You are on page 1of 25

PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI DI

INDONESIA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
KARIMAH BACHMID 1416100063
RIA SUSANTI 1416100074
ANINDYA AYU PANGESTI 2416100028
NANANG RIFA’I RACHMAN 2416100143
FAISHAL ABDURRAHMAN 2416100155
M. MUZAKKI HIKMATULLAH 3416100039
AJENG FARIHAH AULIA ZEIN 3416100100
RESTI NISAIDHA RAHMI 5216100016
SAIFUDDIN NURUL MUHTI 5216100027
REZKY AMERON 5216100060
ATHIYATUL ULYA 5216100703

KELAS 20
WAWASAN KEBANGSAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
SEMESTER GASAL 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah ini
pada mata kuliah Wawasan Kebangsaan yang membahas masalah “Pornografi dan
Pornoaksi di Indonesia”.

Makalah ini telah kami susun dengan sebaik-baiknya dan telah


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi bagi pembaca maupun kami sendiri.

Surabaya, 07 November 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I – PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAB II – RUMUASAN MASALAH............................................................................ 3

BAB III – PEMBAHASAN .......................................................................................... 4

A. Definisi Pornografi dan Pornoaksi .............................................................. 4

B. Kriteria Pelaku Pornografi dan Pornaksi ..................................................... 5

C. Awal Mula dan Perkembangan Pornaksi dan Pornografi di Indonesia ....... 6

D. Faktor Penyebab Pornoaksi dan Pornografi di Indonesia ............................ 8

E. Dampak yang Ditimbulkan dari Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia ..... 9

F. Aturan Hukum yang Berlaku di Indonesia bagi Pelaku Pornoaksi dan


Pornografi di Indonesia ................................................................................ 12

BAB IV – PENUTUP .................................................................................................... 18

A. Solusi dari Mahasiswa ................................................................................. 18

B. Solusi dari Masyarakat ................................................................................. 18

C. Solusi dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ...................................... 19

D. Solusi dari Pemerintah ................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah pornografi dan pornoaksi semakin memprihatinkan dan dampak
negatifnya pun semakin nyata, di antaranya sering terjadi perzinaan, pemerkosaan,
dan bahkan pembunuhan serta aborsi. Orang-orang yang menjadi korban tindak
pidana tersebut tidak hanya perempuan dewasa, tetapi banyak korban juga yang
masih anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Para pelakunya tidak hanya
orang-orang yang tidak dikenal, tetapi juga orang yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan korban, di antaranya pelaku yang masih mempunyai
hubungan darah, hubungan kerja, hubungan tetangga, dan hubungan pendidikan.
Bahkan para korban pornografi dan pornoaksi tidak hanya orang yang
masih hidup, orang yang sudah meninggal pun dijadikan korban perkosaan
sebagai tempat pelampiasan hawa nafsu yang ditimbulkan oleh adegan-adegan
porno yang ditontonnya melalui tayangan film, gambar, maupun tulisan yang
dilihatnya, didengarnya, dibacanya, dan disentuhnya.
Kasus yang hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat baru-baru ini
adalah kasus videotron di Jakarta Selatan yang tiba-tiba saja menayangkan video
atau film porno selama 40 menit. Insiden ini berhasil direkam oleh sejumlah orang
dan ramai dibagikan di media sosial. Bahkan, tagar #videotron sempat memuncaki
trending topic di twitter.
Sudah begitu banyak kasus pornografi dan pornoaksi di Indonesia yang
diberitakan di koran-koran maupun televisi nasional. Beberapa contoh yaitu :
Indosiar.com, Lombok Timur - Seorang pemuda lulusan SD, nekat mencabuli
keponakannya sendiri yang baru berusia 7 tahun akibat pengaruh film porno yang
ditontonnya. Tersangka membujuk korban akan memberikan uang seribu rupiah,
jika bersedia bermain kuda-kudaan dengannya.
SEMARANG ( Pos Kota ) – Seorang pembina Pramuka, Novi Wirahadi
Purnawan,23, mencabuli 6 siswi SMP di Tegal Jawa-Tengah, dibekuk polisi.
Tersangka mengaku perbuatannya itu dilakukan akibat pengaruh nonton film
porno.
Newsroom - Pemprov Kalsel Banjarmasin (19/01/10) Berdasarkan data
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalsel, selama 2009

1
tercatat sebanyak 21 kasus kasus pencabulan pelecehan dan perkosaan dari tahun
2008, namun ditahun 2009 terjadi peningkatan menjadi 30 kasus sedangkan kasus
kekerasan pada anak dari semula 9 kasus ditahun 2008 di akhir tahun 2009
meningkat menjadi 32 kasus. Penyebab meningkatnya kasus anak berhadapan
dengan hukum ini sebagian besar dikarenakan faktor pergaulan, pornografi,
ekonomi dan kurangnya perhatian serta bimbingan dari orang tua.
Peristiwa-peristiwa di atas seharusnya mampu membuka mata semua
pihak akan bahaya pornografi. Dengan melihat besarnya pengaruh fatal dari hal-
hal yang berbau pornografi ini, diperlukan adanya kesadaran terhadap bahaya
pornografi dan pornoaksi. Di latar belakangi oleh hal inilah, maka penulis tertarik
untuk memberikan solusi sederhana tentang “Pornografi dan Pornoaksi di
Indonesia”.

