You are on page 1of 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Perpindahan Panas


Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat lain, tetapi sesuai sesuai hukum yang tertera bahwa energi itu
sendiri tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Hal tersebut
mengikuti kaidah hukum kekekalan energi atau konservasi energi. Dalam suatu
proses, panas sendiri dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat,
perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Perpindahan panas merupakan
ilmu untuk meramalkan perpindahan energi dalam bentuk panas yang terjadi karena
adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.
Dalam proses perpindahan energi tersebut tentu ada kecepatan
perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan
panas. Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpindahnya
suatu energi (kalor) dari satu daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan
temperatur pada daerah tersebut. Perpindahan panas sering terjadi dalam berbagai
unit operasi, seperti lumber of foods, alcohol distilation, burning of fuel, dan
evaporation. Dalam perpindahan panas terdapat tiga mekanisme perpindahan panas
yang diketahui, yaitu konduksi (molekuler), konveksi (aliran), dan radiasi.
2.1.1. Konduksi
Perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan suatu proses
pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan.
Dalam konduksi, panas dapat dikonduksi melalui fase solid, liquid, dan gas. Panas
dikonduksikan oleh perpindahan energi gerak molekul- molekul yang sangat
berdekatan. Energi juga dapat dipisahkan oleh elektron bebas, yang mana juga
cukup penting pada metalic solid. Contoh yang sederhana dalam perpindahan panas
secara konduksi yaitu perpindahan panas melalui dinding heat exchangers atau
pada refrigerator, perlakuan panas pada steel forgings, pendinginan ataupun
pemanasan ruangan seusai dengan perubahan musim pada dan lain-lain.
Konduktivitas termal adalah proses untuk memindahkan energi dari
bagian yang panas kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molekular.
Dalam fluida, pertukaran energi utamanya dengan tabrakan langsung. Pada fase
padat, mekanisme utama adalah vibrasi molekular. Konduktor listrik yang baik juga
merupakan konduktor panas yang baik pula. Laju perpindahan panas yang terjadi
pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding dengan gradien suhu normal
sesuai dengan persamaan berikut Persamaan Dasar Konduksi :

𝑑𝑇
𝑞𝑘 = −𝑘𝐴 ...(2.1)
𝑑𝑥
Keterangan : 1) q = Laju Perpindahan Panas (kj / det,W)
2) k = Konduktifitas Termal (W/m.°C)
3) A = Luas Penampang (m²)
4) dT = Perbedaan Temperatur ( °C, °F )
5) dx = Perbedaan Jarak (m / det) ΔT = Perubahan Suhu ( °C, °F )
6) dT/dx = gradien temperatur kearah perpindahan kalor
Konstanta “k” disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda,
sedangkan tanda minus disisipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika,
yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur.
Sementara q merupakan laju perpindahan panas dari material panas kematerial yang
memiliki temperatur lebih rendah (Holman, 2008).
Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara
laju aliran panas yang melintas permukaan isotermal dan gradien yang terdapat
pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap
titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum fourier.
Dalam penerapan hukum Fourier (persamaan 2.1) pada suatu dinding datar, jika
persamaan tersebut diintegrasikan maka akan didapatkan :
𝑘𝐴
𝑞𝑘 = − (𝑇2 − 𝑇1 ) ...(2.2)
∆𝑥

