Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Os Humerus 4
Gambar 2. Os Humerus 4
3
2.2 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
tulang humerus.5
Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan
oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung yang terbagi atas :6
2.3 Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma dapat bersifat :7
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur.
4
2.4 Patofisiologi
5
2.5 Klasifikasi
Gambar 3. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal,
.2 pada sepertiga tengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3
= fraktur transversa.12
6
Gambar 4. Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge
fracture), B2 = bending wedge fracture, A3 = fragmented wedge fracture.9
7
Mekanisme trauma biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-
energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang
jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang,
proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada
saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada
dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera
toraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
a. Caput/kepala humerus
b. Tuberkulum mayor
c. Tuberkulum minor
d. Diafisis atau shaft
8
2. Fraktur Shaft Humerus
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi.60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%
sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung
maupun tidak langsung 6,7
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan
dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur.Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada
kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan
untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan
fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut 7
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus:
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang f. Ekstensi artikular
3. Fraktur Distal Humerus
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk
semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur
humerus.
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung
atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh
atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena
siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila
jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap
lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia
tua.
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat
bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan
siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat
nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal 6,7,8
9
2.6 Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.7,8
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
obat. 7,8
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. 7,8
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya. 7,8
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. 7,8
6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan
arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi
pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan. 7,8
b. Pemeriksaan
Pemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin menderita fraktur
tulang sama dengan pemeriksaan pada pasien yang mengalami luka pada
jaringan lunak yang berhubungan dengan trauma. Penilaian berdasarkan
pada tanda dan gejala. Setelah bagian yang retak telah di-imobilisasi dengan
baik, kemudian dinilai adanya lima P yaitu Pain (rasa sakit), Palor
(kepucatan/perubahan warna), Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan
untuk bergerak), Paresthesia (rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada
denyut) untuk menentukan status neurovaskuler dan fungsi motorik pada
bagian distal fraktur.6
10
Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat
diagnostik definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur.
Meskipun demikian, beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan
menggunakan sinar-x pada awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi
radiografi pada hari berikutnya.6
Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pemeriksaan Radiologis
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.
Pada fraktur dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun
lateral untuk melihat adanya fraktur naviculare dilakukan foto oblik khusus
45° dan135° atau foto ulang 1 minggu setelah kejadian karena mungkin
retak tidak terlihat pada cedera baru. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-
tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan
radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar
untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan
tanda-tanda klasik memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan
radiologis baik rontgen biasa ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI,
misalnya untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis. Foto
rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. Posisi yang salah
akan memberikan interpretasi yang salah. Untuk pergelangan tangan atau
sendi panggul diperlukan posisi axial pengganti lateral. Untuk acetabulum
diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator. Pada investigasi fraktur
humerus distal dengan foto rontgen x-ray dilihat adakah soft tissue swelling,
11
kemudian dicari adakah fraktur pada os humerus dimanakah tempatnya,
apakah di diafisis, metafisis, atau epifisis, apakah komplit atau inkomplit,
bagaimana konfigurasinya, apakah transversal, oblik, spiral, atau kominutif,
apakah hubungan antara fragmennya displaced atau undisplaced, lalu
adakah dislokasi pada pertautan tulang-tulang tersebut
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip:10
12
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum 6,7
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di
anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan
ke badan penderita. Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan
harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi
tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.
14
2.8 Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan
memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,
yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.
b. Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus,
terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang
humerus. Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong,
jadi tidak diperlukan operasi segera.
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga
mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika
tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus
dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,
tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian
cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa
saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.
c. Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan
berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus,
jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan
antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas
15
2. Komplikasi Lanjut
a. Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa
bulan untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan
berlebihan (penggunaan hanging cast jangan terlalu berat).
Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan
masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup
baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap
membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan
pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang dari 3%.
Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih cenderung
mengalami baik delayed union dan non-union.
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi
jika fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap
dibawah 10%.
b. Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan
aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi
bahu nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk
beberapa minggu.
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi.
Pada anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada
anak perlu difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana
pada lengan hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang
lebih tua memerlukan plaster splint pendek. 8
16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Keluhan Utama :
Nyeri Pada tangan kanan atas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar keluarganya ke IGD RSU Tanjung
KLU pada tanggal 09/08/2017 dengan keluhan nyeri lengan atas sebelah kanan.
Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh dari kamar mandi dengan bagian bertumpuan
pada siku sebelah kanan. Lengan dirasakan semakin nyeri. Nyeri dirasakan
terutama saat digerakkan. Lengan atas bagian kanan dirasa bertambah bengkak dan
sulit digerakkan. Pasien tidak mengeluh mual (-), muntah (-) dan pusing (-) dan
pasien menyangkal perna dibawa ke tukang pijat untuk mengobati keluhannya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, diabetes melitus, asma, stroke, dan tidak ada riwayat alergi, trauma
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, asma, diabetes mellitus, dan penyakit lainnya.
Riwayat penyakit sosial :
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Riwayat mengkonsumsi alkohol dan
merokok disangkal oleh pasien.