2
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi?
2. Apa kriteria bahwa seseorang bisa dikatakan sebagai pelaku pornografi dan
pornoaksi?
3. Kapan awal mula dan bagaimana perkembangan dari pornografi dan pornoaksi di
Indonesia?
4. Apa faktor penyebab pornografi dan pornoaksi di Indonesia?
5. Apa dampak yang ditimbulkan dari pornografi dan pornoaksi di Indonesia?
6. Bagaimana aturan hukum yang berlaku di Indonesia bagi pelaku pornografi dan
pornoaksi?
7. Bagaimana cara mencegah dan meminimalisir kasus pornografi dan pornoaksi di
Indonesia?

3
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Pornografi dan Pornoaksi
1. Definisi Pornografi
Menurut Pasal UU No 44 Tahun 2008, Pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan
dalam masyarakat.

Menurut American Heritage Dictionary pornografi adalah gambar, tulisan


atau material lain yang memiliki tujuan utama memenuhi hasrat seksual Hal
ini didukung dengan pernyataan dari Greek word pornographia bahwa
pornografi adalah tulisan atau gambar yang berbau prostitusi (Larson, 2007)

The Council of Europe mendefinisikan pornografi sebagai segala bentuk


materi audio visual dalam konteks seksual. International Criminal Police
Organisation (INTERPOL) delegates mendefinisikan pornografi sebagai
bentuk gambaran dari eksploitasi seksual, yang berfokus pada perilaku seksual
atau alat kelamin.

Menurut Family English Dictionary karya Collin, pornografi adalah


tulisan-tulisan, gambar atau film yang didisain untuk keperluan kepuasan atau
kesenangan seksual. Pendapat ini didukung oleh Risman (2007) yang
mendedinisikan pornografi meliputi gambar atau tayangan naked/nudity
(ketelanjangan), orang yang berbusana tidak pantas/minim, situasi seksual,
kissing, touching antar lawan/sejenis, dan humor porno.

Risman menambahkan pornografi merupakan hasil dari tindakan


pornoaksi, dimana pornoaksi merupakan tindakan melakukan eksploitasi
seksual. Lebih lanjut pornoaksi menurut Risman (2007) adalah perbuatan
mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika dimuka umum maupun
melalui sarana seperti media cetak dan elektronik.

4
2. Definisi Pornoaksi
The President`s Commission on Obscenity and Pornography (Coleman &
Cressey, 1998) menyatakan bahwa pengertian pornoaksi merupakan kegiatan
mengekploitasi material dan informasi erotis mengenai seks dan hiburan.
Pernyataan tersebut didukung oleh definisi pornoaksi dari Gagnes & Simon
(dalam Julian & Kornblun, 2002) yaitu sebagai tindakan mengeksploitasi
segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kegiatan seksual yang bertujuan
untuk meningkatkan rangsangan seksual.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka pornografi dapat diartikan sebagai


segala bentuk materi baik audio, visual, dan audiovisual yang berada dalam
konteks seksual berupa tulisan, gambar, tayangan, dan lain sebagainya yang
berfokus pada alat kelamin dan perilaku seksual seperti kissing, touching antar
lawan jenis maupun sesama jenis untuk keperluan kepuasan atau kesenangan
seksual dan pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan
dan/atau erotika dimuka umum maupun melalui sarana seperti media cetak dan
elektronik.

B. Kriteria Pelaku Pornografi dan Pornoaksi


 Pornografi merupakan perbuatan seks yang dilakukan demi memuaskan nafsu
belaka. Perhatian hanya pada tubuh, terutama pada penggunaan alat kelamin
terlepas dari arti personal dan sosial seksualitas. Biasanya manusia hanya
dipakai sebagai sarana dan obyek pemuas penonton atau dijadikan alat
hiburan, terutama kaum hawa.
 Adanya rangsangan nafsu birahi dari penonton. Birahi penonton terangsang
dari perbuatan-perbuatan porno yang dilakukan dengan sengaja.
 Adanya peningkatan daya rangsangan secara otomatis secara tidak terbatas.
Para pelaku pornografi ini dapat menggunakan segala cara bahkan sampai
menjurus ke hal-hal yang bersifat brutal.

