You are on page 1of 10

Definisi Perdarahan Post Partum

Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang
terjadi setelah bayi lahir.
Kehilangan darah pasca persalinan seringkali diperhitungkan secara lebih rendah dengan perbedaan 30-
50%. Kehilangan darah setelah persalinan per vaginam rata-rata 500 ml, dengan 5% ibu mengalami
perdarahan > 1000 ml. Sedangkan kehilangan darah pasca persalinan dengan bedah sesar rata-rata 1000
ml.
Perkembangan terkini, perdarahan pasca persalinan didefinisikan sebagai 10% penurunan hematokrit
sejak masuk atau perdarahan yang memerlukan transfusi darah.
Kejadian Perdarahan Post Partum
Kejadian perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum sekitar 10-15% (4% pasca
persalinan per vaginam dan 6-8% pasca persalinan bedah sesar).
Klasifikasi Perdarahan Post Partum
1. Perdarahan post partum dini (early postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi setelah
bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan.
2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi setelah
24 jam persalinan, kurang dari 6 minggu pasca persalinan.
Penyebab Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta,
sisa plasenta, inversio uteri dan kelainan pembekuan darah.
Gejala Klinik Perdarahan Post Partum
Lemah, limbung, keringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik < 90 mmHG, nadi > 100x/m, Hb < 8
g%.
Diagnosis Perdarahan Post Partum
Atonia uteri
Faktor resiko: over distensi uterus oleh karena polihidramnion, hamil kembar, makrosomia janin;
multi paritas, persalinan cepat atau lama, infeksi, riwayat atonia uteri, pemakaian obat relaksasi uterus.
Gejala: uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir.
Penyulit: syok, bekuan darah pada serviks atau posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar.
Robekan jalan lahir
Faktor resiko: persalinan per vaginam dengan tindakan, makrosomia janin, tindakan episiotomi.
Gejala: darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi keras dan plasenta
lengkap.
Penyulit: pucat, lemah dan menggigil.
Retensio plasenta
Gejala : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras.
Penyulit: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversio uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

1
Retensio sisa plasenta atau ketuban
Gejala: plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap, perdarahan segera.
Penyulit: uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak kurang.
Inversio uteri
Insidensi : 1 dari 2500 kelahiran
Faktor resiko: atonia uteri, traksi tali pusat berlebihan, manual plasenta, plasentasi abnormal, kelainan
uterus dan plasentasi pada fundus.
Gejala: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat, nyeri perut akut dan syok
(30%).
Penyulit: neurogenik syok, pucat dan limbung.
Ruptur uteri
Insidensi: 1 dari 2000 kelahiran.
Faktor resiko: riwayat pembedahan uterus sebelumnya, persalinan terhambat,
pemakaian oksitosin berlebihan, posisi janin abnormal, manipulasi uterus dalam persalinan.
Plasentasi abnormal
Paling sering adalah plasenta akreta.
Faktor resiko: riwayat pembedahan uterus sebelumnya, plasenta previa, kebiasaan merokok, multi
grande para.
Koagulopati
Koagulopati kongenital dapat menjadi komplikasi pada 1-2 per 10.000 kehamilan.
Penyebab: terapi antikoagulan dan koagulan konsumtif yang disebabkan oleh komplikasi obstetrik.
Endometritis atau sisa fragmen plasenta
Gejala: sub involusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, perdarahan, lokia mukopurulen
dan berbau bila disertai infeksi.
Penyulit: anemia dan demam.
Penanganan Umum Perdarahan Post Partum
1. Selalu siap dengan tindakan gawat darurat.
2. Penatalaksanaan manajemen aktif kala III persalinan.
3. Meminta bantuan/pertolongan kepada petugas kesehatan lain.
4. Melakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran nadi, tekanan darah, pernafasan dan
suhu.
5. Penanganan syok apabila terjadi.
6. Pemeriksaan kandung kemih, apabila penuh segera kosongkan.
7. Mencari penyebab perdarahan dan melakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan.
Referensi
Ambarwati, E. 2008. Asuhan Kebidanan (Nifas). Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.
Errol, N. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

