You are on page 1of 53

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pra Bedah


2.1.1 Pengertian Asuhan Keperawatan Pra Bedah
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh
(Smeltzer and Bare, 2002).
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani
operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien
dipindahkan kemeja operasi ( Smeltzer and Bare, 2002 ).
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang
dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk
terapi yang dilakukan perawat berdasarkan diagnosis keperawatan,
pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan
melakukan fungsi penting sehari – hari untuk klien yang tidak dapat
melakukannya ( Mc. Closkey dan Bulechek 1992 ) yang dikutip
Barbara J. G ( 2008 ).
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang
dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk
dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin
keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan
penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena
kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan
persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.Kesalahan yang
dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan
kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang
berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu
kesembuhan pasien secara paripurna ( Rothrock, 1999 ). Pengakajian
secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi

8
2.2 Persiapan Pra Bedah
Pada umumnya persiapan pra bedah dapat kita katagorikan menjadi dua
yaitu:
2.2.1 Persiapan Pasien Jangka Panjang
Persiapan yang sebaiknya dilakukan lebih dari satu hari sebelum
dilakukan pembedahan. Persiapan yang lebih efektif dan efisien jika
dilakukan pada jauh hari sebelum dilakukan tindakan pembedahan.
Terdapat beberapa hal yang harus disiapkan baik oleh pasien maupun
oleh perawat ruangan dalam persiapan pra bedah. Persiapan ini
meliputi: persiapan administrasi, persiapan fisik, persiapan mental,
persiapan penunjang, persiapan medikal.
1. Persiapan Administrasi
a. Surat Ijin Tindakan (Informed Consent)
Pasien dan keluarga harus menyadari bahwa tindakan medis,
serta operasi sekecil apapun memiliki resiko. Untuk itu setiap
pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib untuk
menuliskan surat pernyataan persetujuan untuk dilakukannya
tindakan medis baik itu pembedahan maupun anastesi.
Meskipun mengandung resiko yang tinggi tetapi seringkali
tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-
satunya pilihan bagi pasien. Tidak semua tindakan operasi
mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi pasien,
seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan
sehat tanpa komplikasi dan resiko apapun segera setelah
mengalami operasi.
b. Formulir Rencana Tindakan (SLIP)
Formulir rencana tindakan merupakan salah satu persyaratan
yang sangat penting untuk kelengkapan administrasi yang harus
di urus oleh pasien ataupun keluarganya karena berkaitan
dengan tindakan yang akan dilakukan dengan pihak yang akan
menjamin tindakan tersebut di setujui untuk dilaksanakan.

9
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pra bedah yang di alami oleh pasien terbagi menjadi
2 tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang
operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap
pasien sebelum operasi antara lain:
a. Status Kesehatan Fisik Secara Umum
Pemeriksaan status kesehatan pasien secara umum perlu
dilakukan sebelum dilakukan pembedahan. Pemeriksaan ini
meliputi: identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap yang meliputi:
status hemodinamik, status kardiovaskular, fungsi ginjal dan
hepatik, status pernafasan, fungsi endokrin, fungsi imunologi
dan lain-lain.
b. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan input dan output. Selain itu, kadar elektrolit serum perlu
diperhatikan dan dipastikan berada dalam rentang normal.
Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135-145
mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l), kadar
kreatinin serum (normal : 0,70- 1,50 mg/dl). Keseimbangan
cairan dan elektrolit erat kaitannya dengan gambaran fungsi
ginjal yang mengatur asam basa dan ekskresi metabolit obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat
dilaksanakan dengan baik, namun jika ginjal mengalami
gangguan maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan
fungsi ginjal, kecuali pada kasus kasus yang mengancam jiwa.
c. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan, mengukur lipat kulit trisep, lingkar lengan atas,
kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan

10
nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi
sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca
operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat
dirumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah
infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis
yang bisa mengakibatkan kematian.
3. Persiapan Mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah penting dalam
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan
merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologi
maupun psikologi. Contoh perubahan fisiologi yang muncul
akibat kecemasan/ketakutan antara lain: pasien dengan riwayat
hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan
meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam
menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan
respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan
takut dan cemas selalu dialami oleh setiap orang dalam
menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat
menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
c. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain
yang mempunyai penyakit yang sama

11
d. Takut menghadapi ruang operasi, peralatan operasi dan petugas
e. Takut meninggal saat dibius/ tidak sadar lagi
f. Takut operasi gagal
Tingkat kecemasan dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan
adalah sebagai berikut :
a. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan persepsi.
b. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif
namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c. Kecemasan berat, sangat mengurangi persepsi seseorang yang
cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan
tidak dapat berpikir tentang hal lain.
d. Tingkat Panik, berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan
terror, karena mengalami kehilangan kendali, orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan.
Cara mengukur kecemasan menurut Hawari (2008) dapat
menggunakan alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton
Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Pengukuran ini dapat
mengukur adalah dengan mengukur derajat kecemasan
seseorang (ringan, berat, atau berat sekali). Alat ukur ini terdiri
dari 14 kelompok gejala yang masing masing kelompok dirinci
lagi dengan gejala gejala yang lebih spesifik. Masing-masing
kelompok gejala diberi penilaian nilai antara 0-4, yang artinya
nilai 0 berarti tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2
gejala sedang, nilai 3 gejala berat, nilai 4 gejala berat sekali.
Masing-masing nilai dari ke 14 kelompok gejala tersebut
dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui
derajat kecemasan seseorang yaitu total nilai ≤5 tidak ada

12
kecemasan, nilai 6-1 kecemasan ringan, nilai 15-27 kecemasan
sedang, nilai ≥28 kecemasan berat

Tabel 2.1
Tabel alat ukur HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety)

No Gejala kecemasan Nilai angka (skore)


0 1 2 3 4
1 Perasaan Cemas
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri
d. Mudah tersinggung
2 Ketegangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3 Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang asing
c. Ditinggal sendiri
4 Gangguan tidur
a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi buruk
5 Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk

13
6 Perasaan Depresi
a. Hilangnya minat
b. Sedih
c. Bangun dini hari
d. Perasaan berubah ubah
7 Gejala Somatik/ fisik ( otot )
a. Sakit dan nyeri otot otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8 Gejala somatic / fisik ( sensorik )
a. Tinitus ( telinga berdenging )
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemas
9 Gejala Kardiovaskular ( Jantung
dan Pembuluh Darah )
a. Takikardia
b. Berdebar debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan
10 Gejala Respiratori ( Pernafasan )
a. Rasa tertekan atau sempit didada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek/sesak
11 Gejala Gastrointestinal
( Pencernaan )
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum dan sesudah makan

14
e. Rasa penuh dan kembung
f. Mual muntah
g. Buang air besar lembek atau konstipasi
12 Gejala Urogenital ( Perkemihan )
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan air seni
13 Gejala Autonom
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala terasa berat
14 Tingkah Laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang/ mengeras

Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga


dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat
mendukung persiapan mental pasien. Keluarga perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan
dukungan pasien dengan kata kata yang menenangkan hati
pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani
operasi.

Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental


dapat dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya
adalah:
a. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan
tindakan yang dialami pasien sebelum operasi,
memberikan informasi pada pasien tentang waktu
operasi, hal hal yang akan dialami oleh pasien selama

15
proses operasi, menunjukan tempat kamar operasi, dll.
Pasien yang telah mengetahui berbagai informasi
selama operasi akan menjadi lebih siap menghadapi
operasi.
b. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap
tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat
perkembangan, gunakan bahasa yang sederhana dan
jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, maka perawat
harus menjelaskan kapan harus mulai puasa dan sampai
kapan, manfaat puasa untuk apa, memberikan
penjelasan sebelum pengambilan sampel darah pasien.
Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap
kecemasan yang dialami oleh pasien akan berkurang
dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
c. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada.
Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga
untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke
kamar operasi.
d. Mengoreksi pemahaman yang salah tentang tindakan
pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang
salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian
obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet
sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan
pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya
terpenuhi.
f. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima
pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan
memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa
lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada
pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk

16
mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang
terletak di depan kamar operasi.

4. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil
pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak dapat
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada
pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Radiologi dan Diagnostik, seperti
elektrokardiogram (EKG), echocardiografi, rontgen
dada, MRI, CT-Scan.
b. Pemeriksaan Laboratorium berupa pemeriksaan darah,
Hb, Leokosit, Limfosit, LED, Trombosit, Albumin,
Globulin, Kalium, Natrium, Clorida, CT, BT, Ureum
Kreatinin, BUN, dan lain lain.
c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah dilakukan untuk
mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalam
rentan normal atau tidak. Uji kadar gula darah pasien
biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam dan
pemeriksaan kadar gula darah 2 jam setelah makan dari
pemeriksan pertama.
d. Pemeriksaan Infeksi Fokal. Sebelum dilaksanakannya
tindakan pembedahan pasien diwajibkan untuk
melaksanakan pemeriksaan ke poliklinik Gigi dan
mulut, THT. Biasanya Gigi yang berlobang dan
tonsillitis yang kronis, kelainan kulit seperti dermatitis
yang akan menimbulkan infeksi pada saat pembedahan.

17
5. Pemeriksaan status Anastesi
Pemeriksaan status pembiusan atau anastesi dilakukan
untuk keselamatan selama tindakan pembedahan. Sebelum
dilakukan anastesi pasien akan menjalani pemeriksaan
status fisik yang sangat diperlukan untuk menilai sejauh
mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan
yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu
fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.

6. Persiapan Medikal
a. Obat obatan
- Obat anti koagulan dihentikan 1 minggu sebelum
operasi, contoh: Sintrom, Simarc, dan Aspirin.
- Obat diuretik dihentikan tiga hari sebelum operasi,
contoh: Furosemide, Spironolactone, kecuali bila
ada instruksi lain dari dokter.
- Antibiotik diberikan untuk profilaksis dan diberi
waktu untuk induksi anastesi di dalam kamar
operasi, hanya diperlukan untuk test kulit agar kita
mengetahui apakah pasien alergi atau tidak.
- Obat Calsium Bloker atau Beta Bloker di berikan
sampai hari pelaksanaan tindakan pembedahan.
b. Persiapan Darah
Permintaan darah di PMI ada 3 jenis darah yaitu: Packed
Red Cell (PRC) 1000 cc (15-20 cc/kg BB), Fresh Frozen
Plasma 1000 cc (15-20 cc/kgBB), Trombosit 5 unit.
2.2.2 Persiapan Pasien Jangka Pendek
Persiapan pasien jangka pendek merupakan persiapan yang harus
dilakukan maksimal dalam 1x24 jam sebelum tindakan pembedahan.

18
Persiapan ini bersifat akan efektif dan efisien apabila dilakukan
menjelang pembedahan (jarak waktunya tidak terlalu jauh dengan
jadwal tindakan bedah). Persiapan ini meliputi:
1. Kecukupan istirahat
Klien harus istirahat yang cukup sebelum tindakan karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup klien tidak akan mengalami stres
yang mempengaruhi hemodinamik saat pembedahan. Tubuh yang
rileks sangat dibutuhkan bagi klien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi klien wanita
tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal. Kolaborasi dengan
dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium
dan diazepam tablet sebelum tidur untuk menurunkan kecemasan
sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
2. Kebersihan lambung dan kolon
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah
klien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung
dan kolon dengan menggunakan yal. Puasa harus dijalani pasien
berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai
pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon
adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke
paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Tindakan puasa pada klien yang memiliki riwayat
diabetes mellitus harus dipantau kadar gula darahnya untuk
mewaspadai terjadinya hipoglikemia. Khusus pada klien yang
menbutuhkan operasi CITO (segera), pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
3. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga menghambat proses penyembuhan

19
dan perawatan luka. Meskipun demikian, ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi,
misalnya pada klien luka insisi pada lengan. Tindakan pencukuran
harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan
luka pada daerah yang dicukur. Daerah yang dilakukan
pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan
pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut
dan paha. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan. Tehnik pencukuran dilakukan dengan menggunakan
clipper. Pencukuran dilakukan satu jam sebelum dikirim ke kamar
bedah.
4. Personal Hygiene
Kebersihan tubuh klien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan
dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada
pasien dengan kondisi fisik kuat dianjurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaliknya, jika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan
personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. Mandi
antiseptik dilakukan pada hari dilakukannya operasi, dengan cara
membasahi rambut hingga seluruh badan, kemudian rambut
dikeramas dengan sabun anti septik lalu dibilas hingga bersih dan
anggota badan yang lain dilakukan proses penyabunan sebanyak 2
kali pengulangan dan dibilas hingga bersih
5. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder dengan
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi
balance cairan.

20
6. Latihan Pra Bedah
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi,
hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi
kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan
banyak lender pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada
pasien sebelum operasi antara lain :
a. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien
relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan
nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik
dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Latihan tarik nafas dalam harus segera
dipraktekkan oleh pasien secara efektif dan benar segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
- Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk
dengan lutut Ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
- Letakkan tangan diatas perut
- Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat.
- Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara
perlahan lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit
melalui mulut
- Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
- Lakukan latihan dua kali sehari praoperatif.
b. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi pasien
terutama bagi pasien yang mengalami operasi dengan anastesi
general. Hal ini dikarenakan pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dibawah pengaruh

21
anastesi sehingga ketika pasien sadar pasien akan mengalami
rasa tidak nyaman pada tenggorokan dan merasa banyak lender
kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat
bagi pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir tersebut.
Ada beberapa tehnik batuk efektif yang bisa kita ajakan ke
pasien yaitu dengan cara:
- Pasien condong kedepan dari posisi semifowler, jalinkan jari
jari tangan dan letakkan melintang diatas luka insisi sebagai
bebat ketika batuk
- Pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
- Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan
terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan
kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada
tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan,
namun tidak berbahaya terhadap luka insisi.
- Ulangi lagi sesuai kebutuhan
- Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien dapat
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau
gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah
operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk
c. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat penting bagi
pasien setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai
pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan. Pasien atau keluarga pasien seringkali
mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien
setelah operasi. Banyak pasien yang tidak berani
menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau
takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas
keliru karena jika pra bedah segera bergerak maka pasien akan
lebih cepat merangsang peristaltik usus sehingga pasien akan

22
lebih cepat flatus. Keuntungan lainnya adalah untuk
menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan,
terhindar dari kontraktur sendi, dan mencegah terjadinya
dekubitus. Tujuan lain dari tindakan ini adalah memperlancar
sirkulasi untuk mencegah statis vena dan menunjang fungsi
pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi
tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan
posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif
namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus
otot maka pasien diminta untuk melakukan secara mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting
bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum
yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses
penyembuhan.
7. Persiapan akhir
Pasien yang telah berada di ruang serah terima klien di kamar
bedah, petugas kesehatan di ruang bedah dianjurkan untuk
memperkenalkan diri sehingga membuat klien merasa lebih
tenang. Keluarga juga diberikan kesempatan untuk mengantar
klien sampai ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk
menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar bedah.

2.3 Penyakit Coronary Artery Disease (CAD)


2.3.1 Pengertian Coronary Artery disease (CAD)
Coronary Artery disease (CAD) atau pengerasan arteri adalah kondisi
pada arteri besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak,
trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman
tunika intima (lapisan sel endotel) dan akhirnya ke tunika media
(lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri
koroner, aorta, aorta, dan arteri-arteri serebral (Corwin, E, 2009).

