You are on page 1of 82

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
nikmat serta hidayahNya sehingga kami dapat menyusun modul Al Islam
Kemuhammadiyaan 4. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan dengan sempurna
kepada manusia tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang
bermartabat. Salam dan doa juga terlimpah kepada keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.

Tentu modul ini bukan segalanya dan belum sempurna. Kami menyadari
bahwa tiada gading yang tak retak. Tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan ketulusan semua pihak untuk menilai dan memberikan kritik saran
kepada kami sebagai bahan evaluasi. Akhir kata, semoga karya ini dapat
memberikan yang terbaik untuk kami, Anda, keluarga, masyarakat dan bangsa
Indonesia.

Gorontalo, 24 Mei 2018

Penyusun

Kelompok 13

Page | i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I AKHLAK
A. AKHLAK DAN MUAMALAH ........................................................ 3
B. AKHLAK DALAM KELUARGA .................................................... 6
C. AKHLAK SOSIAL ............................................................................ 12
D. AKHLAK PERGAULAN DALAM ISLAM .................................... 13
E. AKHLAK BERBUSANA DALAM ISLAM ..................................... 22
BAB II ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
A. KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM ............... 28
B. KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ILMU DALAM ISLAM 29
C. KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU .................................................. 30
BAB III ISLAM DAN PERSOALAN EKONOMI ................................... 32
BAB IV ISLAM, POLITIK DAN HUKUM
A. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK HUKUM
ISLAM DI INDONESIA ................................................................. 36
B. DINAMIKA POLITIK HUKUM ISLAM DI INDONESIA ............. 37
C. PRODUK HUKUM DI INDONESIA ............................................... 42
BAB V ISLAM DAN SENI BUDAYA
A. PENGERTIAN SENI DAN BUDAYA DALAM ISLAM................ 45
B. PANDANGAN ISLAM TERHADAP SENI DAN BUDAYA ......... 47
C. PRINSIP-PRINSIP KEBUDAYAAN ISLAM .................................. 50
D. PENGARUH NILAI SENI DAN BUDAYA TERHADAP ISLAM 51
BAB VI ISLAM DAN DAKWAH
A. TUJUAN DAKWAH ISLAM ........................................................... 54
B. MODEL DAKWAH ISLAM ............................................................. 55

Page | ii
BAB VII JIHAD DALAM ISLAM
A. PENGERTIAN JIHAD ...................................................................... 58
B. TUJUAN JIHAD................................................................................ 59
C. MACAM-MACAM JIHAD............................................................... 60
D. SYARAT JIHAD ............................................................................... 62
E. RUKUN JIHAD ................................................................................. 62
F. HUKUM JIHAD ................................................................................ 63
G. ADAB DALAM BERJIHAD ............................................................ 64
H. KEWAJIBAN SEORANG PEMIMPIN DAN PASUKAN
DALAM BERJIHAD......................................................................... 64
I. JIHAD DAN TERORISME ................................................................ 66
BAB VIII ISLAM DAN KESEHATAN
A. HUBUNGAN AGAMA DAN KESEHATAN FISIK ....................... 68
B. MANFAAT AGAMA DALAM KESEHATAN ............................... 69
C. CARA MENJAGA KESEHATAN DALAM KONTEKS ISLAM ... 75
DAFTAR PUSTAKA

Page | iii
BAB I

AKHLAK

Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab “akhlaq”, kata ini adalah bentuk
jama’ dari “khuluq” yang berarti; ad din (agama), adat kebiasaan, tabiat,
(Lisanul’Arab, XI, art. Khalaqa, oleh Ibnu Manzur, hlm. 374).

Dalam Al Qur’an, kata ini disebutkan dua kali, dan keduanya dalam bentuk
mufrad ‘khuluq’ yaitu:

 Pada surat Asy-Syu’ara’ (26) : 137, (Makkiyyah)

َ‫ا ِْن ٰهذَ ۤا ا اَِّل ُخلُ ُق ْاَّلَ او ِليْن‬

Artinya: "(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-
orang terdahulu,".

 Pada surat Al Qalam (68) : 4, (Madaniyyah)

‫عظِ ي ٍْم‬ ٍ ُ‫َو ِا انكَ لَ َع ٰلى ُخل‬


َ ‫ق‬

Artinya : "Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang


luhur."

Adapun pengertian akhlak menurut istilah, Al Jurjani mendefinisikannya


sebagai berikut : Akhlak ialah sifat yang melekat pada jiwa yang mendorong
lahirnya perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa memerlukan pikiran. Jika ia
mendorong perbuatan yang baik menurut akal dan syara’, maka ia dinamakan
akhlak yang baik, jika ia melahirkan perbuatan buruk, maka ia dinamakan akhlak
buruk.
H. Ahmad Azhar Basyir M.A. merumuskannya lebih sederhana:
“Khuluq adalah peri keadaan jiwa yang dapat mendorong lahirnya
perbuatan-perbuatan secara spontan; peri keadaan yang dapat mendorong
lahirnya perbuatan-perbuatan baik secara spontan disebut khuluq yang baik, dan

4
yang mendorong lahirnya perbuatan-perbuatan yang buruk disebut khuluq yang
buruk”. (H. Ahmad Azhar Basyir M.A. Faham Akhlak Dalam Islam,(Yogyakarta,
UII, 1987), hlm. 3).
Dari rumusan di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa akhlak
mempunyai dua unsur pokok, yaitu:
 Perilaku yang melekat pada jiwa
 Mendorong berbuat secara spontan
Maka perilaku yang baik maupun yang buruk, yang kadang-kadang muncul
dan kadang-kadang tenggelam, bukanlah merupakan akhlak, demikian pula
perbuatan yang dilakukan dengan tidak secara spontan, misalnya karena pengaruh
dari luar, atau karena terpaksa dan sebagainya, bukanlah merupakan akhlak.
Penilaian terhadap akhlak, baik dan buruknya, tidaklah mudah,
sebagaimana tidak mudah mengetahui ketakwaan dan keimanan seseorang. Sebab
akhlak merupakan peri keadaan jiwa yang berada dalam batin atau hati. Tetapi kita
dapat mengetahui gejala-gejala yang dilahirkannya. Namun gejala-gejala itu
kadang-kadang tidak sesuai dengan akhlak yang sebenarnya, sebab kemungkinan
gejala itu palsu, karena lahirnya disebabkan pengaruh dari luar atau terpaksa, atau
berpura-pura. Oleh karena itulah kita harus menganalisa gejala tersebut, sehingga
dapat mengetahui kebenarannya. Sekalipun demikian, kita yakin bahwa gejala-
gejala itu pada umumnya dilahirkan atau dipengaruhi oleh batin atau hati. Dalam
hal ini Rasulullah SAW bersabda : “ketahuilah bahawa di dalam jasad terdapat
segumpal darah, apabila gumpalan darah itu baik, maka menjadi baiklah jasad itu
seluruhnya, dan apabila gumpalan darah itu rusak, maka menjadi rusaklah jasad
itu seluruhnya, dan itulah hati”. (Muslim, Sahih Muslim, (Bandung, tt),Juz I, hlm
698 dari An Nu’man bin Basyir).
Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dan sebagai
makhluk sosial, maka manusia mempunyai kewajiban baik terhadap Allah maupun
kepada sesamanya ataupun lingkungannya. Dengan demikian, daya cakup akhlak
menurut pandangan islam sangat luas, sebagaimana dilukiskan dalam firman Allah:

ِ ‫اَّلخِ ِر َو ْال َم ٰ ٰٓلئِ َک ِة َو ْال ِك ٰت‬


ۚ َ‫ب َوالنابِ ّٖين‬ ‫ب َو ٰلـك اِن ْالبِ ار َم ْن ٰا َمنَ بِ ه‬
ٰ ْ ‫اّٰللِ َو ْاليَ ْو ِم‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ْس ْالبِ ار ا َ ْن ت ُ َولُّ ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫لَي‬
‫ص ٰلوة َ َو ٰات َى ا‬
َ ‫الز ٰکوة‬ ‫ام ال ا‬ َ َ‫ب ۚ َواَق‬ ِ ‫الرقَا‬ِ ‫سآٰئِ ِليْنَ َوفِى‬ ‫ع ٰلى ُحبِ ّٖه ذَ ِوى ْالقُ ْربٰ ى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكيْنَ َوابْنَ ال ا‬
‫سبِ ْي ِل ۙ َوال ا‬ َ ‫َو ٰات َى ْال َما َل‬

5
ٰٓ ٰ ُ ‫ولئِكَ الا ِذيْنَ صدَقُوا ۗ وا‬
ٰٓ ٰ ُ ‫صبريْنَ فِى ْالبأ ْسآٰءِ والض اارآٰءِ وحِ يْنَ ْالبأ ْ ِس ۗ ا‬
‫ولئِكَ ُه ُم‬ َ ْ َ َ َ َ َ َ ِ ِ ‫ۚ َو ْال ُم ْوفُ ْونَ ِب َع ْه ِد ِه ْم اِذَا عٰ َهد ُْوا ۚ َوال ه‬
َ‫ْال ُمتاقُ ْون‬

Artinya: “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke


barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari
Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang
dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba
sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang
menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan,
penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Al Baqarah (2) : 177).

Dari firman Allah di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa daya cakup
akhlak meliputi : akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri pribadi, akhlak
terhadap keluarga, akhlak terhadap masyarakat, akhlak terhadap lingkungan.

A. Akhlak dan Muamalah


1. Pengertian Akhlak
Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan
“akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya
“Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan
perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ” Khaliq”
yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan
sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak
adalah seseorang yang mengerti benar akan kebiasaan perilaku yang
diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk
kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka
dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk

6
suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian.
Allah SWT berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8. Artinya “Hai orang-
orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlakutidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamukerjakan.”

2. Pengertian Muamalah
Muamalah dari kata (‫ )العمل‬yang merupakan istilah yang digunakan
untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf.
muamalah mengikuti pola (‫ ) ُمفَا َعلَة‬yang bermakna bergaul (‫)التَّعَا ُمل‬
Terminologi: Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk
permasalahan selain ibadah
Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-
Sunnah, yaitu harus ada contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad
SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan kepada mamnu’ (dilarang atay
haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji.
Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan
lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum,
pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan
pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah
dan Rasul-Nya.
Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW
mengatakan: “Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda
contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia Anda, (teknis mu’amalah), Anda
lebih tahu tentang dunia Anda.”

7
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau
contoh tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu
akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap perbuatan bid’ah adalah dhalalah
(sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk
diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya,
karena apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang
perlu kita perhatikan, yaitu:
Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system
ibadah dan tata caranya, karena masalah agama dan ibadah adalah hak
mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi menyampaikan agama itu
kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah bid’ah.
Sedang setiap bid’ah adalah sesat.
Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-
hal yang berkaitan dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup
dan kehidupan dalam masyarakat dan lingkungan, yang dikaruniakan Allah
kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau larangan tertentu
yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.
Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua
prinsip di atas. Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita
karena semua ketentuan dan aturan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan
Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh Rasulullah SAW
semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang
tidak diperintahkan oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan
yang sesat.
Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai
dengan perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu
sendiri. Selama tidak ada larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan

8
Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh dilakukan. Hal ini telah
diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas. Sebagai
contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya
Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke
tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal
itu tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan
karenanya, menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak
ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas
dalam Al-Qur’an dan Sunnah).

B. Akhlak dalam Keluarga


Dimaksudkan dengan keluarga ialah kelompok orang yang mempunyai
hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga ialah
ibu, bapak, anak-anak, kakek, cucu serta orang tua suami/istri.
Keluarga adalah bahagian masyarakat, dan keluarga itulah yang mewarnai
masyarakat. Jika keluarga-keluarga sebagai anggota masyarakat itu semuanya
baik, maka masyarakat akan menjadi baik, dan jika keluarga itu tidak baik, maka
masyarakat pun akan menjadi tidak baik. Oleh karena itulah keluarga-keluarga
harus benar-benar dibenahi sehingga masyarakat menjadi baik. Hubungan antara
orang tua dan anak, suami dan istri, harus benar-benar serasi. Maka kewajiban
masing-massing anggota keluarga dituntut untuk ditunaikan sebaik-baiknya,
baik kewajiban istri kepada suami dan sebaliknya maupun kewajiban cucu
kepada kakek dan sebaliknya. Demikian pula hak-hak masing-masing anggota
keluarga pun harus diberikan seadil-adilnya. Mengenai akhlak terhadap
keluarga, Al Qur’an telah memberikan pedoman-pedoman sebagaiman tersebut
di bawah ini:
1. Akhlak Orang Tua Kepada Anak
Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya
serta hak dan kewajiban mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan
yang harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya. Sebaik-baik orang

9
tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani,
yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Poin yang terpenting
adalah teladan dari orang tuanya.
Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab. Untuk
itulah beliau mengajarkan kita adab sejak bangun tidur hingga tidur. Semua ada
tuntunannya. Termasuk adab anak kepada orang tuanya, murid kepada gurunya,
pendidik kepada peserta didik.
Para pakar pendidikan sering mengatakan bahwa ketika orang tua
mengajarkan adab kepada anaknya, walaupun sebelumnya ia juga belum
melakukan adab itu, dengan belajar adab tersebut bersama anaknya, maka hal itu
bisa berubah menjadi kebiasaan dalam beradab. Hal ini akan berujung pada
terbentuknya karakter yang bagus.
Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak
berprestasi bukan karena gurunya, tapi karena orang tuanya sudah mencetak
generasi yang seperti itu. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu
membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti
Rasulullah SAW. Semoga dengan informasi tentang cara mengajarkan akhlak yang
baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan anak menjadi generasi rabbani dan
beradab. Orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing, dan mendidik anak
dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa :9:

َ ‫ٱّٰللَ َو ْليَقُولُوا قَ ْوَّل‬


‫سدِيدا‬ ‫ض ٰعَفا خَافُوا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتاقُوا ا‬
ِ ‫ش ٱلاذِينَ لَ ْو ت ََر ُكوا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم ذ ُ ِرياة‬
َ ‫َو ْليَ ْخ‬

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka


meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-
Nisa’:9)

Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan


anak dalam keadaan lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala

10
aspek kehidupan, seperti lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama
lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman akan menjadi generasi tanpa
kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan semua aspek
perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental,
maupun masalah akidah atau keimananya.

Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah,
berlaku lemah lembut kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan
kecerdasan spiritual pada anak. Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua
mendidik dan membesarkannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam
peranannya mendidik anak, antara lain:

1. Orang tua sebagai panutan


2. Orang tua sebagai motivator anak
3. Orang tua sebagai cermin utama anak
4. Orang tua sebagai fasilitator anak

2. Akhlak anak terhadap Orang Tua


Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak
ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan
kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya., berbagai rizki yang kita
peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap
jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia
kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-
kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai
penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.
Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak
mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak
bisa diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan
petunjuk Allah SWT mempunyai peranan yang sangat besar, berbuat baik kepada
orang adalah kewajiban dan semestinya mereka diperlakukan dengan baik,

11
bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada
orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa
mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak
mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi
anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.
a. Kewajiban kepada ibu
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung,
maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya,
mendidiknya dan menyekolahkannya, disanping usaha ibu. Kalau mulai
mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana
yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai
memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya
dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila
dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung
sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap
putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan
lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah. Coba bandingkan, banyak
sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya,
yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya
banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang ibu. Barangkali
karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun
bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya
mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara
memuliakan orang tua.
b. Berbuat baik kepada ibu dan bapak
Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu
dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si
anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang
tua berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak
semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau
membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya,

12
Allah SWT tidak meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya. Allah
berfirman Firman Surat Al-Luqman : 14

‫ير‬
ُ ‫ص‬ِ ‫ي ْال َم‬ َ ‫سانَ ِب َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنا َعلَى َو ْه ٍن َو ِف‬
‫صالُهُ فِي َعا َمي ِْن أ َ ِن ا ْش ُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَيْكَ ِإلَ ا‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َ ‫اْل ْن‬ ‫َو َو ا‬

Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Luqman:14)

Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya
kepada anaknya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah
disebakan perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan
penganiayaan orang tua kepada anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si
orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada
anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut lantaran orang tua.

c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah

Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap
si anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-
kata halus kepada anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah
sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan
kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak
mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru adalah orang yang terdekat
dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan
sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang
tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada
orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan
mempergunakan kata-kata mulia. Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan
yang baik kepada kedua orang tua, ingatlah Firman Allah dalam surah Al Isra ayat
23 dan 24 sebagai berikut :

ٍ ُ ‫سانا ۗ اِ اما يَـ ْبلُغ اَن ِع ْندَكَ ْال ِك َب َر ا َ َحدُ ُه َم ۤا ا َ ْو ك ِٰل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لا ُه َم ۤا ا‬
‫ف او ََّل‬ َ ْ‫َوقَضٰ ى َربُّكَ ا َ اَّل ت َ ْعبُد ۤ ُْوا ا ا َِّۤل اِيااهُ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن اِح‬
‫ت َ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل ال ُه َما قَ ْوَّل ك َِريْما‬

13
Artinya :” Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada
keduanya perkataan ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."

َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربايٰ نِ ْي‬


‫ص ِغيْرا‬ ْ ‫ب‬ ‫ِض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِل مِ نَ ا‬
ِ ‫الرحْ َم ِة َوقُ ْل ار‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخف‬

Artinya:”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh


kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah
tiada. Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi
Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya:”Kami pernah
berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya kepada Rasulullah
SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal
dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku.
“Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan memintakan
ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan
teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada
mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua”.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan
bagi pemuda Islam pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan
Hadits. Akan tetapi anak yang diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat
mereka tidak dapat menghayati tanggung jawab orang tua terhadapnya, tanggung
jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan akan menyebabkan mereka tidak
berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah
kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu orang tua dan
anak harus sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-masing,
antara hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika

14
anak terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran
agama.

