You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu kesehatan masyarakat (Public Healt)
yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit ataupun masalah
kesehatan lainnya dalam masyarakat. Menurut asal katanya, secara etimologis
epidemiologi berate ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk .
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata epi atau upon
yang berarti pada atau tentang, demos= people yang berate penduduk, dan logia=
knowledge yang berarti ilmu. Jadi, epidemiologi berarti ilmu mengenai kejadian
yang menimpa penduduk . pada awal perkembangannya, epidemiologi
mempunyai pengertian yang sempit, dianggap sebagai sebatas ilmu tentang
epidemic . dalam perkembangan selanjutnya, hingga dewasa ini epidemiologi
dapat diartikan sebagai ilmu tentang distribusi (penyebaran) dan determinat
(faktor-faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk
pembuatan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam menanggulangi
masalah kesehatan. Dengan demikian, disini tampak bahwa epidemiologi tidak
hanya mempelajari penyakit dan epideminya saja, tetapi juga menyangkut
masalah kesehatan secara keseluruhan.

1.2Rumusan Masalah
1. Pengertian dan Peranan Epidemiologi
2. Sejarah Epidemiologi
3. Tokoh – tokoh Epidemiologi
4. Peranan Epidemiologi
5. Ruang Lingkup Epidemiologi
6. Pengukuran Epidemiologi

1.3Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan peranan epidemiologi
2. Untuk mengetahui sejarah epidemiologi
3. Untuk mengetahui tokoh – tokoh epidemiologi
4. Untuk mengetahui peranan epidemiologi
5. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup epidemiologi
6. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran epidemiologi

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Pengertian dan Peranan Epidemiologi


Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal
ini berarti epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja, tetapi
dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-
penyakit non infeksi, sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang
penyebaran penyakit pada manusia didalam konteks lingkungannya. Mencakup
juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencaian determinan-determinan
penyakit tersebut. Dapat disimpukan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari penyakit tersebut.
Dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen
yakni :
a. Mencakup semua penyakit
Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun
non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurngan gizi (mal nutrition),
kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya.
Bahkan di negara-negara maju epidemiologi ini mencakup juga pelayanan
kesehatan.
b. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran penyakit
individu, maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pad distribusi
penyakit pada populasi (masyarakat)/ kelompok.
c. Pendekatan ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada kesehatan
lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal
inilah yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada
seseorang dikaji dari manusia dan tata lingkungannya .
Notoatmodjo,soekidjo.2007.KesehatanMasyarakatImudanSeni.Jakarta:Rin
ekaCipta

Epidemiologi banyak dipakai dilapangan dalam masalah kesehatan masyarakat.


Banyak definisi epidemiologi yang kita kenal. Sekalipun bukan dinyatakan dalam
bentuk dfinisi, gambaran umum tentang masalah kesehatan yang dikaitkan dengan
udara, air, dan tempat tinggal pernah dikemukakan pada zaman Yunani kuno oleh
Hipocrates.
1. John Snow yang pada tahun 1848-1853 menyelidiki timbulnya kolera di
London yang pada kesimpulannya mengaitkannya dengan timbulnya air
kotor.
2. Edwin Chadwick tahun 1842 menyelidiki angka kematian pada berbagai
golongan umur penduduk di Liverpool Inggris sehubungnya dengan

2
keadaan sanitasi yang jelek pada saat mulai gencarnya industrialisasi.
Diungkapkan dari pengamatannya bahwa lebih dari separuh balita
golongan pekerja meninggal sebelum sempat merayakan hari ulang
tahunnya kelima. Sehubungnya dengan rintisan Edwin Chadwick, ia
kemudian justri dikenal bukan sebagai seorang epidemiologi melainkan
seorang pioner public health .
3. Prof. Winslow sebagai seorang tokoh kesehatan masyarakat yang pernah
pertama-tama merumuskan definisi publik health, menekankan daar ilmu
ini pada ilmu fisik yang ia sebut kemudian sebagai sanitation untuk
dikembanglan selanjutnya dalam ilmu yang baru terkait, yaitu preventive
medicine.

1. Last (1988) mendefinisikan bahwa “epidemiology is the study of the


distribution and determinants of health-related states or events in
specified populations and the application of this study to the control of the
health problems”. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
distribusi (penyebaran) dan determinan (faktor penentu) masalah
kesehatan atau yang berkaitan dengan status atau kejadian suatu penyakit
di masyarakat.
2. Wade hampton Frost (1972) seorang guru besar epidemiologi School of
Hygiene,mengatakan bahwa epidemiologi adalah pengetahuan tentang
fenomena massal (mass phenomena) penyakit infeksi atau sebagai riwayat
alamiah ( natural history) penyakit menular.
3. Greenwood (1934) Ptofesor di School ogg Hygiene and Tropical Medicine
London, mengemukakan batasan epidemiologi yang lebih luas dimana
dikatakan bahwa epidemiologi mempelajari tentang dan segala macam
kejadian kelompok penduduk (herd people).
4. Brian Mac Mahon (1970) pakar epidemiologi di amerika serikat bersama
Thomas F. Pugh menulis dalam bukunya Epidemiology: Principles and
Method’s, epidemiologi is the study of the distribution and determinants of
disease frequency in man. Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran
dan penyebab kejadian penyakit pada manusia dan mengapa terjadi
distribusi semacam itu. Walaupun definisinya cukup sederhana, diini
tampak menekankan epidemiologi pada suatu pendekatan metodologi
dalam menentukan distribusi penyakit serta mencari penyebab mengapa
terjadi distribusi sedemikian dari suatu penyakit .
5. Omran (1974) merupakan suatu studi mengenai terjadinya dan distribusi
keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga
determinannya dan akibat-akibat yang terjadi pada kelompok penduduk
dan masyarakat.

3
6. Hacmohan dan pugh (1970) epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari
penyebaran dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit paca
masyarakat.
7. Fox, Hall, dan Elreback menyatakan bahwa epidemiologi adalah suatu
pengetahuan tentang faktor yang menentukan terjadinya suatu penyakit
dalam populasi.
8. Mausner/Bahn, epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang
penyebaran distribusi dan faktor penyakit serta kecelakaan dalam suatu
populasi.
9. Edwin D. Kill Bourne, epidemiologi adalah pengetahuan penyebara dari
penyakit di masyarakat dan faktor-faktor yang memengaruhi atas
penyebaran tersebut.
10. WHO (regioal committe nacting ke-42 dibandung) mendefinisikan
epidemiologi adalah “ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan
dari peristira kesehatan dan peristiwa ainnya yang beruhubungan dengan
kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat serta menerapkan ilmu
tersebut untuk memecahkan masalah masalah tersebut.
11. Garry D. Friedman (1974) dalam bukuya : primer of epidemiology,
menuliskan bahwa “epidemioloy is the study of disease occurance in
human populations”. Dikatakan bahwa epidemologi adalah ilmu
pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia.

2.2Sejarah Epidemiologi

Dalam sejarahnya, epidemiologi dikembangkan menggunakan epidemi


penyakit menular sebagai suatu model study. Landasan epidemiologi masih
berpegang pada model penyakit,metode, dan pendekatannya. Dewasa ini,
epidemiologi sudah terbukti efektif dalam mengembangkan hubungan sebab
akibat kondisi –kondisi non infeksius seperti penyelahgunaan obat, bunuh
diri,kecelakaan lalu lintas,keracunan gas kimia ,kanker,dan penyakit jantung.

Epidemiologi digunakan untuk menentukan kebutuhan akan program


program pengendalian Penyakit, mengembangkan program pencegahan dan
kegiatan layanan kesehatan,serta menetapkan pola penyakit endemis ,epidemi,dan
pendemik. Endemik adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang
sama atau keberadaan suatu penyakit yang terus menerus didalam populasi atau
wilayah tertentu.

Hiperendemi merupakan istilah yang menyatakan aktifitas yang terus


menerus melebihi prevalensi yang diperkirakan, sering dihubungkan dengan
populasi tertentu, populasi yang kecil atau populasi yang jarang yang seperti yang
ditemukan dirumah sakit, klinik, bidan,atau institisi lain. Istilah ini juga
menunjukkan keberadaan penyakit menular dengan tingkat insedensi yang tinggi

4
dan terus menerus melebihi angka prevalensi normal dalam populasi dan
menyebar merata pada semua usia dan kelompok. Holeendemi mengambarkan
suatu penyakit yang kejadiannya dalam populasi sangat banyak dan umumnya
terdepat diawal kehidupan pada sebagian besar anak dalam populasi, contohnya
malaria.

Epidermi adalah wabah atau muncul penyakit tertentu yang berasal dari
sumber tungal, dalam satu kelompok, populasi,masyarakat,atau wilayah yang
tingkatan kebiasaan yang melebihi tingkatan kebiasaan yang diperkirakan.
Kejadian luar biasa atau peningkatan secara tajam dari kasus baru yang
memengaruhi kelompok tertentu biasanya juga disebut sebagai epidemis.
Pandemik adalah epidemik yang menyebar luas melintasi batas negara, atau
populasi yang besar bahkan kemungkinan seluruh dunia.