2.1.2. Konveksi
Proses perpindahan kalor secara aliran/konveksi merupakan satu
fenomena permukaan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan aliran ialah
pengangkutan kalor oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Perpindahan panas pada
suatu medium, tidak mungkin hanya terjadi dengan cara konduksi, tetapi juga
terjadi secara konveksi. Hal ini terjadi karena sifat molekul, atom ataupun elektron
bebas yang selalu bergerak. Jadi apabila suatu bahan dipanasi maka akan terjadi
perpindahan panas secara konduksi dan konveksi dari ujung yang dipanasi keujung
yang lebih kecil temperaturnya. Konveksi adalah perpindahan panas dari satu
tempat ke tempat lain karena adanya perpindahan fluida, proses perpindahan panas
melalui perpindahan massa. Gerak serempak fluida menambah perpindahan panas
pada banyak kondisi, seperti misalnya antara permukaan solid dan permukaan
fluida. Konveksi yang umum terjadi pada cairan dan gas.
Partikel makroskopik fluida melintas suatu permukaan tertentu seperti
umpamanya, bidangan batas atau volume kendali, arus itu akan ikut membawa serta
sejumlah entalpi tertentu. Aliran entalpi ini disebut aliran konveksi kalor atau
singkatnya konveksi. Oleh karena konveksi itu merupakan suatu fenomena
makroskopik, ia hanya berlangsung bila ada gaya yang bekerja pada partikel atau
ada arus fluida yang dapat membuat gerakan melawan gaya gesekan.
Konveksi sangat erat hubungannya dengan mekanika fluida. Bahkan
secara termodinamika, konveksi ini dianggap bukan sebagai aliran kalor, tetapi
sebagai fluks entalpi. Contoh dari konveksi adalah perpindahan entalpi oleh
pusaran-pusaran aliran turbulen dan oleh arus udara panas yang mengalir melintas
dan menjauhi pemanas biasa (Anita, 2010).

2.1.3. Radiasi
Radiasi merupakan perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat
ke zat yang lain. Semua benda memancarkan kalor. Keadaan ini baru terbukti
setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya proses perpindahan kalor radiasi terjadi
dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Radiasi merupakan
sebuah istilah yang digunakan untuk.perpindahan energi melalui ruang oleh
gelombang-gelombang elektromagnetik. Jika radiasi berlangsung melalui ruang
kosong, ia tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk energi lain
dan ia tidak akan terbelok dari lintasannya. Tetapi, sebaliknya bila terdapat zat pada
lintasannya, radiasi itu akan mengalami transmisi (diteruskan), refleksi
(dipantulkan), dan absorpsi (diserap). Hanya energi diserap saja yang muncul
sebagai kalor, dan transformasi ini bersifat kuantitatif.
Perpindahan panas pada suatu medium, tidak mungkin hanya terjadi
dengan cara konduksi, tetapi juga terjadi secara konveksi. Hal ini terjadi karena
sifat molekul, atom ataupun elektron bebas yang selalu bergerak. Jadi apabila suatu
bahan dipanasi maka akan terjadi perpindahan panas secara.konduksi dan konveksi
dari ujung yang dipanasi keujung yang lebih kecil temperaturnya. Profil
perpindahan panas pada medium itu akan mengakibatkan adanya fluks panas.

2.2. Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Berlapis


Perpindahan panas terbagi menjadi beberapa kondisi. Salah satu yang
paling rumit ialah perpindahan panas pada dinding berlapis. Dianggap paling rumit
karena dinding berlapis memiliki konduktivitas .bahan yang berbeda-beda disetiap
bahan lapisan yang digunakan. Rangkaian termal biasa digunakan yaitu pada sistem
yang kompleks, seperti dinding berlapis. Dinding berlapis sendiri terdiri dari
beberapa jenis rangkaian. Rangkaian seri maupun rangkaian paralel yang setiap
lapisan memiliki material yang berbeda.

Gambar 2.1. Dinding Berlapis


(sumber: Digilib, 2011)
(𝑡0− 𝑡1 )
Lapisan hijau : 𝑞 = 𝑘1 𝐴1 ...(2.3)
∆𝑥1
Lapisan biru muda :
(𝑡1− 𝑡2 )
𝑞 = 𝑘2 𝐴2 ...(2.4)
∆𝑥2
Lapisan biru:
(𝑡2− 𝑡3 )
𝑞 = 𝑘3 𝐴3 ...(2.5)
∆𝑥3
Sehingga,
(𝑡0 −𝑡3 )
𝑞 = (𝐴) ∆𝑥1 ∆𝑥2 ∆𝑥3 ...(2.6)
+ +
𝑘1 𝑘2 𝑘3