2
Irmansyah, F. Perdarahan Post Partum dan Syok. freeppts.net/get.php?fid=35879 diunduh 6
September 2011. 03:05 AM
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
The Asian Parent. Postpartum Haemorrhage.
id.theasianparent.com/articles/postpartum_haemorrhage diunduh 6 September 2011. 09:36 AM
Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI). menegpp.go.id..Diunduh 8 September 2011. 10:57 PM
Perdarahan Post Partum. scribd.com/doc/6502612/Perdarahan-Postpartum diunduh 6 September
2011. 10.30 AM

2. Protein Urine Dalam Kehamilan

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap
wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan
kadar protein di dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan mengalami pembengkakan
pada kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada pertengahan umur kehamilan, meskipun
pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal masa kehamilan. Penyebab pasti dari kelainan ini
masih belum diketahui, namun beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor faktor tersebut antara lain, gizi buruk,
kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim.

3. Pemeriksaan Protein urine

Pemeriksaan terhadap protein termasuk pemeriksaan rutin. Kebanyakan cara rutin untuk menyatakan
adanya protein dalam urin berdasarkan kepada timbulnya kekeruhan. Karena padatnya atau kasarnya
kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih
betul menjadi syarat yang penting terhadap protein.
Jika urine yang akan diperiksa jernih, boleh terus dipakai, dan apabila kekeruhan tidak dapat
dihilangkan maka bisa dilakukukan penjernihan atau penyaringan pada urine sehingga urin yang
digunakan untuk pemeriksaan adalah urin yang benar-benar jernih.

4. Tujuan Pemeriksaan Protein Urine

Untuk mengetahui kadar protein dalam urin dan juga untuk mengetahui apakah pasien mengalami
eklamsi.

5. Langkah-langkah Pemeriksaan Protein Urine

3
KOMPONEN KINERJA

PERSIAPAN

1. Tabung Reaksi

2. penjepit tabung

3. pipet

4. lampu spirtus

5. Asam asetat 0,6%

6. Sarung tangan

7. Kertas saring

8. Larutan klorin

LANGKAH-LANGKAH
1. Petugas mencuci tangan

2. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan


dilakukan

3. Siapkan alat-alat di dekat pasien

4. Gunakan sarung tangan

5. Urine disaring dengan kertas saring

6. Ambil urine dari pasien dan masukkan dalam 2 tabung reaksi yaitu tabung A
dan tabung B @ 2 cc urine

7. Didihkan salah satu dari tabung reaksi (A) yang berisi urine. Sedangkan yang
lain untuk pembanding

8. Teteskan 2-3 tetes asam asetat 0,6% ke dalam tabung (A) yang telah di
panaskan, selanjutnya panaskan lagi dan bandingkan hasilnya dengan tabung (B)
berisi urine yang tidak dipanaskan.

9. Baca hasilnya

Ø Negatif : tetap jernih

4
Ø Positif (+) 1 : terlihat kekeruhan yang minimal 0,01-0,05 gr%

Ø Positif (++) 2 : kekeruhan nyata dengan butir-butir halus 0,05-0,2 gr%

Ø Positif (+++) 3 : terlihat gumpalan-gumpalan nyata 0,2-0,5 gr%

Ø Positif (++++) 4 : gumpalan-gumpalan besar atau membeku lebih dari 0,5 gr%

10. Melepaskan sarung tangan dan masukkan dalam larutan klorin

11. Petugas mencuci tangan

12. Mencatat hasil pemeriksaan

GLUKOSA URINE

1. Pengertian Glukosa dan Urine

Adanya glukosa dalam urine di sebut glukosuria, pada hakekatnya glukosa itu di atur oleh 2 faktor yaitu
:

 Kadar zat glukosa di dalam urin


 Ambang ginjal terhadap pengeluaran zat glukosa dengan urin. ambang ginjal terhadap
pengeluaran zat glukosa pada kebanyakan orang bertubuh sehat adalah 180 mg% . gejala
glukouria itu akan terjadi jika kadar glukosa darah melebihi nilai ambang ginjal . ambang ginjal
tersebut dapat meninggi atau merendah, peristiwa yang juga terdapat pada penyakit diabetes.