Menurut Sylvia dan Lorraine (2006) secara morfologi, aterosklerosis


terdiri atas lesi-lesi fokal yang terbatas pada arteri-arteri otot dan

23
jaringan elastis berukuran besar dan sedang, seperti aorta (yang dapat
menyebabkan penyakit penyakit aneurisma), arteri poplitea dan
femoralis (menyebabkan stroke), arteria renalis (menyebabkan
penyakit jantung iskemik atau infark miokardium.

Jadi, dapat disimpulkan Coronary Artery disease (CAD) adalah


ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen
sehingga menyebabkan penyakit jantung kekurangan oksigen yang
dapat mengganggu fungsi miokardium

2.3.2 Etiologi Coronary Artery disease (CAD)


Etiologi aterosklerosis adalah multifaktorial tetapi ada berbagai
keadaan yang erat kaitannya dengan aterosklerosis yaitu faktor
genetik/riwayat keluarga dan penyakit jantung koroner, stroke,
penyakit pembuluh darah perifer, usia, kelamin pria, kebiasaan
merokok, dislipidemia, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, kurang
aktifitas fisik dan menopause (Tanvir, 2007).
Penyebab utama dari Coronary Artery disease (CAD) adalah
aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan suatu proses patologis yang
menyebabkan ketidakteraturan dan penebalan dari dinding pembuluh
darah arteri. Hal ini biasanya terjadi pada lapisan intima atau lapisan
paling dalam dari dinding pembuluh darah. Proses pembentukan
aterosklerosis dimulai pada awal kehidupan sejak usia kanak-kanak
dengan perkembangan lemak (lapisan lemak yang makin lama makin
menebal yang memerlukan waktu bertahun-tahun sampai terbentuk
suatu mature plak) (Mutaqqin, 2009).

2.3.3 Faktor Resiko Coronary Artery disease (CAD)


Faktor resiko pada Coronary Artery disease (CAD) terbagi dua,
yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat
diubah.

24
Yang dapat dirubah Yang tidak dapat dirubah
Mayor Minor
- Peningkatan lipid serum - Gaya hidup yang kurang - Usia
- Hipertensi bergerak - Jenis kelamin
- Merokok - Stress psikologik - Riwayat keluarga
- Gangguan toleransi glukosa - Ras
- Diet tinggi lemak jenuh,
kelesterol dan kalori
Faktor Risiko Baru:
- Inflamasi
- Fibrinogen
- Homosistein
- Stress oksidatif
Sumber: dimodifikasi dari Carol 2006 yang dikembangkan Mutaqqin 2009 dan
Majid 2007

2.3.4 Patofisiologi Coronary Artery disease (CAD)

Gambar 2.1
Proses penyempitan arteri koroner

Pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan sel


endotel lumen arteri. Cedera pada sel endotel meningkatkan
permeabilitasnya terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam
lemak dan trigliserida, sehingga zat-zat ini dapat masuk ke dalam
arteri.. osksidasi asam lemk menghasilkan oksigen radikal bebas yang
selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. Cedera pada sel endotel
dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel
darah putih, terutama neutriofil dan monosit, serta trombosit ke area

25
cedera (Corwin, 2009). Penyebab aterosklerosis terjadi ketika
kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar (Brunner dan
Suddarth, 2010). Timbunan ini, dinamakan atheroma atau plak yang
akan mengganggu absorbsi nutrisi oleh sel-sel endotel yang menyusun
lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel
pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi
jaringan parut, selanjutnya lumen akan menjadi semakin sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah.

26
Ateroskelosis atau Spasme Pembuluh Darah Coroner

Penyempitan pembuluh darah koroner

Iskemik pada arteri koroner

Hipoksia otot jantung

Metabolisme anaerob

Asam laktat meningkat


Asidosis
Reseptor saraf nyeri
terangsang
Fungsi ventrikel terganggu : Nyeri daerah dada
 Kontraksi miokardium berkurang
 Serabut-serabut memendek merangsang katekolamin
 Daya dan kecepatan kontaksi berkurang
 Gerakan dinding miokardium abnormal Vasokontriksi perifer
Perubahan hemodynamic
Gangguan rasa
(TD & Nadi meningkat) nyaman nyeri

Cardiak output menurun Penurunan curah


jantung

Tekanan jantung meningkat

Tekanan pada paru-paru Kurang pengetahuan


Intoleransi aktifitas

Sesak napas
ANSIETAS

27
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang Coronary Artery disease (CAD)
Pemeriksaan penunjang dan dignostik Coronary Artery disease (CAD)
menurut Mutaqqin, 2009 adalah:
No. Pemeriksaan Gejala khas
Trias
Diagnostik
1. Riwayat Lokasi nyeri dada dibagian dada depan (bawah sternum)
nyeri dada dengan/tanpa penjalaran, kadang berupa nyeri dagu, leher, atau
yang khas seperti sakit gigi. Penderita tidak bisa menunjuk lokasi nyeri dengan
satu jari, tetapi ditunjukkan dengan telapak tamgan.
Kualitas nyeri: rasa berat seperti ditekan atau rasa panas seperti
terbakar.
Lama nyeri bisa lebih dari 15-30 menit
Penjalaran bisa ke dagu, leher, lengan kiri, punggung, dan
epigastrium.
Kadang disertai gejala penyerta berupa keringat dingin, berdebar,
dan sesak.
Sering didapatkan faktor pencetus berupa aktivitas fisik,
emosi/stress, atau dingin
Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau dengan pemberian
nitrogliserin sublingual.

2. Adanya Gelombang Q (sinificant infark) atau Q patologis


perubahan Segmen ST (elevasi)
EKG Gelombang T (meninggi atau menurun)
Perubahan EKG pada infark miokardium. Inversi gelombang T
(kiri), elevasi segmen ST (tengah), dan gelombang Q yang menonjol
(kanan). Gelombang Q menunnjukkan nekrosis miokardium dan
bersifat ireversibel. Perubahan pad segmen ST dan gelombang T
diakibatkan karena iskemia dan akan menghilang sesudah jangka
waktu tertentu.

3. Kenaikan CKMB merupakan enzim yang spesifik untuk pennda kerusakan otot
enzim otot jantung, enzim ini meningkat 6-10 jam setelah nyeri dada dan
jantung kembali normal dalam 48-72 jam.
Walaupun kuranmg spesifik, aspartate amino trnasferase (AST)
dapat membantu bila penderita datang ke rumah sakit sesudah hari
ke-3 nhyeri dada atau lakts dehidrogenase (LDH) akan meningkat
sesudah hari ke-4 dan menjadi normal sesudah hari ke-10.

Sumber: dari Price dan Wilson, 1995 yang dikembangkan oleh WHO, 1999
dalam Mutaqqin, 2009.

Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa yang teliti,
penentuan faktor risisko, pemeriksaan jasmanai dan EKG. Pada pasien
dengan gejala angina pektoris ringan, cukup dilakukan pemeriksaan
non-invasif.
1. EKG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan lokasi terjadinya iskemik dan
infark pada otot jantung. Iskemik ditandai dengan adanya ST
depresi atau T inverted. Pada infark miokard, gambaran EKG
menunjukkan adanya ST elevasi dan Q patologis pada old infark.
2. Angografi
Jika pasien dengan keluhanan yang berat dan kemungkinan
diperlukan tindakan revaskularisasai, maka tindakan angiografi
sudah merupakan indikasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat penyempitan atau penyumbatan pada arteri
koroner yang mengalami iskemik maupun infark.
3. Treadmil test
Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan treadmill test lebih
sensitif dan spesifik dibandungkan EKG istirahat dan merupakan
tes pilihan untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan angina
pektoris dan pemeriksaan ini sarannya yang mudah dan biayanya
terjangkau.
4. Echocardiografi
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah
ekokardiografi dan teknik non-invasif penentuan klasifikasi
koroner dan anatomi koroner. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui fungsi-fungsi ruang jantung akibat adanya iskemik
atau infark miokard.
5. Computed Tomography
6. Magnetic Resonannse Arteriography
Dengan sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi. Disamping itu
tes ini juga coccok untuk pasien yang tidak dapat melakukan
exercise, dimana dapat dilakukan uji latih dengan menggunakan
obat dipyridamole atau dobutamine
7. Foto Thofrak
Untuk menentukan adanya pembesaran jantung dan adanya
kelainan pada paru.
8. Laboratorium
Pemeriksaan ini menununjukkan peningkatan enzim-enzim jantung
yang dilepaskan oleh sel-sel miokardium yang nekrosis yang terdiri
dari CKMB, troponin T, serta pelepasan isoenzim yang paling
spesifik.
9. Pemeriksaan Jantung
Biasanya tidak memperlihatkan kelainan, kecuali bunyi jantung
dapat terdengar redup. Bunyi jantung S4 sering terdengar pada
penderita dengan irama sinus, biasanya terdengar pada daerah apeks
dan parastenal kiri. bunyi jantung S3 dapat timbul bila terjadi
kerusakan miokard yang luas. Kelainan paru bergantung pada
beratnya AMI, yang diklasifikasikan menurut Killip I-IV:
Killip I : Penderita AMI tanpa S3 dan ronkhi basah
Killip II : Ditemukan ronkhi pada kurang dari setengah
lapang paru, dengan atau tanpa S3
Kllip III : Ronkhi pada lebih dari setengah lapang paru, biasanya
dengan oedema paru
Kllip IV: Penderita dengan syok kardiogenetik
2.3.6 Penatalaksanaan Coronary Artery disease (CAD)
Pengobatan pada Coronary Artery disease(CAD) tergantung dari
jangkauan penyakit dan gejala yang dialami oleh pasien, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan yang bertujuan
untuk mengurangi kebutuhan oksigen pada otot jantung (misalnya
: Nitrogliserin, Beta blocker, digitalis, diuretic, vasodilator,
sedative, kalsium antagonis) dan meningkatkan suplai oksigen ke
otot-otot jantung (pemberian oksigen, Nitrogliserin, obat-obatan
fibrinolitik dan vasopresor)
2. Intervensi Non Bedah
Penatalaksaan ini dilakukan dengan prosedur PTCA (Angioplasti
koroner transluminal perkutan). PTCA adalah usaha untuk
memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak
atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah
ke jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke
arteri koroner yang mengalami gangguan dan diletakan diantara
daerah aterosklerosis. Balon kemudian dikembangkan dan
dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak (Mutaqqin,
2009). Namun dengan kemajuan teknologi sekarang ini telah
dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan primer (primary
PCI) yaitusuatu teknik untuk menghilangkan trombus dan
melebarkan pembuluh darah koroner yang meyempit dengan
memakai kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan
stent. Tindakan ini da;pat menghilangkan penyumbatan dengan
segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali,
sehingga kerusakan otot janting dapat dihindari (Majid 2007)
3. Intervensi Bedah
Tindakan bedah yang dilakukan pada pasien Coronary Artery
Disease (CAD) adalah denan Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) CABG melibatkan vena (safena) dari kaki atau arteri
(radial, mammae internal) untuk membuat jalan pintas pada arteri
koroner yang tersumbat (Terry & Weaver, 2011)

2.4 Coronary Artery Bypass Grafting ( CABG )


2.4.1 Definisi Coronary Artery Bypass Grafting ( CABG )
Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu penanganan
intervensi dari PJK dengan cara membuat saluran baru melewati arteri
koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan ( Gray,2011).
Rekomendasi untuk melakukan CABG didasarkan atas beratnya
keluhan angina dalam aktifitas sehari-hari. Respon terhadap intervensi
non bedah PCI atau stent dan obat-obatan serta harapan hidup pasca
operasi yang didasarkan atas fungsi jantung secara umum sebelum
operasi (Woods, et all. 2000).
Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan
dengan membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh
darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang
membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh
tersebut.
Salah satu yang menyebabkan perlunya tindakan CABG adalah adanya
penyumbatan pada pembuluh darah atau yang biasa disebut
arterosklerosis. Biasanya arterosklerosis pada orang yang memiliki satu
atau lebih faktor resiko seperti, obesitas, merokok, hipertensi, dan lain-
lain. Pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan sel
endotel lumen arteri. Cedera pada sel endotel meningkatkan
permeabilitasnya terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam
lemak dan trigliserida, sehingga zat-zat ini dapat masuk ke dalam
arteri.. osksidasi asam lemk menghasilkan oksigen radikal bebas yang
selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. Cedera pada sel endotel
dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel
darah putih, terutama neutriofil dan monosit, serta trombosit ke area
cedera (Corwin, 2009).
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat ditemukan dengan orang
yang akan menjalani CABG antara lain :
1) EKG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan lokasi terjadinya iskemik dan
infark pada otot jantung
2) Laboratorium
Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil
lipid seperti LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk
menentukan faktor resiko dan perencanaan terapi
Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin sebaiknya
dilakukan bila evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut
(Anonim, 2009).
3) Echocardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fungsi-fungsi ruang
jantung akibat adanya iskemik atau infark miokard
4) Treadmil test
Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan treadmill test lebih
sensitif dan spesifik dibandungkan EKG istirahat
5) Foto Rontgen
X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal
jantung, penyakit katup jantung atau gangguan paru. Adanya
kardiomegali, dan kongesti paru dapat digunakan prognosis
(Anonim, 2009).
6) Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes
non invasif tidak jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun
arteriografi koroner tetap menjadi pemeriksaan fundamental pada
pasien angina stabil. Arteriografi koroner memberikkan gambaran
anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi ada tidaknya
stenosis koroner, penentuan terapi dan prognosis (Anonim, 2009).
2.4.2 Patofisiologi