2.3. Perpindahan Panas Konduksi Pada Sistem Radial


Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung pada benda padat,
umunya adalah logam. Karena logam ini sendiri merupakan benda konduktor yang
dapat menghantarkan panas. Perpindahan panas konduksi pada sistem radial
merupakan perpindahan panas yang terjadi pada arah radial. Jika salah satu ujung
sebuah batang logam diletakkan diatas nyala api, sedangkan ujung yang satunya
lagi dipegang maka bagian batang yang dipegang ini suhunya akan naik. Hal ini
terjadi walaupun tidak terjadi kontak secara langsung dengan nyala api.
Perpindahan panas secara konduksi tidak ada bahan dari logam yang berpindah.
Perpindahan panas pada konduksi sistem radial ini biasanya terjadi atau
contoh umum untuk sistem ini adalah pada silinder yang memiliki permukaan luar
dan permukaan dalam yang diekspos pada fluida yang memiliki perbedaan
temperatur. Perbedaan temperatur inilah yang menandakan adanya dan terjadinya
peristiwa perpindahan panas secara konduksi.
Arah perpindahan panas pada benda berbentuk silinder seperti pada
berbentuk seperti tabung atau berbentuk seperti pipa adalah arah radial. Pada
Gambar 2.2 ditunjukkan suatu pipa pada logam dengan jari-jari dalam ri, dengan
jari-jari luarnya ro, dan dengan diketahui nilai panjangnya L, perbedaan suhu
permukaan dalam dengan permukaan luar adalah ∆𝑇 = 𝑇𝑖 − 𝑇0
Gambar 2.2. Aliran radial panas di dalam silinder
(Sumber: Hendrik, 2011)
Sebuah dinding satu lapis, berbentuk silinder, terbuat dari bahan homogen
dengan konduktivitas termal tetap dan suhu permukaan dalam dan suhu permukaan
luar seragam. Pada jari-jari tertentu luas yang tegak lurus terhadap aluran kalor
konduksi radial adalah 2prL, dimana L adalah nilai dari besarnya panjang silinder.
Laju energi konduksi sebuah permukaan silinder adalah:
𝑑𝑇
𝑞𝑟 = −𝑘𝐴𝑟 ...(2.7)
𝑑𝑥
Keterangan: 1) q : laju perpinfahan kalor/panas
2) k : konduktivitas termal
3) Ar : luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
4) dT/dx : gradien temperatur dalam arah-x
Persamaan diatas merupakan persamaan dari nilai perpindahan panas pada
elemen dr yang memiliki nilai jarak adalah r dari titik pusat berdasarkan pada
gambar yang terdapat pada Gambar 2.2, kemudian berdasarkan pada Gambar 2.2
tersebut dapat diketahui pula bahwa luas dari bidang pada permukaan dari silinder
dengan jari-jari r ini adalah seperti yang terdapat pada persamaan luas permukaan
dibawah ini:

𝐴𝑟 = 2𝜋𝑟𝐿 ...(2.8)

Sehingga,
𝑑𝑇
𝑞𝑟 = −2𝜋𝑟𝐿 ...(2.9)
𝑑𝑥
Bentuk umum persamaan konduksi panas silinder:
1 𝑑 𝑑𝑇 1 𝑑 𝑑𝑇 𝑑 𝑑𝑇 𝑑𝑇
𝑟 𝑑𝑟
(𝑘𝑟 𝑑𝑟
)+ 𝑟2 𝑑∅
(𝑘𝑟 𝑑∅) + 𝑑𝑧
(𝑘 𝑑𝑧
) + 𝑞 = 𝜌. 𝑐𝑝 . 𝑑𝑡 ...(2.10)

Konduksi panas pada arah radial:


1 𝑑 𝑑𝑇(𝑟)
[𝑘𝑟 ]=0 ...(2.11)
𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝑟
Konduksi panas arah radial pada silinder dengan pembangkit energi:
1 𝑑 𝑑𝑇(𝑟) 𝑔
[𝑟 ]+ = 0 ...(2.12)
𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝑟 𝑘
Laju perpindahan panas qr adalah konstan pada arah radial. Dengan
demikian kita akan dapat melakukan perhitungan terhadap nilai dari distribusi
temperatur di dalam silinder dengan memecahkan persamaan dengan memakai
asumsi atau dengan mengasumsikan bahwa nilai dari k adalah sama dengan
konstan. Temperatur pada arah r dapat dicari dengan persamaan temperatur pada
arah r seperti dibawah ini:
𝑇𝑠,1 − 𝑇𝑠,2 𝑟
𝑇(𝑟) = 𝑟 ln + 𝑇𝑠,2 ...(2.13)
ln(𝑟1 ) 𝑟2
2