2. Tujuan

Untuk menentukan adanya glukose dalam urin secara semi kuantitatif

3. Langkah-langkah Pemeriksaan Glukosa Urine

KOMPONEN KINERJA

PERSIAPAN

1. Larutan (reagent) fehling A dan B

2. Kertas saring

3. Lampu spiritus dan korek api

5
4. Corong dan spuit

5. Urine

6. Sarung tangan

7. Tabung reaksi

8. Larutan klorin

LANGKAH-LANGKAH
1. Petugas mencuci tangan

2. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan


dilakukan

3. Gunakan sarung tangan

4. Urine disaring dengan kertas saring

5. Urine dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan perbandingan urine : fehling


A : fehling B = 1:2:2

6. Tabung dipanaskan sampai mendidih dengan cara dipegang miring sambil


digoyang-goyangkan agar panas merata

7. Diamkan selama 2 menit kemudian amati perubahan

8. Baca hasilnya

Ø Negatif (-) : biru atau hijau jernih

Ø Positif (+) 1 : keruh, hijau agak kuning (0,5 – 1% glukose)

Ø Positif (++) 2 : kuning kehijauan dengan endapan (1 – 1,5% glukose)

Ø Positif (+++) 3 : kuning kemerahan dengan endapan (2 – 3,2% glukose)

Ø Positif (++++) 4 : merah jingga sampai merah bata (> 3,5% glukose)

9. Melepas sarung tangan dan masukkan dalam larutan klorin

10. Petugas mencuci tangan

11. Catat hasil pemeriksaan

6
DIAGNOSIS

Semua wanita yang hadir dengan hipertensi onset baru harus menjalani tes berikut ini:

-CBC

-Tingkat serum alanin aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST)

-Serum kreatinin

-Asam urat

-Koleksi urin 24 jam untuk protein dan kreatinin (standar kriteria) atau analisis dipstick urin

Studi tambahan untuk dilakukan jika sindrom HELLP dicurigai adalah sebagai berikut:

-Blood smear darah perifer

-Tingkat serum laktat dehidrogenase (LDH)

-Bilirubin tidak langsung

-Meskipun profil koagulasi (waktu protrombin [PT], waktu tromboplastin parsial teraktivasi [aPTT],
dan fibrinogen) juga harus dievaluasi, nilai klinisnya tidak jelas bila jumlah trombosit adalah 100.000 /
mm3 atau lebih tanpa bukti perdarahan.

-Pemindaian CT kepala digunakan untuk mendeteksi perdarahan intrakranial pada pasien tertentu
dengan salah satu dari berikut ini:

=Sakit kepala tiba mendadak

=Defisit neurologis fokal

=Kejang dengan keadaan postictal yang berkepanjangan

=Presentasi atipikal untuk eklampsia

Prosedur lainnya

=Ultrasonografi: Transabdominal, untuk menilai status janin dan mengevaluasi pembatasan


pertumbuhan; Ultrasonografi Doppler arteri umbilical, untuk menilai aliran darah

=Kardiotokografi: Tes nonstress janin standar dan pemantauan janin

MANAGEMEN

7
Melahirkan bayi adalah satu-satunya obat untuk preeklamsia.

Pasien dengan preeklamsia tanpa gejala berat sering diinduksi setelah usia gestasi 37 minggu.

Sebelum hamil 37 mgg, pasien biasanya dirawat di rumah sakit dan dipantau secara hati-hati untuk
perkembangan preeklamsia atau komplikasi preeklamsia, dan janin yang belum matang diobati dengan
penanganan hamil dengan kortikosteroid untuk mempercepat kematangan paru dalam persiapan
melahirkan dini.

Pada pasien dengan preeklamsia dengan ciri-ciri yang parah, induksi persalinan harus dipertimbangkan
setelah usia kehamilan 34 minggu.

Dalam kasus ini, tingkat keparahan penyakit harus dipertimbangkan terhadap risiko prematuritas bayi.

Dalam keadaan darurat, pengendalian BP dan kejang harus menjadi prioritas.