5
C. Awal Mula dan Perkembangan Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia
1. Awal Mula Masuknya Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia
Bahan pornografi diperkirakan telah masuk ke Nusantara paling lambat
pada abad ke-17, dibawa oleh pedagang-pedagang dari Belanda karena
ketidaktahuan pedagang masa itu mengenai selera warga setempat. Pornografi
di Indonesia adalah ilegal, namun penegakan hukumnya lemah dan
interpretasinya pun tidak sama dari zaman ke zaman. Pada 1929 diputar di
Jakarta film Resia Boroboedoer yang menampilkan untuk pertama kalinya
adegan ciuman dan kostum renang. Film ini dikecam oleh pengamat budaya
Kwee Tek Hoay yang menganggapnya tidak pantas ditonton.
2. Perkembangan Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia
Tak lama setelah Indonesia merdeka, pornografi di Indonesia mulai
tumbuh subur. Seiring dengan makin banyaknya media massa cetak yang
hadir kala itu, masyarakat disuguhi sajian-sajian pornografi, baik berupa
tulisan maupun foto. Suguhan-suguhan pornografi tersebut juga
dipublikasikan melalui buku-buku yang berisi tulisan-tulisan cabul dan
gambar-gambar wanita telanjang.
Sebuah Koran terbitan 3 Juni 1953 menyebutkan, “Buku-buku dan bacaan
cabul berisikan gambar-gambar perempuan barat yang telanjang serta
gambar-gambar cium-ciuman dengan bebas dibolehkan masuk di tanah air
kita dan di Surabaya banyak dijual di PasarTuri, Pasar Blauran, dan toko-toko
buku lain yang terbuka untuk umum”.
Tahun 1950-an kasus-kasus pornografi yang terjadi cukup banyak.
Misalnya, pada tanggal 24 Februari 1954, sejumlah majalah dan buku yang
mengandung konten pornografi dikirim oleh Polisi Bagian Kesusilaan dan
Jawatan Sosial kepada Kejaksaan Agung RI untuk diadili.
Tahun 1960-an, kembali ditemukan sejumlah media yang mengekspose
pornografi. Pada tanggal 25 Oktober 1967 pemerintah terpaksa meringkus
Sembilan penerbitan di Jakarta dan Bandung karena alasan menyebarluaskan
pornografi.
Kasus penting dalam lintasan sejarah dunia pornografi di Indonesia yang
patut dicatat adalah ketika beredarnya kalender Happy New Year 1984

6
Sexino. Inilah kalender pertama di Indonesia yang menampilkan gambar
perempuan telanjang bulat tanpa sehelai benangpun. Beredarnya kalender ini
benar-benar membuat masyarakat terkejut. Pemerintahpun segera bertindak
cepat. Menteri Penerangan member perintah untuk memberitindakan tegas
kepada media cetak dan elektronik yang memuat, mempublikasikan, dan
menyebarkan pornografi.
Pornografi melalui media film mulai berkembang sejak digunakannya
teknik film berwarna di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Pada tahun 1988
muncul dua film panas yang menghebohkan masyarakat. Kedua film itu
segera ditarik oleh BSF (Badan Sensor Film) tapi setahun kemudian salah
satu dari kedua film panas tersebut diloloskan oleh BSF dengan judul baru.
Di era reformasi, yang terjadi pada pertengahan tahun 1998, ketika katup
kebebasan pers dibuka, pornografi seperti menemukan kembali lahan empuk
nan subur. Pornografi tumbuh berkembang dan menyeruak semakin hebat. Ia
menjadi komoditi yang potensial sebagai mesin penyedot uang yang
sangatdahsyat di tengah masyarakat yang limbung karena didera berbagai
krisis. Dari berbagai lini, masyarakat diserbu berbagai produk pornografi,
baik berupa media cetak maupun VCD.
Pada perkembangannya kemudian, pornografi marak beredar dalam
bentuk yang lebih canggih. Selain beredar melalui ponsel (handphone) satu
ke ponsel lainnya, pornografi juga marak di dunia maya (internet). Hal ini
kemudian memancing remaja untuk memanjakan syahwatnya. Zoy Amirin,
pakar psikologi seksual dari Universitas Indonesia, mengutip Sexual
Behavior Survey2011, menunjukkan 64 persen anak muda di kota-kota besar
Indonesia ‘belajar’ seks melalui film porno atau DVD bajakan. Akibatnya, 39
persen responden ABG usia 15-19 tahun sudah pernah berhubungan seksual,
sisanya 61 persen berusia 20-25 tahun. Survei yang didukung pabrik kondom
Fiesta itu mewawancari 663 responden berusia 15-25 tahun tentang perilaku
seksnya di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali pada bulan
Mei 2011.
Gerakan moral Jangan Bugil di Depan Kamera (JBDK) mencatat adanya
peningkatan secara signifikan peredaran video porno yang dibuat oleh anak-

7
anak dan remaja di Indonesia. Jika pada tahun 2007 tercatat ada 500 jenis
video porno asli produksi dalam negeri, maka pada pertengahan 2010 jumlah
tersebut melonjak menjadi 800 jenis. Fakta paling memprihatinkan dari
fenomena di atas adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video
tersebut, pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Sesuai
dengan data penelitan yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

