You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga
yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis
fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise,
metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi
(terbuka atau compound dan tertutup). 1
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi.
Insiden terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian
fraktur.2 Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah
dan distal humerus.1,2
Fraktur korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus
sering mengalami fraktur pada waktu persalinan sulit, atau cedera non-
accidental. Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat dengan pembentukan
kalus massif dan tidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur pada
humerus tidak umum terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat
dirawat dengan cara yang sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik, maka
tidak akan menimbulkan masalah.2
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur korpus humerus adalah
cedera nervus radialis.1-10 Biasanya hanya memar (neuropraksia) yang sembuh
sempurna secara spontan dalam waktu dua sampai empat minggu. Tetapi
kadang-kadang terjadi kerusakan yang permanen.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Humerus


Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu Kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.3
1. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula dan merupakan bagian
dari bangunan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping
disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik
terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan
terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara
tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat
tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang
mudah terjadi fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin
pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas
deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan
oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah
lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis
sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi
dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi
sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna
dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada
kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu
epikondil lateral dan medial.1

2
Gambar 1. Os Humerus 4

Gambar 2. Os Humerus 4

3
2.2 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
tulang humerus.5
Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan
oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung yang terbagi atas :6

1. Fraktur Collum Humerus


2. Fraktur Batang Humerus
3. Fraktur Suprakondiler Humerus
4. Fraktur Interkondiler Humerus

2.3 Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma dapat bersifat :7
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur.

Tekanan pada tulang dapat berupa:7

1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral


2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian.

4
2.4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya


pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:
1. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan (fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya:


 Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus
 Bending: fraktur transversa shaft humerus
 Torsional: fraktur spiral shaft humerus
 Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen
”butterfly”.7

5
2.5 Klasifikasi

Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics


Trauma Association (OTA);8,9
 Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)
 A1: spiral
 A2: oblik (>30°)
 A3: transversa (<30°)
 Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)
 B1: spiral wedge
 B2: bending wedge
 B3: fragmented wedge
 Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
 C1: Spiral
 C2: Segmental
 C3: Ireguler (significant comminution)

Gambar 3. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal,
.2 pada sepertiga tengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3
= fraktur transversa.12

6
Gambar 4. Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge
fracture), B2 = bending wedge fracture, A3 = fragmented wedge fracture.9

Gambar 5. Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur


segmental kompleks, C3 = fraktur ireguler.9

Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :4,5,7


1. Fraktur Proximal Humerus
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang
terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.

7
Mekanisme trauma biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-
energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang
jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang,
proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada
saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada
dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera
toraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
a. Caput/kepala humerus
b. Tuberkulum mayor
c. Tuberkulum minor
d. Diafisis atau shaft

Gambar 6. Klasifikasi fraktur menurut Neer 8

8
2. Fraktur Shaft Humerus
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi.60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%
sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung
maupun tidak langsung 6,7
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan
dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur.Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada
kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan
untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan
fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut 7
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus:
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang f. Ekstensi artikular
3. Fraktur Distal Humerus
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk
semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur
humerus.
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung
atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh
atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena
siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila
jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap
lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia
tua.
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat
bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan
siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat
nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal 6,7,8

9
2.6 Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.7,8
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
obat. 7,8
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. 7,8
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya. 7,8
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. 7,8
6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan
arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi
pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan. 7,8

b. Pemeriksaan
Pemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin menderita fraktur
tulang sama dengan pemeriksaan pada pasien yang mengalami luka pada
jaringan lunak yang berhubungan dengan trauma. Penilaian berdasarkan
pada tanda dan gejala. Setelah bagian yang retak telah di-imobilisasi dengan
baik, kemudian dinilai adanya lima P yaitu Pain (rasa sakit), Palor
(kepucatan/perubahan warna), Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan
untuk bergerak), Paresthesia (rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada
denyut) untuk menentukan status neurovaskuler dan fungsi motorik pada
bagian distal fraktur.6

10
Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat
diagnostik definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur.
Meskipun demikian, beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan
menggunakan sinar-x pada awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi
radiografi pada hari berikutnya.6

Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.

Pemeriksaan Radiologis
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.
Pada fraktur dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun
lateral untuk melihat adanya fraktur naviculare dilakukan foto oblik khusus
45° dan135° atau foto ulang 1 minggu setelah kejadian karena mungkin
retak tidak terlihat pada cedera baru. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-
tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan
radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar
untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan
tanda-tanda klasik memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan
radiologis baik rontgen biasa ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI,
misalnya untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis. Foto
rontgen minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. Posisi yang salah
akan memberikan interpretasi yang salah. Untuk pergelangan tangan atau
sendi panggul diperlukan posisi axial pengganti lateral. Untuk acetabulum
diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator. Pada investigasi fraktur
humerus distal dengan foto rontgen x-ray dilihat adakah soft tissue swelling,

11
kemudian dicari adakah fraktur pada os humerus dimanakah tempatnya,
apakah di diafisis, metafisis, atau epifisis, apakah komplit atau inkomplit,
bagaimana konfigurasinya, apakah transversal, oblik, spiral, atau kominutif,
apakah hubungan antara fragmennya displaced atau undisplaced, lalu
adakah dislokasi pada pertautan tulang-tulang tersebut
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip:10

1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-


posterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan
distal sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka
perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Gambar 7. X-Ray Fraktur Humerus

12
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum 6,7
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di
anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan
ke badan penderita. Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan
harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi
tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.