Secara umum sejarah epidemiologi dibagi kedalam empat priode sebagai.

Periode kuno
Periode ini dimulai pada saat zaman hippocrates yang kenal sebagai bapak
kedokteran yang berkembang semasa 460-375 sebelum masehi.
Masa pertengahan
Masa pertengahan dimulai sejak awal tahun 1348 yang dikenal dengan zaman
“kematian hitam”
Pada saat itu,dikenal penyakit wabah dengan korban jiwa yang tidak sedikit.
Abad ke-18
Pada abad ke-18, mulai terjadi peningkatan derajat kesehatan yang didukung
dengan berkembangnya penelitian penelitian ke arah penyakit penyakit menular.
Dengan dunia keperawatan, pada tahun 1820-1910 lahir tokoh yang dikenal
sebagai simbol keperawatan dengan memperhatikan lingkungan sekitar klien.
Florence berkeyakinan jika lingkungan diperbaiki masa masa perawatan dapat
dipersingkat.
Abad ke -19
Dalam epidemiologi modern,telat dipandang determinal penyakit secara
holistik,oleh sebab itu telah digunakan beberapa pendekatan diantaranya :
 Statistik yang berhubungan dengan keadaan yang memengaruhi higiene
dan kesehatan.
 Epidemiologi penyakit infeksi
 Epidemiologi penyakit kronik
 Eko-epidemiologi.

SEJARAH PERKEMBANGAN EPIDEOLOGI DAN TOKOH EPIDEMILOGI

Pada bahasan ini akan dijelaskan mengenai sejarah dan tokoh yang
memelopori epidemiologi .(buku.keperawatan kesehatan komunikasi )ferry
efendi –makhfudli.

5
Sejarah Perkembangan Epidemiologi

Berikut ini faktor yang melatarbelakangkan perkembangan epidemiologi.

1. Tantangan zaman dimana terjadi perubahan masalah dan pola penyakit.


Dimasalalu
(zaman jhon snow) epidemiologi mengarahkan penyakit menular dan
wadah.
Dewasa ini terjadi perubahan pola penyakit kearah penyakit tidak menular,
dan epidemiologi tidak hanya diharapkan maslaah penyakit semata,tetapi
hal hal lain yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan penyakit
serta masalah kesehatan secara umum.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan lainnya, perkembangan sebagian ilmu
yang pesat dan membiarkan angin segar untuk perkembangan
epidemiologi. Dengan demikian, terjadinya perubahan dan perkembangan
daya pikir para ahli kesehatan masyarakat dari masa kemasa sesuai dengan
kondisi zaman dimana mereka berada.

Berikut ini beberapa pandangan terhadap terjadinya penyakit.

1. Contagion theroty, menemukan bahwa untuk menjadi penyakit diperlukan


adanya kontak antara satu orang dengan adanya. Teori ini dikembangkan
berdasarkan situasi penyakit pada masa itu, dimana penyakit yang melanda
kebanyakan adalah penyakit menular yang terjadi karena adanya kontak
langsung. Awalnya dikembangkan berdasarkan pengamatan epidemi dan
penyakit kusta dimesir.
2. Hippocratic theory, mengarahkan kausa pada suatu faktor tertentu.
Hippocrates mengatakan bahwa penyebab penyakit berasal dari penyakit
berasal dari alam, yaitu cuaca dan lingkungan. Perubahan lingkungan dan
cuaca ditunjuk sebagai penyebab terjadinya penyakit. Teori ini menjawab
masalah penyakit yang ada pada waktu itu dan dan dipakai hingga tahun
1800-an. Selanjutnya, teori ini tidak mampu menjawab tantangan berbagai
penyakit infeksi lainnya yang mempunyai rantai penularan yang lebih
kompleks.
3. Miastic theory, mengatakan bahwa penyakit diakibatkan oleh gas gas
busuk dari perut bumi yang menjadi kuasa. Teori ini mempunyai arah
cukup spesifik, namun kurang mampu menjawab pertanyaan tentang
berbagai penyakit.
4. Epidemic theory, teori ini menghubungkan terjadinya penyakit dengan
cuaca dan faktor geografis (tempat). Suatu zat oeganik dari lingkungan
dianggap sebagai pembawa penyakit. Misalnya air tercemar menyababkan
gestroenteritis. Teori ini diterapkan oleh jhon snow dalam menganalisis
terjadi diare dilondon(inggris)
5. Germ theory, suatu kuman(mikroorganisme) ditunjuk sebagai penyebab
penyakit. Teori ini sejalan dengan kemajuan dibidang teknologi

6
kedokteran dan ditemukan mikroorganisme. Kuman dianggap sebagai
penyebab tunggal penyakit. Namun, ternyata taori mendapat tantangan
dari berbagai penyakit kronik, misalnya penyakit jantung dan kanker yang
menyebabnya bukan kuman.
6. Theory multi kausal, teori ini menemukan bahwa suatu penyakit terjadi
sebagai hasil dari interaksi berbagai faktor. Misalnya interaksi antara
lingkungan yang berupa faktor kimiawi,dan sosial menegang peraturan
peran peran terjadinya suatu penyakit. Misalnya infeksi tuberkolosis paru
yang disebabkan oleh invas.
7. James lind. Menemukan hubungan kekurangan vitamin c dengan scurty
(kekurangan vitamin C ). Penemuan sederhana dengan mengamati ada
kelompok tertentu dari meraka dan pelayanan dikapal yang mereka
tumpangi dalam suatu pelayanan panjang yang mengalami semacam
penyakit kudus (scurvy). Mereka menderita kekurangan vitaminC karena
mengonsumsi makanan kaleng dan dikenal sebagai bapak trial klinik.
8. Dool dan hill. Dua nama yang berkaitan dengan cerita hubungan rokok
dan kanker paru. Penelitian pertama yang mendesein penilitian yang
melahirkan bukti adanya hubunga antara rokok dan kanker paru.
Keduanya pelopor penelitian dibidang epidemiologi klinik.
2.3Tokoh – tokoh Epidemiologi

1. Antonio van Leuwenhouk (1632-1723). Warga Belanda, lahir di Delft


24 Oktober 1632. Dikenal sebagai ilmuan amatir. Sumbangan Antonio
van Leuwenhouk diantaranya adalah sebagai berikut.
 Menemukan mikroskop.
 Menemukan bakteri dan parasit tahun 1674.
 Menemukan sprematozoa 1677, penemuannya berguna untuk
analisis epidemiologi selanjutnya.
2. Robert Koch. Jasanya dalam bidang epidemiologi adalah sebagai
berikut.
 Penemu penyakit tuberkulosistahun 1882.
 Memperkenalkan tuberculin tahun 1890 dianggap sebagai cara
pengobatan TBC.
 Terkenal dengan postulat Koch yang mengemukakan konsep
tentang cara menentukan kapan mikroorganisme dapat dianggap
sebagai penyebab penyakit.

7
 Selanjutnya konsep tes tuberculin dikembangkan Von Pirquet
tahun 1906.
 PPD diperkenalkan oleh Siebart tahun 1931.
 Saat ini tes tuberculin sebagai perangkat diagnosis.
3. Max van Patternkofer (Jerman), jasanya dalam bidang epidemiologi
adalah sebagai berikut.
 Mengidentifikasi penyebab suatupenyakit.
Membuktikan penyebab suatu penyakit dengan memakai dirinya
sebagai kelinci percobaan dengan menelan 1,00 cm3 kultur vibrio
menantang teori yang sedang berkembang saat itu yang
menyatakan vibrio adalah penyebab kolera.
 Dia membuktikan bahwa vibrio bukan penyebab kolera dengan
meminum segelas air berisi baksil kolera dan ternyata memang
(kebetulan) dia tak jatuh sakit.
 Kemungkinan dosis yang diminum terlalu kecil, mengingat
dibutuhkan jumlah vibrio yang banyak untuk selamat dari
keasaman lambung.
4. Jhon Snow. Dalam dunia kesehatan masyarakat namanya tidak asing
dalam upaya mengatasi kolera. Dalam menganalisis penyakit kolera
mempergunakan pendekatan epidemiologi dengan menganalisis faktor
tempat, orang, dan waktu.
Dianggap sebagai the father of epidemiology.
5. Percival Pott. Seorang ahli bedah menggunakan pendekatan
epidemiologi dalam menganalisis tingginya kejadian kanker skrotum
dikalangan pekerjapembersih cerobong asap. Dalam analisisnya dia
menemukan bahwa zat tar yang terdapat pada cerobong yang
dianggap sebagai penyebab. Dia dianggap sebagai bapak
epidemiology modern.
6. James Lind. Menemukan hubungan kekurangan vitamin c dengan
scurvy (kekurangan vitamin c). Penemuannya sederhana dengan
mengamati ada kelompok tertentu dari mereka dalam pelayanan di
kapal yang mereka tumpangi dalam suatu pelayaran panjang yang

8
mengalami semacam penyakit kudis (scurvy). Mereka menderita
kekurangan vitamin c karena mengonsumsi makanan kaleng dan
dikenal sebagai bapak trial klinik.
7. Dool dan Hill. Dua nama yang berkaitan dengan cerita hubungan
rokok dan kanker paru. Peneliti pertama yang mendesain penelitian
yang melahirkan bukti adanya hubungan antara rokok dan kanker
paru. Keduanya pelopor penelitian di bidang epidemiologi klinik.