C. Akhlak Sosial
1. Bertetangga dengan baik
Tetangga atau orang sebelah ialah mereka yang bertempat tinggal di
sebelah rumah. Menurut As San’ani, mereka yang termasuk tetangga adalah
empat puluh rumah tangga di sekitar rumah. Sedang Ali bin Abi Talib
berpendapat : mereka yang dapat mendengar seruan adalah tetangga.
Tetangga adalah mempunyai hak yang wajib dijaga dan dihormati, tidak
boleh saling mengganggu, dan wajib tolong-menolong antar tetangga,
sebagaimana diperintahkan Allah SWT:
a. ِ ‫سانا اوبِذِى ْالقُ ْربٰ ى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكي ِْن َو ْال َج‬
‫ـار‬ َ ْ‫شيْـئـا ۗ اوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن اِح‬
َ ‫ّٰللاَ َو ََّل ت ُ ْش ِر ُك ْوا بِ ّٖه‬
‫َوا ْعبُدُوا ه‬
‫سبِ ْي ِل ۙ َو َما َملَـكَتْ ا َ ْي َمانُ ُك ْم ۗ اِ ان ه‬
‫ّٰللاَ ََّل‬ ِ ‫ب بِ ْال َجـ ْۢ ْن‬
‫ب َواب ِْن ال ا‬ ِ ُ‫ـار ْال ُجـن‬
ِ ِ‫ب َوالصااح‬ ِ ‫ذِى ْالقُ ْربٰ ى َو ْال َج‬
‫يُحِ بُّ َم ْن َكانَ ُم ْخت َاَّل فَ ُخ ْو َرا‬
Artinya: “Dan berbuat baik kepada tetangga dekat dan tetangga
yang jauh, teman sejawat” (An Nisa’ (4): 36) Madaniyyah).
b. Dalam suatu hadis, Nabi SAW bersabda: “Demi Allah, belum
sempurna iman seorang hamba sehingga ia merasa senang karena
kenikmatan yang diperoleh tetangga (saudara)nya sebagaimana ia
senang karena kenikmatan yang diperolehnya sendiri”. (Muslim,
Sahih Muslim, 1, Al Iman, 38 dari Anas).
2. Kewajiban menjaga keamanan tetangga
Nabi SAW bersabda : “demi Allah belum beriman, demi Allah belum
beriman, demi Allah belum beriman. Kemudian ditanyakan oleh
sebagian sahabat: Siapa itu hai Rasulullah? Beliau menjawab: Orang
yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya”. (Al Bukhari,
IV, Kitabul-Adab, dari Abi Syuraih : 35).

15
3. Larangan menghina tetangga
Nabi SAW bersabda : “wahai wanita-wanita muslim, jangan sekali-kali
seorang tetangga wanita menghina tetangga wanita (lainnya)”. (HR.
Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah)
4. Memprioritaskan tetangga yang lebih dekat
Dalam suatu hadis disebutkan sebagai berikut : “Aisyah R.A. berkata :
saya berkata kepada Rasul: saya mempunyai dua tetangga, maka
kepada siapakah saya harus memberikan hadiah? Rasul SAW
bersabda: kepada tetangga yang pintunya paling dekat kepadamu”. (Al
Bukhari, IV, Kitabul-Adab, dari ‘Aisyah : 36).
5. Menjaga hak-hak tetangga
Dalam suatu hadis disebutkan sebagai berikut: “tetangga itu ada tiga
macam: pertama yaitu tetangga yang musyrik, dia mempunyai hak
ketetanggaan; kedua tetangga yang mempunyai dua hak, yaitu tetangga
muslim, dia mempunyai hak ketetanggaan dan hak karena Islamnya;
ketiga, tetangga yang mempunyai tiga hak, yaitu tetangga muslim yang
mempunyai hubungan persaudaraan, dia mempunyai hak karena
keislamannya, karena kesaudaraannya dan karena ketetanggaannya”
(As-San’ani, Subulus-Salam, IV, dari Jabir, hlm. 165).
Dari penjelasan hadis tersebut, jelaslah bahwa Islam tiada membedakan
antara tetangga yang muslim dan yang bukan muslim, semua tetangga
wajib dihormati hak-haknya.

D. Akhlak Pergaulan Dalam Islam


Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya tidak hanya menjalin
hubungan dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan
juga dengan manusia (habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling
menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin hubungan yang harmonis.
Rasulullah ‘saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di antaramu,
sehingga kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu - menyayangi dirimu
sendini”. (HR. Bukhari Miisllm).

16
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket
ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu
sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar
pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga
mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu
ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan
dalam pergaulan.
 Ta’aruf.
Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan
melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan
ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran,
karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
 Tafahum
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika
kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang
pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah
bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat
memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan
siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab,
agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih
ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual
minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita
bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul
dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika
kita bersamanya.” Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama
dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju
kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul
dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada
keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).

17
 Ta’awun
Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum
tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya
yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita.
Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling
menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW telah
mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli
dengan urusan umat Islam yang lain.

Berikut ini beberapa contoh bergaul sesama umat


1. Tata cara bergaul dengan orang tua atau guru
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti
dan akhlak mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan segala sesuatu
yang semestinya ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam ajaran Islam,
sehingga semakin banyak orang mengakui (termasuk non-muslim) bahwa Islam
merupakan ajaran agama yang sangat lengkap dan sempurna serta tidak ada yang
terlewatkan sedikit pun.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia, sehingga setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram,
berdampingan, saling memahami, menghormati, dan menghargai satu sama lain,
baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama atau teman
sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda: Artinya: “Aku diutus (ke dunia) hanya
untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari Muslim).
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan
sehari-hari adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul
dengan orang tuanya. Adapun yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami
dalam tiga bagian, yaitu:
 Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus
serta membesarkan kita (ibu bapak).

18
 Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang
telah diurus dan dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang
menjadi pilihan anaknya dan disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut
dengan “mertua”.
 Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti,
dan memahami pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti
hidup, dialah “guru” kita.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut
dengan “biruul walidain”. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga
diungkapkan di dalam bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah.
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua
merupakan suatu dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga perasaan
kedua orangtuanya. Hak orang tua dan anaknya tidak akan pernah sama dengan
hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan, perbuatan, dan isyarat yang
dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya merupakan perbuatan
dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau “uff”, apalagi jika
sampai membentaknya.
Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita
merendahkan diri kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang. Allah
Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 24:
َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربايٰ نِ ْي‬
‫ص ِغيْرا‬ ْ ‫ب‬ ‫ِض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِل مِ نَ ا‬
ِ ‫الرحْ َم ِة َوقُ ْل ار‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخف‬
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS.
A1-lsra: 24)
2. Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua
Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan
kewajiban masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih
tinggi atau lebih tua dari kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat
dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. Yaitu :
 Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua,

19
 Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun
bisa jadi umurnya lebih muda, dan
 Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.
3. Tata Cara Breagaul dengan yang Lebih Muda
Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan
orang yang umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali
dilarang untuk merendahkan dan meremehkannya. Kita diperintahkan untuk
selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda dari kita. Bahkan
Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk
golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Beliau
bersabda: Artinya: “Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak
menyayangi yang lebih kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang
yang lebih besar (tinggi / dewasa)”. (HR. Thabrani)
Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan
akhlaknya lebih baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa,
bahkan telah berusia lanjut. Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya
lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya semakin bertambah
(bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya, semakin
mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.
Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru
sebaliknya. Ada yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang umur
oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan
dengan yang lebih muda. Nauzubillah.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan
bahwa terinasuk orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal
perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Sebaik-baik manusia
adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan sejelek-
jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal
perbuatannya” (HR.Ahmad)
Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah
lebih dewasa serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing, rnengarahkan

20
dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi
kehidupannya. Rasulüllah saw bersabda: Artinya: ”Sebaik-baik diantara
manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi sesamanya”. (HR.
Bukhari)
4. Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia
bergaul dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan,
kesabaran, dan hanya mencari keridaan Allah SWT. Rasulullah SAW
hersabda: Artinya “Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia
serta bersabar (tahan uji) atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada
orang mukmin yang tidak bergaul dengan yang lainnya serta tidak tahan uji
atas gangguan mereka”. (HR. Tirmidi)
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan,
pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus.
Mungkin saja terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah
pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman yang zaim terhadap kita
serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap
terbaik yang kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera
memaafkan kesalahanya sekalipun orang yang berbuat salah tidak meminta
maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau kekeliruan, hendaklah
kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik disengaja
maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak, itu bukan
urusan kita. Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan memaafkan.
Janganlah kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw
dalam sabdanya. Artinya: “Barangsiapa yang meminta maaf kepada
saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak mau memaafkannya, maka ia
mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu Majah)
Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga
masing-masing bisa saling memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang
untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw

21
bersabda: Artinya. “Tidaklah halal bagi seorang muslmi mendiamkan (tidak
mengajak bicara) sit van in yang muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya
bertemu, lalu ingin memalingkan muka, dan yang lain pun demikian juga. Dan
yang paling baik di antara keduanya adalah yang terlebili dahulu
mengucapkan salam”. (HR. Bukhari Muslim)
5. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna,
teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada
malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada
laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan
scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat
wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut,
masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada
yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai hidup
bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik
satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga
sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa
indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak jarang juga masing-
masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling melihat,
serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada
nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang
dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat
memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-
laki dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-
tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun
bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga
orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk

22
belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal
ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang
lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya
pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan.
ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, agar jangan mendekati zina.
Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya. Allah Swt.
berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:
ۤ ‫و ََّل ت َ ْقربُوا‬
َ ‫الز ٰنى اِناهٗ َكانَ فَاحِ شَة ۗ َو‬
َ ‫سا ٰٓ َء‬
‫سبِيَْل‬ ِ َ َ

Artinya: “jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zinaitu


adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra:
32)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar.
Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan
bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang
mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan
dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang
diridai oleh Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam
hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi: Artinya: “Jika salah seorang di antara
kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”. (HR. Abu Daud
dan Tirmidzi)
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk
senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih
sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta,
keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini pernah diriwayatkan
dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan oleh Abu
Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda, Yang artinya:
“Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan nabi-
nabi, bukan pula para syuhada’,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah.
Para sahabat bertanya: “Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah”:Nabi
saw menjawab: “itulah orang yang saling mencintai (menyayangi), karena

23
harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-sinar, tiada merasa kekuatan
dikala mereka dalam keadaan ketakutan” (HR. Abu Daud).
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman
seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh
orang yang telah nyaris sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini
merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya
berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW: Artinya: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang
terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya)
iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai
dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam
api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan)
Allah”. (HR. Muslim)
Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya
hanya karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan
dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah SAW pernah bersabda: Artinya: “Jika
seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan),
maka berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)
6. Takaful (saling bertanggung jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau
dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu
pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan
sama dijinjing” Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Seseorang mukmin
terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan, yang
bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)
7. Tasamuh (Saling Toleransi)
Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi
pergaulan yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi
kekurangan masing-masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa
dikecewakan atau disakiti oleh teman bergaul lainnya.

24
E. Akhlak Berbusana Dalam Islam
1. Pengertian Pakaian
Pengertian pakaian menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah suatu barang yang dikenakan (baju, celana dan sebagainya).
Kemudian istilah ini dipersamakan dengan busana. Istilah busana awalnya
berasal dari bahasa sansekerta yakni bhusana yang memiliki konotasi
pakaian yang bagus atau indah. Yang dimaksud bagus disini adalah pakaian
yang serasi, harmonis, enak di pandang, selaras, dan cocok dengan
pemakainya. Dengan demikian pakaian dapat diartikan sebagai busana
pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian tubuh.
Al-Qur'an paling tidak menggunakan tiga istilah untuk pakaian yaitu,
libas, tsiyab, dan sarabil. Kata libas yang digunakan Al-Qur'an adalah untuk
menunjukkan busana lahir maupun batin. Arti kata Libas pada mulanya
yaitu apa pun yang ditutup. Fungsi ini amat sangat jelas, yakni sebagai alat
penutup tubuh. Kata tsiyab yang terambil dari akar kata tsaub yang berarti
kembali, yakni kembalinya sesuatu pada keadaan awal, atau pada keadaan
yang seharusnya sesuai dengan ide pertamanya. Sedangkan kata sarabil,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan pakaian, apa pun jenis
bahannya dengan fungsi dapat menangkal sengatan panas, dingin maupun
bahaya ketika dalam peperangan.
2. Karakteristik Pakaian Menurut Islam
a. Menutup semua anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan
Ketika menafsirkan QS. An-Nur: 31, Ibnu Katsir menafsirkan aurat
yang boleh ditampakkan hanya wajah dan telapak tangan untuk
perempuan. Sementara untuk laki-laki mulai pusar hingga lutut.
b. Pakaian tidak boleh ketat dan menonjolkan bentuk tubuh
Menutup aurat yaitu longgar dan tidak membentuk lekuk tubuh. Hal
ini bertujuan supaya jika ada lain jenis (yang bukan mahram)
melihatnya dikhawatirkan dapat menimbulkan syahwat.
c. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau
sebaliknya. Jika ada seorang laki-laki mengenakan pakaian yang

25
menyerupai perempuan, begitu pula sebaliknya, itu merupakan
pelanggaran. Dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, Rasulullah SAW melaknat (mengutuk) kaum laki-laki
yang menyerupai perempuan, dan kaum perempuan yang
menyerupai laki-laki.
d. Pakaian tidak transparan
Diriwayatkan oleh Aisyah r.a., bahwa Asma' binti Abu Bakar sedang
masuk melewati Rasulullah SAW dan ia (Asma') dalam kondisi
memakai pakaian yang transparan. Maka Rasulullah SAW langsung
berpaling darinya. Hal itu merupakan contoh bahwa kita sebagai
Muslim tidak diperkenankan untuk memakai pakaian yang tembus
pandag atau transparan.
e. Tidak berbusana berjurai-jurai
Dari Ibnu Umar r.a. katanya, bahwa Nabi SAW pernah mengatakan
“siapapun yang membiarkan pakaiannya menjurai ke tanah dengan
rasa sombong, Allah tidak akan memandangnya kelak di hari
kiamat”. Sehubungan dengan itu Abu Bakar r.a pernah mengatakan:
“wahai Rasulullah SAW, izar saya lepas sebelum saya
memperbaikinya, lalu Rasulullah menyahut: “kamu tidak termasuk
mereka yang mengenakannya karena congkak”.
f. Tidak mengenakan busana dari sutra
Dari Ibnu Umar r.a. katanya, bahwa Rasulullah SAW pernah
berkata: “sungguh, barang siapa mengenakan pakaian dari sutra
selama di dunia, tidak akan mendapat bagian di akhirat nanti”.
(H.R. Bukhari Muslim)
g. Lelaki tidak menggunakan emas maupun sutra
Dari Ibnu Musa Al-Asy’ari r.a.: Nabi berkata: “Emas dan sutra
diperkenankan bagi kaum perempuan dari umatku, dan dilarang
bagi kaum lelaki”.

26
3. Fungsi Pakaian
a. Pakaian Sebagai Penutup Aurat
Kata aurat terambil dari kata ar yang berarti onar, aib, tercela.
Tidak satu pun dari anggota tubuh yang buruk sebab semuanya baik dan
juga bermanfaat, termasuk aurat. Akan tetapi jika kondisi aurat seseorang
dilihat yang bukan mahramnya, maka keterlihatan itulah yang dinilai
buruk. Islam memberi petunjuk tentang apa yang dianggapnya aurat atau
sauat. Aurat dipahami sebagai bagian tubuh tertentu tidak boleh terlihat
orang terkecuali oleh orang-orang tertentu.

َ‫ّٰللاِ لَعَلا ُه ْم يَذا اك ُر ْون‬


‫ت ه‬ ِ ٰ‫اس الت ا ْق ٰوى ۙ ٰذلِكَ َخي ٌْر ۗ ٰذلِكَ مِ ْن ٰاي‬
ُ َ‫س ْو ٰاتِ ُك ْم َو ِريْشا ۗ َو ِلب‬ َ ‫يٰ بَنِ ۤ ْي ٰادَ َم قَ ْد ا َ ْنزَ ْلنَا‬
ْ ‫علَ ْي ُك ْم ِلبَاسا ي َُّو ِار‬
َ ‫ي‬

Artinya: "Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan


kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan, dan pakaian takwa itulah yang paling baik yang demikian itu
adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan
mereka selalu ingat." (QS. Al-A'raf: 26)
ۗ ‫ق ْال َجـنا ِة‬ َ ‫ص ٰف ِن‬
ِ ‫علَ ْي ِه َما مِ ْن او َر‬ َ ‫س ْوءٰ ت ُ ُه َما َو‬
ِ ‫ط ِفقَا يَ ْخ‬ َ ‫ش َج َرة َ بَدَتْ لَ ُه َما‬ ‫فَدَلهٮ ُه َما بِغُ ُر ْو ٍر ۚ فَلَ اما ذَاقَا ال ا‬
َ ‫شي ْٰطنَ لَـ ُك َما‬
‫عدُو ُّم ِبي ٌْن‬ ‫ش َج َرةِ َواَقُ ْل الـ ُك َم ۤا ا اِن ال ا‬ َ ‫َونَا ٰدٮ ُه َما َربُّ ُه َم ۤا اَلَ ْم ا َ ْن َه ُك َما‬
‫ع ْن ت ِْل ُك َما ال ا‬
Artinya: "Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah
itu) dengan tipu daya, tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu,
nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya
menutupinya dengan daun-daun surga." (QS. Al-A'raf: 22)
Dari kedua ayat diatas bisa disimpulkan bahwa ide pertama agar
seseorang membuka aurat adalah ide setan, dan karenanya tanda-tanda
kehadiran setan adalah keterbukaan aurat. Sebuah riwayat yang
dikemukakan oleh Al Biqa'i dalam bukunya Shubhat Waraqah
menerangkan bahwa saat Rasulullah SAW belum memperoleh
keyakinan mengenai apa yang dialaminya di Gua Hira (apakah dari
malaikat atau dari setan) kemudian Nabi SAW menyampaikan hal itu
kepada istrinya Khadijah. Khadijah berkata, "Jika engkau melihatnya
lagi, beritahulah aku."