KRITERIA UNTUK PERSALINAN

Wanita dengan preeklamsia dengan ciri-ciri parah yang ditangani dengan konservative harus dilahirkan
dalam situasi berikut:

-Nonreassuring fetal testing termasuk (nonreassuring nonstress test, skor profil biofisik, dan / atau
persistence absent atau reverse aliran diastolik pada arteri umbilikalis Doppler velocimetry)

-Ruptur membran

-BP tidak terkendali (tidak responsif terhadap terapi medis)

-Oligohidramnion, dengan indeks cairan amnion (AFI) kurang dari 5 cm

-Pembatasan pertumbuhan intrauterine yang parah dimana berat janin diperkirakan kurang dari 5%

-Oliguria (<500 mL / 24 jam)

-Tingkat kreatinin serum minimal 1,5 mg / dL

-Edema paru

-Sesak napas atau nyeri dada dengan oksimetri nadi sebesar <94% pada udara kamar

-Sakit kepala yang persisten dan parah

-Tenderness pada kuadrat kanan atas

-Berkembangnya sindrom HELLP

8
-Eklampsia

-Jumlah trombosit kurang 100.000 sel / mikroL

-Abrupsi plasenta

-Koagulopati yang tidak dapat dijelaskan

PENGOBATAN KEJANG DAN PENCEGAHANNYA

-Prinsip dasar jalan nafas, pernapasan, dan sirkulasi (ABC) harus selalu diikuti

-Magnesium sulfat adalah pengobatan lini pertama untuk kejang eklampsia primer dan rekuren

-Mengobati kejang aktif dengan magnesium sulfat IV : Dosis loading 4 g diberikan melalui pompa infus
selama 5-10 menit, diikuti dengan infus 1 g / jam yang dijaga selama 24 jam setelah kejang terakhir.

-Mengobati kejang berulang dengan bolus tambahan 2 g atau peningkatan laju infus menjadi 1,5 atau 2
g per jam.

-Pengobatan profilaksis dengan magnesium sulfat diindikasikan untuk semua pasien dengan
preeklamsia dengan fitur berat

-Lorazepam dan fenitoin dapat digunakan sebagai agen lini kedua untuk kejang refrakter

PENGOBATAN HIPERTENSI BERAT

Pengobatan antihipertensi direkomendasikan untuk hipertensi berat (SBP> 160 mmHg; DBP> 110
mmHg).

Tujuan pengobatan hipertensi adalah mempertahankan BP sekitar 140/90 mmHg.

Obat yang digunakan untuk pengendalian BP meliputi:

-Hydralazine

-Labetalol

-Nifedipin

-Sodium nitroprusside (pada hipertensi berat refractory terhadap obat lain)

PENGELOLAAN CAIRAN

-Diuretik harus dihindari

-Resusitasi volume agresif dapat menyebabkan edema paru

9
-Pasien harus dibatasi cairan bila memungkinkan, paling tidak sampai periode postpartum diuresis

-Tekanan vena sentral (CVP) atau pemantauan tekanan arteri pulmonalis dapat diindikasikan pada kasus
kritis

-CVP 5 mmHg pada wanita tanpa penyakit jantung mengindikasikan volume intravaskular yang cukup,
dan cairan perawatan saja sudah cukup

-Cairan total umumnya dibatasi sampai 80 mL / jam atau 1 mL / kg / jam

MANAGEMEN PASCA PERSALINAN

-Banyak pasien akan mengalami periode oliguria singkat (sampai 6 jam) setelah melahirkan

-Profilaksis kejang magnesium sulfat dilanjutkan selama 24 jam pascapersalinan

-Tes fungsi hati dan jumlah trombosit harus mendokumentasikan penurunan nilai sebelum
dikeluarkannya rumah sakit

-Blood Pressure yang tinggi dapat dikontrol dengan nifedipin atau labetalol postpartum

-Jika pasien dipulangkan dengan obat BP, penilaian ulang dan pemeriksaan BP harus dilakukan paling
lambat 1 minggu setelah keluar RS.

-Kecuali seorang wanita memiliki hipertensi kronis yang tidak terdiagnosis, dalam kebanyakan kasus
preeklampsia, BP kembali ke awal pada 12 minggu pascapersalinan.

Pasien harus dipantau secara hati-hati untuk preeklampsia rekuren, yang dapat berkembang hingga 4
minggu pascapersalinan, dan untuk eklampsia yang dapat terjadi hingga 6 minggu setelah persalinan.

10

You might also like