2.4PERANAN EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi diharapkan dapat berperan dalam pembangunan


kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan
melalui kemampuan epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan
faktor penyebab masalah kesehatan dengan mengarahkan intervensi
yang diperlukan. Berikut ini adalah peranan epidemiologi.

1. Dalam bidang kesehatan masyarakat, epidemiologi mempunyai


tiga fungsi.
 Menerapkan besarnya masalah dan gangguan kesehatan
(termasuk penyakit) serta penyebarannya pada suatu
penduduk tertentu.
 Menyiapkan data atau informasi yang esensial untuk
keperluan perencanaan, pelaksanaan program, serta evaluasi
berbagai pelayanan (kesehatan) pada masyarakat, baik yang
bersifat pencegahan, penanggulangan penyakit, maupun
bentuk lain menentukan skala prioritas terhadap kegiatan.
 Mengidentifikasi berbagai faktor yang menjadi penyebab
masalah atau faktor yang berhubungan dengan terjadinya
masalah tersebut.
2. Empat peran utama epidemiologi menurut WHO (1977) adalah
sebagai berikut.
 Mencari kausa, yaitu faktor – faktor yang memengaruhi
derajat kesehatan dan yang menyebabkan terjadinya
penyakit.

9
 Riwayat alamiah penyakit, yaitu berlangsungnya penyakit,
bisa sangat mendadak (emergency), akut, sub-akut,
dankronis.
 Deskripsi status kesehatan masyarakat, yaitu
menggambarkan proporsi menurut status kesehatan,
perubahan menurut waktu, usia, dan sebagainya.
 Evaluasi hasil intervensi, yaitu menilai bagaimana
keberhasilan berbagai intervensi seperti promosi kesehatan,
upaya pencegahan, dan pelayanan kesehatan.
3. 7 (tujuh) peran utama peran utama epidemiologi menurut
Vanalis B. (1999) dalam bukunya Epidemiology in Health
Care.
 Menginvestigasi penyebab dari suatu penyakit.
 Mengidentifikasi faktor risiko penyakit.
 Identifikasi sindrom (kumpulan gejala penyakit) dan
klasifikasi penyakit.
 Melakukan diagnosis banding (differential diagnosys) dan
perencanaan pengobatan.
 Kepentingan surveilen status kesehatan penduduk.
 Sebagai diagnosis komunitas dan perencanaan pelayanan
kesehatan.
 Evaluasi pelayanan kesehatan dan intervensi kesehatan
masyarakat.
4. Dari kemampuan epidemiologi
Mengetahui distribusi, faktor – faktor penyebab masalah
kesehatan, dan mengarahkan intervensi yang diperlukan.
Epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang
kesehatan masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut.
 Mengidentifikasi masalah kesehatan utama yang sedang di
hadapi oleh masyarakat.

10
 Mengidentifikasi faktor – faktor yang berperanan dalam
terjadinya penyakit atau masalah kesehatan utama
masyarakat.
 Menyediakan data untuk keperluan perencanaan kesehatan
dan pengambilan keputusan (decision making).
 Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan
yang sedang atau telah dilakukan.
 Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan
suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau
menanggulanginya.
 Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk
menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.
5. Epidemiologi dengan disiplin ilmu lainnya
Dunia ini pengetahuan secara garis besar terdiri atas ilmu social
(sosiologi), ilmu kesehatan (public helath), dan ilmu kedokteran
(medicine). Masing – masing ilmu berkembang dari waktu ke
waktu, sehingga lama kelamaan batas masing – masing ilmu
semakin tidak jelas dan sebaliknya hubungan antara satu ilmu
dengan ilmu lainnya semakin erat. Epidemiologi pada dasarnya
bernaung di bawah dunia kesehatan sebagai salah satu cabang
ilmu kesehatan masyarakat. Dalam epidemiologi dipelajari
distribusi penyakit dan faktor – faktor yang memengaruhinya.
Dalam hal ini, epidemiologi tidak dapat berdiri sendiri
karena timbulnya penyakit berhubungan dengan faktor – faktoe
yang ada dalam penjamu (host), agent, dan lingkungan
(environment). Sehingga dari uraian ini dapat dipahami bahwa
epidemiologi tidak dapat melepaskan diri dengan bidang ilmu
lainnya. Dalam bidang kedokteran, epidemiologi berhubungan
erat dengan mikrobiologi, parasitology, patologi, virologi, dan
ilmu laboratorium preklinik lainnya. Tidak terkecuali
hubungannya dengan ilmu – ilmu penyakit / klinik seperti ilmu
penyakit dalam, ilmu bedah, dan sebagainya.

11
Epidemiologi sebagai suatu metode ilmiah berperan dalam
penelitian, sehingga tidak dapat melepaskan diri dalam
kaitannya dengan statistik dalam matematika. Guna
menganalisis masalah – masalah yang berkaitan dengan
penerapan strategi pencegahan dan pemberantasan penyakit,
epidemiologi memerlukan masukan dari ilmu – ilmu sosial,
misalnya Antropologi Ilmu Ekonomi. Dengan demikian,
tampak bahwa sebagai ilmu yang berkembang epidemiologi
sangat terbuka untuk menerima masukan dari disiplin ilmu
lainnya. Bahkan dalam aplikasinya epidemiologi merasa lebih
sempurna bila bersama ilmu lainnya. Sebagai contoh penerapan
epidemiologi di klinik dikenal adanya epidemiologi klinik.
Dengan epidemiologi klinik, tampak epidemiologi turut
berkembang kemampuan metodologinya dengan mendapat
masukan dari berbagai ilmu klinik dalam dunia kedokteran.
Sebagai gambarannya dapat dilihat pada Tabel. 4.1.

Tabel 4.1 Perbandingan Epidemiologi dengan Klinik


Epidemiologi Klinik
Target: Populasi Target: Individu
1. Assesment (pengkajian) 1. Diagnosis
2. Preventif (pencegahan) 2. Pengobatan
3. Planning (perencanaan) 3. Perawatan
4. Evaluasi (penilaian) 4. Pelayanan

2.5RUANG LINGKUP EPIDEMIOLOGI

1. Epidemiologi penyakit menular


Sebagai bentuk dan upaya manusia untuk mengatasi gangguan penyakit
menular yang saat ini hasilnya sudah tampak.

2. Epidemiologi penyakit tidak menular

12
Upaya untuk mencegah penyakit yang tak menular seperti: kanker; penyakit
sistemik; penyakit akibat kecelakaan lalu lintas; penyalahgunaan obat,
termasuk penyakit akibat gangguan industri.

3. Epidemiologi klinik
Bentuk yang saat ini sedang di kembangkan para klinisi yang bertujuan untuk
membekali para klinisi atau dokter/paramedis tentang cara pendekatan masalah
melalui disiplin ilmu epidemiologi.

4. Epidemiologi kependudukan
Cabang epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolog
idalam menganalis berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang
demografi serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan
demografi yang terjadi di dalam masyarakat. Memberikan analisis tentang sifat
karakteristik penduduk secara demografi dalam hubungannya dengan masalah
kesehatan dalam masyarakat. Juga berperan dalam berbagai aspek
kependudukan dan keluarga berencana, serta di gunakan sebagai dasar dalam
mengambil kebijakan dan menyususn perencanaan yang baik.

5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan


Salah satu sistem pendekatan manajemen dalam menganalisis masalah,
mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah, serta penyususnan rencana
pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Bentuk
pendekatan ini dapat di gunakan oleh para perencana pelayanan kesehatan,
baik dalam bentuk penilaian hasilsuatu kegiatan kesehatan yang bersifat umum
maupun dengan sasaran yang khusus.

6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja


Ocupational andenvironmental epidemiology merupakan salah satu bagian
epidemiologi yang mempelajari serta menganalisis keadaan kesehatan tenaga

13
kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang bersifat
fisik, kimia, biologis, maupun sosial budaya serta kebiasaan hidup para
pekerja. Kegunaannya adalah analisis tingkat kesehatan para pekerja juga
untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja (PAK).

7. Epidemiologi kesehatan jiwa


Salah satu pendekatan dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat,
baik mengenal keadaan kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun
analisis berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam
masyarakat.

8. Epidemiologi gizi
Banyak di gunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat , dimana masalah
ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup
masyarakat. Pendekatan ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang
berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang
bersifat biologis maupun yang berkaitan dengan masalah sosial.

1. Epidemiologi penyakit menular


Sebagai bentuk dan upaya manusia untuk mengatasi gangguan penyakit
menular yang saat ini hasilnya sudah tampak.

2. Epidemiologi penyakit tidak menular


Upaya untuk mencegah penyakit yang tak menular seperti: kanker; penyakit
sistemik; penyakit akibat kecelakaan lalu lintas; penyalahgunaan obat,
termasuk penyakit akibat gangguan industri.