27
Suatu ketika yang lain Rasulullah SAW melihat (malaikat) yang
dilihatnya di Gua Hira, kemudian Khadijah membuka pakaiannya sambil
bertanya, "Sekarang, apakah engkau masih melihatnya?" Rasulullah
menjawab, "Tidak, dia pergi." Dengan penuh keyakinan Khadijah lalu
berkata, "Yakinlah yang akan datang bukan setan," (sebab hanya setan
yang senang melihat aurat).
Ide dasar aurat adalah "tertutup atau tidak dilihat meski oleh yang
bersangkutan sendiri?" Ada beberapa hadits yang menjelaskan hal
tersebut secara rinci: Hindarilah tidak mengenakan busana, sebab ada
(malaikat) yang selalu bersamamu, yang tidak pernah beripsah
denganmu kecuali ketika ke kamar belakang (wc) dan ketika seseorang
berhubungan suami istri. Maka dari itu malulah kepada mereka dan
setidaknya hormatilah mereka (HR. At-Tirmidzi).
b. Pakaian Sebagai Perhiasan
Perhiasan merupakan benda atau barang yang dipakai untuk
memperelok pemakainya. Tentunya orang itu sendiri juga harus lebih
dulu menganggap bahwa perhiasan tersebut indah. Beberapa pakar
menjelaskan bahwa sesuatu yang indah adalah sesuatu yang dapat
menghasilkan kebebasan dan keserasian. Pakaian yang elok adalah
contoh kebebasan bagi pemakainya dalam bergerak. Di samping itu
kebebasan juga harus disertai rasa tanggung jawab.
Salah satu kodrat dari keindahan adalah kebersihan. Itulah sebabnya
mengapa Rasulullah SAW suka memakai pakaian berwarna putih, bukan
karena warna ini lebih sesuai dengan iklim Jazirah Arab yang panas,
tetapi pakaian yang berwarna putih akan segera menampakkan kotoran,
sehingga si pemakai juga akan berantusias untuk segera mengganti
dengan pakaian lain (yang bersih).
Al-Qur'an setelah memerintahkan supaya memakai pakaian yang
indah saat berkunjung ke masjid, juga menganjurkan seseorang memakai
perhiasan, namun tidak boleh berlebihan.

َ‫يٰ بَنِ ۤ ْي ٰادَ َم ُخذُ ْوا ِز ْينَت َ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِل َمس ِْج ٍد او ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َو ََّل تُس ِْرفُ ْوا ۚ اِناهٗ ََّل يُحِ بُّ ْال ُمس ِْر ِفيْن‬

28
Artinya: "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
lebihan”. (QS. Al-A'raf: 31)
Berhias merupakan naluri semua manusia. Salah seorang sahabat
pernah bertanya kepada Rasulullah, "Seseorang yang suka pakaiannya
indah dan alas kakinya indah (Apakah termasuk keangkuhan?)" Beliau
menjawab, "Sesungguhnya Allah indah, senang kepada keindahan,
keangkuhan adalah menolak kebenaran dan menghina orang lain."
c. Pakaian Untuk Melindungi dari Bencana
Ditemukan dalam Al-Qur'an ayat yang menerangkan fungsi pakaian
dapat memelihara seseorang dari bencana dan terhadap sengatan panas
serta dingin, QS. An-Nahl ayat ke-81. Dan di ayat lain ditemukan juga
fungsi pakaian sebagai sarana pelindung ketika dalam peperangan,
seperti pernyataan Al-Qur'an yang menyangkut Nabi Daud dengan
teknologi merancang baju besi, QS. Al-Anbiya': 80.

َ ْ ‫س َرابِ ْي َل ت َ ِق ْي ُك ْم بَأ‬
َ‫س ُك ْم ۗ ك َٰذلِك‬ َ ‫ّٰللاُ َجعَ َل لَـ ُك ْم ِم اما َخلَقَ ظِ ٰلَل او َجعَ َل لَـ ُك ْم ِمنَ ْال ِجبَا ِل ا َ ْكنَانا او َجعَ َل لَـ ُك ْم‬
‫س َرابِ ْي َل ت َ ِق ْي ُك ُم ْال َح ا‬
َ ‫ـر َو‬ ‫َو ه‬
َ‫علَ ْي ُك ْم لَعَلا ُك ْم ت ُ ْس ِل ُم ْون‬
َ ٗ‫يُتِ ُّم نِ ْع َمت َه‬

Artinya: "dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu


dari panas dan pakaian (baju besi) yang memeliharamu dalam
peperangan". (QS. An-Nahl: 81)

َ‫صنَ ُك ْم ِم ْۢ ْن بَأ ْ ِس ُك ْم ۚ فَ َه ْل ا َ ْنـت ُ ْم ٰشك ُِر ْون‬


ِ ْ‫ص ْنعَةَ لَب ُْو ٍس لاـ ُك ْم ِلتُح‬
َ ُ‫علا ْم ٰنه‬
َ ‫َو‬

Artinya: "dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk
kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu, Maka hendaklah
kamu bersyukur (kepada Allah)." QS. Al Anbiya': 80)
d. Pakaian untuk Petunjuk Identitas
Eksistensi atau keberadaan seseorang ada yang bersifat meterial
(jasmani) dan ada juga yang imaterial (ruhani). Hal-hal yang bersifat
material antara lain terpapang jelas dalam pakaian yang dikenakan Nabi
SAW. Beliau sangat menekankan terhadap pentingnya penampilan
identitas seorang Muslim, tak lain adalah melalui pakaian tersebut. Oleh

29
karena itu, Nabi SAW melarang laki-laki yang memakai pakaian
perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki (HR. Abu
Daud).
Fungsi identitas pakaian ini juga disyaratkan oleh Al-Qur'an dalam
Surah Al-Ahzab ayat ke-59 yang memerintahkan Rasulullah SAW agar
menyampaikan kepada istri-istrinya, anak-anak perempuannya, dan juga
wanita-wanita Mukmin agar mereka mengulurkan (memanjangkan)
jilbab mereka.

30
BAB II
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

A. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam


Kedudukan berasal dari kata duduk. Dengan mengetahui kedudukannya
dapat diketahui peranannya. Kata akal berasal dari bahasa arab al-‘aql yaitu pikiran
atau intelek (daya atau proses pikiran yang lebih tinggi berkenaan dengan ilmu
pengetahuan). Menurut pemahaman para filosofis islam, akal mengandung arti daya
untuk memperoleh pengetahuan , membuat seseorang dapat membedakan antara
dirinya dengan benda lain, dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan, dan
mempunyai fungsi moral. Akal dalam pengertian islam adalah daya pikir yang
terdapat dalam jiwa manusia; daya, yang memperoleh pengetahuan dari alam
sekitarnya. Pengertian inilah yang dikontraskan dengan wahyu yang membawa
pengetahuan dari luar diri manusia.
Kedudukan akal dalam islam sangat penting, karena akallah wadah yang
menampung akidah, syariah serta akhlak. Dalam ajaran islam ada ungkapan yang
menyatakan: “akal adalah kehidupan, hilang akal berarti kematian”. Namun
kedudukan dan peranan akal dalam ajaran islam tidak boleh bergerak dan berjalan
tanpa bimbingan wahyu yang berfungsi meluruskan akal. Kalau ia menjurus ke
jalan yang nyata salah akibat berbagai pengaruh. Karena itu Allah menurunkan
petunjuknya berupa wahyu.
Wahyu berasal dari kata arab “al-wahy” artinya suara, api dan kecepatan.
Disamping itu mengandung makna bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al-wahy
mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat. Dengan
demikian wahyu adalah tuntunan yang diberikan sang pencipta melalui pilihan-Nya
agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup.
Wahyu turun kepada nabi-nabi melalui tiga cara, yaitu dimasukkan
langsung ke dalam hati dalam bentuk ilham, dari belakang tabir, dan melalui utusan
dalam bentuk malaikat. Hal ini yang di ungkapkan dalam firman Allah SWT. Surah
asyura ayat 42. Dari uraian diatas kedudukan akal dan wahyu dalam islam
merupakan sokoguru ajaran islam, namun dalam sistem ajaran islam wahyulah yang

31
pertama dan utama, sedang akal adalah yang kedua. Wahyu dapat lihat secara
langsung dalam kitab suci al-qur’an, sedangkan wahyu yang tidak langsung melalui
sunnah rosulullah (hadis).

B. Klasifikasi Dan Karakteristik Ilmu Dalam Islam


1. Sumber dan Metode Ilmu
Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan berkembangnya
kebudayaan manusia yang berlangsung secara bertahap. Ilmu pengetahuan
merupakan implementasi dari pengetahuan yang ada dan kaidah-kaidahnya.
Dengan ilmu pengetahuan manusia memenuhi kodratnya sebagai kholifah dibumi.
Dengan memanfaatkan semua fasilitas sebaik-baiknya tanpa melakukan perusakan.
Lahirnya islam membawa manusia kepada sumber-sumber pengetahuan lain
dengan tujuan baru, yakni lahirnya tradisi intelek.
2. Keterbatasan Ilmu
Keterbatasan ilmu manusia tidak menghilangkan makna ayat-ayat Allah
di alam semesta yang diciptakan agar manusia dapat mengenal eksistensi-Nya
(kebesaran-Nya). Jadi, semakin dalam ilmu seseorang akan mengantarkannya
kepada penghayatan akan keberadaan dan keagungan Allah yang semakin dalam
pula.
3. Ilmu-ilmu Semu
Banyak orang mempelajari ilmu pengetahuan tetapi dirinya bersikap sekuler, tak
sedikitpun kecenderungannya kepada islam. Ilmu-ilmu seperti inilah disebut ilmu
semu karena tidak membawa manusia kepada tujuan hakiki. Allah swt
menggambarkan bahwa fenomena di atas disebabkan oleh beberapa hal :
a. Pertama, sikap apriori dari para pencari ilmu dengan tidak meyakini bahwa
ajaran islam benar-benar dari Allah swt. Dan berguna bagi kehidupan
manusia.
b. Kedua, sikap kesombongan terhadap kebenaran dengan membiarkan hawa
nafsu menguasai cara berfikir mereka.
c. Ketiga, terbelenggunya akal pikiran karena peniruan yang membabi buta
terhadap karya-karya pendahulu (nenek moyang) mereka.

32
d. Keempat, mengikuti persangkaan yang tidak memiliki landasan ilmiah yang
kokoh.
4. Klasifikasi Ilmu
Pada dasarnya ilmu dibagi atas dua bagian besar :
a. Ilmu tanziliyah yaitu ilmu-ilmu dikembangkan akal manusia terkait dengan
nilai-nilai yang diturunkan Allah baik dalam kitab maupun hadis.
b. Ilmu kauniyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena
interaksinya dengan alam.
Antara ilmu tanziliyah dan kauniyah tidak bisa dipisahkan, karena keduanya
saling melengkapi. Ilmu tanziliyah berfungsi menuntun jalan kehidupan manusia,
sedangkan ilmu kauniyah menjadi sarana manusia dalam kemakmuran alam ini.
Menurut ibnu qayyim ilmu terbagi menjadi dua: Ilmu yang memberikan
kesempurnaan diri, dan ilmu yang tidak memberikan kesempurnaan diri. Dan ada
ulama yang mengklasifikasikan ilmu terbagi menjadi dua : terpuji dan tercela.
Yang termasuk ilmu terpuji adalah : Ilmu usul (dasar) yaitu kitabullah,
sunnah rosullullah saw. Dan perkataan para sahabat. Ilmu furu (cabang) yaitu apa
yang dipahami dari dasar ini, berbagai pengertian yang memberikan sinyal pada
akal, sehingga akal dapat memahaminya. Ilmu pengantar yaitu berfungsi sebagai
alat seperti ilmu untuk memahami kitabullah dan sunnah Rosulullah saw. Ilmu
pelengkap yaitu ilmu qiraah, makhroj, dan lain-lain. Dan ilmu tercela adalah: ilmu
yang tidak diamalkan dan disembunyikan oleh pemiliknya, ilmu yang
menimbulkan perselisihan dan kedengkian.

C. Kewajiban Menuntut Ilmu


1. Penghargaan terhadap ilmu
a. Pertama, turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW.
b. Kedua, banyaknya ayat-ayat al-qur’an yang memerintahkan
manusia untuk menggunakan akal, pikiran, dan pemahaman.
c. Ketiga, Allah swt memandang rendah orang-orang yang tidak mau
menggunakan potensi akalnya.

33
d. Keempat, Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu
dibandingkan orang-orang yang bodoh.
e. Kelima, Allah akan meminta pertanggung jawaban orang-orang
yang melakukan sesuatu tidak berdasarkan ilmu.
f. Keenam, pemahaman terhadap ajaran agama harus berdasarkan
ilmu.
g. Ketujuh, dalam menentukan orang-orang pilihan yang akan
memimpin manusia dimuka bumi ini Allah melihat sisi
keilmuannya.
h. Kedelapan, Allah menganjurkan kepada seorang yang beriman
untuk senantiasa berdo’a.
2. Perintah Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu adalah bagian yang sangat penting dari pengamalan
ajaran islam. Oleh karena itu, dalam islam terdapat kewajiban untuk menuntut ilmu
baik secara pribadi maupun kelompok. Hal ini tercantum dalam surah an-nahl (43),
at-taubah(122).
3. Model Kewajiban
Ilmu yang diterima manusia sangat luas. Oleh karena itu, terdapat
pembatasan-pembatasan tertentu dalam kewajiban menuntut ilmu. Seseorang yang
mencapai usia balig ditandai dengan datangnya haid bagi wanita, dan mimpi basah
bagi pria maka wajib bagi dirinya untuk mengetahui pokok ajaran agamanya. Ia
wajib memahami makna dua kalimat syahadat. Kewajiban menuntut ilmu diatas
disebut dengan fardu ain.
Sedangkan ilmu yang keberadaanya terkait dengan kepentingan
masyarakat muslim dan umum masuk dalam fardu kifayah. Ilmu-ilmu yang
termasuk fardu kifayah terdiri dari ilmu pendalaman pemahaman syariat seperti
tafsir, mustalah hadis, dan ilmu usulflqh. Juga ilmu kedokteran, teknik dll.

Fardu ain yaitu setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim tentang ilmu
agama islam. Fardu kifayah yaitu ilmu yang memperdalam ilmu yang dibutuhkan
umat islam.

34
BAB III
ISLAM DAN PERSOALAN EKONOMI

Menurut Para Ahli , perkataan “ekonomi” berasal dari bahasa yunani, Yaitu
“Oicos” dan “Nomos” yang berarti rumah, dan nomos yang berarti aturan. Jadi
ekonomi ialah aturan2 untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam
rumah tangga, baik rumah tangga rakyat (Volkshuishouding) maupun rumah tangga
Negara (Staatshuishouding).

Dalam bahasa Arab dinamakan mu’amalah maddiyah sebagaimana ialah


aturan2 tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan
hidupnya. Lebih tepat lagi dinamakan iqtishad.

Iqtishad ialah mengatur soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-


hematnya dan secermat-cermatnya. Karena luasnya kaidah ekonomi, pembahasan
ekonomi terbagi pada :

1. Ekonomi sebagai usaha hidup dan pencarian manusia dinamakan economics


life
2. Ekonomi dalam rencana suatu pemerintahan dinamakan political economy
3. Ekonomi dalam teori dan pengetahuan dinamakan economical science.

Dengan lengkapnya, soal-soal ekonomi ini disebutkan oleh Nabi


Muhammad SAW. dalam suatu hadits yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, dan
Nasai dari Zubair bin Awwam. Artinya : “seseorang yang membawa tali (pada
pagi hari) berangkat mencari dan mengerjakan kayu bakar ke bukit-bukit, lalu
menjualnya, memakannya, dan menyedekahkannya lebih baik daripada hidup
meminta-minta kepada manusia lainnya.”

Dengan contoh yang sangat sederhana dan klasik, Nabi dapat menegaskan
soal-soal ekonomi dan bagiannya:

35
1. Mengerjakan kayu bakar berarti berusaha menambah produksi
2. Berusaha menjualnya berarti mengerjakan distribusi (pembagian)
3. Memakannya berarti memenuhi konsumsi (pemakaian)
4. Menyedekahkan kepada orang lain berarti mengerjakan rencana sosial.

Sesuai pula dengan teori ekonomi tentang tingkatan kemajuan


perekonomian bahwa pada mulanya masing-masing orang memborong sendiri
pekerjaan segala rencana ekonomi ini. Setelah lapangan ekonomi meluas barulah
tiap-tiap rencana tersendiri daripada rencana dikerjakan lainnya. Caranya ialah:

1. Pada zaman purbakala setiap orang menjadi produsen (pengusaha) dan


menjadi konsumen pula (pemakai). Setelah perhubungan manusia sedikit
meluas, timbullah bagian yang ketiga, yaitu distributor (pembagi), golongan
saudagar
2. Pada mulanya manusia dapat mengerjakan sendiri ketiganya, yaitu
mengusahakan (produsen), menjual (distributor), dan memakai
(konsumen). Akan tetapi satu persatu kemudian berdiri sendiri dan
dikerjakan oleh banyak orang (produsen sendiri, distributor sendiri, dan
konsumen sendiri pula). Di zaman modern ini, lapangan ketiganya sangat
luas. Rencana ekonomi banyak bercabang-cabang dan tiap-tiap cabang tidak
lagi dikerjakan satu orang atau satu bangsa, tetapi memerlukan tenaga
banyak orang atau berbagai Negara.

