Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu negara atau daerah, pada umumnya ukuran yang dipakai
waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab
apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
penurunan AKI menjadi 70 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2
2030. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target SDGs untuk
menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-
Meskipun banyak upaya yang telah dilakukan, angka kematian ibu masih
tinggi. Pada tahun 2015 tercatat ada 305 ibu meninggal per 100 ribu orang atau
angka absolut sebesar 4.999. Angka tersebut menurun jika dibandingkan pada
tahun 2016 angka kematian ibu sebesar 4.912 dan menurun lagi dibandingkan
tahun 2017 yang mencapai 3.597 (Kemenkes RI, 2017). Provinsi Jawa Barat
persalinan, dan nifas meningkat dari 748 kasus pada tahun 2014 menjadi 823
kasus ditahun 2015 dan mengalami penurunan tahun 2016 sebanyak 780 kasus.
(Dinkes Jabar, 2017). Sementara itu di Kabupaten Kuningan pada tahun 2016
Jalaksana pada tahun 2016 terdapat kematian ibu sebanyak 1 kasus dan pada
tahun 2017, tidak terdapat kematian ibu (Profil Puskesmas Jalaksana, 2017).
infeksi dan penyebab lain (penyebab tidak langsung kematian ibu, seperti
penyakit kanker, jantung, ginjal, tuberkulosis atau penyakit lain yang diderita
ibu). Gambar 1. menjelaskan penyebab kematian ibu masih tetap sama selama
dengan tahun 2012 sebanyak 30,1% dan terjadi kenaikan lagi pada tahun 2013
yaitu sebanyak 30,3% (Kemenkes RI, 2014). Peristiwa yang dapat menimbulkan
perlukaan jalan lahir. Perdarahan akibat luasnya luka jalan lahir merupakan
2010). Perdarahan yang banyak dapat terjadi karena ruptur perineum yang
dialami selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan tindakan
(Oxorn, 2010).
4
perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata
4 cm. Jadi ruptur perineum adalah robeknya jaringan yang terletak antara vulva
yang melakukan penelitian dari tahun 2009 – 2010 pada beberapa Propinsi di
Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami ruptur
dalam Nursaidah (2017), menyatakan belum ada konsensus untuk angka ideal
terjadinya ruptur perineum tapi menurut fakta bahwa ruptur perineum yang
terjadi lebih dari 20% tidak dapat dibenarkan. Menurut beberapa penelitian
ditemukan bahwa angka kejadian ruptur perineum lebih rendah dari 10% dapat
Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat
faktor maternal, faktor janin dan faktor penolong. Faktor maternal meliputi umur
ibu, partus presipitatus, mengejan terlalu kuat, perineum yang rapuh dan oedem,
kelenturan vagina, varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum
forcep, versi ekstraksi dan embriotomi. Faktor janin meliputi kepala janin besar,
berat bayi lahir, presentasi defleksi, letak sungsang dengan after coming head,
pada saat ekspulsi kepala, anjuran posisi meneran dan episiotomi (Ibrahim,
Ruptur perineum dialami oleh 85% wanita yang melahirkan pervaginam. Pada
golongan umur 25-30 tahun yaitu 24% sedang pada ibu bersalin usia 32-39
tahun sebesar 62% (Sarwono, 2014). Menurut Saifuddin (2007), interval umur
menurut identifikasi kebidanan adalah umur reproduksi yang sehat dan aman
adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan pada umur < 20 tahun dan di atas 35
Wulandari (2016), umur < 20 tahun atau > 35 tahun merupakan faktor risiko
maternal. Hal ini dikarenakan pada usia < 20 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna. Sedangkan pada usia > 35 tahun
yang dilakukan oleh Hastuti (2016) tentang hubungan antara umur, paritas,
aktivitas fisik trimester III dan berat badan lahir dengan kejadian ruptur
6
positif antara umur dengan kejadian ruptur perineum, secara statistik signifikan.
Ibu dengan riwayat umur ≥35 tahun memiliki logit 2.5 point lebih tinggi
mengalami ruptur perineum dari pada ibu dengan umur <35 tahun (p=0.007)
adalah jumlah paritas 1, Multipara adalah jumlah paritas 2-3, Grande multipara
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Menurut Bobak
(2006) dalam Wulandari (2016), bahwa pada setiap persalinan jaringan lunak
terjadi lebih nyata pada wanita primigravida dalam artian wanita yang belum
dalam artian wanita yang sudah pernah melahirkan bayi yang viable lebih dari
berat badan lahir bayi, umur, paritas terhadap ruptur perineum pada ibu bersalin
mempengaruhi kejadian ruptur perineum adalah paritas ibu. Hal ini dijelaskan
bahwa semakin tinggi paritas ibu maka akan mencegah terjadinya ruptur sebesar
171,79 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan paritas rendah. Tidak selalu ibu
Hasil uji analisis antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum di RSUD
terjadinya ruptur perineum, terutama pada janin yang mempunyai berat lebih
dari 4000 gram. Berat bayi baru lahir normal adalah sekitar 2.500 sampai 4000
gram. Menurut Prawirohardjo (2008), BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) adalah
neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram
pada saat persalinan, laserasi spontan pada perineum dapat terjadi pada saat
kepala dan bahu dilahirkan. Ketika bayi melewati jalan lahir, berat badan bayi
sekitar perineum sehingga perineum menonjol dan meregang sampai kepala dan
seluruh bagian tubuh bayi lahir. Penekanan otot-otot perineum ini sering
maka semakin besar pula resiko terjadinya ruptur perineum ketika proses
menunjukkan bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan ruptur
8
perineum pada persalinan normal. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square
Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2016 sebanyak 324 persalinan,
sebanyak 136 (42%) persalinan. Sebagian besar ibu bersalin dengan umur
reproduksi sehat atau tidak risiko (20-35 tahun) sebanyak 196 (60%) dan umur
reproduksi tidak sehat atau risiko (< 20 tahun dan > 35 tahun) sebanyak 128
(40%). Ibu dengan paritas sedikit (primipara) sebanyak 168 (52%) dan paritas
banyak (multipara dan grande multipara) sebanyak 156 (48%). Sedangkan berat
badan bayi lahir lebih dari 2500 gram sebanyak 252 (78%) dan berat badan bayi
Selain itu permasalahan lain pada tahun 2018, yaitu adanya kejadian ruptur
perineum pada ibu bersalin derajat tiga dan empat, sehingga terjadi perdarahan
hebat dan memerlukan penanganan di Rumah Sakit. Hal ini dikarenakan adanya
kerusakan jaringan yang lebih luas bahkan sampai mengenai sphinter ani dan
anus.
menyebabkan disfungsi organ bagian paling luar sampai alat reproduksi vital,
sebagai sumber perdarahan yang berakibat fatal dan sumber atau jalan masuknya
9
infeksi. Oleh karena itu, setiap trauma jalan lahir memerlukan tindakan yang
(Manuaba, 2007).
B. Rumusan Masalah
masalah sebagai berikut : ”Faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Tahun 2018.
Tahun 2018.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
ruptur perineum.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dilakukan karena tingginya angka kejadian ruptur perineum yaitu
sebanyak 136 (42%) persalinan, yang menjadi responden dalam penelitian ini
adalah ibu bersalin normal. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder
yang didapatkan dari data rekam medik ibu bersalin. Analisis dalam penelitian ini