3. Epidemiologi klinik
Bentuk yang saat ini sedang di kembangkan para klinisi yang bertujuan untuk
membekali para klinisi atau dokter/paramedis tentang cara pendekatan masalah
melalui disiplin ilmu epidemiologi.

14
4. Epidemiologi kependudukan
Cabang epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolog
idalam menganalis berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang
demografi serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan
demografi yang terjadi di dalam masyarakat. Memberikan analisis tentang sifat
karakteristik penduduk secara demografi dalam hubungannya dengan masalah
kesehatan dalam masyarakat. Juga berperan dalam berbagai aspek
kependudukan dan keluarga berencana, serta di gunakan sebagai dasar dalam
mengambil kebijakan dan menyususn perencanaan yang baik.

5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan


Salah satu sistem pendekatan manajemen dalam menganalisis masalah,
mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah, serta penyususnan rencana
pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Bentuk
pendekatan ini dapat di gunakan oleh para perencana pelayanan kesehatan,
baik dalam bentuk penilaian hasilsuatu kegiatan kesehatan yang bersifat umum
maupun dengan sasaran yang khusus.

6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja


Ocupational andenvironmental epidemiology merupakan salah satu bagian
epidemiologi yang mempelajari serta menganalisis keadaan kesehatan tenaga
kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang bersifat
fisik, kimia, biologis, maupun sosial budaya serta kebiasaan hidup para
pekerja. Kegunaannya adalah analisis tingkat kesehatan para pekerja juga
untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja (PAK).

7. Epidemiologi kesehatan jiwa


Salah satu pendekatan dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat,
baik mengenal keadaan kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun
analisis berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam
masyarakat.

15
8. Epidemiologi gizi
Banyak di gunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat , dimana masalah
ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup
masyarakat. Pendekatan ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang
berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang
bersifat biologis maupun yang berkaitan dengan masalah sosial.

Mubarok, Wahit Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta:


Salemba Medika

Mubarok, Wahit Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Salemba
Medika

2.6PENGUKURAN EPIDEMIOLOI

Untuk mengetahui kejadian dan pola uatu penyakit atau permasalahan yang
terjadi di masyarakat digunakan alat atau metodu yang dapat dipakai sebagai tolak
ukur atau indikator. Alat ukur yang sering dipakai adalah rasio (ratio) dan rate.
Rasio atau proporsi digunakan untuk membandingkan frekuensi suatu penyakit
atau masalah pada dua kelompok individu atau lebih, misalnya frekuensi
distribusi suatu penyakit atau suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat, misalnya
jumlah kematian penduduk di kota surabaya karena emam berdarah adalah 20
orang per 1000 penduduk.

Rate adalah penyataan numerik, yang menggunakan sebuah rumus untuk


mengitunng frekuensi suatu kejadian yang berasal dari pembagian jumlah kasus
(pembilang) dengan jumlah populasi total yang mengalami kejadian tersebut
(penyebut atau populasi berisiko),kemudian hasilnya dikalikan 100, 1.000 atau
10.000 (suatu konstanta) untuk mengetahui jumlah kasus yang terjadi pada unit
populasi tersebut.

16
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠
𝑟𝑎𝑡𝑒 = 𝑥 1.000
𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢

Rasio adalah hubungan dalam angka, tingkatan, atau penjumlahan yang


terbentuk antara dua hal; hubungan yang kuat dalam hal jumlah atau tingkatan di
antara dua hal serupa, misalnya 25 laki-laki terhadap 30 perempuan. Karena
sifatnya yang lebih umum, rasio merupakan angka relatif yang menunjukan
tingkatan suatu kejadian yang berkaitan dengan kejadian lain. Semua rate. Dalam
epidemiologi, rasio kurang bermanfaat dibandingkan rate karena elemen
waktunya dihilangkan sehingga hasilnya lebih umum (G.D.friedman, 2000)

Proporsi adalah suatu bentuk persentase, sementara persentase merupakan


tipe khusus proporsi. Dalam epidemiologi, jumlah orag yang saat itu mengalami
penyakit atau kondisi dibandingkan dengan keseluruhan jumlah orang yang
pernah mengalami penyakit atau kondisi itu disebut proporsi. Jika dinyatakan
dalam perbandinganya dengan populasi secara keseluruhan, hal itu disebu rate.
Dalam epidemiologi, salah satu rasio yang digunakan adalah rasio kematian bayi,
yang umumnya dinyatakan sebagai jumlah kematian bayi dibandingkan dengan
jumlah kelahiran hidup. Total jumlah angka kematian akibat penyebab tertentu
dapat dinyatakan sebagai sesuatu proporsi dari semua kematian, tetapi tidak untuk
semua kelahiran.

Pengukuran Angka Penyakit (Morbiditas)

Pengukuran frekuensi penyakit dititik beratkan pada angka kesakitan dan angka
kematian yang terjadi pada masyarakat. Pengukuran angka kesakitan relatif lebih
sulit di bandingkan dengan angka kematian.

Incidence rate

Incidence rate dari suatu penyakit merupakan jumlah kasus baru yang terjadi di
kalangan penduduk selama periode waktu tertentu. Rumus yang digunakan:

17
𝑖𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 𝑟𝑎𝑒
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
= 𝑥 1.000
𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑢𝑙𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

Attack rate

Bila penyakit terjadi secara mendadak dan orang yang menderita dalam jumlah
besar seperti keracunan makanan, maka formula yang dipakai untuk menghitung
adalah attack rate. Rumus yang digunakan:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡


𝑎𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑟𝑎𝑡𝑒 = 𝑥 1.000
𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜

Prevalence rate

Prevelance rate merupakan frekuensi penyakit lama dan baru yang terjadi pada
suatu masyarakat pada periode tertentu. Bila prevalence rate di tentukan pada
suatu periode, misalnya pada bulan juli 2006, maka disebut sebagai point
prevelance rate. Tetapi jika di tentukan dalalam periode tertentu misalnya satu
tahun (1 januari 2007 sampai 31 desember 2007) maka disebut sebagai prevalence
rate. Rumus yang digunakan:

𝑝𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑐𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑒
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
= 𝑥 1.000
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢𝑟ℎ𝑛𝑦𝑎

Indeks Penilaian Kesehatan Masyarakat

Guna meilai kondisi kesehatan masyarakat dibutuhkan suatu ukuran yang dapat
digunakan sebagai indikator. Indeks kesehatan yang dapat digunakan dalam
epidemiologi yaitu indeks fertilitas, indeks morbilitas, dan indeks mortallitas.
Ukuran yang banyak digunakan pada indeks kesehatan adalah angka, disamping
rasio dan proporsi.

Pengukuran Angka Kematian (Mortalitas)

18
Pengukuran angka kematian jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan
pengukuran angka kesakitan, karena kejadiannya sudah pasti dan lebih mudah
untuk mendapatkan datanya dari sumber-sumber yang pasti. Angka kematian
yang sering digunakan adalah angka kematian kasar, angka kematian bayi, angka
kematian ibu, angka kasus fatal dan angka kematian neonatal.

Angka kematian kasar

Angka kematian kasar (AKK) merupakan jumlah seluruh kematian selama tahun
berjalan bagi jumlah penduduk pertengahan tahun. Rumus yang digunakan :

Jumlah Seluruh Kematian


AKK = X 1.000
Pertengahan Tahun

Angka Kematian Bayi


Angka kematian bayi (AKB) adalah angka kematian anak berumur kurang dari
satu tahun. AKB merupakan indicator penting dalam penilaian status kesehatan
masyarakat yang meliputi keadaan tingkat ekonomi , sanitasi, gizi, pendidikan,
dan fasilitas kesehatan yang terdapat di suatu negara. Rumus yang digunakan :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑦𝑖<1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛


AKB = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎 x 1.000

Angka kematian ibu


Angka kematian ibu (AKI) pada proses kehamilan merupakan indicator penting
pelayanan obstetric dan keberhasilan program Keluarga Berencana. Selain itu,
juga biasa dipakai sebagai tolak ukur pengembangan status ekonomi masyarakat.
Rumus yang digunakan :

Jumlah Kematian ibu pada proses kehamilan,kelahiran,dan nifas


AKI = X 1.000
Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama

Angka kasus fatal


Angka kasus fatal (AKF) merupakan presentase angka kematian karena peyakit
tentu yang pakai untuk menentukan derajat keganansan atau kegawatan peyakit
tersebut. Rumus yang digunakan:

19
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡
𝐴𝐾𝐹 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎 X 1.000

Angka kematian neonatal


Angka kematian neonatal(AKN) adalah jumlah kematian bayi berumur kurang
dari empat minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup. Rumus yang digunakan:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑦𝑖<28 ℎ𝑎𝑟𝑖


𝐴𝐾𝑁 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎 X 1.000

Angka kematian pascaneonatal


Angka kematian pascaneonatal (AKP) di perlakukan untuk menelusuri kematian
di negara belum berkembang, terutama pada wiayah tempak bayi meninggal pada
tahun pertama kehipanya akibat malnulasi, defisien nutrisi,dan peyakit infeksi.

