You are on page 1of 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI

MATA KULIAH : PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

RESPON FISIOLOGI DAN PREFERENSI SUHU PADA HEWAN

OLEH :

NAMA : SRI MENTARI MANURUNG

NIM : 4153141056

JURUSAN : BIOLOGI

PROGRAM : PENDIDIKAN BIOLOGI

KELOMPOK :7

TGL. PELAKSANAAN : 7 SEPTEMBER 2016

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN
I. RESPON FISIOLOGI DAN PREFERENSI SUHU PADA HEWAN
II. Tujuan :
: 1. Mengetahui respon fisiologi hewan pada berbagai kondisi suhu lingkungan

: 2. Mengetahui faktor pembatas terhadap ikan

: 3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap ikan

: 4. Mengetahui batas toleransi ikan terhadap suhu

: 5. Mengetahui konsep hukum Van’t Hoff melalui praktikum

III. Landasan Teori

Lingkungan bagi hewan adalah faktor biotik dan abiotik yang ada di sekitaran hewan
dan dapat mempengaruhi kelangsungan hiduo organisme tersebut. Setiap hewan hanya dapat
survive (bertahan),tumbuh dan berkembang biak pada suatu lingkungan yang menyediakan
kondisi yang cocok baginya dan sumberdaya yang diperlukannya baik,serta terhindar dari
lingkungan yang membahayakan kesintasannya , baik lingkungan biotik maupun abiotiknya
(Puji Prastowo,2016).

Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh suatu
besaran , sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan
sekelilingnya (Otto,1926). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis
yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-
organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Secara kesuluruhan ikan lebih toleran
terhadap perubahan suhu air, beberapa species mampu hidup pada suhu air mencapai 29oC
sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran
toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas. Ikan yang hidup di dalam air yang
mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Dwinna,2013).

Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Sukarsono, 2012).


Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan
lebih lambat dari pada udara. Walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di
udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama. Oleh karena itu, mahluk akuatik
sering memiliki toleransi yang sempit. Pengaruh suhu yang berubah-ubah nampaknya
menarik untuk diamati pengaruhnya terhadap kehidupan suatu jenis hewan. Apakah ia akan
lebih cepat tumbuh, lebih kuat atau pertumbuhannya terganggu (Kelabora,2010).

IV. Alat dan Bahan


A. Alat
No Nama Alat Jumlah
1 Toples kaca 2 buah
2 Mangkuk Besar 2 buah
3 Thermometer 1 buah
4 Water heater 1 buah
B. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Air biasa Secukupnya
2 Es batu Secukupnya
3 Ikan (Oreochromis niloticus ) 10 ikan

V. Prosedur Kerja
a. Suhu Normal
1. Mengisi toples dengan air biasa dan memasukkan ikan sebanyak 1 ekor
2. Mengisi baskom dengan air biasa
3. Memasukkan toples berisi ikan kedalam baskom berisi air biasa dan membiarkan ikan
beradaptasi selama 5 menit
4. Mengukur suhu didalam toples dan mengatur suhu hingga suhu 29oC (normal)
5. Menghitung banyaknya gerakan opperculum ikan dalam 1 menit
6. Mencatat hasil pengamatan

b. Suhu Ekstrem Panas


1. Mengisi toples dengan air biasa dan memasukkan ikan sebanyak 1 ekor
2. Memanaskan air di water heater
3. Mengisi baskom dengan air panas
4. Memasukkan toples berisi ikan kedalam baskom berisi air panas
5. Mengukur suhu air didalam toples berisi ikan hingga suhu yang ditentukan
6. Menghitung banyaknya gerakan opperculum ikan pada suhu tersebut selama 1 menit
7. Mencatat hasil pengamatan

c. Suhu Ekstrem Dingin


1. Mengisi toples dengan air biasa dan memasukkan ikan sebanyak 1 ekor
2. Mengisi baskom dengan air biasa dan memasukkan es batu
3. Memasukkan toples berisi ikan kedalam baskom berisi air biasa
4. Mengukur suhu air didalam toples berisi ikan hingga suhu yang ditentukan
5. Menghitung banyaknya gerakan opperculum ikan pada suhu tersebut selama 1 menit
6. Mencatat hasil pengamatan
VI. Hasil dan Pembahasan
No Suhu Air oC Jumlah Aktivitas Operculum Jumlah Rata-rata
1 2 3 4
1 Ekstrim 220 206 192 183 801 200.25
o
Panas 35 C
2 Normal 28oC 168 170 160 210 708 177
3 Ekstrim 53 41 46 40 180 45
Dingin 21oC