D. Faktor Penyebab Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia


1. Teknologi yang sangat pesat
Tidak bisa dipungkiri bahwa peran teknologi yang sangat pesat bisa
memberikan dampak negatif bagi penggunanya terutama remaja saat ini. Dan
ini disebabkan kurangnya kemampuan mereka dal hal kontrolisasi diri.
Sehingga hal ini bisa memicu perilaku-perilaku yan tidak senonoh di
masyarakat. Sebut saja misalnya; internet, teknologi komputerisasi yang
semakin maju, stasiun-stasiun tv yang memperlihatkan tanyangan-tanyangan
yang kurang beretika, majalah-majalah khusus dewasa seperti Playboy dll.
Berbagai contoh yang penulis uraikan diatas, apabila tidak dikontrol dengan
baik, dapat membantu perkembangan pornografi dan pornoaksi menjadi
semakin pesat.
2. Pengaruh budaya asing
Budaya-budaya asing juga berperan aktif didalam proses penyebaran
pornografi dan pornoaksi. Budaya global yang mayoritas berorientasi kepada
dunia barat berpaham liberal dan sangat permisif terhadap budaya '' free sex''
(seks bebas), merasuk kepada pemikiran bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Pengadopsian yang salah kaprah terhadap paham ini mengakibatkankan
runtuhnya moral bangsa terutama generasi muda.
3. Dekandensi spritualitas
Mengikisnya nilai-nilai keagamaan dimasyarakat kita karena diterpa
budaya hedonisme materealisme juga menjadi penyebab maraknya aksi
pornografi dan pornoaksi.

8
4. Minimnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak
Remaja juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pornoaksi
dan pornografi. Bukan hanya perhatian dalam hal edukasi, tapi juga dalam
hal etika. Barangkali ini disebabkan oleh kesibukan yang orang tua yang
terlalu banyak sehingga lalai untuk memperhatikan anak-anaknya.

E. Dampak yang Ditimbulkan dari Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia


Secara sempit dampak yang ditimbulkan setelah seseorang menonton
pornografi yaitu terjadinya 2 perubahan yang mendasar.Yang pertama adalah
terjadinya perangsangan seksual,hal ini merupakan dampak yang paling nyata dari
sebuah konsumsi materi pornografi.Seseorang akan merasa terangsang gairah
seksualitasnya secara tidak langsung setelah menonton tayangan
pornografi.Rangsangan seksual ini membuat terjadinya perubahan fisik yang
signifikan seperti pembesaran organ kelamin,perubahan suhu tubuh,dan
sebagainya.Kaum laki-laki dalam sebuah studi kasus, dikatakan sebagai pencari
materi pornografi yang lebih aktif.Kaum laki laki juga cenderung dapat
mengalami rangsangan seksual dari materi pornografi tersebut.Selain itu juga
disebutkan bahwa khalayak yang terbiasa mengkonsumsi materi pornografi lama
kelamaan akan menjadi terbiasa sehingga membutuhkan materi pornografi yang
jauh lebih menyimpang untuk membangkitkan hasratnya.Konsumsi dalam skala
besar terhadap pornografi juga menimbulkan khalayak mengalami “Rasa
Ketidakpuasan” seksual terhadap pasangannya.Mereka juga ditemukan akan
cenderung memandang seks sebagai sesuatu yang sangat penting ,tanpa
memperdulikan keterlibatan emosional di dalamnya.Yang kedua adalah terjadinya
perubahan prilaku,seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa khalayak
yang menonton sebuah pornografi akan merasa terbiasa dan wajar akan tayangan
tersebut sehingga muncul dorongan untuk mempraktikan aktivitas seksual yang
ditontonnya. Dari perubahan yang mendasar tersebut maka timbulah dampak lain
yang lebih meluas yang bisa kita klasifikasikan sebagai berikut

