You are on page 1of 14

TUGAS KELOMPOK

KONSEP TEORI PADA KASUS MENINGITIS

Oleh kelompok 1:

1. Novrelia Nityassari (185070209111004)

2. Ika Wahyuni Puji L (185070209111013)

3. Eni Yulistianingsih (185070209111020)

4. Andik Pambudi (185070209111025)

5. Sarihon Sita H (185070209111026)

6. Ghita Rahayu A (185070209111034)

7. Muhammad Syaifulloh M (185070209111036)

8. Lina Anggraeni (185070209111038)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konsep teori pada kasus meningitis.”
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, karena telah menjadi pedoman bagi saya untuk menyelesaikan makalah ini.
2. Ibu Alfrina Hany, S.kp,.M.Ng(AC) sebagai dosen pembimbing yang member motivasi bagi kami.
3. Kepada semua teman-teman SAP PSIK UB 2018 yang telah memberikan bantuan baik berupa
dukungannya ataupun semangat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis, makalah ini memberikan
manfaat di dunia pendidikan, khususnya dalam bidang kesehatan.

Malang, 29 Agustus 2018


Penulis
DAFTAR ISI

Sampul depan................................................................................................. i

Kata pengantar............................................................................................... ii

Daftar isi......................................................................................................... iii

1. Definisi meningitis…………………………………………………………………………………. 1

2. Etiologi meningitis………………………………………………………… ……………………….1

3. Faktor resiko meningitis………………………………………………………………………… 2

4. Patofisiologi meningitis…………………………………………………… …………………….3

5. Manifestasi klinis meningitis……………………………………………...................... 5

6. Pemeriksaan diagnostic meningitis………………………………………………………. 8

7. Penatalaksanaan medis meningitis………………………………………………………. 9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………….15
KONSEP TEORI

1. Definisi/Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak dan medula spinalis) dan
disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).

Kata meningitis berasal dari bahasa Latin “Meninga” dan bahasa Yunani “Itis”. Meninga yang
berarti membrane dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Sehingga kata ‘Meningitis” mengacu pada
suatu inflamasi yang terjadi pada membrane (yang bernama meninga) yang membungkus otak dan spinal
cord. (Abramovitz, 2015)

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal, dan spinal column
yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamater di otak serta
spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya
seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).

Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang
subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997).

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang
melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun
jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk, 2005).

2. Etiologi

a. Bakteri:
Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokokus), Neisseria meningitis
(meningokokus), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan.

3. Faktor resiko

a. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll
b. Trauma kepala
Terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan
terpaparnya CSF dengan lingkungan luar. Selian itu juga bisa disebabkan oleh operasi bedah saraf.
c. Defisiensi Imun
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel
sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan
di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang
juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien
meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini
dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis
pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

4. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan yaitu: durameter, arachnoid dan piameter. cairan otak dihasilkan
didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler
seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti
jari jari didalam lapisan subarchnoid.

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang
menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan
nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah
saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior,
telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan
di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding
membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial,
yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema
serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi
terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, dan dihubungkan dengan meluasnya
hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan
nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
mikrooganisme
Pathway
(bakteri, virus, jamur, Protozoa)

Masuk melalui darah (hematogen), trauma, pasca


Ketidakseimba bedah atau ruptur serebri
ngan potensial
membran
Masuk ke Sistem Saraf Pusat

Terjadi katup
ledak/PA yang inflamasi pada piamater, arachroid, CSS
Hipertermi
berlebihan

Meningitis
Kejang

eksudat
risiko
cedera

menghambat absorbsi CSS menyebar keseluruh


S. cranial dan spinal

edema serebral
kerusakan neurologis

tek. intakranial
meningkat yang mensarafi otot

tonus otot menurun


Penurunan
aliran darah Tekanan pada
pusat reflex Menekan saraf-
ke serebral
muntah di medulla saraf di cranial Hambatan
meningkat reflex Mobilitas Fisik
muntah di medulla
O2 ke otak tdk meningkat
Mual, Sakit kepala
adekuat muntah
ual, muntah

Gangguan Gangguan rasa (Sylvia A. Price. 2006)


perfusi jaringan Gangguan rasa nyaman : nyeri
serebral nyaman : mual
Manifestasi Klinis

Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum tanda dan gejalanya
hampir sama semua, antara lain:

a. Secara umum gejala meningitis adalah sakit kepala, demam, mual, muntah, photopobia, adanya
tanda rangsang meningeal/iritasi meningen seperti; kaku kuduk positif, tanda Kernig positif, dan
tanda Brudzinski positif, perubahan tingkat kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan intrakranial,
disfungsi saraf kranial, dan penurunan status mental (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Hickey,
1997).
b. Salah satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini merupakan prognosis yang
buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien meningitis bakterial.
c. Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah; terjadi hipersensitivitas
kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi motorik masih dapat dipertahankan.
Efek toksin pada otak atau trombus pada suplai vaskular ke area serebral menyebabkan
ketidakmampuan permanen fungsi serebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi
hemiparesis, demensia, dan paralisis (Hickey, 1997). Obstruksi jalan napas atau disritmia jantung
dapat terjadi.
d. Gejala meningitis yang diakibatkan dari infeksi dan peningkatan tekanan intracranial (TIK):
1) Sakit kepala dan demam
Sakit kepala dan demam adalah gejala awal meningitis. Sakit kepala dihubungkan dengan
meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan
tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
2) Perubahan pada tingkat kesadaran
Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan
gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi
bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses
fisiologi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
3) Iritasi meningen
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali, yang umumnya
terlihat pada semua tipe meningitis.
a) Rigiditas nukal (kaku leher)
Rigiditas nukal merupakan tanda awal dan rigiditas nukal adalah upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda Kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak
dapat diekstensikan sempurna.
c) Tanda Brudzinski
Bila leher pasien difleksikan maka hasilnya adalah fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan
fleksi pasif pada ekstremitas bawah di salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat
pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
d) Fotofobia
Pada beberapa pasien, tanpa alasan yang diketahui pasien meningitis mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Kejang dan peningkatan TIK
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda peningkatan TIK
sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral.
5) Adanya ruam
Ruam merupakan salah satu cirri yang mencolok pada meningitis meningokokal (Neisseria
meningitis). Sekitar setengah dari semua pasien meningitis, terdapat ruam petekie dengan
lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.

6) Infeksi fulminating
Terjadi pada sekitar 10 % penderita meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda
septicemia : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah
dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda kuagulopati intravascular diseminata (KID).

Manifestasi klinis pada anak:

a. Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-kejang.
b. Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium, halusinasi,
tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
c. Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
d. Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
e. Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
f. Tanda kernig dan brudzinki (+)
g. Kulit dingin dan sianosis
h. Peteki/adannya purpura pada kulit  infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
i. Keluarnya cairan dari telinga  meningitis peneumococal
j. Congenital dermal sinus  infeksi E. Colli
k. Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun
l. Nafsu makan menurun dan menangis meraung-raung.
m. Fontanel menonjol
n. Nuchal Rigidity  tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun lambat

Pada Neonatus:

a. Sukar untuk diketahui  manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik  ada kemiripan dengan
anak yang lebih tua, seperti:
1) Menolak untuk makan
2) Kemampuan menelan buruk
3) Muntah dan kadang-kadang ada diare
4) Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah
5) Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang
6) RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
7) Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
8) Leher fleksibel
9) Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak diobati/ditangani.

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih
dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.
b) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum: meningkat
3) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar
glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
7) ESR/LED: meningkat pada meningitis
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau
mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
b. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit
saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah. CT
scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel, hematom
daerah serebral, hemoragik atau tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua
hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan
dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim
medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi pemberian antibiotic yang
mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk
menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau
sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.

Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):


a. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1 setengah tahun.
b. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.

c. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):


a. Sefalosporin generasi ketiga
b. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
c. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.

Pengobatan simtomatis:
a. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
b. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
c. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema
serebri.
d. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
e. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan
intravena.

7. Komplikasi

a. Hidrosefalus obstruktif
b. Meningococcus Septicemia ( mengingocemia )
c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder
l. Ketidaksesuaian sekresi ADH
m. Pengumpulan cairan subdural
n. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
o. Retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus )
p. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut, konjungtivitis.
q. Epilepsi
r. Pneumonia karena aspirasi
s. Emfisema subdural
t. Keterlambatan bicara
u. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ), nervus VI
(abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.

8. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan
penurunan kesadaran, sakit kepala, kaku kuduk, kejang, TD meningkat, gelisah.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh > 37,5°C, sakit
kepala, kelemahan.
c. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat meningitis.
d. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dngan sakit
kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi meningkat, wajah meringis kesakitan,
skala nyeri >0.
e. Gangguan rasa nyaman (mual) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan mual,
muntah, nafsu makan menurun.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan sekunder akibat
gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan menangis melemah.
DAFTAR PUSTAKA

Abramovitz, M. 2015. Disease and Disorder Meningitis.USA: GALE Change Learning

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Erathenurse. 2007. Askep pada Meningitis.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Persarafan.

Jakarta: Salemba Medika

Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

You might also like