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑦𝑖 𝑢𝑠𝑖𝑎 28 ℎ𝑎𝑟𝑖−1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛


𝐴𝐾𝑃 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑎𝑛ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎 X 1.000

UKARAN MURBIDITAS DAN MORTALITAS DALAM EPIDOMOLOGI

Rasio, Proporsi, Angka

Data yang terkumpul merupakan data kasar yang perlu di olah uantuk dianalisis
dan di tarika kesimpulan. Hasil pengobatan berupa nilai absolut denagn ciri sebagi
berikut: (1) berupa jumlah; (2) diperoleh dengan cepat; (3) tidak dapet di gunakan
untuk membandingkan.

Agar data morbilitas fan mortalitas dapat digunakan untuk membandingkan, maka
data absolud di uabah menjadi data relative. Dalam epidomologi, ukuran yang
bayak di gunakan dalam membentuk morbiditas dan mortalitas adalah angka
resiko dan proporsi.

Rasio. Rasio meripakan nilai relative yang di hasilkan dari perbandingan dua nilai
kuantitatif yang pembilangannya tidak merupakan bagian dari peyebut.misalnya
sebuah nilai kuantitatif A dan nilai kuanitatif B, makaresio kesua nilai tersebut
adalah A/B. contoh, pada suatu kejadian luar biasa kercunan makanan terdapat 32

20
orang penderita dan 1w di antranya adalah anak anak, rasio anak terhadap dewasa
adalah

12
= 0,6
20

Proporsi. Propordi ialah perbandingan dua kali kuatatif yang pmbilangannya


merupakan bagian dari peyebut. Pada proposi, perbandinagn menjadi: A/(A + B).
pada contoh di atas proporsi menjadi:

12
= 0,375
(12 + 20)

Bila proposi dikalikan 100 disebut persen (%) sehigga presentase pada contoh di
atas menjadi 37,5%.

Angka. Angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus perbandingan antara


pembilnagan dan peyebut diyatakan dalam batas waktu. Insidensi merupakan
kasus baru suatu peyakit yg terjadi dalam wkatu kurun waktu tertentu. Ini
merupakan cara terbaik untuk menenantukan resiko timbulnya peyakit.

Angka Insidensi

Bataan uantuk angka insidnsi ialah proporsi kelompok individu yang terdapat
dalm penduduksuatu wilayah ataou negara yang semula tidak sakit dan menjadi
sakit dalam kurun waktu tertentu dan pembilang dalam proporsi tersebut adalah
kasus baru. Rumusnya adalah sebagi berikut:
(𝑑)
P= (𝑑) x k

P = estimasi

D = jumlah kasus baru

N = jumalah individu yang awalnya tidak sakit

21
K = kostranta

Atau jumlah kejadian dalam kurun waktu tertentu di bagi penduduk yang
mempunyai resiko (population at risk) terhadap kejadian tersebut dalam kurun
waktu tertentu dikalikan dengan kostranta ‘’K’’.

Angka insidensi = jumlah kejadian dalm waktu tertentu


𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑

Misalnya, angka insidensial kematian penduduk negara A karena peyakit jantung


peda tahun 2008 adalah 247 per 100.000 penduduk. Angka terserbut meupakan
hasil perhitungan mengunakan rumus berikut.

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑 2008


X
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑 2008
1000

Angka Insidensi dalam epidemologi merupakan ukuran yang penting dan banyak
di gunakan hingga terdapat beberapa istilah yang di gunakan oleh berbagai ahli
epidemologi. Misalnya, incidence rate atau cumulative incidence rate
(Mietenen,1976) atau attac rate (lilienfeld A.M. and D.E lilienfeld, 1980).

Beberapa Pertimbangan

Untuk memperoleh insedensi harus di lakukan pengamatan kelompok penduduk


yang mempunyai resiko terkena peyakit yang ingin di cari, ya itu dengan cara
mengikuti secara prospektif untuk mentukan insidensi hendaknya
mempertimbangkan beberapa hal berikut.

1. Pengtahuan tentang status kesehatan populasi studi. Kelompok individu


dalam populasi status kesehatanya dan klasifikasikan menjadi ‘’sakit’’
atau ‘’tidak sakit’’. Penemuan ini dapat di lakukan melalui catatan yang
ada yau melalui peyaringan atau pemeriksann lain. Hal ini penting untuk
mentukan keadaan awal bahwa peyakit yang akan di teliti pada kelompok
individu belumerjadi.
2. Menntukan waktu awas peyakit. Mentuka krateria dianostik saat di mulai
timbulnya peyakit bagi kelompok penduduk yang akan di cari
insidenyamerupakan hal yang sangat penting. Dalam beberapa hal,

22
penemjuan ini relative mudah di temukan dngan timbulnya gejala,
infkuenza, gastroentitis, infarak mioakad, atau selebral hemoragi.
3. Sepefikasi peyebut. Bila penelitian epidemiologis untuk mencari insidensi
peyakit di lakukan jnagka waktu yang lama, tidak smua subject studi dapat
mengikuti sepenuhnya sampai penelitian berhasil dan hal ini di sebabkan
sebagian ada yang meninggal karena peyakit lain, pindah atau
memundurkan diri. Dengan alsan lain dan hanya mengikuti pengamakatan
sebagian waktu, maka batasan atau rumusan angka peyebut digunakan
person time hingga incidence rete disebut person years incidence rate
(grenlan, 1975) atau incidence density (mietinen,1976a) tau hazat (grosss
&cllart,1975) atau community incidence race. Perhitungannya dapat
menggunakan rumus berikut.

𝑑
𝑑=
(𝑑 − 1⁄2 𝑑)

P = estimasi cumulate incidence rate


D = jumlah kasus baru
N = jumlah person at rist
w = jumalah yang memundurkan diri

bila di asumsikan semua yang memundurkan diri terjadi pada pertengahan


tahun pengamatan, maka jumlah yang memundurkan diri menjadi 1⁄2 w.

4. Spefikasi pembilangan jumlah orang vs jumlah kejadian. Contohnya,


dalam hal yang tertentu seseorang dapat mengalami sakit yang sama
beberapa kali kurun wakktu tertentu, misalnya influenza. Hal ini
mengakibatkan dua angka insidensi dari data yang sama, yaitu angka
insidensi berdasarkan orang yang menderita dan angka isidensinya
berdasarkan ornag yang menderita angka insidensi berdarkan kejadian
peyakitnya. Angka insidensi berdasarkan orang orang yang menderita
dapat di tulis dalam rumus berikut:

Angka insedensi =
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑
nperiode 1 tahun
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑

Untuk angka insedensi berdaarkan kejadian peykitnya diyatakan dalam


rumaus berikut. Misalnya, untuk peyakit flu.

23
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑
Angka insidensi = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
periode 1 tahun

Angka insidensi berdasarkan peyakit dapat lebih besar dibandingkan


dengan angka insidensi berdasarkan penderita, karena dalam periode
tertensu seseorang dapat menderita peyakit akud yang cepat sembuh dan
sering relaps seperti common cold yang secara umum di kenal sebagai
peyakit flu.

5. Periode pengamatan. Angka insidensi harus dinyatakan dalam kurun


waktu tertebtu, biasanya satu bulan,tetapi dapat juga dalam periode waktu
lain aslakan cukup panjang. Misalnhya, pada peyakit pada frequensi yang
sabfgat sendikit membutuhkan waktu bertahun tahun. Pada populasi besar,
peyebut hendaknya menggunakan penduduk hasil sensus, misalnya pada
pengamatan insidensi peyakit TBC suatu kota. Untuk peyakit dengan
insidensi yang terjadi dalam waktu yang pendek digunakan istilah attack
brace (lilienfileld and lilinfeld, 1980).

Angka prevenlansi

Perhitungan angka prevelansi terdapat dua ukuran, yaitu point prevelance


(prevelansi sesaat) dan periode prevelance (prevelanse periode).

Point prevalence =
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑡𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑

Point prevelance =
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 1 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑

Secara skematis, insidensi, point prevalence, dan periode dapat di


gambarkan sebagai berikut.
Pada contoh di bawah terdapat 9 kasus dengan rincian sebagi berikut.

1. Insidensi: 2,3,4,8,9
2. Prevalansi sesaat: 1 januari: kasus 1,5,7
31 desember: kasus 2,5

24
3. Prevelansi: kasus 1,2,3,4,5,7,8,dan 9

Manfaat Insidensi Dan Prevelansi

Angka insidensi dapat di gunakan untuk mengukur angka kejadian penyakit.


Perubahan angka insidensi menunjukan adanya perubahan factor factor penyebab
peyakit, yaitu ulkurasi alamiah dan progam pencegahan.

Bila fluktual alamiah dapat di abaikan maka penurunan indednsi menunjukan


keberhasilan progam pencegahan. Manfaat lain dari pengukuran insedensi ialah:
sbagi berikut.

1. Ukursn insedensi bayak digunakan dalam penelitian epidemologi uantul


mencari adanya hunungan sebab-akibat.
2. Ukuran insedensi dapat oula di gunakn untuk mengdakan perbandingan di
antra berbagai polusi denagan pemaparn yang berbeda.
3. Ukuran insedensi dapat digunakan untuk mengkur besarnya resiko yang
ditimbulkan oleh determinan tertentu.