Di ajarkanya bahwa segala pekerjaan untuk mencari rezeki yang halal


merupakan amal yang paling mulia dan terhormat meskipun hanya memotong kayu
dan menjualnya sekedar menghindari hidup mengemis.

Manusia tidak dapat lepas dari pergaulan bermuamalah. Oleh karena itu,
Islam yang diturunkan untuk manusia, membawa suatu tuntutan dan system
muaalah yang mengatur dengan rapi perhubungan dalam segala kebutuhan mereka.
Ternyata, titik berat dari ajaran Islam diletakkan dalam soal muamalah. Di samping
ajarannya yang pokok tentang keimanan dan ibadah kepada Tuhan, ajaran tentang

36
muamalah untuk mengatur perhubungan manusia, tidak pula kurang pentingnya.
Ukuran iman seorang muslim tidaklah cukup dengan ibadahnya belaka, tetapi soal
muamalah, sosial dan ekonomi dijadikan pula oleh Nabi sebagai ukuran yang
setepat-tepatnya bagi keimanan seorang muslim.

Ekonomi atau mu’amalah maddiyah sangat sukar, tetappi memegang


peranan yang penting sekali, karena hubungan dengan benda dan uang yang sangat
dicintai dan berkuasa di hati manusia. Ekonomi pula, manusia mencapai tingkatan
yang paling lebih tinggi dari kemajuan dan kebahagiaan.

Memang, dalam agama Islam, ekonomi dan sosial sangat erat hubungannya
karena eratnya pertalian antara kebutuhan dan rohaninya. Keduanya tidaklah dapat
dipisahkan, saling berhubungan serta saling berkaitan, sehingga di suatu waktu
menjadi satu. Dalam meninjau suatu persoalan dari sudut ekonomi, kita tidak dapat
melepaskannya dari sudut sosial.

Materiel dan moral harus berjalan bersama-sama untuk mencapai susunan


ekonomi sosial yang sehat dan terartur. Jika materiel berjalan sendiri, dan segala
hubungan manusia hanya diukur dengan ukuran kebendaan belaka, sebagai
hasilnya dengan susunan ekonomi dunia yang kapitalitas sekarang-niscaya
hancurlah hubungan yang baik dan berubahlah sifat manusia dari moralitasnya yang
mulia menjadi hewan yang sangat rendah. Begitu pula sebaliknya, moral yang
berjalan sendiri tanpa disertai materiel, hilanglah pula kebutuhan hidup manusia
yang sangat dihayatinya di dunia ini Misalnya, dalam membicarakan soal
perburuhan, tidaklah dapat dipisahkan antara soal gaji dan segala kebutuhan
materielnya. Yaitudari soal hak-hak dan kepentingan buruh yang mengenai soal
moral baginya. Keduanya memiliki hubungan yang erat sekali, yaitu hubungan
antara kepentingan ekonomi di perusahaan yang mengeluarkan produksi dengan
kepentingan kaum buruh yang bekerja di dalamnya.

Oleh karena itu, Islam memberikan peringatan kepada seluruh manusia agar
tidak memisahkan kebutuhan materiel dan kepentingan moral dan juga persoalan

37
ekonomi dengan persoalan sosial. Memang, masing-masing mempunyai persoalan
sendiri-sendiri. Soal ekonomi mempunyai persoalan yang banyak, demikian pula
sosial. Akan tetapi, dalam prinsipnya, haruslah dipecahkan dan diselesaikan dengan
perhitungan yang tepat atas dasar materiel dan moral yang sehat.

38
BAB IV
ISLAM, POLITIK DAN HUKUM

A. Perkembangan Pemikiran Politik Hukum Islam di Indonesia


Politik Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila menghendaki
berkembangnya kehidupan beragama dan hukum agama dalam kehidupan hukum
nasional. Garis-garis Besar Haluan Negara di bidang hukum menghendaki
terciptanya hukum baru di Indonesia yang sesuai dengan cita-cita hukum Pancasila
dan UUD 1945, serta yang mengabdi pada kepentingan nasional. Hukum nasional
yang dikehendaki oleh negara adalah hukum yang menampung dan memasukkan
hukum agama, dan tidak memuat norma hukum yang bertentangan dengan hukum
agama.
Dalam melihat peranan hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional,
ada beberapa fenomena yang bisa dijumpai dalam praktek. Pertama, hukum Islam
berperan dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif. Dalam hal ini
hukum Islam diberlakukan oleh negara sebagai hukum positif bagi umat Islam.
Kedua, hukum Islam berperan sebagai sumber nilai yang memberikan kontribusi
terhadap aturan hukum yang dibuat. Oleh karena aturan hukum tersebut bersifat
umum, tidak memandang perbedaan agama, maka nilai-nilai hukum Islam dapat
berlaku pula bagi seluruh warga negara.
Ismail Sunny, mengilustrasikan politik hukum sebagai suatu proses
penerimaan hukum Islam digambarkan kedudukannya menjadi dua periode yakni
pertama, periode persuasive source di mana setiap orang Islam diyakini mau
menerima keberlakuan hukum Islam itu; dan kedua, periode authority source di
mana setiap orang Islam menyakini bahwa hukum Islam memiliki kekuatan yang
harus dilaksanakan. Dengan kata lain, hukum Islam dapat berlaku secara yuridis
formal apabila dikodifikasikan dalam perundang-undangan nasional.
Politik hukum masa Orde Baru seperti termaktub dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) yaitu Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sejak 1973, 1978, 1983, 1988 dan 1993. Kurun waktu 1973-1988
pengembangan hukum nasional diarahkan bagi kodifikasi dan unifikasi hukum

39
sesuai kepentingan masyarakat. Bentuk hukum tertulis tertentu dikodifikasikan dan
diunifikasikan, terutama hukum yang bersifat netral yang berfungsi bagi rekayasa
sosial. Demikian halnya bagi orang Islam, unifikasi hukum Islam memperoleh
pengakuan dalam sistem hukum nasional.
Transformasi hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan (Takhrij al-
Ahkâm fî al-Nash al-Qânun) merupakan produk interaksi antar elite politik Islam
(para ulama, tokoh ormas, pejabat agama dan cendekiawan muslim) dengan elite
kekuasaan (the rulling elite) yakni kalangan politisi dan pejabat negara. Sebagai
contoh, diundangkannya UU Perkawinan No.1/1974 peranan elite Islam cukup
dominan di dalam melakukan pendekatan dengan kalangan elite di tingkat legislatif,
sehingga RUU Perkawinan No.1/1974 dapat dikodifikasikan.
Pendekatan konsepsional prosedur legislasi hukum Islam sebagaimana
dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi adalah bahwa pemerintah dan DPR
memegang kekuasaan di dalam pembentukan undang-undang. Disebutkan dalam
pasal 5 ayat (1) UUD 1945 bahwa ‚Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan dalam
penjelasan mengenai pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa kecuali
executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
menjalankan legislatif power dalam negara.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka DPR hendaknya memberi
persetujuan kepada tiap-tiap Rancangan Undang-undang yang diajukan oleh
Pemerintah. Hal ini senada dengan penjelasan pasal 20 ayat (1) UUD 1945, kendati
DPR tidak harus selalu meyatakan setuju terhadap semua rancangan Undang-
undang dari pemerintah. Keberadaan DPR sesungguhnya harus memberikan suatu
consent atau kesepakatan dalam arti menerima atau menolak rancangan undang-
undang.

B. Dinamika Politik Hukum Islam di Indonesia


Peralihan kekuasaan dari pemerintahan Orde Lama kepada Orde Baru
ditandai dengan turunnya Soekarno dari kursi kepresidenan pasca kudeta
G30/S/PKI pada tahun 1965.[17] Peristiwa politik tersebut telah berimplikasi

40
kepada munculnya krisis politik yang cukup menegangkan berupa gerakan massa
yang menuntut pembubaran PKI serta tuntutan pembenahan sistem politik dan
pemulihan keamanan negara.
Ketetapan MPRS No, TX/MPRS/1966 rnenjadi landasan konstitusinal bagi
Supersemar dan sekaligus digelarnya Sidang Umum MPRS tahun 1967 berhasil
menggusur Soekarno dari kursi kepresidenan berupa pencabutan mandat presiden
oleh MPRS dalam Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967. Hal ini telah memuluskan
jalan bagi Soeharto untuk naik ke puncak kekuasaan yakni diangkat menjadi
presiden kedua yang ditetapkan dalam ketetapan MPRS No.XLITI/MPRS/1968.
Lahirnya Orde Baru yang didukung oleh kalangan pelajar dan mahasiswa
yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan
Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) yang para anggotanya mayoritas
beragama Islam. Dapat dikatakan, mereka menjadi ujung tombak runtuhnya
pemerintahan Orde Lama. Pada awal Orde Baru banyak dilakukan perubahan
terhadap kecenderungan birokrasi yang tidak bertanggungjawab yang warisan Orde
Lama. Dengan memakai format politik yang berporos pada eratnya hubungan
militer dan teknokrat untuk tujuan melaksanakan pembangunan dan mewujudkan
pemerintah yang stabil dan kuat. Kekuatan militer dan birokrasi merupakan mesin
politik untuk menata kehidupan sosial dan politik masyarakat, sehingga Orde Baru
melalui dua komponen tersebut menjadi kekuatan politik tunggal di Indonesia.
Adapun format politik yang tercipta antara lain:1[14] Pertama, peranan
birokrasi sangat kuat karena dijalankan oleh militer setelah ambruknya demokrasi
terpimpin, sehingga ia menjadi satu-satunya pemain utama di pentas politik
nasional. Kedua, upaya membangun sebuah kekuatan organisasi sosial politik
sebagai perpanjangan tangan ABRI dan pemerintah dalam wujud lahirnya Golkar
sebagai mayoritas tunggal organisasi politik di masa Orde Baru. Ketiga, penjinakan
radikalisme dalam politik melalui proses depolitisasi massa, seperti menerapkan
konsep floating mass dan NKK/BKK di lingkungan pendidikan tinggi. Keempat,

41
lebih menekankan pendekatan keamanan (Security Approach) dan pendekatan
kesejahteraan (Welfare Approuch) dalam pembagunan sosial politik; kelima,
menggalang dukungan masyarakat melalui organisasi-organisasi sosial dan
kemasyarakatan yang berbasis korporatis.
Persentuhan Islam dan politik pada masa Orde Baru sesungguhnya telah
diawali sejak Orde Baru menerapkan kebijakan modernisasi, di mana stigma
perkembangan pola pikir dan cara pandang bangsa Indonesia serta proses
transformasi kultural dan perubahan sosial lebih banyak mengadopsi apa yang
pernah terjadi di negara-negara Barat. Kiblat pembangunan di Indonesia yang
sebelumnya mengarah ke Eropa Timur berbalik arah ke Eropa Barat dan Amerika.
Banyak didapatkan kalangan cendekiawan dan kalangan intelektual mulai akrab
dengan pemikiran-pemikiran Barat.
Sementara itu, bagi kalangan Islam modernisasi ibarat dilema karena
dihadapkan kepada dua pilihan, yakni apabila mendukung modernisasi ala Orde
Baru berarti sama saja mendukung Barat, sedangkan pada sisi lain, apabila menolak
berarti umat Islam akan kehilangan kesempatan untuk berperan aktif dalam
program pembangunan nasional.
Pola pertautan politik yang serba provokatif dianggap bukan jalan terbaik
bagi islamisasi di Indonesia, mengingat penduduk Indonesia tidak seluruhnya umat
Islam yang dapat disatukan dalam bingkai sistem politik keormasan. Pada
gilirannya, lahirlah gagasan Islam kultural sebagai jalan tengah bagi urnat Islam
untuk tetap memainkan perannya dalam pentas politik nasional. Paling tidak
kebenaran akan pendekatan ini mulai membuahkan hasil berupa terbukanya jalan
bagi umat Islam menuju islamisasi politik Orde Baru di penghujung tahun 1970-an.
Kebijakan-kebijakan politik Orde Baru yang menempatkan Islam dalam
posisi marjinal di pentas politik nasional pada gilirannya telah melahirkan berbagai
ketegangan antara Islam dan negara. Sejarah telah mencatat hahwa dinamika
hubungan Islam dan negara pada masa Orde Baru mengalami pergeseran yang
bersifat antagonistik, resiprokal kritis sampai akomodatif. Hubungan antagonistik
(1966-1981) mencerminkan pola hubungan yang hegemonik antara Islam dengan
pemerintah Orde Baru. Keadaan negara yang kuat memainkan pengaruh ideologi

42
politik sampai ke tingkat masyarakat bawah telah berlawanan dengan sikap reaktif
kalangan Islam sehingga melahirkan konflik ideologi dan sekaligus menempatkan
Islam sebagai oposisi.
Kemudian pada tahap hubungan resiprokal kritis (1982- 1985) kaum santri
berupaya merefleksikan kembali cara pandang mereka dan merubah dirinya untuk
menampilkan sisi intelektualitas dalam percaturan politik Indonesia. Pada tahap ini
pilihan-pilihan rasional-pragmatis telah melahirkan saling pengertian akan
kepentingan Islam dan pemerintahan Orde Baru. Dalam kurun waktu 1982-1985
sebagian kalangan Islam mulai menerima asas tunggal dalam landasan ideologi
negara serta ormas dan orpol. Sedangkan hubungan akomodatif (1985-2000)
hubungan Islam dan negara terasa lebih harmonis di mana umat Islam telah masuk
sebagai bagian dari sistem politik elit dan birokrasi. Pola hubungan akomodatif ini
sangat terasa berupa tersalurkannya aspirasi umat Islam untuk membangun tatanan
sosial, politik, ekonomi dan budaya yang berakar pada nilai-nilai luhur agama
(Islam) serta budaya bangsa yang dibingkai dalam falsafah integralistik Pancasila
dan UUD 1945.
Namun demikian, khusus dalam sudut pandang perkembangan hukum
Islam di Indonesia kesempatan umat Islam untuk mendapatkan hak-haknya pada
pola hubungan antagonistik lebih tampak. Posisi umat Islam yang begitu lemah,
seperti ketika merumuskan UU Perkawinan No.1 tahun 1974, aliran kepercayaan
dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), isu ekstrim kanan,
isu suku, agama dan ras (SARA), isu kristenisasi dan kebijakan ekonomi
kapitalistik. Protes umat Islam atas UU Perkawinan No.1/1974 yang disusul dengan
PP No.9/1975, dianggap sebagai usaha Orde Baru untuk menggeser Hukum Islam
dari akar tatanan sosial masyarakat Islam di Indonesia.
Dapat dikatakan bahwa hubungan Islam dan negara pada tahap antagonistik
lebih banyak peristiwa yang memunculkan pola hubungan yang tidak harmonis
berupa konflik ideologis. Jika sebelumnya pada masa Orde Lama Islam lebih
nampak mengkristal dalam bingkai organisasi politik Masyumi, tegas berhadapan
dengan ideologi nasionalis sekuler (PNI Soekarnois) dan ekstrim kiri PKI,
selanjutnya pada masa Orde Baru Islam terbelah dan terpecah-pecah dari bingkai

43
Masyumi. Hal ini terjadi karena kebijakan ketat pemerintah Orde Baru dalam
merespon munculnya kembali kuatnya ideologi Islam politik.
Tersendat-sendatnya aspirasi umat Islam di dalam mendapatkan hak-hak
perundang-undangan dan hukum tampak ketika dilegislasikannya UU Perkawinan
No.1/1974 yang kemudian disusul dengan PP No.9/1975. Selanjutnya ditetapkan
pula ketentuan tentang Wakaf dalam PP No.28/1977. Tidak berhenti sampai di situ,
umat Islam di tingkat legislatif kembali mempersoalkan faham/aliran kepercayaan
dalam UUD 1945 sebagai agama resmi yang diakui negara. Dan yang paling krusial
adalah kehendak umat Islam untuk dilegislasikannya Rancangan Undang-undang
Peradilan Agama (RUUPA) bagi penyelenggaraan peradilan Islam di Indonesia.
Kemudian pada pola hubungan resiprokal kritis, umat Islam menyadari
perlunya strategi untuk menempuh jalur struktural-birokrat pada sistem
kenegaraan. Pada tahapan ini, kalangan cendekiawan dan politisi Islam harus berani
bersentuhan langsung dengan pemerintahan Orde Baru. Melalui pendekatan
struktural-fungsional, umat Islam relatif mengalami kemajuan pesat berupa
masuknya kalangan Islam dalam segala sistem pemerintahan sipil mulai dari pusat
hingga daerah, dan sekaligus memperkokoh kekuasaan Orde Baru dalam bingkai
akumulasi sipil Islam dan militer.
Pada pola akomodatif, sebagai antitesa dari pola hubungan sebelumnya
Islam hampir menguasai seluruh sendi-sendi pemerintahan dan negara. Tercatat
realitas sosial politik umat Islam demikian penting memainkan peranannya di
pentas nasional. Kehadiran ICMI, 8 Desember 1990, diyakini sebagai tonggak baru
menguatnya islamisasi politik di Indonesia, dan semakin tampak ketika
diakomodirnya kepentingan syari’at Islam melalui UUPA No.7/1989 sekaligus
menempatkan Peradilan Agama sebagai lembaga peradilan negara yang diatur
dalarn UU Pokok Kekuasaan Kehakiman No.14/1970, disusul dengan UU
Perbankan No.10/1998 (pengganti UU No.7/1992), UU Zakat No.38/ 1999, Inpres
No.1/1991tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Artikulasi dan partisipasi politik kalangan umat Islam demikian tampak
mulai dari pendekatan konflik, pendekatan resiprokal kritis sampai pendekatan
akomodatif. Maka dapat diasumsikan untuk menjadikan Islam sebagai kakuatan

44
politik hanya dapat ditempuh dengan dua cara yakni secara represif (konflik) dan
akomodatif (struktural-fungsional). Paling tidak ini merupakan sebuah gambaran
terhadap model paradigma hubungan antara Islam dan negara di Indonesia.