Faktor Resiko : merokok, hiperlipidemia, hipertensi, obesitas,


dan diabetes mellitus, usia diatas 40 tahun, jenis kelamin

Elastisitas pembuluh darah berkurang

Kekakuan Pembuluh Darah

Kerusakan Endotel

Efek Trombolitik & Koagulasi

Flak Aterosklorosis

Disrupsi / Erupsi Flak

Trombosis Koroner

SINDROME KORONER AKUT


MEDIKAMENTOSA REVASKULARISASI PTCA/PCI

CABG
OFF ON PUMP CPB
PUMP

PRE POST
OPERASI OPERASI

2.4.3 TujuanCoronary Artery Bypass Grafting ( CABG )


1. Meningkatkan sirkulasi darah ke arteri koroner
2. Mencegah terjadinya iskemia yang luas
3. Meningkatkan kualitas hidup
4. Meningkatkan toleransi aktifitas
5. Memperpanjang masa hidup
2.4.4 IndikasiCoronary Artery Bypass Grafting ( CABG )
Indikasi CABG menurut American Heart Association (AHA):
1. Indikasi CABG tanpa gejala / angina ringan.
a. Kelas I :
1) Stenosis Leaft Mean Coronaty Artery yang signifikan.
2) Leaft mean equivalen (stenosis signfikan 70% dari LAD proximal
dan LCX proximal).
3) Three Vessel Desease ( angka harapan hidup lebih besar dengan
fungsi LV EF 50%).
b. Kelas II
1) Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.
Akan menjadi kelas satu jika terdapat iskimic berdasarkan
pemeriksaan non invasive atau LV EF 50%.
2) Satu atau dua vessel disease tidak pada LAD.
3) Bila terdapat didaerah miocardium variabel yang besar berdasar
kriteria resiko tinggi dari hasil pemeriksaan non invasive akan
menjadi kelas satu
2. Indikasi CABG untuk angina stabil
a. Kelas I
1) Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.
2) Leaft Mean Equivalen stenosis 70% dari LAD proximal dan
LCX proximal.
3) Three Veseel Disease (dengan harapan hidup lebih besar
dengan fungsi LV terganggu misalnya LV EF 50%)
4) Two Vssel Disease dengan stenosis LAD proximal LV EF
50% atau terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.
5) Satu atau dua Vessel Desease LAD yang signfikan tetapi
terdapat daerah miokardium variabel yang besar dan trmasuk
kriteria cukup tinggi dari pemeriksaan non invasive.
6) Angina refraktur terhadap pengobatan yang maksimal.
b. Kelas II
1) Stenosis LAD proximal dengan satu Vessel deaseases.
2) Satu atau dua vessel desease tanpa stenosis LAD proximal
yang signfikan.
c. Kelas III
1) Satu atau dua vessel desease tanpa LAD yang signfikan.
2) Stenosis coronary pada ambang batas (50-60% diameter pada
lokasi non Left Mean Artery) dan tidak terdapat iskemic pada
pemeriksaan non invasive.
3. Indikasi CABG untuk Unstable Angina / Non Q Wave MI.
a. Kelas I
1) Stenosis Leaft Mean Coronary yang signfikan.
2) Leaft Mean Equivalen.
3) Iskemic yang mengancam dan tidak responsive terhadap terapi
non bedah yang maksimal.
b. Kelas II A.
Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.
c. Kelas II B
Satu atau dua vessel deasease tidak pada LAD.
4. Indikasi CABG pada fungsi ventrikel kiri yang buruk.
a. Kelas I
1) Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.
2) Leaft Mean Equivalen: Stenosis signfikan 70% dari LAD
proximal dan LCX proximal.
3) Stenosis LAD proximal dengan dua atau tiga vessel desease
b. Kelas II
Fungsi LV yang memburuk dengan area miokardium viable
terevascularisasi tanpa adanya perubahan atau kelainan anatomis.
c. Kelas III
Fungsi LV buruk tanpa adanya tanda dan gejala iskemic
intermitten dan tanpa adanya daerah miokardium yang viable dan
terevascularisasi
5. Indikasi CABG pada Aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.
a. Kelas I
1) Stenosis pada Left Mean Coronary Artery.
2) Three Vessel Desease.
b. Kelas II
1) Satu atau dua vessel deasese yang bisa dilakukan bypass.
2) Akan menjadi kelas satu bila terdapat iskemic berdasarkan
pemeriksaan non invasive atau LV EF <50%.
3) Jika terdapat miokardium yang besar dan termasuk kriteria
resiko tinggi dari hasil pemeriksaan non invasive akan
menjadi kelas I.
4) Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.
c. Kelas III
Takikardi ventrikel tanpa skore dan tanpa bukti ada iskemik
6. Indikasi CABG pada pasca kegagalan PTCA
a. Kelas I
1) Iskemic yang mengancam atau oklusi pada area miokard
yang signfikan.
2) Hemodinamic yang tidak stabil.
b. Kelas IIA
1) Benda asing pada lokasi anatomis yang penting.
2) Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan
sistem koagulasi dan tidak memiliki riwayat sternotomi.
c. Kelas IIB
Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan
sistem koagulasi dan memiliki riwayat sternotomi.
d. Kelas III
1) Tidak iskemic.
2) Revaskularisasi yang gagal oleh karena keadaan anatomi atau
miokardiumyang tidak viable lagi.
7. Indikasi CABG pada pasien dengan riwayat CABG.
a. Kelas I
Angina Refraktur terhadap pengobatan non invasive maksimal
b. Kelas IIA
Stenosis yamg nyata pada coroner distal yang memungkinkan
dilakukan bypass dengan daerah miokardium yang besar yang
terancam pada pemeriksaan.
c. Kelas IIB
Iskemic pada daerah distribusi non LAD dengan graft arteri
mamari interna paten ke LAD yang memperdarahi area
miokardium fungsional dan tanpa usaha pengobatan medikal
mentosa atau revaskularisasi percutan yang agresif.
2.4.5 Kontra IndikasiCoronary Artery Bypass Grafting ( CABG
1) Sumbatan pada arteri < 70% sebab jika sumbatan pada arteri koroner
kurang dari 70% maka aliran darah tersebut masih cukup banyak
sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan.
Akibatnya, akan terjadi bekuan pada graft sehingga hasil operasi akan
menjadi sia-sia.(Muttaqin,2009).
2) Usia lanjut.
3) Tidak ada gejala angina.
4) Struktur arteri koroner yang tidak memungkinkan untuk disambung.
5) Fungsi ventrikel kiri jelek ( kurang dari 30 % )

2..4.6 Komplikasi CABGCoronary Artery Bypass Grafting ( CABG )


1) Nyeri pasca operasi
Setelah dilakukan bedah jantung, pasien dapat mengalami nyeri yang
diakibatkan luka insisi dada atau kaki, selang dada atau peregangan
iga selama operasi. Ketidaknyamanan insisi kaki sering memburuk
setelah pasien berjalan khususnya bila terjadi pembengkakan kaki.
Peregangan otot punggung dan leher saat iga diregangkan dapat
menyebabkan ketidaknyamanan punggung dan leher. Nyeri dapat
merangsang sistem saraf simpatis, meningkatkan frekuensi jantung
dan tekanan darah yang dapat mengganggu hemodinamik pasien.
Ketidaknyamanan dapat juga mengakibatkan penurunan ekspansi
dada, peningkatan atelektasis dan retensi sekresi. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu memberikan kenyamanan maksimal, menghilangkan
faktor-faktor peningkatan persepsi nyeri seperti ansietas, kelelahan
dengan memberikan penghilang nyeri.
2) Penurunan curah jantung
Disebabkan adanya perubahan pada frekuensi jantung, isi sekuncup
atau keduanya. Bradikardia atau takikardi pada paska operasi dapat
menurunkan curah jantung. Aritmia sering terjadi 24 jam – 36 jam
paska operasi. Takikardi menjadi berbahaya karena mempengaruhi
curah jantung dengan menurunkan waktu pengisian diastolik
ventrikel, perfusi arteri koroner dan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard. Bila penyebab dasar dapat diidentifikasikan maka dapat
diperbaiki.
3) Perubahan cairan
Setelah bypass volume cairan tubuh total meningkat sebagai akibat
dari hemodilusi. Peningkatan vasopressin, dan perfusi non
perfusi ginjal yang mengaktifkan mekanismerennin-angiotensin-
aldosterone (RAA). Ketidakseimbangan elektrolit pasca operasi
paling umum adalah kadar kalsium abnormal. Hipokalemia dapat
diakibatkan oleh hemodilusi, diuretik dan efek-efek aldosteron yang
menyebabkan sekresi kalium ke dalam urine pada tubulus distal
ginjal saat natrium diserap. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat
jumlah besar larutan kardioplegia atau gagal ginjal akut.
4) Perubahan tekanan darah
Setelah bedah jantung ditemukan adanya hipertensi atau
hipotensi.Intervensi keperawatan diarahkan pada antisipasi
perubahan dan melakukan intervensi untuk mencegah atau untuk
memperbaiki dengan segala tekanan darah pada rentang normotensi.
a Hipotensi
Pada tandur vena safena dapat kolaps jika tekanan perfusi terlalu
rendah, vena tidak memiliki dinding otot seperti yang di miliki oleh
arteri, sehingga mengakibatkan iskemia miokard. Hipotensi juga
dapat disebabkan oleh penurunan volume intravaskuler, vasodilatasi
sebagai akibat penghangatan kembali kontraktilitas ventrikel yang
buruk atau disritmia.Tindakan dengan pemberian cairan atau obat
vasopressor jika hipotensi disebabkan oleh penurunan kontraktilitas.
b Hipertensi
Hipertensi setelah paska operasi jantung dapat menyebabkan rupture
atau kebocoran jalur jahitan dan meningkatkan pendarahan.Dapat
juga disebabkan karena riwayat hipertensi, peningkatan kadar
katekolamin atau renin, hipotermia atau nyeri, terkadang ditemukan
tanpa penyebab yang jelas. Hipertensi dapat diterima oleh narkotik
analgesik atau sedatif intravena.Hipertensi ini umumnya bersifat
sementara dan dapat di turunkan dalam 24 jam. Bila tidak mungkin,
anti hipertensi oral dapat di mulai untuk memudahkan penghentian
nitroprusid. Pada klinik sering digunakan gabungan inotropik dan
vasodilator seperti golongan milirinone.
5) Perdarahan pasca operasi
Ada 2 jenis perdarahan, yaitu:
a Perdarahan arteri
Meskipun jarang, namun hal ini merupakan kedaruratan yang
mengancam hidup yang biasanya diakibatkan oleh ruptur atau
kebocoran jalur jahitan pada satu dari 3 sisi: Anastomosis proksimal
tandur vena ke aorta, anastomosis distal tandur vena ke arteri
koroner atau kanulasi sisi ke aorta dimana darah yang mengandung
O2 dikembalikan ke pasien selama bypass,
b Perdarahan vena
Hal ini lebih umum terjadi dan disebabkan oleh masalah
pembedahan atau koagulopati, kesalahan hemostasis dari satu atau
lebih pembuluh darah mengakibatkan abnormalitas
pendarahan.Tindakan ditujukan pada penurunan jumlah perdarahan
dan memperbaiki penyebab dasar.
6) Infeksi luka
Infeksi luka luka pasca operasi dapat terjadi pada kaki atau insisi
sternotomi median atau pada sisi pemasangan selang
dada.Perawatan untuk mencegah infeksi yaitu dengan
mempertahankan insisi bersih dan kering dan mengganti balutan
dengan teknik aseptik.Infeksi juga dapat didukung dari keadaan
pasien dengan nutrisi tidak adekuat dan immobilisasi.
7) Tamponade Jantung
Tamponade jantung terjadi apabila darah terakumulasi di sekitar
jantung akibat kompresi jantung kanan oleh darah atau bekuan darah
dan menekan miokard. Hal ini mengancam aliran balik vena,
menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Tindakan meliputi
pemberian cairan dan vasopressor untuk mempertahankan curah
jantung dan tekanan darah sampai dekompresi bedah dilakukan.
8) Post perfusion syndrome
Kerusakan sementara pada neuro kognitif, namun penelitian terbaru
menunjukan bahwa penurunan kognitif tidak disebabkan oleh CABG
tetapi lebih merupakan konsekuensi dari penyakit vaskuler.
9) Disfungsi neurologi
Dapat bervariasi dalam beratnya keadaan dari kerusakan sementara
konsentrasi ringan sampai periode agitasi dan kekacauan mental dan
cedera serebrovaskuler atau koma. Perubahan perfusi serebral dan
mikro embolisme lemak atau agregasi trombosit selama bypass dan
embolisasi bekuan, bahan partikular atau udara, semua dapat
menyebabkan sequel neurologis. Tindakan meliputi
mempertahankan curah jantung adekuat, tekanan darah dan AGD
(Analisa Gas Darah) menjamin perfusi serebral dan oksigenasi
normal.