Ukuran prevelensi suatu penyakit dapat digunakan untuk:

1. Mengambarkn tinggakat keberhasilan progam pemberantasan penyakit


2. Peyusunan perencanaan pelayann kesehatan, misalnya peyediann srana
obat obatan, tenaga, dan ruangan
3. Meyatakan bayaknya kasus yang dapat diagnosis

Hubungan Antara Insedensi Dan Prevelansi

Angka prevelansi di pengaruhi oleh insedensi dan lama sakit. Lamanya sakit
ialah periode mulai di diagnosis peyakit samapi berahirnya peyakit tersebut,
yaitu: sembuh, mati, atau kronis. Hubungan antara prevelansi, insedensi, dan
lamanya sakit dapat diyatakan dalam rumus berikut.

P = prevalensi

I = insidensi

25
D = lamanya sakit

Hubungan tersebut akan tampak nyata pada peyakit kronis dan stabil. Bila
dikarenakan kemajuan tehnologi bidang pengobatan suatu peyakit hanya dapat
menghindarkan kematian tetapi tidak meyembuhkan, maka pda keadaan ini
prevelansi akan meningkatkan meskipun terjadi peningkatan insidensi.
Sebaliknya, adanya kemajuan tehnoloki kedokteran sehingga suatu penyakit
dengan cepat dapat disembuhkan atau dengan cepat menimbulkan kematian, maka
prevalensi akan tetap, bahkan mungkin menurun meskipun terjadi kenaikan
insidensi. Penurunan prevalensi dipengaruhi oleh :

1. Menurunnya insidensi
2. Lamanya sakit yang menjadi pendek; dan
3. Perbaikan pelayanan kesehatan .

Oleh karenan itu, bila kita membendingkan prevalensi suatu penyakit antara
beberapa wilayah kita harus memperhatikakn ke tiga factor diatas. Misalnya, bila
kita membandingkan prevalensi suatu penyakit antara desa dengan kota tampa
memeperhatikan ketiga factor tersebut, maka kesimpulan yang ditarik akan bias.
Hal ini disebabkan fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di kota jauh lebih
baik dibandingkan di desa, lama sakit di kota lebih pendek hingga prevalensi
penyakit serupa di kota lebih rendah dari paa di desa.
Morbiditas merupakan masalah yang kompleks hingga WHO expert
Commite on Health Statistics menganjurkan untuk mencantumkan hal-hal berikut.
1. Tujuan dan batas yang digunakan.
2. Apakah insidensi, prevalensi sesat, atau prevalensi periode di gunakan.

3. Berhubungan dengan ssatu atu beberapa penyakit.


4. Waktu dan periode yang digunakan untuk pengamatan
5. Penyebut yang digunakan
Hal diatas di maksudkan agar laporan dapat dibandingkan dengan laporan lain
karena bila tujuan, batasan, ukuran, dan penyebut yang digunakan berbeda, maka
hasilnya akan berbeda. Hal ini tidak dapat di bandingkan dengan daerah atau
negara lain.
Contoh kasus:

Mahasiswa Stikes Al Islam sedang melakukan pengolahan asuhan keperawatan


komunitas di dusun G. mahasiswa sudah menetapkan waktu pelaksaan MMD I
dilakukan pada hari kedua setelah diterjunkan di komunitas. Setelah melakukan
MMD I, mahasiswa kemudian melakukan pengambilan data di masyarkat. Dari

26
hasil pengkajian di Dusun G Kecamatan H dilakukan editing pada data dengan
memilah tiap-tiap sub pokok dari masalah, data di khususkan pada masalah anak
dan balita. Dari hasil distribusi frekuensi mengenai data anak dan balita di dusun
tersebut:

PAUD, sebanyak 11 siswa (91,66%), mengatakan menggosok gigi 1 x sehari. SD,


sebanyak 2 siswa (5,88%), mengatakan menggosok gigi 1 x sehari. Sebanyak 3
siswa (8,82%), mengatakan tidak menggosok gigi. Saat dilakukan pengkajian
pada gigi dan mulut siswa ternyata di temukan data bahwa siswa SD sebanyak 26
siswa (76,47 %) dan PAUD sebanyak 11 siswa (91,66%) mengalami karies gigi.
Kemudian Dari hasil wawancara dengan ibu-ibu yang memiliki balita mengaku
selalu rutin melakukan imunisasi balita sesuai dengan jadwal imunisasi yang telah
di tetapkan. Dari data pengkajian menunjukkan cakupan imunisasi 95% dan 95%
imunisasi dilakukan di puskesmas. Mahasiswa Stikes Al Islam kemudian
menentukan diagnose komunitas dan rencana tindakan hingga membuat plan of
action. Perawat Lilis sebagai koordinator salah satu kegiatan diminta untuk
membuat laporan kegiatan dari plan of action yang dibuat.

Tujuan:

1. Mahasiswa dapat menyebutkan jenis diagnose dalam komunitas


2. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis MMD serta tahapan dari masing-
masing MMD
3. Mahasiswa mampu membuat analisa data komunitas, rencana kegiatan
dilanjutkan dengan pembuatan plan of action. Plan of action dibuat se-kreatif
mungkin, tidak hanya pemberian informasi kesehatan.
4. Mahasiswa dapat menentukan diagnose prioritas berdasarkan standart acuan
komunitas
5. Mahasiswa mampu menyusun satu saja laporan kegiatan berdasarkan plan of
action yang dibuat pada askep komunitas.

Sumber Bacaan:

Anderson, Elisabeth T, (2007). Buku ajar keperawatan komunitas:teori dan


praktek. Jakarta:EGC.

27
Bennett, F, J, (1987). Diagnosa komunitas dan program kesehatan. YAYASAN
ESENTIA MEDICA.

Efendi, Ferry & Makhfud. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Mubarak, W, I & Chayatin, N (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar


dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.

Murray, Anne.MC, (2003). Community healt and wellness: a socioecological


approath. Mosby: Sydney

Indeks penilaian kesehatan masyarakat

Guna menilai kondisi kesehatan masyarakat dibutuhkan suatu ukuran yang dapat
digunakan sebagai indikator. Ineks kesehatan yang dapat digunakan dalam
epidemiologi yaitu indeks fertilitas, indeks morbiditas, dan indeks mortalitas.
Ukuran yang banyak digunakan pada indeks kesehatan adalah angka, disamping
rasio dan proporsi.

1. Indeks fertilitas
Ukuran-ukuran yang banyak digunakan dalam kesehatan dan epidemiologi
adalah:
a. Angka kelahiran kasar atau crude birth rate (CBR).
Angka kelahiran kasar ialah semua kelahiran hidup yang di catat dalam
satu tahun dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun
yang sama dan dikalikan konstanta (1000).

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑


𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑 ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
= 𝑑 1000
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑
𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
Atau

28
Angka kelahiran kasar = (𝑑
𝑑
)xk
B= jumlah lahir hidup yang di catat selama satu tahun.
P= jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama.
K= konstanta (1000)
Angka kelahiran ini disebut “kasar” karena sebagai penyebut
digunakan jumlah penduduk yang berarti termasuk penduduk yang
tidak mempunyai peluang untkuk melahirkan mengikutsertakan,
seperti: anak-anak, laki-laki, dan wanita lanjut usia. Angka ini dapat
digunakan untuk menggambarkan tingkat fertilitas secara umum dalam
waktu singkat, tetapi kurang sensitif untuk:
 Membandingkan tingkat fertilitas dua wilayah; dan
 Mengukur perubahan fertilitas karena perubahan pada tingkat
kelahiran akan menimbulkan perubahan pada jumlah
penduduk.

b. Angka fertilitas menurut golongan usia atau age specific fertility rate
(ASFER)
Angka fertilitas golongan usia (ASFER) ialah jumlah kelahiran hidup
oleh ibu pada golongan usia tertentu yang dicatat selama satu tahun per
1.000 penduduk wanita pada golongan usia tertentu pada tahun yang
sama.