C. Produk Hukum Islam di Indonesia


Terhitung sejak tahun 1970-an sampai sekarang arah dinamika hukum Islam
dan proses transformasi hukum Islam telah berjalan sinergis searah dengan
dinamika politik di Indonesia. Tiga fase hubungan antara Islam dan negara pada
masa Orde Baru yakni fase antagonistik yang bernuansa konflik, fase resiprokal
kritis yang bernuansa strukturalisasi Islam, dan fase akomodatif yang bernuansa
harmonisasi Islam dan negara, telah membuka pintu lebar bagi islamisasi pranata
sosial, budaya, politik dan hukum Islam di Indonesia.
Sampai saat ini, kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia
semakin memperoleh pengakuan yuridis. Pengakuan berlakunya hukum Islam
dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan yang berimplikasi kepada adanya
pranata-pranata sosial, budaya, politik dan hukum. Salah satunya adalah
diundangkannya Hukum Perkawinan No. 1/1974.
Abdul Ghani Abdullah mengemukakan bahwa berlakunya hukum Islam di
Indonesia telah mendapat tempat konstitusional yang berdasar pada tiga alasan,
yaitu: Pertama, alasan filosofis, ajaran Islam rnerupakan pandangan hidup, cita
moral dan cita hukum mayoritas muslim di Indonesia, dan ini mempunyai peran
penting bagi terciptanya norma fundamental negara Pancasila; Kedua, alasan
Sosiologis. Perkembangan sejarah masyarakat Islam Indonesia menunjukan bahwa
cita hukum dan kesadaran hukum bersendikan ajaran Islam memiliki tingkat
aktualitas yang berkesiambungan; dan Ketiga, alasan Yuridis yang tertuang dalam
pasal 24, 25 dan 29 UUD 1945 memberi tempat bagi keberlakuan hukum Islam
secara yuridis formal.
Implementasi dan tiga alasan di atas, sebagai contoh adalah ditetapkannya
UUPA No.7/1989 yang secara yuridis terkait dengan peraturan dan perundang-
undangan lainnya, seperti UU No.2/1946 Jo UU No.32/1954, UU Darurat
No.1/1951, UU Pokok Agraria No.5/1960, UU No.14/1970, UU No.1/1974, UU

45
No.14/1985, Perpu Nol/SD 1946 dan No.5/SD 1946, PP. No.10/1947 Jo. PP.
No.19/1947, PP. No.9/1975, PP. No.28/1977, PP. No.10/1983 Jo, PP. No.45/1990
dan PP. No. 33/1994. Penataan Peradilan Agama terkait pula dengan UU No.2/1986
tentang Peradilan Umum, UU No.5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan
UU No.7/1989 tantang Peradilan Agama.
Dalam kenyataan lebih konkret, terdapat beberapa produk peraturan
perundang-undangan yang secara formil maupun material tegas memiliki muatan
yuridis hukum Islam, antara lain:
a. UU No. 1/1974 tentang Hukum Perkawinan;
b. UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agarna (Kini UU No. 3/2006);
c. UU No. 7/1992 tentang Perbankan Syari’ah (Kini UU No. 21/2008);
d. UU No. 17/1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;
e. UU No. 38/1999 tentang Pangelolaan Zakat, Infak dan Shadaqah (ZTS);
f. UU No. 44/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Nangroe
Aceh Darussalam;
g. UU Politik Tahun 1999 yang mengatur ketentuan partai Islam;
h. UU No. 41/2004 tentang Wakaf; dan
i. UU No. 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Di samping tingkatannya yang berupa Undang-undang, juga terdapat
peraturan-peraturan lain yang berada di bawah Undang-undang, antara lain:
1) PP No.9/1975 tentang Petunjuk Pelaksanaan UU Hukum Perkawinan;
2) PP No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik;
3) PP No.72/1992 tentang Penyelenggaraan Bank Berdasarkan Prinsip
Bagi Hasil;
4) Inpres No.1/ 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam; dan
5) Inpres No.4/2000 tentang Penanganan Masalah Otonomi Khusus di
NAD.
Dari sekian banyak produk perundang-undangan yang memuat materi
hukum Islam, peristiwa paling fenomenal adalah disahkannya UU No.7/1989
tentang Peradilan Agama. Betapa tidak, Peradilan Agama sesungguhnya telah lama
dikenal sejak masa penjajahan (Mahkamah Syari’ah) hingga masa kemerdekaan,

46
mulai Orde Lama hingga Orde Baru, baru dalam kurun waktu akhir 1980-an UUPA
No.7/1980 dapat disahkan sehagai undang-undang. Padahal UU No.14/1970 dalam
pasal 10-12 dengan tegas mengakui kedudukan Peradilan Agama berikut eksistensi
dan kewenangannya.
Iran ICMI pada awal tahun 1990-an sesungguhnya merupakan realitas sosial
dan politik yang tidak dapat dihindari. Di mana peran besar yang ditampilkan oleh
elite politik Islam di lingkungan birokrasi, serta peran tokoh-tokoh Islam yang aktif
dalam berbagai organisasi kemasyarakatan Islam, dipandang sangat penting
terutama dalam merespon kehendak umat Islam secara kolektif. Dengan kata lain,
adanya berbagai produk perundang-undangan dan peraturan berdasarkan hukum
Islam, bukan perkara yang mudah, seperti membalikkan kedua telapak tangan,
tetapi semua itu telah dilakukan melalui proses politik dalam rentang sejarah yang
cukup lama.

47
BAB V
ISLAM DAN SENI BUDAYA

A. Pengertian Seni Dan Budaya Dalam Islam


Secara umum kata atau term seni berarti ‘halus’(dalam rabaan) ‘kecil dan
halus’, tipis dan halus’, ‘lembut dan enak (didengar), ‘mungil dan elok’(tubuh),
‘sifat halus’. Secara etimologis seni dapat didefinisikan sebagai kesanggupan akal
untuk menciptakan sesuatu yang bermutu tinggi (Kamus, 1990 : 816). Ukuran
tinggi itu jika orang lain bisa mengatakan indah, kagum, atau luar biasa terhadap
ciptaan tersebut.
Sedangkan kebudayaan berasal dari kata Sansekerta, buddhayah, ialah
bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikianlah kebudayaan itu
dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dalam bahasa Arab
terdapat istilah al tsaqafah dan al hadlarah. Para ahli sosial cenderung berpendapat
bahwa kata al tsaqafah merujuk pada aspek ide, sedangkan kata al hadlarah
menunjuk kepada aspek material. Maka, al hadlarah lebih tepat diterjemahkan
sebagai culture. Kebudayaan mengandung pengertian meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, dan adat istiadat dan pembawaan lainnya yang
diperoleh dari anggota masyarakat (Munandar Soelaiman, 1992 dalam Zakky
Mubarak, 2010).
Menurut Koentjaraningrat wujud kebudayaan meliputi :
1. Wujud Ideal
Wujud ideal merupakan ide-ide, norma, peraturan, hukum dan
sebagainya.
2. Wujud Tingkah Laku
Wujud tingkah laku berupa aktifitas tingkah laku berpola dari manusia
dalam masyarakat. Pola tingkah laku yang mendasar dan dimaksudkan
dalam ajaran Islam meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Ketakwaan, beriman, cinta dan takut kepada Allah SWT.
b. Penyerahan diri.

48
c. Kebenaran menciptakan pola tingkah laku setia pada realita atau
suatu pendekatan realistis terhadap kehidupan dan ketulusan.
d. Keadilan baik terhadap diri sendiri, maupun orang lain atau makhluk
lain.
e. Cinta terhadap makhluk tuhan.
f. Hikmah mendorong seseorang untuk menumbuhkan tingkah laku
berdasarkan keilmuan.
g. Keindahan membuahkan kemanisan, kelembutan dan keluwesan
yang muncul dalam moral dan kebiasaan.\
3. Wujud Benda
Wujud benda merupakan hasil karya. Peradaban sering disebut untuk
kebudayaan yang memiliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa,
sistem kenegaraan dan sebagainya. Maka peradaban adalah bagian dari
kebudayaan, tapi tidak sebaliknya.

Menurut J.J Hoeningman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga


gagasan, menjadi gagasan, aktivitas dan artefak.
 Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang terbentuk kumpulan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya
yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di dalam pemikiran
warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan
mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
 Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan

49
manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
dapat diamati serta didokumentasikan.
 Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas,
perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-
benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan.
Sifatnya paling konkret dari ketiga wujud kebudayaan.
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : visual
arts dan performing arts, yang mencakup seni rupa (melukis, memahat, mengukir),
seni pertunjukan (tari, musik), seni teater (drama, wayang), seni arsitektur (rumah
dan bangunan). Aspek ilmu pengetahuan meliputi science (ilmu-ilmu eksakta) dan
humaniora (sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah).

B. Pandangan Islam Terhadap Seni dan Budaya


Seni menurut Islam hakikatnya sebuah refleksi dan ekspresi dari berbagai
cita rasa, gagasan dan ide sebagai media komunikasi yang bergaya estetis untuk
menggugah citarasa inderawi dan kesadaran manusiawi dalam memahami secara
benar berbagai fenomena, panorama dan aksioma yang menyangkut dimensi alam,
kehidupan, manusia dan keesaan/keagungan rabbani berdasarkan konsepsi ilahi dan
nilai-nilai fitri yang tertuang dan tersajikan dalam bentuk suara/ucapan,
lukisan/tulisan, gerak dan berbagai implementasi dan apresiasi lainnya.
Seni realitanya sebagai suatu media komunikasi, interpretasi, sekaligus
kreasi. Maka dalam menilai sebuah apresiasi seni tidak dapat dielakkan dari unsur-
unsur dan dimensi-dimensi integralnya yang menyangkut; keyakinan, ideologi,
motivasi, pola pikir, kepekaan, kepedulian, arah dan tujuan di samping aspek gaya
dan estetikanya.
Oleh karenanya, tiada satu pun bentuk apresiasi dan karya seni yang bebas
nilai. Maka dalam menilai satu seni sebagai seni Islam diperlukan kriteria dan
rambu-rambu syariah yang jelas sehingga dapat mudah membedakan dan

50
memilahkannya dari kesenian jahiliah meskipun bernama ataupun menyebut lafal
keislaman.

Adapun berbagai macam pandangan para ulama’ pada seni, antara lain ;
1) Imām Asy-Syaukānī, dalam kitabnya NAIL-UL-AUTHĀR menyatakan
sebagai berikut (Lihat Imām Asy-Syaukānī, NAIL-UL-AUTHĀR, Jilid VIII,
hlm. 100-103):
 Para ‘ulamā’ berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat
musik. Menurut mazhab Jumhur adalah harām, sedangkan mazhab Ahl-
ul-Madīnah, Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah
memperbolehkannya.
 Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī) menyatakan:
“‘ABDULLĀH BIN JA‘FAR berpendapat bahwa menyanyi dan musik
itu tidak menjadi masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu
untuk dinyanyikan para pelayan (budak) wanita (jawārī) dengan alat
musik seperti rebab. Ini terjadi pada masa Amīr-ul-Mu’minīn ‘Alī bin
Abī Thālib r.a.
 Imām Al-Haramain di dalam kitābnya AN-NIHĀYAH menukil dari
para ahli sejarah bahwa ‘Abdullāh bin Az-Zubair memiliki beberapa
jāriyah (wanita budak) yang biasa memainkan alat gambus. Pada suatu
hari Ibnu ‘Umar datang kepadanya dan melihat gambus tersebut berada
di sampingnya. Lalu Ibnu ‘Umar bertanya: “Apa ini wahai shahābat
Rasūlullāh? ” Setelah diamati sejenak, lalu ia berkata: “Oh ini barangkali
timbangan buatan negeri Syām,” ejeknya. Mendengar itu Ibnu Zubair
berkata: “Digunakan untuk menimbang akal manusia.”
 Ar-Ruyānī meriwayatkan dari Al-Qaffāl bahwa mazhab Maliki
membolehkan menyanyi dengan ma‘āzif (alat-alat musik yang
berdawai).
 Abū Al-Fadl bin Thāhir mengatakan: “Tidak ada perselisihan pendapat
antara ahli Madīnah tentang, menggunakan alat gambus. Mereka
berpendapat boleh saja.”

51
 Ibnu An Nawawi di dalam kitabnya AL-‘UMDAH mengatakan bahwa
para shahābat Rasūlullāh yang membolehkan menyanyi dan
mendengarkannya antara lain ‘Umar bin Khattāb, ‘Utsmān bin ‘Affān,
‘Abd-ur-Rahmān bin ‘Auf, Sa‘ad bin Abī Waqqās dan lain-lain.
Sedangkan dari tābi‘īn antara lain Sa‘īd bin Musayyab, Salīm bin
‘Umar, Ibnu Hibbān, Khārijah bin Zaid, dan lain-lain.
2) Abū Ishāk Asy-Syirāzī dalam kitābnya AL-MUHAZZAB (Lihat Abū Ishāk
Asy-Syirāzī, AL-MUHAZZAB, Jilid II, hlm. 237)berpendapat:
 Diharāmkan menggunakan alat-alat permainan yang membangkitkan
hawa nafsu seperti alat musik gambus, tambur (lute), mi‘zah (sejenis
piano), drum dan seruling.
 Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan. Selain
dua acara tersebut tidak boleh.
 Dibolehkan menyanyi untuk merajinkan unta yang sedang berjalan.
 Al-Alūsī dalam tafsīrnya RŪH-UL-MA‘ĀNĪ (Lihat Al-Alūsī dalam
tafsīrnya RŪH-UL-MA‘ĀNĪ, Jilid XXI, hlm. 67-74).
 Al-Muhāsibi di dalam kitābnya AR-RISĀLAH berpendapat bahwa
menyanyi itu harām seperti harāmnya bangkai.
 Ath-Thursusi menukil dari kitāb ADAB-UL-QADHA bahwa Imām
Syāf‘ī berpendapat menyannyi itu adalah permainan makrūh yang
menyerupai pekerjaan bāthil (yang tidak benar). Orang yang banyak
mengerjakannya adalah orang yang tidak beres pikirannya dan ia tidak
boleh menjadi saksi.
 Al-Manawi mengatakan dalam kitābnya: ASY-SYARH-UL-KABĪR
bahwa menurut mazhab Syāfi‘ī menyanyi adalah makrūh tanzīh yakni
lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan agar dirinya lebih terpelihara
dan suci. Tetapi perbuatan itu boleh dikerjakan dengan syarat ia tidak
khawatir akan terlibat dalam fitnah.
 Dari murīd-murīd Al-Baghāwī ada yang berpendapat bahwa menyanyi
itu harām dikerjakan dan didengar.

52
 Ibnu Hajar menukil pendapat Imām Nawawī dan Imām Syāfi‘ī
yang mengatakan bahwa harāmnya (menyanyi dan main musik)
hendaklah dapat dimengerti karena hāl demikian biasanya disertai
dengan minum arak, bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang
membawa kepada maksiat. Adapun nyanyian pada saat bekerja, seperti
mengangkut suatu yang berat, nyanyian orang ‘Arab untuk memberikan
semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu untuk mendiamkan
bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut Imām Awzā‘ī adalah sunat.
 Jamā‘ah Sūfiah berpendapat boleh menyanyi dengan atau tanpa iringan
alat-alat musik. Sebagian ‘ulamā’ berpendapat boleh menyanyi dan main
alat musik tetapi hanya pada perayaan-perayaan yang memang
dibolehkan Islam, seperti pada pesta pernikahan, khitanan, hari raya dan
hari-hari lainnya.
 Al-‘Izzu bin ‘Abd-us-Salām berpendapat, tarian-tarian itu bid‘ah. Tidak
ada laki-laki yang mengerjakannya selain orang yang kurang waras dan
tidak pantas, kecuali bagi wanita. Adapun nyanyian yang baik dan dapat
mengingatkan orang kepada ākhirat tidak mengapa bahkan sunat
dinyanyikan.
 Imām Balqinī berpendapat tari-tarian yang dilakukan di hadapan orang
banyak tidak harām dan tidak pula makrūh karena tarian itu hanya
merupakan gerakan-gerakan dan belitan serta geliat anggota badan. Ini
telah dibolehkan Nabi SAW kepada orang-orang Habsyah di dalam
masjid pada hari raya.
 Imām Al-Mawardī berkata: “Kalau kami mengharamkan nyanyian dan
bunyi-bunyian alat-alat permainan itu maka maksud kami adalah dosa
kecil bukan dosa besar.”

C. Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam


Sendi perumusan prinsip-prinsip kebudayaan islam antara lain :
1. Sumber segala sesuatu adalah Allah karena dari-Nya berasal semua
ciptaan.

53
2. Diembankan amanah khalifah kepada manusia.
3. Manusia diberi potensi yang lebih dibanding makhluk lainnya.
4. Ditundukkan ciptaan Allah yang lain kepada manusia, baik tanah, air,
angin, tumbuhan dan hewan.
5. Dinyatakan bahwa semua fasilitas dan amanah tersebut akan diminta
pertanggungjawabannya kelak.
Dengan berbagai kelebihan dan fasilitas yang diberikan oleh Allah kepada
manusia, beserta tanggung jawab atas semua itu, manusia melahirkan berbagai ide
dan muncul keinginan untuk selalu berbuat dan berkarya. Dan pada puncaknya,
manusia akan menghasilkan apa yang disebut dengan kebudayaan. Prinsip-prinsip
yang diperlukan untuk menghasilkan kebudayaan yang Islami antara lain :
 Dibangun atas dasar nilai-nilai Illahiyah.
 Munculnya sebagai pengembangan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
 Sasaran kebudayaan adalah kebahagiaan manusia, keseimbangan alam
dan penghuninya.
 Pengembangan ide, perbuatan dan karya, dituntut sesuai kemampuan
maksimal manusia.
 Keseimbangan individu, sosial dan anatara makhluk lain dengan alam
merupakan cita tertinggi dari kebudayaan.