Distribusi dari temperatur itu sendiri yang dianalogikan dengan


9
konduksi radial pada sebuah dinding silinder adalah tidak sama dengan
linier. Dengan demikian maka akan di dapatkan bahwa nilai dari qr akan mengalami
perubahan berdasarkan pada nilai atau persamaan dari temperatur diatas. Jadi laju
perpindahan panas pada silinder dimisalkan dengan distribusi temperatur adalah:
2.𝜋.𝐿.𝑘.(𝑇𝑠,1 − 𝑇𝑠,2 )
𝑞𝑟 = 𝑟 ...(2.14)
ln𝑟1
2

Dari persamaan ini bentuk persamaan dari tahanan termal adalah:


𝑟
ln𝑟1
2
𝑅𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑑 = ...(2.15)
2.𝜋.𝐿.𝑘
Keterangan: 1) Rt. cond : tahanan termal
2) L : ketebalan bahan
3) k : konduktivitas termal
4) r : jari-jari
Laju perpindahan panas secara konduksi melalui suatu lapisan material
dengan ketebalan yang tetap adalah berbanding lurus dengan beda suhu di pangkal
dan ujung yang terdapat pada lapisan tersebut. Selain itu, ketebalannya ini akan
berbanding lurus dengan luas permukaan tegak lurus arah perpindahan panas dan
berbanding terbalik dengan besarnya nilai ketebalan dari lapisan.

2.4. Konduktivitas Termal.


Hukum Fourier menyatakan bahwa k tidak bergantung pada gradien suhu
tetapi tidak selalu demikian halnya dengan suhu itu sendiri. Ketidaktergantungan k
ini telah dibuktikan dengan eksperimen dalam jangkau cakupan suhu yang cukup
luas, kecuali untuk zat padat berpori, dimana radiasi antar partikel yang tidak
mematuhi hukum suhu yang linier, merupakan bagian penting dari aliran kalor total.
Untuk jangkau suhu yang kecil, k dianggap konstan. Tetapi untuk jangkau yang
luas konduktivitas dapat didekati dengan persamaan dalam bentuk:
k = a + bT ...(2.16)
Thermal conductivity tergantung pada suhu dan.bahan konstruksi serta
bahan teknik lainnya. Ketergantungan ini biasanya dinyatakan dengan suatu
hubungan linier. Akan tetapi suhu rata-rata bahan itu sering tidak diketahui. Hal ini
pada umumnya benar untuk dinding berlapis banyak, dimana halnya beda suhu
menyeluruh yang pada mulanya ditentukan. Dalam hal-hal demikian, jika data
memungkinkan, masalah ditangani dengan mengandaikan nilai-nilai yang dianggap
wajar untuk suhu-suhu antar muka, sehingga k untuk masing-masing bahan bisa
didapatkan dan fluks kalor per satuan luas dapat ditentukan. Dengan menggunakan
nilai yang didapatkan, nilai-nilai yang diandaikan untuk suhu antar muka dapat
diperbaiki dengan menerapkan Hukum Fourier pada setiap lapisan, dimulai dengan
suhu permukaan yang diketahui(Sucipto, 2012).
Konduktivitas termal pada setiap benda memiliki nilai yang cukup
beragam. Nilai konduktivitas termal tertinggi terdapat pada logam seperti tembaga,
alumunium, perak,dll. Sementara harga paling rendah pada bahan yang berbentuk
serbuk yang telah dihampakan di udara seperti kayu pinus, batubata,dll. Berikut
merupakan tabel beragam zat konduktivitas termal:
Tabel 2.1. Konduktivitas Termal
Zat k (W/m.K) Zat k (W/m.K)
Logam Isolator
Alumunium 205 Gabus 0.04
Perunggu 109 Serat kaca 0.04
Tembaga 385 Bulu halus 0.02
Besi dan Baja 50 Kapuk 0.03
Padat Lain Gas
Lemak tubuh 0.17 Hidrogen 0.13
Batu bata 0.6 Udara 0.024
Kayu pinus 0.13
Kaca 0.8
(sumber: Iraini, 2012)