a. Penjelasan Tabel
1. Pada tabel nomor pertama,yaitu tabel untuk pengamatan respon hewan terhadap suhu
ekstrim panas,menunjukkan aktivitas pergerakan operculum yang cukup cepat.
Pergerakan operculum (penutup insang) yang cepat pada ikan ini merupakan respon
dari ikan terhadap suhu yang tinggi untuk mencapai keseimbangan antara tubuh dan
lingkungannya. Pada menit pertama hingga menit ke 4 terdapat penurunan pergerakan
dari ikan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan melakukan usaha terhadap suhu di
lingkungannya pada menit pertama,dan melambatkan pergerakannya setelah ia
merasa keadaan tubuh dan lingkungannya menuju keseimbangan.
2. Pada tabel nomor dua,tabel pengamatan pada respon hewan terhadap suhu yang
normal,pergerakan dari operculum ikan terbilang tinggi. Namun,jika dilihat dari
angka pergerakannya dari menit pertama hingga ke menit ke 4,terlihat pergerakan
operculum yang terbilang normal dan terjadi penurunan dan kenaikan. Penurunan dan
kenaikan pergerakan operculum ini adalah bentuk kenyamanannya terhadap suhu
lingkungannya.
3. Pada tabel nomor 3,menunjukkan pengamatan untuk suhu ekstrim dingin. Dari hasil
pengamatan,terlihat pergerakan yang sedikit dari operculum ikan. Pergerakan yang
sedikit ini merupakan respon ikan terhadap suhu di lingkungannya yang dingin.
Lalu,terjadi penurunan dan kenaikan dari pergerakan operculum ikan yang
mengindikasikan ikan sedang berusaha menyamakan tubuh dan keadaan suhu
lingkungannya.

b. Hubungan Suhu dengan Metabolisme Ikan

Suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Suhu dapat
mempengaruhi aktivitas penting ikan seperti pernapasan, pertumbuhan dan
reproduksi. Suhu yang tinggi dapat mengurangi oksigen terlarut dan mempengaruhi
selera makan ikan. Ikan mempunyai suhu optimum tertentu untuk selera makannya.
Kenaikan suhu perairan diikuti oleh derajat metabolisme dan kebutuhan oksigen
organisme akan naik pula, hal ini sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang menyatakan
bahwa untuk setiap perubahan kimiawi, kecepatan reaksinya naik 2–3 kali lipat setiap
kenaikan suhu sebesar 10°C.
Perbedaan suhu air media dengan tubuh ikan akan menimbulkan gangguan
metabolisme. Kondisi ini dapat mengakibatkan sebagian besar energi yang tersimpan
dalam tubuh ikan digunakan untuk penyesuian diri terhadap lingkungan yang kurang
mendukung tersebut, sehingga dapat merusak sistem metabolisme atau pertukaran zat.
Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan ikan karena gangguan sistem percernaan.
Suhu air mempunyai pengaruh besar terhadap pertukaran zat atau metabolisme
mahkluk hidup di perairan. Oleh karena itu peningkatan suhu lebih tinggi dapat
menghambat pertumbuhan dan menyebabkan tingginya mortalitas ikan.

c. Hukum Van’t Hoff

Reaksi kimia berlangsung dua kali lebih cepat pada kenaikan suhu udara
o
100 C. Suatu keadaan dimana kenaikan suhu tubuh 20̊ C akan mengakibatkan
terjadinya kenaikan laju metabolisme dua kali. Misal kalau Q10=2,5 berartisetiap
kenaikan 10̊ C reaksi meningkat 2,5 kali (Karmadibrata,1995).

d. Perbedaan Aklimatisasi, Aklimasi, dan Adaptasi


1. Aklimasi
Aklimasi adalah penyesuaian fisiologis dan perilaku suatu organisme sebagai
reaksi terhadap suatu perubahan lingkungan,atau modifikasi sifat fenotif suatu
organisme yang disebabkan lingkungan. Dipengaruhi oleh satu dua faktor karena
biasanya terjadi di dalam laboratorium sehingga dapat dikontrol.
2. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah proses penyesuaian diri dari individu terhadap perubahan
kondisi lingkungan, proses penyesuain perubahan fenotif bertujuan untuk bertahan
pada kondisi lingkungan yang berbeda dari tempat asalnya. Dipengaruhi oleh banyak
faktor karena terjadi secara alami dialam sehingga faktor-faktornya tidak dapat
dikontrol.
3. Adaptasi
Adaptasi adalah proses evolusi makhluk hidup agar dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan atau habitatnya. Bertujuan untuk menjaga keberlangsungan
hidupnya dan generasi berikutnya. Proses ini berlangsung lama selama beberapa
generasi atau dapat diturunkan.

e. Faktor Pembatas

Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi lingkungan yang mendekati


batas kisaran toleransinya, maka organisme akan mengalami keadaan tekanan (stress)
fisiologis (Campbell,2004). Sebagai contoh, hewan yang didedahkan pada suhu
ekstrim rendah akan menunjukkan kondisi kritis berupa hipotermia, sedang pada suhu
ekstrim tinggi akan mengakibatkan gejala hipertemia. Apabila kondisi lingkungan
suhu yang mendekati batas-batas kisaran toleransi hewan itu berlangsung lama dan
tidak segera berubah menjadi baik, maka hewan akan mati. Setiap kondisi faktor
lingkungan yang besarnya atau intensitasnya mendekati atas kisaran toleransi
organisme, akan beroperasi sebagai faktor pembatas, yang berperan dalam menetukan
kesintasan organisme.