D. Pengaruh Nilai Seni Dan Budaya Terhadap Islam


Diantara kaedah - kaedah (rambu-rambu) yang menjadi kriteria seni dalam
islam tersebut, menurut Yusuf al-Qaradhawi, adalah :
1. Harus mengandung pesan-pesan kebijakan dan ajaran kebaikan diantara
sentuhan estetikanya agar terhindar laghwun (perilaku absurdisme,
hampa, sia-sia),
2. Menjaga dan menghormati nilai -nilai susila islam dalam
pertunjukannya,
3. Tetap menjaga aurat dan menghindari erotisme dan keseronokan,

54
4. Menghindari semua syair, teknik, metode, sarana dan instrumen yang
diharamkan syari'at terutama yang meniru gaya khas ritual religius
agama lain (tasyabbuh bil kuffar) dan yang menjurus kemusyrikan,
5. Menjauhi kata-kata, gerakan, gambaran yang tidak mendidik atau
meracuni fitrah,
6. Menjaga disiplin dan prinsip hijab,
7. Menghindari perilaku takhnnus (kebancian),
8. Menghindari fitnah dan prkatek kemaksiatan dalam penyajian dan
pertunjukannya,
9. Dilakukan dan dinikamti sebatas keperluan dan menghindari berlebihan
(israf dan tabdzir) sehingga melalaikan kewajiban kepada Allah.
Menurut islam seni bukan sekedar untuk seni yang absurb dan hampa nilai
(laghwun). Keindahan bukan berhenti pada keindahan dan kepuasan estetis, sebab
semua aktifitas hidup tidak terlepas dari lingkup ibadah yang universal. Seni islam
harus memiliki semua unsur pembentuknya yang penting yaitu ; jiwany, prinsipnya,
metode, cara penyampaiannya, tujuan dan sasaran. Motovasi seni islam adalah
spirit ibadah kepada Allah swt, bukan mencari popularitas ataupun materi duniawi
semata. Seni islam harus memiliki risalah dakwah melalui sajian seninya yaitu
melalui tiga pesan :
a. Ketauhidan : dengan menguak dan mengungkap kekuasaan, keagungan
dan transendensi (kemahaannya) dalam segala-galanya, ekspresi dan
penghayatan keindahan alam, ketakberdayaan manusia dan
ketergantungannya terhadap Allah, prinsip-prinsip uluhiyah dan
'ubudiyah.
b. Kemanusiaan dan penyelamatan HAM serta memelihara lingkungan :
seperti mengutuk kedzaliman/penindasan, penjajahan, perampasan hak,
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, memberantas kriminalitas,
kejahatan, kebodohan, kemiskinan, perusakan lingkungan hidup,
menganjurkan keadilan, kasih sayang, kepedulian sosial-alam dsb.
c. Akhlak dan Kepribadian Islam : seperti pengabdian, kesetiaan,
kepahlawanan atau kesatriaan, solidaritas, kedermawanan, kerendahan

55
hati, keramahan, kebijaksanaan, perjuang atau kesungguhan,
keikhlasan, dst. Juga penjelasan nilai-nilai keislaman dalam berbagai
segi menyangkut keluarga dan kemasyarakatan, pendidikan, ekonomi,
dan politik.
Puncak dari manifestasi seni islam adalah al-Quran. Maka dari itu ukuran
jiwa seni bagi setiap muslim itu adalah seberapa besar kesadaran dan penghayatan
nilai-nilai al-Quran tersebut menumbuhkan kesadaran terhadap ayat-ayat Tuhan
lainnya, yakni jagad raya ini (ayat kauniyah). Artinya, estetika dan harmoni seni
islam tidak saja diwarnai oleh nilai-nilai al-Quran, lebih jauh seni islam terhampar
pada gelaran jagad raya yang tiada cacatnya. Semuanya Allah ciptakan dengan
kecermatan yang sempurna, tidak ada segi dan unsurnya yang sia-sia atau
kerancuan (bathilah), semua serba melengkapi dan mendukung membentuk
kesatuan fitrah panorama yang indah (Q.s. Ali 'Imran/3:190-191).
Islam masuk ke indonesia lengkap dengan budayanya. Oleh karena islam
besar dari negeri arab, maka islam yang masuk ke Indonesia, dirasakan sangat sulit
membedakan mana ajaran islam dan mana budaya Arab. Masyarakat awam
menyamakan antara perilaku yang ditampilkan orang arab dengan perilaku ajaran
islam. Seolah-olah apa yang dilakukan orang arab masih melekat pada tradisi
masyarakat Indonesia.
Dalam perkembangan dakwah islam di Indonesia, pada da'i mendakwahkan
ajaran islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan para wali di tanah
jawa. Kehebatan para wali adalah kemampuannya dalam mengemas ajaran islam
dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai
islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan demikian, dinamika kreativitas seni budaya islam seharusnya tidak
boleh berhenti atau mandeg, karena bertentangan dengan spirit seni islam yang
tidak pernah diam (digambarkan oleh ayat dalam posisi berdiri, duduk, ataupun
berbaring). Apalagi spirit seni budaya islam itu telah diwariskan oleh para
pendahulu (al-sabiqun) dari kalangan ulama maupun ilmuan lewat karya-karya
seninya yang mengagumkan.

56
BAB VI
ISLAM DAN DAKWAH

A. Tujuan Dakwah Islam


Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup di dunia dan akhirat yang diridhoi oleh Allah. Nabi Muhammad SAW
mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan,
dan perbuatan.
Dasar hukum kewajiban berdakwah yaitu terdapat pada surat Al-Imran ayat
104.
ٰٓ ٰ ُ ‫و ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُكم ا ُ امةٌ يا ْدعُونَ اِلَى ْال َخيْر ويأْم ُرونَ ب ْالم ْع ُروفِ وي ْنهونَ عن ْالم ْنكَر ۗ وا‬
َ‫ولئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُح ْون‬ َ ِ ُ ِ َ َْ َ َ ْ َ ِ ْ ُ َ َ ِ ْ ْ َ

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.
Tujuan dakwah islam dibagi menjadi dua yaitu tujuan jangka panjang dan
tujuan jangka pendek.
1. Tujuan jangka panjang yaitu untuk meraih keridhoan Allah dalam aspek
materi dan spiritual. Sebagaimana dijelaskan dalam surat maryam ayat
55 yaitu :
ِ ‫الز ٰكوةِ ۖ َو َكانَ ِع ْندَ َر ِب ّٖه َم ْر‬
‫ضيًّا‬ ‫َو َكانَ َيأ ْ ُم ُر ا َ ْهلَهٗ ِبال ا‬
‫ص ٰلوةِ َو ا‬

Artinya : “Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan


menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi
Tuhannya”.
2. Tujuan jangka pendek yaitu agar terwujudnya ajaran islam menjadi
rahmatan lil a’lamin ( rahmat bagi segenap alam ). Sebagaimana firman
Allah dalam Al Qur’an surat Al Anbiya ayat 107 yaitu :
َ ‫َو َم ۤا ا َ ْر‬
َ‫س ْل ٰنكَ ا اَِّل َرحْ َمة ل ِْـلعٰ لَمِ يْن‬

Artinya : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk


(menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

57
B. Metode Dakwah Islam
Metode dakwah Rasulullah SAW pada awalnya dilakukan melalui
pendekatan individual dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit shafa.
Kemudian berkembang melalui pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat
berdakwah ke thaif dan pada musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah
itu hukumnya fardhu kifayah.
Inilah contoh jenis-jenis dakwah yg disampaikan dengan metode-metode
atau cara sehingga dakwah yang disampaikan bisa terserap dengan baik.
1. Dakwah Fardiah
Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang
kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah
yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan
yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti
ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh.
Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada
acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran
(tasmiyah).
2. Dakwah Ammah
Dakwah Ammah merupakan metode dakwah yang dilakukan oleh
seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan
maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai
biasanya berbentuk khotbah (pidato). Dakwah Ammah ini kalau ditinjau
dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang
dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-soal
dakwah.
3. Dakwah bil-Lisan
Dakwah bil-lisan merupakan metode dakwah yang dilakukan penyampaian
informasi atau pesan dakwah melalui lisan. Dakwah jenis ini akan menjadi
efektif bila disampaikan berkaitan dengan hari ibadah, seperti khutbah
Jum’at atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut

58
ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode
dialog dengan hadirin.
4. Dakwah bil-Haal
Dakwah bil al-Hal adalah metode dakwah yang mengedepankan perbuatan
nyata. Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima
dakwah. Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau
mencontohkan Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba dan
mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah
Islamiyah.
5. Dakwah bit-Tadwin
Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at-
Tadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab,
buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan
dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari dakwah model ini
tidak menjadi musnah meskipun sang da’i, atau penulisnya sudah wafat.
Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para
syuhada”.
6. Dakwah bil Hikmah
Metode dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara
yang arif atau bijak, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga
pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya
sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata
lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi
dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.

Ayat-ayat Al-Quran yang menerangkan tentang metode dakwah islam


yaiutu.

 Surat An-nahl ayat 125.


‫ع ْن‬ َ ‫س ُن ۗ ا اِن َرباكَ ه َُو ا َ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
َ ‫ض ال‬ َ ‫سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم بِالاتِ ْي ه‬
َ ْ‫ِي اَح‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬
َ ‫سبِ ْي ِل َر ِبكَ بِ ْالحِ ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬ َ ‫ع ا ِٰلى‬ ُ ‫ا ُ ْد‬
َ‫سبِ ْيل ِّٖه َوه َُو ا َ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهت َ ِديْن‬
َ

59
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk”.
 Surat At-Taubah ayat 71
‫ص ٰلوة َ َويُؤْ ت ُ ْونَ ا‬
َ ‫الز ٰكوة‬ َ َ‫ض ۘ يَأ ْ ُم ُر ْونَ بِ ْال َم ْع ُر ْوفِ َويَ ْن َه ْون‬
‫ع ِن ْال ُم ْنك َِر َويُ ِق ْي ُم ْونَ ال ا‬ ٍ ‫ض ُه ْم ا َ ْو ِليَا ٰٓ ُء بَ ْع‬ ُ ‫َو ْال ُمؤْ مِ نُ ْونَ َو ْال ُمؤْ مِ ٰنتُ بَ ْع‬
‫ع ِزي ٌْز َح ِك ْي ٌم‬ ‫ّٰللاُ ۗ ا اِن ه‬ ٰٓ ٰ ُ ‫سولَهٗ ۗ ا‬
َ َ‫ّٰللا‬ ‫سيَ ْر َح ُم ُه ُم ه‬ َ َ‫ولئِك‬ ْ ُ ‫ّٰللاَ َو َر‬‫َويُطِ ْيعُ ْونَ ه‬

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,


sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah
dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

60
BAB VII
JIHAD DALAM ISLAM

A. Pengertian Jihad
Jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh menurut syariat Islam.
Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan
agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan cara-cara yang sesuai dengan
garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah
berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan
Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik
manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah
di bumi.
Arti kata Jihad sering di salah pahami oleh orang yang tidak mengenal
prinsip-prinsip agama Islam sebagai 'perang suci' (holy war); istilah untuk perang
adalah Qital, bukan Jihad. Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan jika terjadi
fitnah yang membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa serangan-
serangan dari luar). Pada dasar kata arti jihad adalah "berjuang" atau "ber-usaha
dengan keras" , namun bukan harus berarti "perang dalam makna "fisik". Jika
sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak
harus berarti perjuangan fisik. Jika mengartikan jihad hanya sebagai peperangan
fisik dan extern, untuk membela agama, akan sangat ber-bahaya, sebab akan mudah
di-manfaat-kan dan rentan terhadap fitnah.
Jihad di jalan Allah SWTadalah mengerahkan segala kemampuan dan
tenaga untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan mengharap ridha Allah
SWT dan meninggikan kalimat-Nya. Yang terpenting jihad adalah amal kebaikan
yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam.
Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan
Allah.
1. Jihad Menurut pandangan Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jihad diartikan sebagai
a. Usaha dengan segala upaya untuk mencapai kebaikan;

61
b. Usaha sungguh- sungguh membela agama Islam dengan
mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga;
c. Perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama
Islam. Berjihad berarti berperang di jalan Allah.
Kata jihad di dalam bahasa Arab, adalah mashdar dari kata: jâhada,
yujâhidu, jihâd . Artinya adalah saling mencurahkan usaha. Yang merupakan
turunan dari kata jihadyang berarti kesulitan atau kelelahan karena melakukan
perlawanan yang optimal terhadap musuh . Jadi makna jihad menurut bahasa
(lughawi) adalah kemampuan yang dicurahkan semaksimal mungkin; kadang-
kadang berupa aktivitas fisik, baik menggunakan senjata atau tidak; kadang-kadang
dengan menggunakan harta benda dan kata-kata; kadang-kadang berupa dorongan
sekuat tenaga untuk meraih target tertentu; dan sejenisnya. Makna jihad secara
bahasa ini bersifat umum, yaitu kerja keras.

B. Tujuan Jihad
Tujuan utama dari Jihad di dalam Islam adalah menghilangkan kekafiran
dan kesyirikan, mengeluarkan manusia dari gelapnya kebodohan, membawa
mereka kepada cahaya iman dan ilmu, menumpas orang-orang yang memusuhi
Islam, menghilangkan fitnah, meninggikan kalimat Allah SWT, menyebarkan
agamaNya, serta menyingkirkan setiap orang yang menghalangi tersebarnya
dakwah Islam. Jika tujuan ini dapat dicapai dengan tanpa peperangan, maka tidak
diperlukan peperangan. Tidak boleh memerangi orang yang belum pernah
mendengar dakwah kecuali setelah mendakwah mereka kepada Islam. (Namun jika
dakwah telah disampaikan) dan mereka menolak maka pemimpin Islam harus
memerintahkan mereka untuk membayar jizyah, dan jika mereka tetap menolak,
maka barulah memerangi mereka dengan memohon pertolongan Allah SWT.
Jika sebelumnya dakwah Islam telah sampai kaum tersebut (dan mereka
tetap menolaknya) maka boleh memerangi mereka dari sejak semula, karena Allah
SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya. Tidak diizinkan
memerangi mereka kecuali bagi mereka yang bersikeras mempertahankan
kekafiran, atau berbuat zalim, memusuhi Islam, serta menghalangi manusia untuk

62
memeluk agama ini atau bagi mereka yang menyakiti kaum muslimin. Rasulullah
SAW tidak pernah memerangi satu kaumpun kecuali setelah mengajak mereka
kepada agama Islam.

C. Macam-macam Jihad
1. Fardlu 'Ain; yaitu berjuang melawan musuh yang menyerbu ke sebagian
negara kaum muslim seperti jihad melawan kaum Yahudi yang
menduduki negara Palestina. Semua orang muslim yang mampu
berdosa sampai mereka dapat mengeluarkan orang-orang Yahudi dari
negeri tersebut.
2. Fardlu Kifayah; yaitu jika sebagian telah memperjuangkannya, maka
yang lain sudah tidak berkewajiban untuk melakukan perjuangan
tersebut, yaitu berjuang menyebarkan dakwah Islam ke seluruh negara
sehingga melaksanakan hukum Islam, dan barangsiapa yang masuk
Islam serta berjalan di jalan Islam kemudian terbunuh sehingga tegak
kalimat Allah, maka jihad ini berjalan terus sampai hari kiamat. Jika
orang-orang meninggalkan jihad dan tertarik oleh kehidupan dunia,
pertanian dan perdagangan maka ia akan tertimpa kehinaan.
3. Jihad terhadap pemimpin Islam; yaitu dengan memberikan nasihat
kepada mereka dan pembantu mereka, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW: "Agama adalah nasihat, kami bertanya , untuk siapa wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya,
pemimpin-pemimpin Islam dan orang-orang muslim awam" (HR.
Muslim). Dan beliau bersabda: "Jihad yang paling mulia adalah
menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang zalim" (HR. Abu
Daud dan Tarmizi). Adapu cara untuk menghindarkan diri dari
penganiayaan pemimpin kita sendiri, yaitu agar orang-orang Isilam
bertaubat kepada Tuhan, meluruskan akidah mereka atas dasar ajaran-
ajaran Islam yang benar sebagai pelaksanaan dari firman Allah:
‫ّٰللاَ ََّل يُغ َِي ُر َما ِبقَ ْو ٍم َحتهى يُغ َِي ُر ْوا َما ِبا َ ْنفُ ِس ِه ْم ۗ َواِذَ ۤا ا َ َرادَ ه‬
ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫َلهٗ ُم َع ِقبٰ تٌ ِم ْۢ ْن َبي ِْن َيدَ ْي ِه َومِ ْن خ َْلف ِّٖه َي ْح َف‬
‫ظ ْونَهٗ مِ ْن ا َ ْم ِر ه‬
‫ّٰللاِ ۗ ا اِن ه‬
‫س ْٰٓوءا فَ ََل َم َردا لَهٗ ۚ َو َما لَ ُه ْم م ِْن د ُْون ِّٖه مِ ْن اوا ٍل‬ ُ ‫ِبقَ ْو ٍم‬

63
Artinya: "Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu
menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak
ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS Ar-'Ad : 11).
4. Berjihad melawan orang kafir, komunis dan penyerang dari kaum ahli
kitab, baik dengan harta benda, jiwa dan lisan sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: "Dan berjihadlah menghadapi orang-orang musyrik
dengan harta bendamu, jiwamu dan lisanmu" (HR. Ahmad).
5. Berjihad melawan orang-orang fasik dan pelaku maksiat dengan tangan
dan hati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diantara
kamu melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika
tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka
dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman" (HR. Muslim).
6. Berjihad melawan setan; dengan selalu menentang segala kemauannya
dan tidak mengikuti godaannya. Allah berfirman:
‫س ِعي ِْر‬ ِ ٰ‫صح‬
‫ب ال ا‬ َ ‫شي ْٰطنَ لَـ ُك ْم‬
َ ُ‫عدُو فَاتاخِ ذ ُ ْوه‬
ْ َ ‫عد ًُّوا ۗ اِنا َما َي ْدع ُْوا حِ ْز َبهٗ ِل َي ُك ْونُ ْوا مِ ْن ا‬ ‫ا اِن ال ا‬

Artinya: "Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka


anggaplah sebagai musuhmu, karena sesungguhnya setan itu hanya
mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala" (QS Faatir : 6).
7. Berjihad melawan hawa nafsu; dengan menghindari hawa nafsu,
membawanya kepada ketaatan kepada Allah dengan menghindari
kemaksiatan-kemaksiatannya. Allah berfirman melalui mulut Zulaihah
yang mengakui telah membujuk Yusuf untuk berbuat dosa:
َ ‫ار ْۢة ٌ بِالس ُّْٰٓوءِ ا اَِّل َما َرحِ َم َربِ ْي ۗ ا اِن َربِ ْي‬
‫غفُ ْو ٌر ارحِ يْم‬ ُ ‫َو َم ۤا اُبَ ِر‬
َ ‫ئ نَ ْف ِس ْي ۚ ا اِن النا ْف‬
َ ‫س ََّلَ ام‬
Artinya: "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,

64
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS
Yusuf : 53).
Jihad diwajibkan atas :
 Setiap muslim.
 Baligh.
 Berakal.
 Merdeka.
 Laki-laki.
 Mempunyai kemampuan untuk berperang.
 Mempunyai harta yang cukup baginya dan keluarganya selama
kepergiannya dalam berjihad.