2.4.7 Arteri dan Vena yang digunakan untuk graft


1) Arteri Radialis
Arteri radialis muncul dari rami lateralis yang lebih kecil
dari arteri brachialis dalam fossa cubiti, padabagian bawah
lateralnya ditutup oleh musculus brachioradialis dengan nerves
radialis superfisialis pada sisi lateralnya di depan musculus
supinator dan musculus flexor pollicis longus.Arteri ini
melengkung melintasi sisi radialis tulang-tulang carpalia di
bawah tendon musculus abductor pollicis longus dan brevis.
Memasuki palmar manus melalui Foveola radialis yaitu daerah
triangularis yang dibatasi sebelah dorsal oleh tendon jusculus
extensor pollicislongus dan sisi palmaris oleh tendon
musculusextensor pollicis brevis dan musculus abductor pollicis
longus dan berakhir sebagai arcus volaris profundus.
Memberikan cabang-cabang arteri recurrent
radialis, ramus muscularis, ramus volaris superfiscialis, ramus
carpeus volaris, ramus carpeous dorsalis dan arteri metacarpes
dorsalis. Arteri recurrent radialis muncul sedikit di bawah origo
dari arteri radialis berjalan di depan dari epycondylus
lateralis dan beranastomosis dengan rami kollateral radialis
arteri profundu brachii. Ramus volaris superfisial berjalan
melalui otot otot thenar dan beranastomonis dengan rami
superfisial arteri ulnaris untuk melengkapi arcus arterialis
volaris superfisialis. Ramus carpeous dorsalis bergabung
dengan rami carpeus volaris dari arteri ulnaris dn
membentuk arcus carpalis volaris. Ramus carpheus
dorsalis bergabung dengan ramii carpeus dorsalis dari arteri
ulnaris dan cabang terminal dorsalis dari
arteri interossea anterior untuk membentuk arcus carpalis
dorsalis. Kebanyakanorang menerima aliran darah yang adekuat
pada lengan dari arteri ulnaris sendiri dan tidak ada efek
samping apabila arteri radialis digunakan sebagai graft. Arteri
radialis di insisi di lengan bawah kira kira 2 inci dari siku dan
berakhir kira-kira 1 inchi dari pergelangan tangan.
Arteri radialis tidak bisa digunakan apabila terdapat
keluhan jari-jari sering sakit dalam udara dingin untuk itu
sebelumnya diperiksa allent test. Pada pasien yang
menggunakan arteri radialis harus mendapat terapi calsium
channel bloker selama 6 bulan operasi untuk menjaga agar arteri
radialis tetap terbuka lebar.

Gambar 1 : Radial Artery Bypass


2) Arteri Mamaria Interna
Biasanya berasal dari dinding bawah dari arteri subclavia pada
tulang belakang bawah dari vena subclavia, melewati bagian
atas pleura dan kemudian menurun secara tegak lurus langsung
dibelakang cartilage costae 1-7, tepat lateral terhadap sternum.
Mempercabangkan sepasang arteri intercostalis anterior pada
masing masing enam spatium intercostalis yang teratas. Pada
spatium intercostalis keenam akan berakhir dan
mempercabangkan dua cabang terminal yaitu arteri epigastrica
dan arterimusculiphrenica. Arteri epigastrica superior berjalan di
antara processus xiphoideus dan cartilage costa ke 7 menurun
pada permukaan dalam musculus rectus abdominis dalam vagina
musculus recti memperdarahi otot tersebut dan beranastomonis
dengan arteri epigastrica inferior. Juga memperdarahi sebagian
diafragma, peritoneum dan dinding anterior abdomen. Arteri
musculophrenica berjalan mengikuti arcus costalis pada
permukaan dalam cartilage costalis. Mempercabangkan
sepasang arteri intercotalis anteriorpada spatium intercotalis ke
7,8,9 menembus diafragma dan berakhir pada spatium
intercostalis ke 10. Pada tempat ini beranastomosis dengan arteri
circumflexia ilium profunda yang memperdarahi juga
pericardium, diafragma dan otot-otot abdomen. Bilateral arteri
mamaria termasuk penyambungan arteri coronaria kanan dengan
arteri koronaria mamarian interna kanan menghasilkan
revaskularisasi yang sama dibandingkan dengan penyambungan
arteri koronaria kanan dengan vena saphenous. Namun terdapat
penurunan kekambuhan serangan angina pada pasien yang
menggunakan Vena Saphenous.
Gambar 2 : Arteri mamaria

3) Vena Saphenous
Vena superfisial tungkai bawah adalah vena saphena dan parva.
Vena saphena magna mengangkut darah dari ujung medial arcus
venous dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di depan malleo
medialis. Vena ini kemudian naik bersama-sama nerves sapheus
dalam fascia superfisialis di atas sisi medial tungkai bawah.
Vena ini berjalan di belakang lutut, melengkung ke depan
melalui sisi medial paha. Ia berjalan melalui bagian bawah
hiatus saphenus pada fasia profunda dan bergabung dengan vena
femoralis + 4 sentimeter di bawah dan lateral terhadap
tuberculum pubicum. Vena saphena magna mempunyai katub.
Vena ini berhubungan dengan vena saphena parva melalui satu
atau dua cabang yang berjalan di belakang lutut. Sejumlah vena
perforans menghubungkan vena saphena magna dengan vena
profunda sepanjang sisi medial betis. Pada hiatus sapheus di
facia profunda, vena saphena magna biasanya mendapat tiga
cabang berbagai ukuran dan susunan, yaitu vena epigastrica
superficialis, vena circumflex ilium superfisialis dan vena
pudenda interna superficialis. Sebuah vena tambahan dikenal
sebagai vena acecessoris biasanya bergabung dengan vena
utama lebih kurang pada pertengahan paha atau lebih ke atas
pada muara vena saphena magna. Diameter vena saphenous
medekati ukuran arteri koroner.
Keuntungan dari menggunakan vena safena dapat memperbaiki
patensi frekuensi jangka pendek dan panjang pada tandur vena
safena, tidak dibutuhkan anastomosis aorta, dapat
mempertahankan intervensi sistem saraf dan mempunyai
kemampuan mengadaptasi ukuran untuk memberi aliran darah
sesuai dengan kebutuhan miokard.