1. Bidang Sosial
a. Kriminalitas seksual meningkat

9
Meningkatnya tindak kriminal di bidang seksual, baik kuantitas maupun
jenisnya. Misalnya sekarang kekerasan sodomi mulai menonjol dalam
masyarakat, atau semakin meningkatnya kekerasan seksual dalam rumah
tangga
b. Maraknya perdaganagan seks komersial
Meningkatnya perdagangan seks komersial untuk kepentingan ekonomi
karena dianggap sebagai bisnis yang paling menguntungkan.
c. Bahaya bagi yang belum menikah
Bagi orang yang belum menikah ketika terpapar pornografi ia akan
tergoda melakukan aktifitas seksual yang mereka lihat. Hal tersebut dapat
dilakukan kepada orang dekatnya, menjajal dunia prostitusi atau bahkan
melakukan kekerasan seksual kepada orang di sekitarnya yang lebih
lemah. Ia merusak dirinya dan merusak orang lain.
d. Bagi yang sudah menikah, Hubungan dengan pasangan bisa rusak
Semakin sering seseorang melihat pornografi, semakin rendah kepuasan
yang mereka dapatkan terhadap tindakan seksual yang ringan. Apalagi jika
tindakan ini berat sebelah, hanya dilakukan oleh salah satu pasangan saja.
Tentunya terjadi ketimpangan ketika melakukan hubungan seksual karena
perbedaan ‘ilmu’. Bisa jadi salah satunya akan merasa tidak puas dan
terdorong untuk melakukan dengan bukan pasangannya untuk mencari
kepuasan yang lebih besar. Ujung-ujungnya perselingkuhan dan
perceraian. Bahtera rumah tangga porak poranda.
e. Dampak terhadap keturunan, vibrasi pornografi
Jika orang tua melakukan akses pornografi untuk alasan apapun itu dan
mengulanginya lagi, lagi dan lagi, akan terjadi dampak pada anak. Apa
yang dirasa, dipikir oleh orang tua dapat dirasakan vibrasinya oleh anak.
Semacam ada efek resonansi. Misalnya orang tua yang sedang memiliki
emosi negatif berlebihan, vibrasinya bisa berdampak pada anak jatuh sakit.
Konten pornografi yang menjalar pikiran dan perasaan orang tua akan
tertangkap vibrasinya oleh anak. Secara psikologis vibrasi negatif ini akan
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Ketika anak tak sengaja terpapar
pornografi efek vibrasi ini bekerja. Anak terancam mengalami adiksi

10
pornografi sejak dini. Tanpa sadar hal itu terjadi karena ulah orang tuanya
sendiri.

2. Bidang Kesehatan
a. Maraknya persebaran penyakit HIV AIDS
Pornografi akan mengakibatkan semakin maraknya patologi sosial seperti
misalnya penyakit kelamin dan HIV/AIDS.
b. Kerusakan Otak
Ahli Bedah Otak dari AS, Dr. Donald Hilton Jr, mengatakan bahwa
pornografi sesungguhnya merupakan penyakit, karena mengubah struktur
dan fungsi otak, atau dengan kata lain merusak otak. Terjadi perubahan
fisiologis ketika seseorang memasukkan gambar-gambar pornografi lewat
mata ke otaknya. Kerusakan yang dihasilkan sangat dahsyat. Kecanduan
pada pornografi mampu merusak lima bagian otak. Dr. Mark Kastelmen
penulis buku “The Drugs of The Millenium” memberi nama pornografi
sebagai visual crack cocain atau narkoba lewat mata. Bagian otak yang
paling dirusak adalah pre frontal cortex (PFC) yang membuat seseorang
sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta
mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai
pengendali impuls-impuls.
c. Merusak keseimbangan hormone
Pelaku yang pernah mengakses pornografi dan mengulanginya lagi
terancam keseimbangan hormonnya akan terganggu. Karena ada hormon-
hormon dalam tubuh yang secara fisiolgis dibuat bekerja terus menerus
oleh pornografi. Hormon yang terganggu adalah dopamin, neuropiniphrin,
serotonin, oksitosin. Hormon memaksa seseorang untuk mengakses
pornografi, meskipun ia mengetahui bahwa perbuatannya itu tidak
benar.Gangguan hormonal ini menyebabkan seseorang tidak dapat berfikir
jernih, malas berfikir, dan tidak dapat berfikir kreatif. Para pecandu
pornografi jadi seperti terikat lahir batin dengan pornografi.

11
d. Perpustakaan Porno di otak
Orang yang sering mengakses pornografi akan memiliki perpustakaan
pornografi di otaknya. Kemudian ada semacam dorongan untuk terus
menambah koleksinya. Di awal seseorang melihat pornografi ia akan puas
dengan gambar yang ringan saja. Lama kelamaan ia akan terdorong untuk
melihat yang lebih parah. Mencari kepuasan yang lebih besar. Untuk
mendapatkan sensasi berikutnya, tak cuma melihat namun juga terdorong
untuk melakukannya. Lama kelamaan ia bisa mengalami penyimpangan
seksual. Semakin sering ia terpapar pornografi maka semakin sulit ia
melepaskan pikiran tersebut.

3. Bidang Etika/Moral
Pornografi akan merusak tatanan norma-norma dalam masyarakat,
merusak keserasian hidup dan keluarga dan masyarakat pada umumnya dan
merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih,
kesetiaan, cinta, keadilan, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut sangat
dibutuhkan masyarakat sehingga tercipta dan terjamin hubungan yang sehat
dalam masyarakat. Masyarakat yang sakit dalam nilai-nilai dan norma-norma,
akan mengalami kemerosotan kultural dan akhirnya akan runtuh dan khaos.

4. Bidang Agama
Melanggar ajaran suci agama yang dianutnya,dimana setiap agama selalu
mengajarkan kebaikan,dan menolak segala bentuk kejahatan.Masalah
pornografi bukan hanya sebatas masalah antar manusia saja namun juga
menyangkut hubungan antara manusia dengan sang Pencipta.