D. SYARAT JIHAD
Menurut Syaikh Abu Syujak syarat-syarat jihat ada tujuh antar lain:
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Sehat
7. Kuat berperrang

E. RUKUN JIHAD
Menurut Syaikh Abu Syujak rukun jihad antar lain:
1. Tegas dan siap mati ketika menghadapi serangan musuh, karena Allah
Ta’ala mengharamkan Mujahid mundur dari serangan musuh.
2. Dzikir kepada Allah Ta’ala dengan hati dan lisan dalam rangka meminta
kekuatan Allah Ta’ala dengan ingat janji, ancaman, dukungan serta
pertolongan-Nya kepada wali-wali-Nya. Dengan dzikir seperti itu, hati
menjadi tegar dan semangat perang menjadi kuat.

65
3. Ta’at kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dengan tidak melanggar
perintah keduanya dan meninggalkan larangan keduanya.
4. Tidak menimbulkan konflik ketika memasuki kancah perang, namun
dengan satu barisan yang tidak ada celah kosong didalamnya, hati yang
menyatu, dan badan-badan yang rapat seperti bangunan kokoh.
5. Sabar dan tetap dalam kesabaran, dan siap mati ketika memasuki kancah
perang hingga pertahanan musuh terbongkar dan barisan mereka
terkalahkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala.

F. Hukum Jihad
Berjihad di jalan Allah hukumnya fardu kifayah. Jika sebagian kaum
muslimin telah melakukannya maka gugurlah kewajiban itu bagi sebagian yang
lain. Jihad diwajibkan kepada setiap orang yang mampu berperang dalam beberapa
keadaan seperti:
1. Apabila dirinya telah masuk dalam barisan peperangan.
2. Jika pemimpin memobilisasi masyarakat secara umum.
3. Jika suatu negeri/ daerah telah dikepung oleh musuh.
4. Jika dirinya adalah orang yang sangat dibutuhkan dalam peperangan,
seperti dokter, pilot, dan yang semisalnya.
Jihad di jalan Allah SWT adakalanya wajib dengan jiwa dan harta sekaligus,
yaitu bagi setiap orang yang mampu dari segi harta dan jiwa, terkadang jihad itu
wajib dengan jiwa semata (hal ini berlaku) bagi orang yang tidak mempunyai harta
dan adakalanya wajib hanya dengan harta tidak dengan jiwanya, yaitu bagi orang
yang tidak mampu untuk berjihad dengan badannya namun dia termasuk orang
yang mempunyai harta.
Bagi kaum wanita tidak ada jihad, jihad mereka adalah haji dan ‘umrah. Hal
ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam: “Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita wajib berjihad? Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya, kaum wanita wajib berjihad
(meskipun) tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu (ibadah) haji dan ‘umrah”.

66
G. Adab dalam Berjihad
1. Termasuk adab dalam berjihad adalah : tidak berbuat khianat, tidak
membunuh wanita dan anak kecil, orang tua, para pendeta dan rahib
(ahli ibadah ) yang tidak ikut berperang, akan tetapi jika mereka ikut
berperang atau mereka ikut menyusun siasat perang maka mereka boleh
dibunuh.
2. Termasuk di antara adab berjihad adalah bersih dari sifat ujub atau
takabur, sombong dan riya' serta tidak mengharapkan bertemu dengan
musuh dan tidak boleh (menyiksa dengan) membakar manusia atau
hewan.
3. Diantaranya juga, mendakwahkan Islam kepada musuh sebelum
berperang, jika mereka tidak bersedia, maka mereka disuruh membayar
jizyah atau upeti, namun jika menolak maka mereka boleh diperangi.
4. Diantara adab jihad adalah berlaku sabar dan ikhlas serta menjauhi
kemaksiatan, banyak berdo'a untuk memperoleh kemenangan dan
pertolongan Allah

H. Kewajiban Seorang Pemimpin dan Pasukan Dalam Berjihad


1. Kewajiban Seorang Pemimpin
Seorang Imam atau yang mewakilinya berkewajiban meneliti pasukan
dan perlengkapan senjata mereka saat akan menuju medan perang, menolak orang
yang hendak mengacau atau mereka yang tidak layak untuk ikut berjihad, dan tidak
boleh meminta bantuan kepada orang kafir dalam berjihad kecuali dalam keadaan
darurat. Dia juga berkewajiban menyediakan bekal dan berjalan dengan tenang,
mencari tempat bersinggah yang bagus untuk pasukannya dan melarang mereka
dari perbuatan kerusakan dan maksiat sebagaimana dianjurkan baginya untuk selalu
memberikan nasehat guna menguatkan jiwa para pasukan dan mengingatkan
mereka akan keutamaan mati syahid.
Menyuruh mereka untuk bersabar dan mengharapkan pahala dalam
berjihad, membagi tugas antara pasukan, menugaskan orang untuk berjaga,
menyebarkan mata-mata guna mengintai musuh, dan memberikan tambahan dari

67
rampasan perang kepada sebagian pasukan (yang dianggap lebih berjasa) seperti
menambah seperempat bagian ketika berangkat dan sepertiga ketika pulang selain
seperlima gonimah (yang merupakan bagian Allah dan RasulNya), serta
bermusyawarah dengan para ulama dan cendekiawan dalam masalah ini.
2. Kewajiban Pasukan
Semua pasukan wajib menaati peminpinnya atau yang mewakilinya
selagi tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan kepada Allah, wajib
bersabar bersama mereka dan tidak menyerang musuh kecuali dengan perintah
pinpinan, tetapi jika musuh menyerang dengan tiba-tiba maka mereka boleh
membela diri. Jika salah seorang dari pasukan musuh mengajak duel satu lawan
satu, maka bagi orang yang merasa mampu dan berani disunnahkan atau dianjurkan
untuk menerima tantangannya setelah meminta izin kepada pemimpin pasukan.
Dan siapa saja yang keluar untuk berjihad di jalan Allah dengan membawa senjata
miliknya sendiri kemudian meninggal maka dia mendapatkan dengannya dua
pahala.
3. Keutamaan mati syahid di jalan Allah:
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati ; bahkan mereka itu hidupdi sisi Tuhannya dengan mendapat rezki."
(QS. Ali Imran: 169)
Dari Anas r.a dari Nabi SAW : beliau bersabda, "Tiada seorangpun
yang telah masuk surga lalu ingin kembali ke dunia untuk memperoleh sesuatu
yang ada di dalamnya kecuali orang yang mati syahid (syuhada). Dia berharap
untuk kembali ke dunia sehingga terbunuh kembali (sebagai syahid) sebanyak
sepuluh kali, karena apa yang didapakannya dari kemuliaan (bagi para syuhada)."
(Muttafaq 'alaihi)
Arwahnya para syuhada berada di dalam tembolok-tembolok burung
berwarna hijau di dalam sangkar-sangkar yang tergantung di atas Arsy, mereka
berterbangan di dalam surga kea rah mana saja mereka inginkan, dan para syuhada
diberikan enam kemuliaan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah ,
"Sesungguhnya para syuhada mendapatkan enam kemuliaan di sisi Allah: Allah
akan mengampuninya pada waktu darahnya keluar pertama kali dari tubuhnya,

68
diperlihatkan untuknya tempat duduknya di surga, diberi hiasan dengan perhiasan
iman, dinikahkan dengan tujupuluh dua orang bidadari dari surga, diselamatkan
dari siksa kubur, mendapatkan keamanan dari ketakutan yang sangat besar
(kegoncangan di padang mahsyar), dipakaikan baginya mahkota kerendahan hati
yang sebutir mutiaranya lebih baik dari dunia seisinya, dan diperbolehkan baginya
untuk memberikan syafaat bagi tujuhpuluh orang kerabatnya." (HR. Sa'id bin
Mansur dan Baihaqi dalam Su'ab al Iman–lihat pula Silsilah Hadits Shohihah
No.3213-).
Orang yang terluka dalam berjihad di jalan Allah akan datang pada hari
kiamat dengan lukanya yang mengeluarkan darah, namun baunya seharum misk,
dan mati syahid di jalan Allah bisa menghapuskan semua dosa-dosa kecuali hutang.
Barangsiapa yang khawatir ditawan oleh musuh karena tidak mampu menghadapi
mereka, maka dia boleh menyerahkan diri atau melawan hingga mati atau menang.
Barangsiapa yang memasuki negeri musuh atau menyerang pasukan
kafir dengan tujuan menghancurkan mereka dan menimbulkan ketakutan pada hati-
hati musuh, terutama orang-orang Yahudi yang melampaui batas, kemudian
terbunuh maka ia telah memperoleh pahala para syuhada dan orang-orang yang
bersabar dalam berjihad di jalan Allah.

I. Jihad dan Terorisme


Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad. Jihad dalam bentuk
perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti
halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang mewakili Madinah
melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu
oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang
berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta
pengusiran).
‫ان الا ِذيْنَ يَقُ ْولُ ْونَ َربان َۤا ا َ ْخ ِرجْ نَا مِ ْن ٰه ِذ ِه ْالـقَ ْريَ ِة‬
ِ َ‫سآٰءِ َو ْال ِو ْلد‬
َ ِ‫الر َجا ِل َوالن‬
ِ َ‫ض َع ِفيْنَ مِ ن‬ْ َ ‫ّٰللاِ َو ْال ُم ْست‬ َ ‫َو َما لَـ ُك ْم ََّل تُقَاتِلُ ْونَ فِ ْي‬
‫سبِ ْي ِل ه‬
‫َصيْرا‬ ‫ا‬
ِ ‫الظال ِِم ا َ ْهلُ َها ۚ َواجْ عَ ْل لاـنَا مِ ْن لادُ ْنكَ َو ِليًّا ۚ َواجْ عَ ْل لاـنَا مِ ْن لادُ ْنكَ ن‬

Artinya: “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan


(membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-

69
anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini
(Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau,
dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti
Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam
bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima
dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah)
yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.
Penentangan teror melalui bunuh diri sudah tergambar dalam sebuah ayat
didalam Al-Qur'an dan hadist. Firman Allah dalam surah An-Nisaa,
َ‫ّٰللاَ َكان‬ َ ُ‫اض ِم ْن ُك ْم ۗ َو ََّل ت َ ْقتُلُ ۤ ْوا ا َ ْنـف‬
‫س ُك ْم ۗ اِ ان ه‬ ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ َ ‫ـاَيُّ َها الا ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََّل ت َأ ْ ُكلُ ۤ ْوا ا َ ْم َوالَـ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالبَاطِ ِل ا ا َِّۤل ا َ ْن ت َ ُك ْونَ تِ َج‬
َ ‫ارة‬
‫بِ ُك ْم َرحِ يْما‬

Artinya: “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya


Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. An-Nisaa’: 29) dan hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Muhammad bersabda,
“Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka
dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

70
BAB VIII
ISLAM DAN KESEHATAN

A. Hubungan Agama dan Kesehatan Fisik


Secara teoritis ada dua kemungkinan pola hubungan antara agama dan
kesehatan, yaitu: Saling berlawanan dan saling mendukung
1. Pola HubunganHubungan Saling Berlawanan.
Agama dan kesehatan potensial muncul sebagai dua bidang
kehidupan yang saling berlawanan atau setidaknya tema kesehatan tersebut
masih menjadi wacana prokontra. Dalam batasan tertentu, hal ini
menunjukkan bahwa apa yangdianjurkan dalam bidang kesehatan tidak
selaras dengan apayang dianjurkan dalam agama. Misalnya mengenai terapi
dengan urine, pengobatan dengan hal yang memabukkan atau pencegahan
HIV/AIDS melalui kondom.
Dalam konteks ini, urine menurut ajaran islam adalah sesuatu hal
yang najis. Oleh karena itu, terapi kesehatan dengan menggunakan urine
sesungguhnya merupakan hal yang bertentangan. Begitu pula pengobatan
dengan menggunakan barang atau benda-benda yang diharamkan misalnya
alkohol.
Promosi tentang penggunaan kondom untuk menghindarkan diri dari
sebaran HIV/AIDS merupakan suatu program yang memiliki irisan moral
dengan Agama. Program ini dapat diapresiasikan oleh kalangan agama
sebagai kebijakan yang membuka peluang perilaku pergaulan beba satau
scrimplisit kebijakan itu seakan berbunyi “bolehkan free sex asalkan pakai
kondom”
2. Pola Hubungan Mendukung.
Agama dan ilmu pengetahuan kesehatan memiliki potensi
salingmendukung. Orang yang akan melaksanakan ibadah haji
membutuhkan peran tenagamedis untuk melakukan general check up
supaya kegiatan ibadah hajidapat berjalan lancar. Tradisi puasa atau diet
merupakan salah satu terapi yang telah diakui oleh kalangan medis dalam

71
meningkatkan kesehatan. Itu ajaran agama sejatinya memiliki potensi untuk
memberikan dukungan terhadap kesehatan.

B. Manfaat Agama Dalam Kesehatan


Agama sangat berperan penting dalam bidang kesehatan. Berbagai
macam manfaat agama dalam kesehatan, diantaranya yaitu:
1. Puasa
Puasa adalah sebuah ujian bagi semua umat muslim, di dalamnya
terkandung banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Puasa tidak saja
merupakan sebuah kewajiban yang mengharuskan kita menahan dari waktu
imsak hingga maghrib, tetapi tentu ada manfaat lain yang bisa anda dapat
dalam menjalan ibadah puasa, diantaranya dalam hal kesehatan. Beberapa
hal yang bisa anda dapatkan dalam berpuasa adalah:
 Pertama, puasa dapat menurunkan berat badan anda. Dengan puasa tentu
saja kita tidak akan makan dan minum selama hampir 12 jam. Dalam
waktu itu, tentu saja tidak ada pasokan energi yang masuk dalam diri
kita dan tentunya pasti kita akan merasakan lapar dan dahaga.
Kemudian, jika hal ini terjadi, pasti tubuh kita akan mencari sumber
energi lain berupa lemak dalam diri kita. Hal inilah yang menyebabkan
berat badan tubuh kita turun sekitar 4-5 kg selama bulan ramadhan.
Puasa juga merupakan sarana yang baik bagi anda yang memiliki
masalah dengan berat badan, tetapi belum dapat menemukan cara yang
tepat.
 Kedua, puasa dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Pada saat kita
berpuasa beberapa organ dalam tubuh kita dapat beristirahat sehingga
metabolisme dalam tubuh pun tidak seaktif di bulan yang lain. Hal ini
tentu saja menambah daya tahan sistem imun kita karena puasa akan
mengurangi produksi senyawa oksigen yang bersifat racun yang dapat
membahayakan tubuh dan membuangnya.
 Ketiga, puasa dapat mencegah diri dari stroke.Hal ini terjadi karena
puasa dapat memperbaiki kadar kolesterol darah. Beberapa penelitian