2.5. Heat Exchanger.


Heat exchanger adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mentransfer
energi panas antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dengan fluida,
atau antara partikel padat dengan fluida, pada temperatur yang berbeda serta terjadi
kontak termal. Heat exchanger dapat pula berfungsi sebagai alat pembuang panas,
alat sterilisasi, pesteurisasi, pemisahan campuran, distilisasi (pemurnian, ekstraksi),
pembentukan konsentrat, kristalisasi, atau juga untuk mengontrol proses fluida.
Terdapat tiga tipe peralatan penukar panas yang sering digunakan , yakni
plate and frame/gaskette plate (umumnya disebut plate exchanger), spiral plate,
dan lamella. Kesamaan dari ketiga konfigurasi ini ialah permukaan pemindahan
panas terdiri dari paralel lempeng logam.yang.dipisahkan permukaan kontak dan
panas yang diterima mengubah aliran fluida pada saluran tipis. Penukar panas jenis
plate adalah penukar panas yang dapat memindahkan panas lebih baik dari 2
konfigurasi lainnya. Kelebihan lain penukar panas jenis plate adalah fleksibel
dalam penyusunan arah alir fluida, memiliki laju perpindahan panas yang tinggi,
mudah dalam pengecekan/ inspeksi dan perawatan.
Proses pertukaran panas yang terjadi di industri umumnya digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan unit proses dan konservasi energi. Untuk itu penukar
panas yang baik yang memiliki laju perpindahan panas yang optimal. Hasil-hasil
penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa perubahan fluks massa
udara dapat meningkatkan nilai U untuk setiap laju alir massa flue gas konstan.
2.5.1. Direct Heat Exchanger
Direct heat exchanger merupakan sebuah medium yang dimana kedua
medium penukar panas saling kontak satu sama lain. Yang tergolong Direct heat
exchanger adalah cooling tower dimana operasi perpindahan panasnya terjadi
akibat adanaya pengontakan langsung antara air dan udara. Pengaplikasian lainnyan
seperti di power plant, dryer dan rotary retort.

2.5.2. Indirect heat exchanger.


Dimana kedua media penukar panas dipisahkan oleh sekat / dinding.
Menurut BellXdalam Sutanto(2016) ada beberapa tipe aliran fluida dalam pelat
indirect heat exchanger, yaitu seri, paralel, dan seri paralel. Seri merupakan pola
yang digunakan1 untuk fluida yang laju alirnya rendah dan beda temperaturnya
tinggi. Paralel digunakan untuk fluida yang laju alirnya besar dan beda
temperaturnya rendah. Sedangkan seri paralel digunakan untuk fluida yang laju alir
dan temperaturnya tidak terlalu tinggi. Penukar panas jenis pelat terdiri atas pelat-
pelat tegak lurus yang dipisahkan sekat-sekat berukuran antara 2 .sampai 5 mm.
Pelat-pelat ini berbentuk empat persegi panjang dengan tiap sudutnya terdapat
lubang. Melalui dua di antara lubang-lubang ini fluida yang satu mengalir masuk
dan keluar pada satu sisi, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui ruang-ruang
diantara sebelah sisi satunya lagi..
Banyak pelat bergelombang,akan menyebabkan aliran menjadi cepat
sehingga aliran turbulen sudah tercapai pada bilangan Reynolds antara 10-400.
Pelat yang lebih tipis akan memberikan perpindahan panas yang lebih efisien,
uniform, dan proses kontrol yang lebih baik. Sementara pelat tebal akan
menyebabkan perpindahan panas memiliki efisiensi yang rendah(Cabe, 1993).

2.5.3. Gasketted Plate Heat Exchanger


Gasketted plate heat exchanger mudah dimodifikasi karena desainnya
fleksibel. Fungsi utama gasket adalah menjaga tekanan, laju alir dan mencegah
pencampuran fluida. Selain itu, gasket mudah untuk dikontrol dan pembersihan.
Digunakan secara luasa seperti untuk heat recovery, evaporation, dan condensation
dalam indusri yang mulai dari HVAC.

2.5.4. Brazed Plate Heat Exchanger .


Brazed plate heat exchanger1merupakan pengembangan jenis gasket.
Kelebihannya adalah lebih kompak, dan dapat digunakan untuk tekanan dan
temperatur tinggi. Untuk industri amonia akan menjadi media yang sangat agresif
jika mengandung unsur copper dan nickel. Umumnya brazed plate heat exchanger
terbuat dari stainless steel untuk alasan easy maintain.

You might also like