F. Aturan Hukum yang Berlaku di Indonesia bagi Pelaku Pornografi dan


Pornoaksi
Jika membicarakan soal hukum, hukum sendiri dalam pembuatannya dibagi
menjadi dua yaitu Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum publik berarti hukum
yang mengatur masalah hubungan masyarakat dengan negara. Sedangkan hukum
privat berarti hukum yang mengatur kepentingan-kepetingan tiap individu itu

12
sendiri. Hukum privat bersifat pribadi yang artinya antara satu orang dengan yang
lain memiliki kepentingan yang tidak sama. Keberadaan hukum yang mengatur
tentang Pornografi dirasa begitu sulit karena terkadang terdapat perbedaan
persepsi antara masyarakat itu sendiri.

Undang-undang pertama yang mencoba mengatur tentang pornografi dan


pornoaksi di Indonesia adalah Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan
Pornoaksi, disingkat RUU APP tahun 1997, tapi diketahui sampai tanggal 2006
terus terjadi kontra dan bentrokan antara satu kelompok masyarakat dengan
kelompok masyarakat lainnya. Definisi pornografi dalam RUU APP adalah
pornografi berarti substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk
menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan,
dan/atau erotika. Sementara pornoaksi diartikan sebagai perbuatan
mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum.

Peristiwa kontroversi yang terjadi dikarenakan pasal ini, yaitu pada saat itu
MUI menilai pakaian adat yang mempertontonkan aurat sebaiknya disimpan di
museum. Sedangkan dikalangan para budayawan, artis, seniman, dll, berkata
sebaliknya. Kontroversi ini terjadi dikarena hukum yang tercantum dalam RUU
APP terkesan ambigu dan tidak jelas padahal keberadaan hukum harus absolut
dan tegas. Kita tidak bisa melupakan fakta bahwa Indonesia terkenal dengan
masyarakatnya yang heterogen, budaya yang berlimpa serta penerapan norma
susila yang selalu berbeda satu dengan lainnya. Penerapan Undang-undang ini
dinilai sulit karena dianggap tidak memihak pada beberapa kalangan.

Untuk mengatasi penolakan dari beberapa kalangan waktu itu, dalam


perjalanannya RUU APP pun menambahkan, dalam salah satu eksepsi
pelaksanaannya yaitu yang menyatakan adat-istiadat ataupun kegiatan yang
sesuai dengan pengamalan beragama tidak bisa dikenai sanksi, sementara untuk
pertunjukan seni dan kegiatan olahraga harus dilakukan di tempat khusus
pertunjukan seni atau gedung olahraga (Pasal 36), dan semuanya tetap harus
mendapatkan izin dari pemerintah dahulu (Pasal 37).

Pasal-pasal ini masih mengundang banyak kontradiksi dan menimbulkan


beberapa peristiwa. Pada 22 April 2006, ribuan masyarakat bergabung dalam

13
karnaval budaya "Bhinneka Tunggal Ika" untuk menolak RUU ini, mulai dari
aktivis perempuan, seniman, artis, masyarakat adat, budayawan, rohaniwan,
mahasiswa, komunitas waria dll. Kemudian pada tanggal 21 Mei 2006,
umat Islam dari berbagai ormas, partai dan majlis taklim berkumpul di bundaran
HI untuk mengikuti aksi sejuta umat dalam rangka mendukung RUU APP,
memberantas pornografi-pornoaksi, demi melindingi akhlak bangsa, dan
mewujudkan Indonesia yang bermartabat.

Karena dianggap UU ini tidak lagi memberantas pornografi secara efektif,


setelah melalui proses sidang yang panjang dan beberapa kali penundaan, pada 30
Oktober 2008 siang dalam Rapat Paripurna DPR Rancangan Undang-Undang
Antipornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU APP, diganti menjadi Rancangan
Undang-Undang Pornografi.

Setelah disahkan, definisi Pornografi berubah menjadi, "gambar, sketsa,


ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan
atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat." Frase membangkitkan hasrat seksual dihilangkan kerena
menimbulkan multitafsir.

Beberapa pasal dari UU pornografi ini adalah:

a. Pasal 4 ayat (1) UU 44/2008


Mengatur larangan perbuatan memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak

14
Tapi jika untuk kepentingan pribadi, dan adanya persetujuan antara laki-laki
dan perempuan yang bersangkutan. Maka tidak dikenakan hukum tersebut.
b. Pasal 6 UU 44/2008
Mengatur bahwa setiap orang dilarang memiliki, atau menyimpan produk
pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi
kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
c. Pasal 7 UU 44/2008
Mengatur bahwa setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Masih ditemukan penolakan dari masyakat setelah disahkannya UU tersebut.


