J.A.S. (Editors). Indonesian
Mineral Deposits-Discoveries of the Past 25 Years. Journal of
Geochemical Exploration. Hlm 371-391.

Bemmelen, R.W.V. 1949. The Geology of Indonesia. Government Printing Office,


The Hague. Volume 3.

Bostick, F.X. 1997. A Simple and Almost Exact Method of MT Analysis.


Workshop on Electrical Methods in Geothermal Exploration. Snowbird.
Utah.

Choanji, T. 2006. Laporan Kuliah Lapangan Eksplorasi Tambang Emas Gunung


Pongkor PT. ANTAM, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Universitas Padjajaran. Jatinangor. Tidak
Diterbitkan.

Corbett, G. 2013. World Gold: Pacific Rim Epithermal Au-Ag. World Gold
Conference, Brisbane 26-27 September 2013. Australasian Institute of
Mining and Metallurgy. No. 9/2013. Hlm 5-13.
63

Hamilton, W. 1979. Tectonics of the Indonesian Region. U.S. Geol. Surv. Prof.
Paper 1078. Hlm 345.

Hidayat, R. 2010. Perbandingan Inversi 2-Dimensi Data CSAMT untuk


Mendeteksi Keberadaan Mineralisasi Emas si Daerah ‘R’. Universitas
Indonesia. Depok. Tidak Diterbitkan.

Koesoemadinata, R.P. 1962. Report on Preliminary Detailed Geologic Mapping


in The Vicinity of Cirotan Vein. Unpubl. Report.

Leach, T. M. dan Corbett, G. J. 1995. Characteristics of Low Sulphidation Gold-


Copper System in The Southwest Pacific, in Pacific Rim Conggress 95, 19-
22 November 1955. Auckland, New Zealand. The Australian Institute of
Mining and Metallurgy.

Lindgren, W. 1922. A Suggestion for The Terminology of Certain Mineral


Deposits. Economic Geology. Volume 17.

Maghfiroh, D. 2009. Pemodelan Data CSAMT 3D Pada Eksplorasi Deposit Emas


di Daerah “X”. Universitas Indonesia. Depok. Tidak Diterbitkan.

Marcoux, E. dan Milesi, J. P. 1994. Epithermal gold deposits in West Java,


Indonesia: geology, age and crustal source. In: Leeuwen, T.M.V.,
Hedenquist, J.W., James, L.W. dan Dow, J.A.S. (Editors). Indonesian
Mineral Deposits-Discoveries of the Past 25 Years. Journal of
Geochemical Exploration. Hlm 393-408.

Muthmainnah, S., Lantu dan Syamsuddin. 2013. Identifikasi Zona Mineralisasi


Sulfida Menggunakan Metode Induced Polarization (IP) dan Metode
Controlled Source Audio-Frequency Magnetotelluric (CSAMT).
Universitas Hasanudin. Makassar. Tidak Diterbitkan.

Pajrin, A.P. dan Elbur, E. 2012. Pemetaan Potensi Kemenrusan Struktur dan
Mineralisasi di Daerha Pongkor Bagian Utara Menggunakan Metode
Controlled Source Audio-Frequency Magnetotelluric (CSAMT).
Proceedings PIT HAGI 2012. Palembang.

Palupi, A. dan Daud, Y. 2013. Menentukan Zona Mineralisasi Emas


Menggunakan Metode Controlled Source Audio-Frequency
Magnetotelluric (CSAMT) di Daerah ‘X’. Universitas Indonesia. Depok.
Tidak Diterbitkan.

Perdana, A.W. 2011. Metode Controlled Source Audio-Frequency


Magnetotelluric (CSAMT) untuk Eksplorasi Mineral Emas Daerah ‘A’
dengan Data Pendukung Magnetik dan Geolistrik. Universitas Indonesia.
Depok. Tidak Diterbitkan.
64

Rangin, C., Jolivet, L. dan Pubellier, M. 1990. A simple model for the tectonic
evolution of Southeast Asia and the Indonesian region for the past. Bull.
Soc. Geol. France. Hlm 889-905.

Reynolds, J.M. 1997. An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics.


John Wiley dan Sons. Inggris.

Telford, W.M., Geldart, L. P. dan Sheriff, R. E. 1990. Apllied Geophysics Second


Edition. Australia dan New York: Cambridge University Press. USA.

Vanderlinde, J. 2004. Classical Electromagnetic Theory Second Edition. Kluwer


Academic Publisher.

White, N.C. dan Hedenquist, J. W. 1990. Epithermal environments and styles of


mineralization: variations and their causes, and guidelines for exploration.
Journal of Geochemical Exploration. Hlm 445-474.

White, N.C. dan Hedenquist, J.W. 1995. Epithermal gold deposits: Styles,
characteristics and exploration. SEG Newsletter. Volume 23.

Williams, P.K. 1997. Towards a Multidisciplinary Integrated Exploration Process


for Gold Discovery. Proc. of Exploration 97. Hlm 1015-1028.

Zonge, K.L. dan Hughes, L.J. 1991. Controlled Source Audio-frequency


Magnetotellurics. Place.

You might also like