You are on page 1of 3

Gara-gara batuk, perselingkuhan suami dengan sahabat istri ketahuan

Peristiwa via Merdeka.com - Kasus perselingkuhan kembali terjadi di wilayah kabupaten paling barat di
Pulau Bali. Adalah ibu satu anak, Ni Kadek YR (30) digiring ke Polsek Mendoyo, Jembrana bersama I
Ketut MD (35), lelaki diduga selingkuhan. Sebelumnya, pasangan di luar nikah ini digerebek pecalang adat
Banjar Pasar, Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Kamis (2/6).
Ironisnya, pasangan selingkuh ini ternyata sudah pernah disidangkan secara adat oleh warga. Namun kali
ini kembali terulang lantaran suami Ni Kadek YR sedang mondok menyelesaikan proyek bangunan di Pulau
Nusa Penida.
"Mereka ini tetanggaan sebelahan rumah. Bahkan mereka sudah pernah disidang adat beberapa bulan lalu,"
ungkap salah seorang pecalang di Banjar Pasar, Jembrana Kamis (2/6).
Penggerebekan pasangan selingkuh ini bermula dari laporan Ni Komang JR (33) istri dari MD, dini hari
tadi. Ni Komang JR melaporkan kalau MD sebelumnya sempat pamit untuk minum bersama teman-
temannya di Pasar Desa Yehembang. Namun hingga dini hari tidak kunjung pulang.
"Saya curiga dia kembali kecantol tetangga sebelah dan ada di rumah Ni Kadek, selingkuhannya. Makanya
saya langsung mengecek ke sana, kebetulan dari luar rumah saya dengar suami saya batuk. Makanya saya
langsung lapor pecalang untuk menggerebeknya," ujar Ni Komang JR saat ditemui di Polsek Mendoyo.
Pecalang yang menerima laporan tersebut meneruskan ke Polsek Mendoyo dan sekitar pukul 02.30 Wita
dini hari tadi dilakukan penggerebekan dan didapati Ni Kadek YR sedang di kamar bersama MD.
"Saat digerebek mereka berpakaian lengkap. Tapi saya yakin mereka sudah sempat berhubungan badan
karena saat pintu digedor mereka tidak mau keluar. Baru sekitar satu jam berselang mereka mau keluar,"
tutur Ni Komang JR yang mengaku memiliki dua anak masih kecil.
Kesal dan jengkel dengan ulah suaminya bersama wanita selingkuhannya yang juga merupakan sahabat
dan tetangganya, Ni Komang JR meminta aparat Polsek Mendoyo untuk membawa pasangan selingkuh
tersebut ke Mapolsek Mendoyo untuk diproses secara hukum.
"Pokoknya kasus ini harus diproses secara hukum. Mereka tidak pernah kapok sudah sering ketahuan
selingkuh, bahkan sudah pernah disidang di adat," tegas Ni Komang JR. Kapolsek Mendoyo Kompol Gusti
Angung Komang Sukasana dikonfirmasi membenarkan pihaknya telah mengamankan pasangan selingkuh
tersebut. Saat ini mereka sedang menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polsek Mendoyo.
Analisis

Perkara ini dapat diklasifikasikan sebagai pelanggaran hukum campuran, karena disatu sisi merupakan
pelanggaran terhadap Hukum Adat dan Hukum Positif (Nasional), yang tertera dalam KUHP.
Berdasarkan kasus delik adat diatas, bandingkanlah pemidanaan menurut Kaidah-kaidah dalam Hukum
Pidana (KUHP) dengan pemidanaan dalam Hukum Adat.

kasusnya jika salah satu dari keduanya telah terikat dalam ikatan perkawinan seperti pada kasus di atas
yang si pelaku prianya sudah memiliki istri dan anak. Jika kasus tersebut dalam suatu ranah perkawinan
maka perbuatan tersebut dapat dipidana, karena hal yang dilakukan adalah sebuah perselingkuhan yang
dapat dijerat dengan delik pidana mukah (perzinahan), jika terdapat pengaduan yang resmi dari salah
satu atau kedua belah pihak. Delik mukah (zina) dapat dilihat di pasal 284 KUHP.

Pasal 284 KUHP berisi tentang kejahatan terhadap kesusilaan

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1.a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal
27 BW berlaku baginya,

1.b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW
berlaku baginya,

2.a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut
bersalah telah kawin,

2.b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi
mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau
pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.

4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
5. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum
diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur
menjadi tetap.

Dengan melihat hukum pidana KUHP tentang kasus tersebut kita dapat membandingkan dengan hukum
delik adat. Perbaningan antara hukum pidana dan hukum Delik Adat disini adalah jika ada gangguan
dalam kehidupan masyarakat hukum adat karena sifatnya yang komunal dan religius tersebut, maka
gangguan terhadap keseimbangan hidup masyarakat dan warga adat di desa atau suku tersebut, harus
dipulihkan. Gangguan ini umumnya dikenal dengan delik adat umum dikenal dengan delik adat atau
pelanggaran adat.Delik yang paling berat menurut hukum adat adalah segala pelanggaran yang
memperkosa perimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang memperkosa dasar
susunan masyarakat, misalnya perbuatan penghianatan, delik terhadap diri pribadi kepala adat. Karena
dalam tiap-tiap pelanggaran hukum, para petugas hukum menimbang bagaimana mereka akan
bertindak untuk membetulkan kembali perimbangan hukum.
Jenis-jenis delik adat yang masih hidup dalam hukum adat Bali, I Made Widnyana mengklasifikasikan
jenis-jenisnya sebagai berikut:

a) Delik adat yang menyangkut kesususilaan, contohnya: lokika sangraha (persetubuhan atas dasar
cinta antara laki-laki dan perempuan yang sama-sama masih bujang), drati krama (berzina), , gamia
gamana (hubungan seksual antara orang-orang yang berhubungan darah sangat dekat); dan salah krama
(berhubungan kelamin dengan binatang),

b) Delik adat yang menyangkut harta benda, contohnya: pencurian, pencurian benda suci, merusak
benda-benda suci, dan lain-lain,

c) Delik adat yang melanggar kepentingan pribadi, seperti mamisuh (mencaci), mapisuna (memfitnah),
dan lain-lain

d) Delik adat karena kelalaian atau tidak menjalankan kewajiban, seperti: tidak melaksanakan
kewajiban sebagai kerama desa, yang berupaayahan (kewajiban melakukan pekerjaan untuk desa)
ataupun papeson (urunan berupa barang ataupun barang).

You might also like