Fraktur proksimal humeri


Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang
cedera diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu.
Selama waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar
sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise).
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi. Pada penderita dewasa
bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi dengan gips
spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).

Fraktur shaft humeri


Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi
dislokasi kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose.
Bila kedudukan sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U
slab (sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu. Teknik
pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast terutama
dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal dan
proksimal terjadi contractionum (pemendekan). Apabila pada fraktur humerus
ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan open reduksi dan
internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi n.
Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan
penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya
neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif akan baik kembali
dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
13
Fraktur suprakondiler humeri
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose
umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis
mulai tak teraba.Kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis
teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips
spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk menegangkan
otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint. Kalau dalam pengontrolan
dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 -
6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan tanda
Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk
immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop. Pada
penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis patahnya
berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini lebih
baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
Fraktur transkondiler humeri
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal
atau tanpa dislokasi.Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi
reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.

Fraktur interkondiler humeri


Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi
dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi (ankilosis).
Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi dengan
pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw.

Fraktur kondilus lateral dan medial humeri


Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi
tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya
kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang
fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan
debridement dan dilakukan fiksasi luar.

14
2.8 Komplikasi

1. Komplikasi Awal
a. Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan
memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,
yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.
b. Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus,
terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang
humerus. Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong,
jadi tidak diperlukan operasi segera.
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga
mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika
tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus
dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,
tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian
cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa
saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.
c. Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan
berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus,
jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan
antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas

15
2. Komplikasi Lanjut
a. Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa
bulan untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan
berlebihan (penggunaan hanging cast jangan terlalu berat).
Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat menyelesaikan
masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup
baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap
membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan
pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang dari 3%.
Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih cenderung
mengalami baik delayed union dan non-union.
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi
jika fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap
dibawah 10%.
b. Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan
aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi
bahu nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk
beberapa minggu.
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi.
Pada anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada
anak perlu difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana
pada lengan hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang
lebih tua memerlukan plaster splint pendek. 8

16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak Bekerja

Alamat : Tanjung, KLU


Tanggal Masuk MRS : 09/08/2017

3.2 Anamnesis Pasien

Keluhan Utama :
Nyeri Pada tangan kanan atas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar keluarganya ke IGD RSU Tanjung
KLU pada tanggal 09/08/2017 dengan keluhan nyeri lengan atas sebelah kanan.
Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh dari kamar mandi dengan bagian bertumpuan
pada siku sebelah kanan. Lengan dirasakan semakin nyeri. Nyeri dirasakan
terutama saat digerakkan. Lengan atas bagian kanan dirasa bertambah bengkak dan
sulit digerakkan. Pasien tidak mengeluh mual (-), muntah (-) dan pusing (-) dan
pasien menyangkal perna dibawa ke tukang pijat untuk mengobati keluhannya.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, diabetes melitus, asma, stroke, dan tidak ada riwayat alergi, trauma
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, asma, diabetes mellitus, dan penyakit lainnya.
Riwayat penyakit sosial :

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Riwayat mengkonsumsi alkohol dan
merokok disangkal oleh pasien.

17
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda vital : Tekanan darah = 120/80 mmHg
Nadi = 88x/ menit, irama reguler, isi dan
tegangan cukup
RR = 22x/ menit, ireguler
Suhu = 370C , axiller

TB = 165 cm
BB = 60 kg
BMI = 22,04 kg/m2,
- Kepala : Deformitas (-), Normochepali
- Mata : Konjungtiva anemia -/-, sklera ikterik -/-,
Reflek Pupil +/+ 3mm, Isokor
- THT : Dalam Batas Normal
- Leher : Nyeri tekan (-), Pembesaran KGB (-)
- Thoraks :

Jantung
Inspeksi ictus cordis tidak tampak

Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial


linea midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-
), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi Batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistra


Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra

Batas kiri bawah : ICS V linea midclavikula sinistra


1-2 cm ke arah medial
Kesan
Konfigurasi jantung (dalam batas normal)

Auskultasi Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler, suara

18
jantung tambahan (-)

Pulmo
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis Normochest, simetris, kelainan Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-), sudut arcus costa kulit (-/-)
dalam batas normal, ICS dalam
batas normal
Pengembangan pernafasan Pengembangan pernapasan
Dinamis
paru Normal paru normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/- Simetris (N/N), Nyeri
), ICS dalam batas normal, tekan (-/-), ICS dalam
taktil fremitus dalam batas batas normal, taktil
normal fremitus dalam batas
normal
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan
Batas paru-hati Peranjakan paru
Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru
Peranjakan paru
Kiri

Auskultasi
Vesicular Vesicular
Suara dasar
Ronki (-/-), Wheezing (-/-) Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Suara
Tambahan

- Abdomen : Bentuk flat, tidak ada pembesaran organ.