Gambar 3 : Vena saphena

Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salah


satu penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner
(PJK), dengan cara membuat saluran yang baru melewati
bagian arteri koronia yang mengalami penyempitan atau
penyumbatan. Dimana arteri atau vena diambil dari bagian
tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan
pintas melewati arteri koroner yang tersumbat. Sehingga
menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel
otot jantung. Selama dilakukan pembedahan, pasien diberikan
anestesi umum agar tidak sadar dan tidak merasa sakit.
Pernapasan dibantu dengan ventilator.
4) Bilateral Arteri Mammary Interna
Pencangkokan menggunakan BIMA dapat menimbulkan
manfaat klinis dan kelangsungan hidup yang lebih baik bila
dibandingkan dengan pencangkokan menggunakan SIMA yang
telah dibahas dalam penelitian observasional selama beberapa
dekade terakhir.
Resiko menggunakan BIMA :
1. Risiko luka sternalis
2. Morbiditas miokard
3. Pernapasan.

Gambar 5 : BIMA,LIMA,RIMA,SVG,RA

BIMA = Bilateral Mammary artery


LIMA = Left Internal Mannary Artery
RIMA = Right Internal Mammary Artery
SVG = Saphenous Vein Graft
RA = Radial Artery
Arteri radialis memberikan lebih banyak kemampuan
revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan
menggunakan vena saphenous.Penyumbatan arteri coronaria
dengan bilateral artei mammary Interna menghasilkan
revaskularisasi yang sama dibandingkan dengan
penyumbatanArteri Coronaria kanan dengan Vena
Shapenous.Penanaman saluran baru dengan menggunakan
bilateral arteri mammary interna memberikan hasil yang lebih
baik dengan kelangsungan hidup pasien yang lebih lama
dibandingakn dengan menggunakan single arteri mammary
interna.

2.4.8 Prosedur Coronary Artery Bypass Graft


1. Persiapan sebelum pelaksanaan operasi CABG
1) Persiapan pasien :
a Informed concern
b Obat – obatan pra operasi : aspirin, nitrogliserin,
nifedipin, diltiazem
c Pemeriksaan laborat lengkap terutama : Hb, Hematokrit,
jumlah leukosit, kadar elektrolit, faal hemotasis, foto
thorak, EGC, serta tes fungsi paru – paru ( vital capacity
)
d Persiapan darah 6 – 10 bag sesuai golongan darah pasien
e Puasa malam 10 – 12 jam
f Cukur area pembedahan
g Lepaskan perhiasan, kontak lensa, mata palsu, gigi palsu
( identifikasi dan simpan yang aman atau berikan
keluarganya ).
h Cek benda – benda asing dalam mulut.
2) Persiapan alat dan bahan penunjang operasi:
a Bahan habis pakai (spuit, masker, jarum, benang, dll)
b Alat penunjang kamar operasi
c Linen set ( 3 set )
d Instrument dasar (1 set dasar bedah jantung dewasa )
e Instrumen tambahan ( 1 set tambahan bedah jantung )
f Intrumen AV graft ( 1 set )
g Instrument mikrocoroner ( 1 set )
h Instrument kateter (1 set )
2. Penatalaksanaan
1) Pemasangan CVP pada vena jugularis dekstra atau vena
subklavia dekstra, arteri line dan saturasi oksigen.
2) Pasien dipindah dari ruang premedikasi ke kamar operasi.
3) Pasang kateter dan kabel monitor suhu, diselipkan
dibawah femur kiri pasien dan diplester.
4) Pasang plate diatermi di daerah pantat / pangkal femur
bawah .
5) Posisi pasien terlentang, kedua tangan disamping kiri dan
kanan badan dan diikat dengan duek kecil, dibawah
punggung tepat di scapula diganjal guling kecil.
6) Bagian lutut kaki diganjal guling, untuk memudahkan
pengambilan graft vena.
7) Menyuntikkan agen induksi untuk membuat pasien tidak
sadar.
8) Petugas anestesi memasang ETT memulai ventilasi
mekanik.
9) Melakukan desinfeksi dengan betadin 10 % mulai dari
batas dagu dibawah bibir kesamping leher melewati mid
aksila samping kanan kiri, kedua kaki sampai batas
malleolus ke pangkal paha (kedua kaki diangkat)
kemudian daerah pubis dan kemaluan didesinfeksi terakhir
selnjutnya didesinfeksi dengan larutan hibitan 1% seperti
urutan tersebut diatas dan dikeringkan dengan kasa steril.
10) Dada dibuka melalui jalur median sternotomi dan operator
mulai memeriksa jantung.
Gambar 6 : operasi pada CABG

11) Pembuluh darah yang sering digunakan untuk bypass


grafting ini antara lain ; arteri thoracic internal, arteri
radial, dan vena saphena.
12) Saat dilakukan pemotongan arteri tersebut, klien diberi
heparin untuk mencegah pembekuan darah.
13) Pada operasi “off pump”, operator menggunakan alat
untuk menstabilkan jantung.
 Off Pump CABG :
Operasi bedah jantung ini tidak memakai mesin jantung paru atau CPB.
Dengan teknik ini jantung tetap berdetak normal dan paru-paru berfungsi
seperti biasa.
1. Kriteria pasien off pump:
1) Pasien yang direncanakan operasi elektif
2) Hemodinamik stabil
3) Ejection friction normal
4) Pembuluh distal cukup besar
2. Keuntungan dari tehnik off pump menurut Benetti dan Ballester,
1995:
1) Meminimalkan efek trauma operasi
2) Mobilisasi paska operasi dapat dilakukan lebih dini
3) Drainage paska bedah minimal
4) Tranfusi darah dan komponennya minimal
5) Dapat cepat kembali pada pekerjaan semula
6) Tersedia akses sternotomi untuk re-operasi
Mid CABG (bedah minimal invasif bypass jantung) prosedur ini
dilakukan dengan sayatan yang lebih kecil sekitar 3-4 cm. Dapat
dilakukan tanpa jantung berhenti, dan beberapa pasien dapat
keluar RS dalam waktu 48 jam, karena tidak ada pemotongan di
tulang dada, masa pemulihan menjadi lebih cepatdengan rasa
sakit yang berkurang, masa rawat lebih singkat dan bekas luka
lebih kecil. Tetapi prosedur ini hanya dilakukan pada pasien yang
penyumbatannya hanya dapat di bypass dengan sayatan kecil
dengan resiko komplikasi rendah
14) Pada operasi “On Pump”, maka ahli bedah membuat kanul ke
dalam jantung dan menginstruksikan kepada petugas perfusionist
untuk memulai cardiopulmonary bypass (CPB).