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑


𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑

Angka fertilitas menurut golongan usia dimaksudkan untuk


mengatasi kelemahan angka kelahiran kasar karena tingkat kesuburan
pada setiap golongan usia tidak sama sehingga gembaran kelahiran
menjadi lebih teliti. Perhitungan angka fertilitas menurut golongan usia
biasanya dilakukan dengan interval 5 tahun hingga bila wanita
dianggap berusia subur terletak antara usia 15-49 tahun, akan di

29
peroleh sebanyak 7 golongan usia. Dengan demikian, dapat disusun
menjadi distribusi frekuensi pada setiap golongan usia. Dari distribusi
frekuensi tersebut, dapat diketahui pada golongan usia berapa yang
mempunyai tingkat kesuburan tertinggi. Hal ini penting untuk
menentukan prioritas program keluarga berencana.
c. Angka fertilitas total atau total frtility rate (TFR).
Angka fertilitas total (AFT) merupakan jumlah angka fertilitas
menurut golongan usia yang dicatat selama satu tahun.
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
Angka fertilitas total = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑

Kelemahan pada perhitungan AFT ialah pada AFT dianggap semua


wanita selama masa subur tidak ada yang meninggal dan semuanya
menikah serta mempunyai anak dengan pola seperti ASFR. Hal ini
tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Indeks mortalitas dan morbiditas
Angka kematian dan kesakitan merupakan indeks kesehatan yang penting
dalam mempelajari epidemiologi untuk menentukan derajat kesehatan
masyarakat. Indeks mortalitas dan morbiditas yang banyak digunakan
dalam epidemiologi di antaranya sebagai berikut.
a. Angka kematian kasar atau crude death rate (CDR)
Angka kematian kasar (AKK) ialah jumlah kematian yabg dicatat
selama satu tahun per 1000 penduduk pada pertengahan tahun yang
sama. Angka ini di sebut karena perhitubgan kematian dilakukan
secarah menyeluruh tanpa memperhatikan kelompok-kelompok
didalam populasi dengan tingkat kematian yan berbeda-beda. Angka
kematian kasar dapat ditulis dalam rumus berikut:
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 1 𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑 = 𝑑 1000
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑
𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
\secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
𝑑
𝑑𝑑𝑑 = ( ) 𝑑 𝑑
𝑑
D= jumlah kematian yang dicatat selama 1 tahun
P= jumlah penduduk pertengahan tahun yang sama.

30
K= konstanta = 1000
Dari rumus tersebut, pembilang adalah angka kematian dihitung
sepanjang tahun, sedangkan untuk menyebut jumlah penduduk
dihitung pada satu saat, yaitu pertengahan tahun. Oleh karena tidak
semua orang dalam satu tahun akan meninggal pada waktu bersamaan,
maka untuk penyebut sebaiknya dihitung jumlah tahun hidup orang
(person years lived—PYL), yaitu tahun hidup yang diikitu dalam satu
tahun. Untuk menghitung populasi PYL yang terdiri atas 300 orang
dengan rincian seperti yang terlihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 lahir, mati, dan jumlah tahun hidup selama satu tahun (1
januari-31 desember)
Jumlah lahir Mati jumlah hari Jumlah hari
penduduk hidup mati
10 11/1 19/11 30/20 8,27
1 8/4 100 0,27
1 13/9 13/11 61 0,27
288 288,00
jumlah 296,71

Cara perhitungan:

Dari 300 orang tersebut terdapat 10 orang yang di lahirkan pada tanggal 11
januari dan meninggal pada tanggal 19 november. Ini berarti setiap orang telah
menjalani hidup selama 3.020 hari dalam tahun tersebut dan untuk 10 orang
jumlahnya 3020 hari dan person years lived = 3020/365 = 8,27. Seorang yang
dilahirkan sebelum tanggal 1 januari dan meninggal pada tahun tersebut sehingga
person years lived = 100/365=0,27. Selain itu, terdapat pula seorang yang
dilahirkan pada tanggal 13 september dan meninggal pada tanggal 13 november
dengan jumlah hari hidup 61 hari seminggu tahun hidup 61/365=0,17. Sisanya
sebanyak 288 orang tetap hidup dalam tahun tersebut. Dengan demikian, jumlah
seluruh tahun hidup=296,71 dengan jumlah kematian sebanyak 12 orang,

31
sehingga perhitungan angka kematian kasarnya menjadi: (12/296,71) x (1000 =
40,44 per 1000 penduduk).

Perhitungan di atas hanya dapat digunakan pada populasi yang kecil,


sedangkan dalam kenyataan jumlah penduduk dalam suatu daerah sangat banyak
hingga cara tersebut tidak dapat di gunkan dan untuk perhitungan angka kematian
kasar tetap digunakan jumlah penduduk pertengahan tahun sebagai berikut.

 diansumsikan dalam satu tahun distribusi kematian merata


hingga penduduk pertengahan tahun merupakan rata-rata
jumlah penduduk sepanajng tahun dan di anggap sama dengan
jumlah tahun hidup.
 Walaupun dalam kenyataan distribusi kematian tidak merata
sepanjang tahun, tetapi jumlah penduduk pertengahan tahun
masih dapat digunakan sebagai penyebut dalam perhitungan
angka kematian kasar tanpa menimbulkan kesalahan yang
besar.
b. Angka kematian berhubungan dengan usia
 Angka kematian menurut golongan usia
 Angka kematian bayi
 Angka kematian balita
 Angka kematian neonatal
 Angka kematian perinatal
 Proporsi kematian balita
c. Angka kematian berhubungan dengan sebab tertentu
d. Angka morbiditas

Perhitungan jumlah penduduk pertengahan tahun


Perhitungan jumlah penduduk pertengahan tahun sebaiknya diambil
dari hasil sensus, tetapi karena biasanya sensus tidak dilakukan tepat
pada perteengahan tahun, maka untuk menghitung penduduk
pertengahan tahun dilakukan hal-hal berikut.

32
1. Bila di peroleh jumlah penduduk pada 1 januari dan 31 desember
pada tahun yang sama, maka jumlah penduduk dengan jumlah
penduduk pada 31 desember dibagi dua atau jumlah penduduk 1
januari di tambah dengan setengah selisi jumlah penduduk 31
desember dan 1 januari.

Rumus jumlah penduduk pertengahan tahun=


(P1 + P2) P1+P1-P2
2 2
P1=jumlah penduduk 1 januari
P2 =jumlah penduduk 31 desember
2. Bila di peroleh jumlah penduduk 1 maret dan 31 desember pada
tahun yang sama, maka jumlah penduduk pertengahan tahun yang
sama dengan jumlah penduduk 1 maret ditambah 1/2 kali jumlah
penduduk 31 desember dengan rumus berikut.
3
P = P1 + (12 ) x P2
P = jumlah penduduk pertengahan tahun
P1= jumlah penduduk 1 maret
P2= jumlah penduduk 31 desember

3. Bila jumlah penduduk pertengahan tahun yang sama diinginkan


terletak antara dua sensus, maka dapat dihitung dengan rumus
berikut.
P1 + n
N (P2 – P1)
P= jumlah penduduk pertengahan tahun
P= jumlah penduduk 1 maret
P= jumlah penduduk 31 desember
n= jumlah bulan antara sensus pertama dan pertengahan tahun
yang
diinginkan
N= jumlah bulan antara sensus

33
Untuk angka kematian kasar kurang dari 1 tahun, dihitung
berdasarkan annual leath rate, yaitu jumlah kematian yang
dinyatakan dalam satu bulan. Misalnya, angka kematian kasar
untuk periode 6 bulan, maka sebagai pembilang dihitung jumlah
kematian selama 6 bulan dikalikan 2. Sedangkan sebagai penyebut
digunakan jumlah penduduk pertengahan tahun yang sama.
𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 6 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
= 𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑 𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑

Perhitungan di atas kurang dapat menggambarkan keadaan yang


sebenarnya karena kematian yang terjadi pada 6 bulan pertama
tidak sama dengan 6 bulan berikutnya.

Stardardisasi angka kematian kasar

Angka kematian banyak digunakan sebagai salah satu indeks kesehatan


karena perhitungan yang mudah di bandingkan dengan kematian yang lain,
tetapi bila digunakan untuk membandingkan derajat kesehatan dengan
daerah lain hendaknya di perhatikan bahwa angka kematian kasar
dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, dan karenanya harus dilakukan
standardisasi. Hal ini di sebabkan kematia tinggi di suatu daerah belum
tentu mempunyai derajat kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan
daerah lain dengan angka kematian kasar yang lebih rendah. Misalkan
daerah A dengan angka kematian kasar yang lebih tinggi daripada daerah B,
tetapi memiliki angka kematian yang lebih rendah pada setiap golongan
usia.

Tabel 4.3 distribusi penduduk menurut golongan usia, jumlah kematian dan

angka kematian kasar.

34
usia A B
Jumlah Jumlah Angka Jumlah Jumlah Angka
penduduk kematian penduduk kematian
0- 200.000 10.000 50,0 3.000 160 53,3
5- 300.000 200 0,7 3.700 3 0,8
15- 200.000 200 0,7 5.000 5 1,0
25-
35- 700.000 1.300 1,8 10.000 40 4,0
45-
55- 500.000 10.000 20,0 2.500 63 25,2
65- 200.000 17.500 87,5 400 30 90,0

jumlah 2.200.000 39.200 17,8 24.600 307 12,47

Dari tabel 4.3 di atas, tampak bahwa secara keseluruhan angka kematian di
daerah A lebih tinggi daripda daerah B, tetapi bila kita perhatikan angkakematian
pada setiap bagian golongan usia 45 tahun ke atas di daerah A lebih rendah
dibandingkan dengan daerah B. Hal ini disebabkan karena presentase penduduk
golonhan usia 45 tahun ke atas di daerah A (31,8 %) jauh lebih tinggi jika di
bandingkan dengan daerah B (11,8%). Tingginya presentase golongan usia ini
memengaruhi angka kematian kasar dan daerah A mwmpunyai presentase
golongan usia 14-25 yang lebih rendah (27,3%) jika dibandingkan dengan daerah
B (35,4%) dan golongan usia ini juga sangat berpengaruh trhadap angka kematian
kasar. Bila kita bandingkan, angka kematian kita akan bias. Agar kesimpulan kita
tidak bias, harus dilkaukan standardisasi lebih dahulu sebelum dibandngkan.