17
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital : Tekanan darah = 120/80 mmHg
Nadi = 88x/ menit, irama reguler, isi dan
tegangan cukup
RR = 22x/ menit, ireguler
Suhu = 370C , axiller
TB = 165 cm
BB = 60 kg
BMI = 22,04 kg/m2,
- Kepala : Deformitas (-), Normochepali
- Mata : Konjungtiva anemia -/-, sklera ikterik -/-,
Reflek Pupil +/+ 3mm, Isokor
- THT : Dalam Batas Normal
- Leher : Nyeri tekan (-), Pembesaran KGB (-)
- Thoraks :
Jantung
Inspeksi ictus cordis tidak tampak
18
jantung tambahan (-)
Pulmo
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis Normochest, simetris, kelainan Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-), sudut arcus costa kulit (-/-)
dalam batas normal, ICS dalam
batas normal
Pengembangan pernafasan Pengembangan pernapasan
Dinamis
paru Normal paru normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/- Simetris (N/N), Nyeri
), ICS dalam batas normal, tekan (-/-), ICS dalam
taktil fremitus dalam batas batas normal, taktil
normal fremitus dalam batas
normal
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan
Batas paru-hati Peranjakan paru
Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru
Peranjakan paru
Kiri
Auskultasi
Vesicular Vesicular
Suara dasar
Ronki (-/-), Wheezing (-/-) Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Suara
Tambahan
19
Sianosis -/- -/-
Edema -/+ -/-
Nyeri gerak -/+ -/-
Motorik :
- Gerakan Sulit dinilai/+ +/+
- Kekuatan Sulit dinilai/5 5/5
- Tonus Sulit dinilai/+ +/+
20
Gambar 9. Foto Brachii Proyeksi Lateral
Kesan
Tampak discontinuitas Os. Humerus dextra 1/3 Medial
Aposisi dan aligment tak baik
Struktur tulang baik
Soft Tissue tampak normal
Kesimpulan : Fraktur complite Os. Humerus dextra 1/3 medial
3.6 Diagnosa
Fraktur complite Os. Humerus dextra 1/3 medial
21
c. Monitoring :
- Keadaan umum
- Vital sign
- Keluhan pasien
d. Edukasi
- Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita oleh pasien
- Istirahat cukup
- Membatasi gerak bagian yang sakit
- Minum obat teratur
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad fungsional : Ad bonam
3.9 Resume
Ny. S, 60 tahun, datang dalam keadaan sadar diantar keluarganya ke IGD
RSU Tanjung KLU pada tanggal 09/08/2017 dengan keluhan nyeri lengan atas
sebelah kanan. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh dari kamar mandi dengan
bagian bertumpuan pada siku sebelah kanan. Lengan dirasakan semakin nyeri.
Nyeri dirasakan terutama saat digerakkan. Lengan atas bagian kanan dirasa
bertambah bengkak dan sulit digerakkan. Pasien tidak mengeluh mual (-), muntah (-
) dan pusing (-) dan pasien menyangkal perna dibawa ke tukang pijat untuk
mengobati keluhannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/
menit, frekuensi napas 22 x/menit dan suhu 370C. Pada pemeriksaan ekstremitas
superior dextra didapatkan adanya edema dan nyeri gerak, pemeriksaan motorik
untuk gerakan, kekuatan dan tonus otot sulit dinilai.
Pada pemeriksaan X Foto AP dan Lateral Os. Humerus dextra didapatkan
gambaran discontinuitas Os. Humerus 1/3 medial, aposisi dan aligment tak baik,
struktur tulang baik. Pada pemeriksaan darah rutin dalam batas normal.
Dalam kasus ini pasien dilakukan pemeriksaan foto AP dan Lateral Os.
Humerus Sinistra. Pada proyeksi AP (Antero Posterior) bertujuan untuk
memperlihatkan anatomi normal dari os. Humerus dan untuk menampakkan fraktur
yang ada dari arah depan atau pada posisi AP. Sedangkan proyeksi Lateral
bertujuan untuk memperlihatkan os. Humerus dari arah samping serta
memperlihatkan fraktur yang ada pada posisi lateral sehingga dapat melengkapi
22
diagnosa fraktur yang ada dari posisi AP. Informasi diagnostik yang diperoleh pada
penggunaan proyeksi AP dan Lateral sudah optimal dalam mendukung pada
penegakkan diagnosa fraktur humerus pada pasien tersebut.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur Os. Humerus adalah kasus yang sering terjadi karena trauma,
baik trauma langsung maupun tidak langsung. Pada laporan kasus ini terjadi
fraktur complete Os. Humers dextra 1/3 medial yang dilakukan tindakan reduksi
dengan Open Reduction with Internal Fixation. Pasien mendapatkan hasil
outcome yang baik tanpa adanya komplikasi.
4.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal
380-395.
2. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery
Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
3. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana
Sugiharto. Edisi Ke- 6. EGC : Jakarta, 2006.
4. R. Putz and R.Pabst. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia; alih bahasa Y. Joko Suyono.
Edisi ke- 22. Jakarta: EGC, 2006.
5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.
6. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 2004.
7. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta: Widya Medika. 1995.
8. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company :
New York
9. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of
Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.
25