Bahkan pada saat itu Ketua DPRD Papua Barat Jimmya Demianus Ijie mendesak
Pemerintah untuk membatalkan Undang-Undang Pornografi yang telah disahkan
dalam rapat paripurna DPR, jika tidak Papua Barat akan memisahkan diri dari
Indonesia. Selain aturan dalam UU pornografi, pornografi juga diatur dalam UU
ITE (Informasi, Terknologi dan Elektronik) dikarenakan maraknya cyber
pornography dan CD porno yang dijual bajakan.

Seperti dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur larangan


mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.

Satu lagi hukum tentang pornografi ini juga dimuat dalam KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) yaitu pada

Pasal 281: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1. Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan

2. Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ
bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.

Pasal 282:

15
1. Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka
umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar
kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda
tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya,
mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa
secara terang- terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda
paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

2. Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka


umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan , ataupun
barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri,
meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun
barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa
diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika
ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tuli an, gambaran atau benda
itu me!anggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama


sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh
lima ribu rupiah.

Sekiranya ke tiga hukum itulah yang sampai saat ini berlaku di Indonesia
untuk mengatur segala prihal masalah pornografi. Pemerintah sendiri menyadari
bahwa dalam pencegahannya, pemerintah tidak dapat bergerak dan menyelesaikan
masalah ini sendiri. Maka dari itu dibutuhkan peran masyarakat di dalamnya
seperti tercamtum dalam Pasal 15 “Setiap orang berkewajiban melindungi anak
dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap pornografi.”

16
Jika semua pihak yang disebut dapat bekerjasama, maka semua hukum yang
sudah ada dapat diberlakukan dengan baik dan pada akhirnya membuahkan hasil
sebagaimana yang diharapkan.

17
BAB IV
PENUTUP
SOLUSI
A. Mahasiswa
a. Menciptakan sebuah teknologi yang mampu mendeteksi adanya situs
pornografi yang meresahkan masyarakat.
b. Mengadakan sosialisasi kepada masyarakat khususnya para pengguna internet
agar mampu bersikap selektif.
c. Memberikan gambaran buruk kepada masyarakat umum yang belum tau akan
dampaknya.
d. Memberikan contoh yang baik dan tidak melakukan pelanggaran tersebut agar
menjadi suri teladan bagi masyarakat umum dan masih banyak lagi yang bisa
dilakukan oleh mahasiswa untuk mengurangi penyalahgunaan teknologi
infromasi.
e. Mengadakan seminar tentang penggunaan teknologi informasi yang beretika.
f. Menghimbau sesama teman mahasiswa untuk menggunakan teknologi
informasi dengan tidak melanggar yang dapat menimbulkan permasalahan di
dunia nyata.

B. Masyarakat
Peran orang tua diharapakan mampu menelaah kembali pendidikan dasar
agama yang bukan hanya teori di dalam setiap sumah tangga, namun lebih
menitik beratkan kepada praktek. Orang tua seharusnya tidak gagap teknologi dan
mengevaluasi kembali cara berkomunikasi dengan anaknya. Ketersediaan waktu
untuk anak juga merupakan unsur yang selayaknya menjadi prioritas. Untuk
mengatasi badai pornografi yang semakin mengganas, orang tua tidak bisa bekerja
sendiri, tanpa mengalang kerjasama dengan berbagai pihak, yaitu sesama anggota
keluarga, pihak sekolah, masyarakat, dan komunitas tempat anak bersosialisasi
dan beraktifitas.
Selain itu, setiap individu hendaknya memiliki kesadaran pribadi
mengenai dampak dari pornografi dan pornoaksi. Dengan adanya kesadaran
masing-masing individu diharapkan setiap pribadi memiliki pengendalian

18
terhadap diri sendiri untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak senonoh dan
melanggar norma agama dan kesopanan. Individu yang menyadari bahaya
pornografi, termasuk di dalamnya para pelaku dunia seni, artis, dan para public
figure, tentu akan memberikan contoh berperilaku yang baik. Sehingga
diharapkan, ke depannya kasus-kasus kriminalitas seksual maupun beredarnya
video-video tidak senonoh yang bukan konsumsi publik dapat diminimalisir.
Bagaimanapun, penanggulangan bahaya pornografi harus dimulai dari kesadaran
tiap individu untuk senantiasa memanfaatkan kebebasan informarsi, kebebasan
berkarya dan berekspresi yang sesuai dengan batasan agama dan kesusilaan.

C. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)


Contoh LSM yang menangani pornografi di Indonesia diantaranya
Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP),ASA Indonesi serta Komite
Indonesia untuk Pemberantasan Pornografi dan Pornoaksi(KIP3),Gerakan Jangan
Bugil Depan Kamera(JBDK),Yayasan Kita dan Buah Hati(YKBH),Gerakan Anti
Pornografi dan Pornoaksi (Genap),Pelajar Islam Indonesia(PII),Forum Indonesia
Muda(FIM) dan Aliansi Pemuda Selamatkan Bangsa(APSB).
a. Mendesak agar pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP)
tentang ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan
pembuatan,penyebarluasan,dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan
kepentingan pendidikan dan layanan kesehatan.
b. Melakukan kampanye INSAN atau internet sehat dan aman,kerjasama
dengan Asosiasi Warnet Indonesia,dan kerjasama dengan ISP(Internet
Service Provider) memblokir konten pornografi.