- Ekstremitas :
Superior Inferior
Lesi -/- -/-
Akral dingin -/- -/-

19
Sianosis -/- -/-
Edema -/+ -/-
Nyeri gerak -/+ -/-
Motorik :
- Gerakan Sulit dinilai/+ +/+
- Kekuatan Sulit dinilai/5 5/5
- Tonus Sulit dinilai/+ +/+

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


(Tanggal. 9/8/2017)
a. Hb : 14,6 g/dl
b. Leukosit : 5600 /mm3
c. Eritrosit : 5,18 /mm3
d. LED : 32 mm/jam
e. Hematokrit : 43,7 %
f. Trombosit : 235.000 /mm3
g. Wkt. Perdhan : 2’00” menit
h. Wkt. Pembkuan : 4’00” menit

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Foto Brachii AP, Lateral (Tanggal. 9/8/2017)

Gambar 8. Foto Brachii Proyeksi AP

20
Gambar 9. Foto Brachii Proyeksi Lateral

Kesan
 Tampak discontinuitas Os. Humerus dextra 1/3 Medial
 Aposisi dan aligment tak baik
 Struktur tulang baik
 Soft Tissue tampak normal
Kesimpulan : Fraktur complite Os. Humerus dextra 1/3 medial

3.6 Diagnosa
Fraktur complite Os. Humerus dextra 1/3 medial

3.7 Planning terapi


a. Terapi Non farmakologi :
Rencana ORIF Os. Humerus Sinistra
b. Terapi Farmakologi :
- Infus RL 20 tpm
- Ketorolac 3 x 1 ampul

21
c. Monitoring :
- Keadaan umum
- Vital sign
- Keluhan pasien
d. Edukasi
- Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita oleh pasien
- Istirahat cukup
- Membatasi gerak bagian yang sakit
- Minum obat teratur
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad fungsional : Ad bonam
3.9 Resume
Ny. S, 60 tahun, datang dalam keadaan sadar diantar keluarganya ke IGD
RSU Tanjung KLU pada tanggal 09/08/2017 dengan keluhan nyeri lengan atas
sebelah kanan. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh dari kamar mandi dengan
bagian bertumpuan pada siku sebelah kanan. Lengan dirasakan semakin nyeri.
Nyeri dirasakan terutama saat digerakkan. Lengan atas bagian kanan dirasa
bertambah bengkak dan sulit digerakkan. Pasien tidak mengeluh mual (-), muntah (-
) dan pusing (-) dan pasien menyangkal perna dibawa ke tukang pijat untuk
mengobati keluhannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/
menit, frekuensi napas 22 x/menit dan suhu 370C. Pada pemeriksaan ekstremitas
superior dextra didapatkan adanya edema dan nyeri gerak, pemeriksaan motorik
untuk gerakan, kekuatan dan tonus otot sulit dinilai.
Pada pemeriksaan X Foto AP dan Lateral Os. Humerus dextra didapatkan
gambaran discontinuitas Os. Humerus 1/3 medial, aposisi dan aligment tak baik,
struktur tulang baik. Pada pemeriksaan darah rutin dalam batas normal.
Dalam kasus ini pasien dilakukan pemeriksaan foto AP dan Lateral Os.
Humerus Sinistra. Pada proyeksi AP (Antero Posterior) bertujuan untuk
memperlihatkan anatomi normal dari os. Humerus dan untuk menampakkan fraktur
yang ada dari arah depan atau pada posisi AP. Sedangkan proyeksi Lateral
bertujuan untuk memperlihatkan os. Humerus dari arah samping serta
memperlihatkan fraktur yang ada pada posisi lateral sehingga dapat melengkapi
22
diagnosa fraktur yang ada dari posisi AP. Informasi diagnostik yang diperoleh pada
penggunaan proyeksi AP dan Lateral sudah optimal dalam mendukung pada
penegakkan diagnosa fraktur humerus pada pasien tersebut.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fraktur Os. Humerus adalah kasus yang sering terjadi karena trauma,
baik trauma langsung maupun tidak langsung. Pada laporan kasus ini terjadi
fraktur complete Os. Humers dextra 1/3 medial yang dilakukan tindakan reduksi
dengan Open Reduction with Internal Fixation. Pasien mendapatkan hasil
outcome yang baik tanpa adanya komplikasi.

4.2 Saran

Penulis mengaku di dalam referat ini masih banyak kekurangan, karena


itu penulis mengharap saran yang membangun dari dosen pembimbing dan
rekan-rekan guna perbaikan referat ini dan selanjutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal
380-395.
2. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery
Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
3. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana
Sugiharto. Edisi Ke- 6. EGC : Jakarta, 2006.
4. R. Putz and R.Pabst. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia; alih bahasa Y. Joko Suyono.
Edisi ke- 22. Jakarta: EGC, 2006.
5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.
6. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 2004.
7. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta: Widya Medika. 1995.
8. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company :
New York
9. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of
Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.

25

You might also like