35
Standardisasi ialah kedua populasi yang akan dibandingkan dan di
refleksikan pada populasi ketiga yang di sebut “populasi standar”. Standardisasi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu standardisasi langsung dan standardisaisi
tidak langsung.

Standardisasi langsung
Standardisasi langsung ialah angka kematian menurut golongan usia kedua
populasi yang akan dibandingkan dan di terapkan pada populasi standar
berdasarkan distribusi menurut golongan usia. Dengan demikian, jumlah kematian
yang diharapkan terjadi bila kedua populasi mempunyai distribusi menurut
golongan usia seperti populasi standar dan angka kematian kedua populasi dapat
dihitung dan dibandingkan.
Dengan cara demikian, kesehatan yang disebabkan adanya perbedan
distribusi menurut golongan usia dapat dihindari dan kesimpulan yang dibuat
dibuat bias. Angka kematian pada kedua populasi bukanlah angka kematian yang
nyata. Oleh karena itu, angka ini hanya berari bila digunakan untuk
membandingkan. Misalkan kita akan membandingkan 2 populasi yang telah di
bahas sebelummnya, tetapi kini di lakukan dengan meenggunakan standardisasi
langsung. Sebagai populasi standar digunakan populasi fiktif sebagaimana tabel
4.4
Tabel. 4.4 distribusi pendidikan menurut golongan usia populasi standar angka
kematian menurut golongan usia pada populasi A dan B

Usia Jumlah Angka kematian Kematian yang di


penduduk harapkan
standar
1 2 3 4 A B
5(2x3) 6(2x4)
0- 50.000 50,0 53,3 2.500 2.655
5- 50.000 0,7 0,8 35 40
15- 20.000 0,7 1,0 14 20
25-

36
35- 20.000 1,8 4,0 36 80
45-
55- 10.000 20,0 20,0 200 252
65- 300 87,5 87,5 26 27
26 3.084
Jumlah CDR 2.811 20,52
18,7

Dari hasil perhitungan di atas, tampak setelah standardisasi angka kematian kasar
di daerah A lebih kecil daripada B, sedangkan sebelum standardisasi angka
kematian daerah A lebih besar dibandingkan dengan daerah B. Dengan demikian,
jelaslah perbandingan angka kemtian kasar antara dua daerah standardisasi akan
menimbulkan kesimpulan yang bias.

Standardisasi tidak langsung


Untuk menghitung angka kematian kasar dengan stardisasi langsung di butuhkan
angka kematian menurut golongan usia dari populasi yang akan dibandingkan.
Bila pada populasi yang akan di bandingkan tidak terdapat angka kematian
menurut golongan usia dan yang ada hanya distribusi penduduk menurut golongan
dan angka kematian kasar, perhitungan dengan menggunakan standardisasi
langsuung tidak dapat di lakukan.
Untuk membandingkan dua populasi demikian di gunakan standardisasi
tidak langsung, yaitu distribusi menurut golongan usia kedua populasi yang akan
dibandingkan di terapkan menurut golongan usia populasi standar. Dengan cara
demikian, angka kematian menurut golongan usia populasi standard an jumlah
kematian yang di harapkan terjadi bila kedua populasi mempunyai angka
kematian menurut golongan usia seperti populasi standar yang dapat di hitung.
Untk dapat membandingkan kedua populasi, dihitung asio antara angka
kematian populasi standar dengan angka kematian kasar hasil standardisasi untuk
memperoleh indeks kematian kemudian indeks kematian dikalikan dengan angka
kematian kedua populasi dan hasilnya diandingkan. Misalkan kita akan
membandingkan angka kematian kasar dua populasi dan hasilnya di bandingkan.

37
Misalkan kita akan membandingkan angka kematian kasar dua populasi A dan B
seperti tabel 4.3, tetapi hanya diketahui distribusi menurut golongan usia dan
angka kematian kasar.
Perbandingan ini dapat di lakukan dengan cara tidak langsung. Sebagai
populasi standar digunakan populasi hasil sensus. Data populasi standar
digunakan populasi hasil sensus. Data populasi standard an kedua populasi yang
akan dibandingkan dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.
Tabel. 4.5 distribusii penduduk menurut golongan usia dan angka kematian
daerah A dan B kematian menurut golongaan usia populasi standar.
usia angka Distribusi menurut Jumlah kematian yang
kematian golongan usia diharapkan
populasi A B A B
standar
0- 50,0 200.000 3.000 10.000 150
5- 10,0 300.000 3.700 3.000 37
15- 5,0 300.000 5.000 1.500 25
25-
35- 20,0 700.000 10.000 14.000 200
45-
55- 60,0 500.000 2.500 30.000 150
65- 100,0 200.000 400 20.000 40

Jumlah CDR 2.200.000 24.600 78.500 602


20,0 33,66 23,65

Sebelum standarisasi:
CDR daerah A = 17,8
CDR daerah B = 12,47
Indeks kematian daerah A = 20,0/33,68 =0,56
daerah B = 20,0/23,65 =0,846
setelah standardisasi: CDR daerah A = 17,80 x 0,560 = 9,97
CDR daerah B = 12,47 x 0,846 = 10,5

38
Sebelum standardisasi, CDR daerah A lebih besar daripada daerah B,
tetapi setelah standardisasi ternyata CDR daerah A lebih rendah dibandingkan
dengan CDR daerah B. hasil ini sesuai dengan hasil perhitungan dengan
standardisasi langsung.

Penentuan populasi standar


Pada standardisasi, angka kematian kasar yang telah di uraikan di atas
menggunakan populasi fiktif dan populasi hasil sensus sebagai populasi standar.
Perlu diketahui bahwa dengan populasi standar yang berbeda apat menghasilkan
angka kematian yang bebeda. Oleh karena itu, timbul petanyaan populasi yang
bagamanakah dapat digunakan sebagai standar? Populasi yang dapat digunakan
sebagai populasi standar adalah sebagai beikut.
1. Populasi sembarang yang tidak berbeda jauh dengan keaadaan yang
sesungguhnya.
2. Populasi hasil sensus terakhir
3. Salah satu populasii yang akan dibandingkan.
Contoh: menggunakan salah satu populasi yang akan dibandingkan, populasi pada
tabel distrbusi penduduk menurut golongan usia, jumlah kematian dan angka
kematian kasar dengan populasi daerah A dignakan sebagai populasi standar A
dan standardisasi di lakukakn secara langsung yang angka kematian menurut
golongan usia daerah B diterapkan pada daerah B diterapakan pada daerah A dan
dihitung jumlah kematian yang di harapkan terjadi pada daerah B bila mempunyai
distribusi angka kematian seperti daerah A. selanjutnya, angka kematian kasar
daerah A. hasil pehitungan dapatdilihat pada tabel 4,6 di bawah ini.

Tabel 4.6 distribusi penduduk menurut golongan usia daerah A dan angka
kematian kasar daerah B .
Usia Distribusi Angka kematian Jumlah kematian
penduduk daerah B yang diharapkan
1 A 3 4(2x3)
2

39
0- 200.000 53,3 10,600
5- 300.000 0,8 240
15- 300.000 1,0 300
25-
35- 700.000 4,0 2.800
45-
55- 500.000 25,2 12.600
65- 200.000 90,0 18.000

Jumlah 2.200.000 22,600


CDR 20,27

Hasil pehitungan setelah standardisasi ternyata angka kematian kasar


daerah B menjadi 20,27. Sedangkan agka kematian daerah A sebesar 17,8 yang
berarti bahwa angka kematian kasar daerah A lebih rendah dibandingkan dengan
aerah B yang sebelum standardisasi angka kematian kasar daerah A lebih tinggi
daripada daerah B.
Selain membandingkan angka kematian kasa antara daerah A dan daerah
B, dapat pula dihitung rasio kematian kasar antara daerah B an daerah A. pada
contoh di atas peroleh rasio 20,27/17,8 = 1,14 yang berarti risiko kematian daerah
B 1,14 kali lebih besar jika dibandingkan daerah B 12,47/17,8 = 0,7 kali lebih
besar jika dibandingkan daerah A.

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal


ini berarti epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja, tetapi

40
dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-
penyakit non infeksi, sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang
penyebaran penyakit pada manusia didalam konteks lingkungannya. Mencakup
juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencaian determinan-determinan
penyakit tersebut. Dapat disimpukan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari penyakit tersebut.
3.2Saran

Setelah memahami tentang epidemiologi mahasiswa diharapkan mampu


menerapkan Ilmu Epidemiologi dalam kehidupan sehari – hari. Dikarenakan
bahayanya penyakit menular dan penyakit tidak menular diharapkan masyarakat
mampu mencegahnya.

41
Daftar Pustaka

Mubarok, Wahit Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta:


Salemba Medika

Mubarok, Wahit Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Salemba
Medika

Efendi, Ferry Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:


Salemba Medika

42

You might also like