D. Pemerintah
Diperlukan adanya regulasi yang tegas dan payung hukum yang memadai
dalam bentuk sebuah UU. Adanya UU pornografi dapat menciptakan lingkungan
dan masyarakat yang lebih aman. Menurut UU No 44 Tahun 2008 Pemerintah
berwenang:

19
 Melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk
pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui
internet.
 Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi.
 Melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam
maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan pornografi.

Kepolisian dan kehakiman dapat menjerat pelaku dengan ketentuan yang


jelas, dan membuat pelaku jera. Kelompok Penanggulangan Masalah Pornografi
dan Pornoaksi oleh para perwakilan dari instansi terkait seperti Menko, Kesra,
Meneg PP. Menkominfo, Departemen Agama, Kepolisian, Elemen Masyarakat
Tolak Pornografi dan Kejaksaan Agung.
Selain itu adalah melakukan konsultasi dan lobi dalam rangka pengesahan
UU Anti Pornografi dan Pornoaksi dan UU Telematika; meninjau dan
mengevaluasi berbagai peraturan perundang-undangan maupun peraturan daerah
yang merugikan upaya penanggulangan pornografi dan pornoaksi, penetapan
fatwa berbagai agama untuk penanggulangan pornografi dan pornoaksi serta
memperkuat koordinasi kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam menangani
dan menuntaskan kasus-kasus pornografi dan pornoaksi.
Larangan pornografi sebenarnya telah diatur dalam hukum positif kita,
diantaranya adalah dalam KUHP, UU No 8/1992 tentang Perfilman, UU No
36/1999 tentang Telekomunikasi, UU No 40/1999 tentang Pers dan UU No
32/2002 tentang Penyiaran. Namun pada tahap aplikasi, beberapa UU ini tidak
dapat bekerja dengan maksimal karena mengandung beberapa kelemahan dan
kekurangan pada substansinya, yaitu perumusan melanggar kesusilaan yang
bersifat abstrak/multitafsir, jurisdiksi yang bersifat territorial dan perumusan
beberapa istilah dan pengertiannya yang tidak mencakup aktivitas pornografi
diinternet, sistem perumusan sanksi pidana yang tidak tepat dan jumlah sanksi
pidana denda yang relatif kecil, sistem perumusan pertanggungjawaban pidana
korporasi/badan hukum yang tidak jelas dan tidak rinci, dan tidak adanya

20
harmonisasi tindak pidana dan kebijakan formulasi tindak pidana, baik pada
tingkat nasional, regional maupun internasional. Adanya kelemahan-kelemahan
ini menunjukkan perlu adanya amandemen bahkan pembaharuan hukum, agar
hukum dapat menjangkau penjahat-penjahat di dunia maya.
Upaya-upaya penanggulangan dan peningkatan kesadaran terhadap bahaya
pornografi dan pornoaksi yang disebutkan di atas bertujuan menjaga martabat
perempuan dan melindungi hak anak dan remaja, serta menghormati nilai-nilai
budaya lokal yang positif dan konstruktif, bagi pemantapan budaya bangsa. Untuk
itu diharapkan seluruh komponen bangsa agar bersikap proaktif dalam
memberantas segala bentuk pornografi dan pornoaksi, sehingga masyarakat
indonesia benar-benar bersih dan aman dari bahaya pornografi/pornoaksi.

21
DAFTAR PUSTAKA
 http://hizbut-tahrir.or.id/2012/11/05/kriminalitas-remaja-di-sekitar-kita
 https://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi_di_Indonesia
 http://merangkai-kata.blogspot.co.id/2013/02/sejarah-perkembangan-pornografi-
di.html
 www.indosiar.com
 www.poskota.co.id
 www.kalselprov.go.id
 http://hasiltugasku.blogspot.co.id/2011/04/porno-grafi-porno-aksi.html
 http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-
wahyuujian-1399-skripsi_-9.pdf
 https://mardoto.com/2010/11/26/peranan-mahasiswa-dalam-
mengurangimengeliminasi-penyalahgunaan-teknologi-komunikasi-informasi-
oleh-generasi-muda/
 http://www.dakwatuna.com/2010/08/31/7739/10-lsm-dukung-pemblokiran-
pornografi/#axzz4PNkZRj00
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt540b73ac32706/sanksi-bagi-pembuat-dan-

penyebar-konten-pornografi

https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Pornografi

https://www.scribd.com/doc/24898827/analisis-kebijakan-Uu-pornografi

 http://ronny-hukum.blogspot.co.id/2010/06/aturan-hukum-ttg-pornografi.html
 http://hasiltugasku.blogspot.co.id/2011/04/porno-grafi-porno-aksi.html

22

You might also like