f. Grafik

250

200

150 Menit-1
Menit-2

100 Menit-3
Menit-4

50

0
21 28 35

Pada grafik yang digambarkan diatas melalui data yang dipraktikumkan,dapat


disimpulkan bahwa :

1. Toleransi yang tertinggi ikan terhadap suhu adalah pada suhu normal yaitu
28oC ,terlihat pada menit keempat
2. Pada suhu normal,dari menit pertama dimulai dengan toleransi dengan
gerakan opperculum yang rendah
3. Pada suhu ekstrim dingin dan ekstrim panas dimulai dengan toleransi yang
tinggi lalu lama kelamaan gerakan opperculum menjadi rendah atau ikan
sudah mulai kelelahan.
a. Suhu Ekstrim Dingin

60

50

40

30 Jumlah Gerak
opperculum
20

10

0
Menit 1 Menit 2 Menit 3 Menit 4

Pada suhu ekstrim dingin,terjadi penurunan pergerakan dari menit awal


hingga menit keempat. Hal ini dikarenakan metabolismenya semakin lama
semakin menurun karena batas toleransi ikan terhadap suhu lingkungannya
sudah melewati batas toleransi ikan tersebut.

b. Suhu Normal

250

200

150
Jumlah gerak
100 opperculum

50

0
Menit 1 Menit 2 Menit 3 Menit 4

Pada suhu normal ini,gerak opperculum dari ikan tidak mengalami


penurunan yang drastis. Dan pada menit keempat gerakan opperculum
semakin tinggi,kemungkinan ikan sudah cukup nyaman terhadap
lingkungannya. Hal ini disebabkan suhu normal tidak memaksa ikan untuk
beradaptasi terlalu tinggi terhadap lingkungannya.
c. Suhu Ekstrim Panas

250

200

150
Jumlah Gerakan
100 opperculum

50

0
Menit 1 Menit 2 Menit 3 Menit 4

Pada suhu ekstrim panas ini,terlihat bahwa gerakan opperculum ikan


tinggi namun semakin lama semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh laju
metabolisme ikan semakin menurun akibat batas toleransi ikan terhadap
suhu lingkungan sudah melewati batas.

g. Dokumentasi

Pengamatan suhu normal : 28oC


Pengamatan suhu ekstrim dingin : 21oC

Pengamatan suhu ektrim panas : 35oC


VII. KESIMPULAN;
Dari praktikum yang dilakukan,dapat disimpulkan bahwa :
1. Respon fisiologis ikan terhadap perubahan berbagai suhu adalah perubahan laju
metabolisme ikan dan kecepatan laju respirasi. Semakin tinggi suhu maka
kenaikan laju respirasi akan semakin cepat dilihat dari pergerakan opperculumnya.
Sedangkan pada suhu rendah,kecepatan laju respirasi semakin rendah sehingga
mengganggu proses respirasi ikan.
2. Dari praktikum,faktor pembatas utama pada ikan adalah suhu air. Suhu air
menjadi faktor pembatas karena air merupakan habitat atau ekosistem ikan.
3. Pada ikan,pengaruh suhu sangat berpengaruh besar. Ketika suhu melewati batas
minimun ataupun maksimun dari batas toleransi ikan maka,akan ada proses yang
terganggu pada individu. Contohnya proses metabolisme ataupun laju respirasi.
4. Batas toleransi ikan terhadap suhu adalah pada suhu normal,pada suhu ekstrim
dingin dan ekstrim panas,ikan hanya bertahan pada menit pertama hingga menit
kedua. Pada menit ketiga,ikan sudah mulai kelelahan karena terganggu laju
respirasi ikan.
5. Konsep hukum Van’t Hoff terbukti secara praktikum,karena semakin tinggi suhu
air,laju metabolisme ikan meningkat dilihat dari semakin banyaknya gerakan
opperculum ikan.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Alizza, Dwinna. et all. 2013. Efek Peningkatan Suhu Air Terhadap Perilaku, Patologi
Anatomi, Dan Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Jurnal
Medik Veterinaria. Vol.7 (2) : 142-145.
Campbel, Neil. et all. 2004. Biologi Edisi-lima Jilid 3. Jakarta. Erlangga
Kelabora, D. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup Dan
Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Berkala Perikanan Terubuk.
38(1). Februari 2010 : 71-81
Kramadibrata, H. I. 1995. Ekologi Hewan. Bandung: Penerbit ITB.
Soemarwoto, Otto. 1926. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta :
Djambatan Starr

You might also like