 On pump CABG
Operasi ini dilakukan dengan memakai mesin pintas jantung paru atau
CPB. Dengan teknik ini jantung tidak berdenyut, dengan menggunakan
obat yang disebut cardioplegik. Sementara itu, peredaran darah dan
pertukaran gas diambil alih oleh mesin pintas jantung paru.
1. Prinsip cairan kardioplegik yang digunakan yaitu:
 Konsentrasi kalium cukup tinggi sehingga cepat terjadi arrest
 Dextrose sebagai sumber energi
 Buffer pH untuk mencegah asidosis
 Hiper osmolaritas untuk mencegah edema interstitial miokardium
 Anastesi lokal untuk stabilitas membran sel
Pada teknik operasi ini, suhu diturunkan menjadi 28°- 30° C, yang
bertujuan untuk menurunkan kebutuhan jaringan akan oksigen
seminimal mungkin, heart rate di pertahankan 60 – 80 x/menit,
tekanan arteri 70 – 80 mmHg. Suhu diturunkan dengan cara
pendingina topikal, yaitu:
1) Irigasi otot jantung dengan Ringer dingin (4° C), jantung
direndam dengan cairan tersebut.
2) Memakai Ringer dingin seperti bubur (ice slush).
15) Setelah CPB terpasang, operator ditempat klem lintas aorta (aortic
cross clamp) diseluruh aorta dan mengintruksikan perfusionist
untuk memasukkan cardioplegia untuk menghentikan jantung.
16) Ujung setiap pembuluh darah grefting dijahit pada arteri
koronaria diluar daerah yang diblok dan ujung alin dihubungkan
pada aorta.
17) Jantung dihidupkan kembali; atau pada operasi “off pump” alat
stabilisator dipisahkan. Pada beberapa kasus, aorta didukung
sebagian oleh klem C-Shaped, jantung dihidupkan kembali dan
penjahitan jaringan grafting ke aorta dilakukan sembari jantung
berdenyut.
18) Protamin diberikan untuk memberikan efek heparin .
19) Sternum dijahit bersamaan dan insisi dijahit kembali.
20) Pasien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk
penyembuhan.
21) Setelah keadaan sadar dan stabil di ICU (sekitar 1 hari), pasien
bisa dipindah ke ruang rawat samapi pasien siap untuk pulang.

2.5 Diagnosa Asuhan Keperawatan Pra Bedah


Menurut Wilkinson & Ahern dalam buku Nanda (2010) proses keperawatan
yang dapat dilakukan pada klien dengan pra bedah adalah:
2.5.2 Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan wawancara pasien untuk
mendapatkan data subjektif dari pasien yang meliputi: identitas pasien
(nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, diagnosa
medis), keluhan utama (nyeri dada, sesak nafas, palpitasi, pingsan,
cemas), riwayat kesehatan (terfokus pada kasus), riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu. Selain itu perlu dilakukan
pengkajian tentang riwayat penyakit keluarga (riwayat penyakit yang
pernah diderita keluarga seperti DM, hipertensi, penyakit jantung
koroner), dan riwayat psikologis (pasien yang akan dilakukan CABG
dapat mengalami kecemasan sampai ketakutan akan kematian). Untuk
mendapatkan data objektif perawat melakukan pemeriksaan fisik
kepada pasien.

2.5.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul pada pra bedah adalah:
1. Ansietas berhubungan dengan prosedur bedah yang akan
dilakukan
2. Resiko penurunan curah jantung
3. Resiko nyeri berulang berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
2.5.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ansietas berhubungan dengan NOC : NIC :

Faktor keturunan, Krisis situasional,  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

Stress, perubahan status kesehatan,  Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan

ancaman kematian, perubahan  Klien mampumengidentifikasi dan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

konsep diri, kurang pengetahuan dan mengungkapkan gejala cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama

hospitalisasi  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan prosedur


menunjukkan tehnik untuk mengontol  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
cemas mengurangi takut
DO/DS:  Vital sign dalam batas normal  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
- Insomnia  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa prognosis
- Kontak mata kurang tubuh dan tingkat aktivitas  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kurang istirahat menunjukkan berkurangnya kecemasan  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Berfokus pada diri sendiri relaksasi
- Iritabilitas  Dengarkan dengan penuh perhatian
- Takut  Identifikasi tingkat kecemasan
- Nyeri perut  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Penurunan TD dan denyut nadi kecemasan
- Diare, mual, kelelahan  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Gangguan tidur ketakutan, persepsi
- Gemetar  Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

Resiko penurunan curah jantung NOC : NIC :


b/d gangguan irama jantung, stroke  Tingkat keparahan kehilangan darah  Evaluasi adanya nyeri dada
volume, pre load dan afterload, berkurang  Catat adanya disritmia jantung
kontraktilitas jantung.  Efektivitas pompa jantung adekuat  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
 Status sirkulasi tiodak terhambat  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
DO/DS:  Perffusi jaringan ke organ abdomen,  Monitor balance cairan
- Aritmia, takikardia, bradikardia jantung, serebral, perifer, pulmonal  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
- Palpitasi, oedem adekuat antiaritmia
- Kelelahan  Status tanda vital dalam batas normal  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
- Peningkatan/penurunan JVP (Tekanan darah, Nadi, respirasi, suhu kelelahan
- Distensi vena jugularis  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Kulit dingin dan lembab Dengan kriteria hasil:  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
- Penurunan denyut nadi perifer  Anjurkan untuk menurunkan stress
 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada
- Oliguria, kaplari refill lambat  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
kelelahan, tidak mengalami dispnea,
- Nafas pendek/ sesak nafas  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
nyeri dada atau sinkope.
- Perubahan warna kulit  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak
- Batuk, bunyi jantung S3/S4
ada asites  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
- Kecemasan
 Tidak ada penurunan kesadaran aktivitas

 Hasil lab berat jenis urin, (BUN, dan  Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung

kreatinin plasma, AGD dalam batas  Monitor frekuensi dan irama pernapasan

normal  Monitor pola pernapasan abnormal

 Tidak ada distensi vena leher  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

 Warna kulit normal  Monitor sianosis perifer

 Pasien mampu mengidentifikasi tanda  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

dan gejala perburukan kondisi yang bradikardi, peningkatan sistolik)

dapat dilaporkan  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign


 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin
dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress lingkungan
 Ubah posisi pasien ke posisi datar atau trendelenburg
ketika tahanan darah pasien berada pada rentang lebih
rendah dibandingkan dengan yang biasanya
Resiko nyeri berulang berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
psikologis), kerusakan jaringan  comfort level presipitasi
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
DS: selama …. Pasien tidak mengalami nyeri,  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
- Laporan secara verbal dengan kriteria hasil: dukungan
DO:  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Posisi untuk menahan nyeri nyeri, mampu menggunakan tehnik suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku berhati-hati nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu, mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
tampak capek, sulit atau gerakan  Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
kacau, menyeringai) dengan menggunakan manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Terfokus pada diri sendiri  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
- Fokus menyempit (penurunan frekuensi dan tanda nyeri)  Tingkatkan istirahat
persepsi waktu, kerusakan proses  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berpikir, penurunan interaksi berkurang berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
dengan orang dan lingkungan)  Tanda vital dalam rentang normal ketidaknyamanan dari prosedur
- Tingkah laku distraksi, contoh :  Tidak mengalami gangguan tidur  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
jalan-jalan, menemui orang lain pertama kali
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
Ateroskelosis atau Spasme Pembuluh Darah Coroner

Penyempitan pembuluh darah koroner

Iskemik pada arteri koroner

Hipoksia otot jantung

Metabolisme anaerob

Asam laktat meningkat


Asidosis
Reseptor saraf nyeri
terangsang
Fungsi ventrikel terganggu :Nyeri daerah dada
 Kontraksi miokardium berkurang
 Serabut-serabut memendek merangsang katekolamin
 Daya dan kecepatan kontaksi berkurang
 Gerakan dinding miokardium abnormalVasokontriksi perifer
Perubahan hemodynamic
(TD & Nadi meningkat)

Cardiak output menurun Penurunan curah Gangguan rasa


jantung nyaman nyeri

Tekanan jantung meningkat

Kurang pengetahuan
Tekanan pada paru-paru
Intoleransi aktifitas
ANSIETAS
Sesak napas

You might also like