72
yang dilakukan menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan HDL
(high density lipoprotein atau kolestrol baik) dan menurunkan lemak
trigliserol (pembentuk kolesterol LDL -low density lipoprotein- yang
merusak kesehatan atau kolestrol jahat) sehingga memiliki peluang yang
lebih kecil untuk terkena stroke.
 Keempat, puasa dapat menjaga Kadar Gula Dalam Darah. Puasa
sangatlah bagus untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Mengapa?
Karena dengan berpuasa, kita mengistirahatkan kelenjar pankreas.
Kelenjar pankreas berfungsi dalam pengaturan insulin. Hal inilah
mengapa puasa sering digunakan sebagai obat mujarab menghalau
penyakit akibat seperti diabetes yang diakibatkan kadar gula dalam
darah.
 Kelima, puasa dapat mengistirahatkan alat pencernaan. Dengan
berpuasa maka kita tentu tidak makan dan minum sehingga apa alat
pencernaan kita bisa istirahat sehingga dapat mengurangi penyakit
pencernaan seperi kanker usus atau sakit lambung.
2. Wudhu
Manfaat secara umum: Kulit merupakan organ yang terbesar tubuh
kita yang fungsi utamanya membungkus tubuh serta melindungi tubuh
dari berbagai ancaman kuman, racun, radiasi juga mengatur suhu tubuh,
fungsi ekskresi ( tempat pembuangan zat-zat yang tak berguna melalui
pori-pori ) dan media komunikasi antar sel syaraf untuk rangsang nyeri,
panas, sentuhan secara tekanan. Begitu besar fungsi kulit maka
kestabilannya ditentukan oleh pH (derajat keasaman) dan kelembaban.
Bersuci merupakan salah satu metode menjaga kestabilan tersebut
khususnya kelembaban kulit. Kalau kulit sering kering akan sangat
berbahaya bagi kesehatan kulit terutama mudah terinfeksi kuman.
Dengan bersuci berarti terjadinya proses peremajaan dan pencucian kulit,
selaput lendir, dan juga lubang-lubang tubuh yang berhubungan dengan
dunia luar (pori kulit, rongga mulut, hidung, telinga). Seperti kita ketahui
kulit merupakan tempat berkembangnya banya kuman dan flora normal,

73
diantaranya Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Mycobacterium sp (penyakit TBC kulit).
Begitu juga dengan rongga hidung terdapat kuman Streptococcus
pneumonia (penyakit pneumoni paru), Neisseria sp, Hemophilus sp.
Seorang ahli bedah diwajibkan membasuh kedua belah tangan setiap
kali melakukan operasi sebagai proses sterilisasi dari kuman. Cara ini
baru dikenal abad ke-20,sebagaimana kita tahu jepang membutuhkan 100
tahun untuk membiasakan cuci tangan, padahal umat Islam sudah
membudayakan sejak abad ke-14 yang lalu.
a. Keutamaan Berkumur –kumur
Berkumur –kumur berarti membersihkan rongga mulut dari
penularan penyakit. Sisa makanan sering mengendap atau tersangkut di
antara sela gigi yang jika tidak dibersihkan ( dengan berkumur-kumur
atau menggosok gigi) akhirnya akan menjadi mediasi pertumbuhan
kuman. Dengan berkumur-kumur secara benar dan dilakukan lima kali
sehari berarti tanpa kita sadari dapat mencegah dari infeksi gigi dan
mulut.
Penelitian modern membuktikan bahwa berkumur dapat menjaga
mulut dan tenggorokan dari radang dan menjaga gusi dari luka.
Berkumur juga dapat menjaga dan membersihkan gigi dengan
menghilangkan sisa-sisa makanan yang terdapat di sela-sela gigi setelah
makan. Manfaat berkumur lainnya yg juga penting adalah menguatkan
sebagian otot-otot wajah dan menjaga kesegarannya. Berkumur
merupakan latihan penting yang diakui oleh pakar dalam bidang
olahraga, karena berkumur jika dilakukan dengan menggerakkan otot-
otot wajah dengan baik dapat menjadikan jiwa seseorang tenang.
b. Istinsyaq
Istinsyaq berarti menghirup air dengan lubang hidung, melalui
rongga hidung sampai ke tenggorokan bagian hidung (nasofaring).
Fungsinya untuk mensucikan selaput dan lendir hidung yang tercemar

74
oleh udara kotor dan juga kuman.Selama ini kita ketahui selaput dan
lendir hidung merupakan basis pertahanan pertama pernapasan.
Dengan istinsyaq mudah-mudahan kuman infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) dapat dicegah. Penelitian ilmu modern yang
dilakukan oleh tim kedokteran Universitas Aleksandria membuktikan
bahwa kebanyakan orang yg berwudhu secara kontinyu, maka hidung
mereka bersih dan bebas dari debu, bakteri dan mikroba. Tidak diragukan
lagi bahwa lubang hidung merupakan tempat yg rentan dihinggapi
mikroba dan virus, tetapi dengan membasuh hidung secara kontinyu den
melakukan istinsyaq (memasukan dan mengeluarkan air ke dan dari
hidung di saat berwudhu), maka lubang hidung menjadi bersih dan
terbebas dari radang dan bakteri, dan ini mencerminkan kesehatan tubuh
secara keseluruhan. Proses ini dapat menjaga manusia akan bahaya
pemindahan mikroba dari hidung ke anggota tubuh yg lain
c. Membasuh Wajah dan Kedua Telapak Tangan
Membasuh wajah dan kedua telapak tangan sampai ke siku
memiliki manfaat yang sangat besar dalam menghilangkan debu dan
mikroba, lebih dari membasuh hidung. Membasuh wajah dan kedua
telapak tangan sanpai ke siku juga daat menghilangkan keringat dan
permukaan kulit dan membersihkan kulit dari lemak yg dipartisi oleh
kelenjar kulit, dan ini biasanya menjadi tempat yg ideal untuk
berkembang biaknya bakteri.
Begitu pula dengan pembersihan telinga sampai dengan
pensucian kaki beserta telapak kaki yang tak kalah pentingnya untuk
mencegah berbagai infeksi cacing yang masih menjadi masalah terbesar
di negara kita
d. Membasuh Kedua Telapak Kaki
Membasuh kedua telapak kaki dengan memijat secara baik
danpat mendatangkan perasaan tenang dan nyaman, karena telapak kaki
merupakan cerminan seluruh perangkat tubuh. Orang yang berwudhu
seakan-akan memijat seluruh tubuhnya satu-persatu, padahal ia hanya

75
membasuh kedua telapak kakinya dengan air dan memijatnya dengan
baik. Ini merupakan salah satu rahasia timbulnya perasaan tenang dan
nyaman yang dirasakan oleh seorang muslim setelah berwudhu
3. Shalat
Setiap gerakan-gerakan shalat mempunyai arti khusus bagi
kesehatan dan punya pengaruh pada bagian-bagian tubuh seperti kaki,
ruas tulang punggung, otak, lambung, rongga dada, pangkal paha, leher,
dll. Berikut adalah ringkasan yang bermanfaat untuk mengetahui tentang
daya penyembuhan di balik pelaksanaan sholat sebagai aktivitas
spiritual.
a. Berdiri tegak dalam sholat
Gerakan-gerakan sholat bila dilakukan dengan benar, selain
menjadi latihan yang menyehatkan juga mampu mencegah dan
meyembuhkan berbagai macam penyakit. Hembing menemukan
bahwa berdiri tegak pada waktu sholat membuat seluruh saraf
menjadi satu titik pusat pada otak, jantung, paru-paru, pinggang,
dan tulang pungggung lurus dan bekerja secara normal, kedua
kaki yang tegak lurus pada posisi aku puntur, sangat bermanfaat
bagi kesehatan seluruh tubuh.
b. Rukuk
Rukuk juga sangat baik untuk menghindari penyakit yang
menyerang ruas tulang belakang yang terdiri dari tulang
punggung, tulang leher, tulang pinggang dan ruas tulang
tungging. Dengan melakukan rukuk, kita telah menarik,
menggerakan dan mengendurkan saraf-saraf yang berada di otak,
punggung dan lain-lain. Bayangkan bila kita menjalankan sholat
lima waktu yang berjumlah 17 rakaat sehari semalam. Kalau
rakaat kita rukuk satu kali, berarti kita melakukan gerakan ini
sebanyak 17 kali.
c. Sujud
Belum lagi gerakan sujud yang setiap rakaat dua kali hingga

76
junlahnya sehari 34 kali. Bersujud dengan meletakan jari-jari
tangan di depan lutut membuat semua otot berkontraksi. Gerakan
ini bukan saja membuat otot-otot itu akan menjadi besar dan kuat,
tetapi juga membuat pembuluh darah dan urat-urat getah bening
terpijat dan terurut. Posisi sujud ini juga sangat membantu kerja
jantung dan menghindari mengerutnya dinding-dinding
pembuluh darah.
d. Duduk tasyahud
Duduk tasyahud akhir atau tawaruk adalah salah satu anugerah
Allah yang patut kita syukuri, karena sikap itu merupakan
penyembuhan penyakit tanpa obat dan tanpa operasi. Posisi
duduk dengan mengangkat kaki kanan dan menghadap jari-jari
ke arah kiblat ini, secara otomatis memijat pusat-pusat daerah
otak, ruas tulang punggung teratas, mata, otot-otot bahu, dan
banyak lagi terdapat pada ujung kaki. Untuk laki-laki sikap duduk
ini luar biasa manfaatnya, terutama untuk kesehatan dan kekuatan
organ seks.
e. Salam
Bahkan, gerakan salam akhir, berpaling ke kanan dan ke kiri pun,
menurut penelitian Hembing punya manfaat besar karena gerakan
ini sangat bermanfaat membantu menguatkan otot-otot leher dan
kepala. Setiap mukmin pasti bisa merasakan itu, bila ia
menjalankan sholat dengan benar. Tubuh akan terasa lebih segar,
sendi-sendi dan otot akan terasa lebih kendur, dan otak juga
mempu kembali berfikir dengan terang. Hanya saja, manfaat itu
ada yang bisa merasakannya dengan sadar, ada juga yang tak
disadari. Tapi harus diingat, sholat adalah ibadah agama bukan
olahraga.

77
C. Cara Menjaga Kesehatan Dalam Konteks Islam
Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita mengenai kesehatan, tidak
sedikit dari ucapannya mengandung unsur medis yang mutakhir. Dari ajaran beliau
mengenai perihal orang sakit ialah:
1. Perintah untuk berobat. Kewajiban bagi setiap muslim yang sakit
untuk berobat.
2. Setiap penyakit ada obatnya Seperti:
a. Karantina penyakit, Nabi bersabda “jauhkanlah dirimu sejauh
satu atau dua tombak dari orang yang berpenyakit lepra”.
b. Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar dalam
penanggulangan berbagai penyakit infeksi yang membahayakan
masyarakat. Sabda Nabi yang berbunyi “jangan engkaulah
masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit wabah,
dan bila dirimu berada di dalamnya janganlah pergi
meninggalkannya”.
c. Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan upaya proteksi
diri (ikhtiar) dari berbagai penyakit infeksi, misalnya dengan
imunisasi.
Menyembuhkan orang sakit. Kesehatan merupakan hal yang mutlak
dalam menjalani aktivitas kehidupan manusia, bila tubuh manusia dalam keadaan
sehat mereka bisa melakukan aktivitas ibadah (hubungan manusia dengan
Tuhannya), aktivitas sosial (hubungan manusia dengan manusia), serta aktivitas
dunia (hubungan manusia dengan alam).

Oleh karena itu dibutuhkanlah metode untuk menjaga kesehatan


manusia. Allah memberikan petunjuk melalui perantara Nabi dengan segala
aktivitas dan ucapan Nabi yang telah di rancang sedemikian rupa untuk bisa diikuti
manusiawi secara utuh. Beberapa bentuk menjaga kesehatan antara lain:

 Kesehatan jasmani
Manusia adalah makhluk yang selalu ingin memenuhi seluruh
kebutuhannya, keinginan manusia yang tidak terbatas kadang membuat manusia

78
menjadi rakus. Makan berlebih, pola hidup yang tidak baik, penggundulan hutan
untuk bahan bangunan, eksploitasi laut yang tidak bertanggung jawab, semuanya
itu akan membuat keseimbangan alam terganggu. Di sadari maupun tidak, manusia
merupakan bagian dari alam. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa
kesehatan jasmani berhubungan dengan alam. Nabi pernah bersabda
“sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu”.
Kesehatan fisik merupakan keadaan yang sangat penting dalam
mendukung aktivitas lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam perintah Allah pada
manusia banyak yang berupa aktivitas fisik yang memerlukan kondisi yang prima,
seperti shalat, puasa, ibadah haji dan ibadah lainnya. Ajaran Islam untuk menjaga
kesehatan fisik terlihat dalam beberapa perintah Allah, seperti shalat yang mampu
meregangkan otot. Karena setiap gerakan shalat seperti mempunyai kunci tubuh,
sehingga sendi-sendi bisa lentur dan menyehatkan. Wudhu yang menurut penelitian
bisa merangsang saraf-saraf pada daerah yang terusap air wudhu, puasa yang
menyehatkan, ibadah haji yang merupakan puncak dari ibadah yang membuat tubuh
kuat, karena rukun-rukunnya yang melatih kondisi stamina tubuh.
Islam yang sangat mementingkan kesehatan jasmani dan fisik yang
dilakukan dengan cara menjaga kebersihan, olahraga, menjaga asupan makanan.
Dan semuanya terintegrasi dalam setiap aktivitas ibadah. Hal ini agar menjadi
kebiasaan yang tidak disadari untuk umat Islam dan merupakan bentuk pendidikan
dari Allah.
 Kesehatan rohani
Seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah yang tertuang dalam Al –
Qur’an surat Al- Ra’d : 28 yang berbunyi :
ْ ‫ّٰللاِ ت‬
ُ‫َط َمئ ُِّن ْالقُلُ ْوب‬ ْ ‫اَلا ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َوت‬
‫َط َمئ ُِّن قُلُ ْوبُ ُه ْم بِ ِذ ْك ِر ه‬
‫ّٰللاِ ۗ ا َ ََّل بِ ِذ ْك ِر ه‬
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati
menjadi tentram. (Q.S. Al-Ra’d: 28)
Menurut Prof Dr. Nasaruddin Umar M.A, Guru besar UIN Syarif
hidayatullah Jakarta mengatakan didalam manusia ada unsur jasad (jasadiyyah),

79
unsur nyawa, dan unsur ruh yang dalam Al-Qur’an di sebut KHALQAN AKHAR.
Seseorang baru disebut manusia jika memiliki ke 3 unsur ini.
Hubungan antara makhluk dengan Tuhannya akan berjalan baik bila
sang makhluk menaati apa yang di perintahkan Allah, ciri-ciri jiwa yang sehat yang
dalam Al-Qur’an di sebut Qalbun Salim, seperti hati yang selalu bertobat (at-
taqwa), hati yang selalu menjaga dari hal-hal keduniaan (al-zuhd), hati yang selalu
ada manfaatnya (al-shumi), hati yang selalu butuh pertolongan Allah (al-faqir).
 Kesehatan sosial
Hidup bermasyarakat dalam arti yang seluas-luasnya adalah salah satu
naluri manusia. Menurut Aristoteles menyebutkan manusia adalah Zone Polition,
yaitu manusia yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain. Oleh karena itulah
dalam Islam di kenal istilah Ukhuwah (persaudaraan) yang akan mendatangkan
muamalah (saling menguntungkan), hal ini memungkinkan rasa persaudaraan lebih
tinggi.
Hal ini sesuai dengan Q.S. Al – Hujurat ayat 13 yang menyatakan :

‫ّٰللاِ ا َ تْ ٰقٮ ُك ْم ۗ ا اِن ه‬


‫ّٰللاَ َع ِل ْي ٌم َخ ِبي ٌْر‬ ‫ارفُ ْوا ۗ ا اِن ا َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْندَ ه‬
َ ‫شعُ ْوبا اوقَ َبا ٰٓ ِئ َل ِلت َ َع‬ ُ ‫يٰۤ اَيُّ َها النا‬
ُ ‫اس اِناا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِم ْن ذَك ٍَر اوا ُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم‬

Artinya: “hai manusia , sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal. (Q.S. Al-
Hujarat: 13)
Menjaga Kesehatan pribadi dan lingkungan dalam Islam :
 Tubuh. Islam memerintahkan mandi bagi umatnya untuk membersihkan
tubuhnya dari najis dan hadas. Dia mengajarkan kepada umatnya, mulai
memotong kuku, membersihkan luas jari, mencabut bulu ketiak dan
bersiwaq hingga bagaimana cara dia makan.
 Tangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “cucilah kedua tanganmu
sebelum dah sesudah makan dan cucilah kedua tanganmu setelah

80
bangun tidur. Tidak seorang pun tahu di mana tangannya berada di saat
tidur.”
 Makanan dan Minuman. Rasulullah SAW. bersabda “tutuplah bejana
air dan tempat minummu”.
 Rumah. “Bersihkanlah rumah dan halaman rumahmu”, sebagaimana
di anjurkan untuk menjaga kebersihan dan keamanan jalan.
 Perlindungan sumber air. Rasulullah melarang umatnya membuang
kotoran di tempat-tempat sembarangan, misalnya sumur, sungai, dan
pantai. Perintah-perintah Rasulullah tersebut memiliki makna bahwa
kita harus menjaga kebersihan dan kesehatan agar terhindar dari
berbagai infeksi saluran pencernaan.

81
DAFTAR PUSTAKA

 Abdullah Zaky AlKaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Pustaka setia:


Bandung, 2002), Cet. 1, hlm. 18-20
 Al-jauiziyah, Ibn Al-qayim.1999. Terapi Penyakit Dengan Alqur’an dan
As-sunah. Jakarta: Pustaka Amani
 Al-Quran Bahasa Arab dan Terjemahannya Bahasa Indonesia
 https://unramfkiproni.blogspot.co.id/2016/10/makalah-pandangan-islam-
tentang-seni.html
 Nasrudin, Muhammad. 2017. Buku Praktis Sifat Shalat Nabi. Jakarta.
Darul Haq
 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih. 2012. Risalah Islamiah
Bidang Akhlak. Yogyakarta. Suara Muhammadiyah Yogyakarta
 SALEH, HASAN, KAJIAN FIQIH & FIQIH KONTERPORER, CET
PERTAMA. JAKARTA:IT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2004
 Umar, Samir Muhammad. 2016. Fikih Kontemporer Wanita Dan
Pernikahan. Solo. Aqwam
 Yakub, Hamzah, (1978), Ethika Islam, Publicita, Jakarta.

You might also like