Professional Documents
Culture Documents
NEGARA
Kita sebagai PNS apalagi yang berkecimpung dalam perencanaan anggaran, sangat
penting untuk mengetahui bagaimana sistem penganggaran yang berlaku pada
sistem keuangan negara pemerintah RI. Tidak hanya itu, bagi Anda yang sering
menyusun proposal yang nantinya akan diajukan untuk masuk dalam struktur
DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) sangat perlu untuk mengetahui
mengenai hal ini.
Klasifikasi anggaran merupakan pengelompokan anggaran berdasarkan organisasi,
fungsi, dan jenis belanja (ekonomi). Pengelompokan tersebut memiliki tujuan
untuk melihat besaran alokasi anggaran menurut organisasi K/L, tugas-fungsi
pemerintah, dan belanja K/L. Klasifikasi anggaran terbagi ke dalam 3 jenis yakni
klasifikasi menurut organisasi, klasifikasi menurut fungsi dan klasifikasi menurut
ekonomi. Penyusunan belanja negara dalam APBN dirinci menurut klasifikasi
organisasi, klasifikasi fungsi, dan klasifikasi ekonomi.
A. Klasifikasi Menurut Organisasi
Klasifikasi anggaran menurut organisasi merupakan pengelompokan alokasi
anggaran belanja sesuai dengan struktur organisasi K/L. Klasifikasi anggaran
belanja berdasarkan organisasi menurut K/L disebut Bagian Anggaran (BA).
Bagian anggaran merupakan kelompok anggaran menurut nomenklatur K/L, oleh
karenanya setiap K/L mempunyai kode bagian anggaran tersendiri. Sebagai contoh
kode BA untuk LIPI adalah 079. Kode BA ini tersusun atas 3 digit angka. Adapun
kode unit eselon 1 untuk LIPI adalah 01, sehingga jika digabung menjadi 079.01.
B. Klasifikasi Menurut Fungsi
Klasifikasi anggaran menurut fungsi, merinci anggaran belanja menurut fungsi dan
sub fungsi. Fungsi itu sendiri memiliki pengertian perwujudan tugas
kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan nasional. Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari
fungsi. Klasifikasi anggaran menurut fungsi yang berlaku saat ini ada 11 (sebelas)
fungsi yaitu:
1. Pelayanan umum [01];
2. Pertahanan [02];
3. Ketertiban dan Keamanan [03];
4. Ekonomi [04];
5. Lingkungan Hidup [05];
6. Perumahan dan fasilitas umum [06];
7. Kesehatan [07];
8. Pariwisata [08];
9. Agama [09];
10.Pendidikan dan Kebudayaan [10];
11.Perlindungan sosial [11].
Penggunaan fungsi dan subfungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing K/L. Penggunaanya dikaitkan dengan kegiatan (merupakan
penjabaran program) yang dilaksanakan, sehingga suatu program dapat
menggunakan lebih dari satu fungsi. Untuk mengetahui fungsi dan subfungsi ini
kita bisa mengeceknya dalam dokumen DIPA satker masing-masing atau bisa
ditanyakan langsung melalui unit yang menangani keuangan pada satker masing-
masing. Kode-kode ini biasanya tercantum dalam proposal-proposal yang akan
diajukan dalam program/kegiatan yang ada pembiayaanya melalui DIPA.
C. Klasifikasi Menurut Ekonomi (Jenis Belanja)
Jenis belanja dalam klasifikasi belanja digunakan dalam dokumen anggaran baik
dalam proses penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, dan
pertanggungjawaban/pelaporan anggaran. Adapun klasifikasi anggaran menurut
jenis belanja terdapat 8 jenis yaitu:
1. Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang
diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, PNS, dan pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam
maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan,
kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan
yang mempunyai output dalam kategori belanja barang.
2. Belanja Barang
Yaitu pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai
untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak
dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual
kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja barang dapat dibedakan
menjadi Belanja Barang (Operasional dan Non Operasional), belanja jasa, belanja
pemeliharaan, serta belanja perjalanan dinas.
3. Belanja Modal
Yaitu pengeluaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah
nilai aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode
akuntansi (biasanya 1 tahun periode) serta melebihi batas minimal kapitalisasi aset
tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Mengenai batas minimal nilai kapitalisasi Untuk pengadaan peralatan dan mesin
adalah batas minimal harga pasar per unit barang sebesar Rp. 300.000 dan untuk
bangunan minimal sebesar Rp. 10.000.000.
Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu
satuan kerja atau dipergunakan oleh masyarakat/publik namun tercapat dalam
registrasi aset K/L terkait serta bukan untuk dijual.
Mengenai belanja modal, detailnya saya akan coba bahas dalam tulisan yang
selanjutnya.
4. Bunga Utang
Yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang, baik
utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan jaminan.
Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari bagian anggaran BUN
(Bendahara Umum Negara).
5. Belanja Subsidi
Yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk
memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat
dijangkau oleh masyarakat. Contohnya adalah belaja subsidi untuk BBM. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari bagian anggaran BUN.
6. Belanja Bantuan Sosial (Bansos)
Yaitu transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah
kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk uang, barang, dan jasa.
7. Belanja Hibah
Merupakan belanja pemerintah pusat kepada pemerintah negara lain, organisasi
internasional, dan pemerintah daerah yang bersifat sukarela, tidak wajib, tidak
mengikat, dan tidak perlu dibayar kembali serta tidak terus menerus dan dilakukan
dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah dengan
pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa.
8. Belanja Lain-lain
Pengeluaran negara untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah yang tidak
termasuk dalam kategori belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja
pembayaran utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial serta
bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Demikian sekilas mengenai klasifikasi anggaran yang berlaku dalam sistem
keuangan negara RI. Semoga bermanfaat.
Sumber dan referensi:
1. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran
2. Modul Kelas Reguler: Perencanaan dan Penganggaran. Edisi 05. PPAKP
Kementerian Keuangan RI. Tahun 2012
3. Tabel referensi aplikasi RKAKL-DIPA 2012.
Sumber gambar:
http://perencanaanku.files.wordpress.com/2012/01/44600_anggaran-belanja-
romy.jpg
PENYUSUNAN RKA-KL
Posted on Desember 30, 2013 by rafynang
BAB 1
KLASIFIKASI ANGGARAN
Salah satu dokumen penganggaran adalah RKA-KL yang terdiri dari rencana kerja
K/L dan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja dimaksud.
Pada bagian rencana kerja berisikan informasi mengenai visi, misi, tujuan,
kebijakan, program, hasil yang diharapkan, kegiatan, serta output yang diharapkan.
Sedangkan pada bagian anggaran berisikan informasi mengenai biaya untuk
masing-masing program dan kegiatan untuk tahun yang direncanakan yang dirinci
menurut jenis belanja, prakiraan maju untuk tahun berikutnya, serta sumber dan
sasaran pendapatan K/L.
Penyusunan RKA-KL merupakan bagian dari proses penganggaran atau
penyusunan APBN. Secara singkat proses penganggaran dapat diuraikan berikut
ini:
K/L menyusun Renja K/L untuk tahun anggaran yang sedang disusun dengan
mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif [1]yang
ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama antara Menteri Negara PPN/Kepala
Bappenas dengan Menteri Keuangan. Renja K/L memuat kebijakan, program, dan
kegiatan yang dilengkapi dengan sasaran kinerja, alokasi anggaran yang berasal
dari pagu indikatif, dan prakiraan maju untuk tahun anggaran berkutnya;
Renja K/L ditelaah dan ditetapkan oleh Kementerian PPN/Bappenas berkoordinasi
dengan Kementerian Keuangan;
K/L menyesuaikan Renja K/L menjadi RKA-KL atau menyusun RKA-KL setelah
menerima Surat Edaran Menteri Keuangan tentang pagu sementara. Pagu
sementara merupakan dasar K/L mengalokasikan anggaran dalam
program/kegiatan;
RKA-KL yang telah disesuaikan tersebut dibahas oleh K/L bersama-sama dengan
DPR (Komisis terkait di DPR);
RKA-KL hasil pembahasan tersebut dijadikan bahan penelaahan oleh Kementerian
PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran.
Kementerian Perencanaan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan
dengan RKP. Kementerian Keuangan menelaah RKA-KL hasil pembahasan
dengan pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun sebelumnya,
dan standar biaya yang telah ditetapkan;
Seluruh RKA-KL hasil pembahasan atau yang telah disepakai oleh DPR kemudian
dihimpun menjadi Himpunan RKA-KL yang merupakan lampiran tak terpisahkan
dari Nota Keuangan dan RAPBN dan selanjutnya diajukan Pemerintah kepada
DPR untuk dibahas dan ditetapkan menjadi UU APBN;
Kementerian Keuangan bersama K/L melakukan penyesuaian RKA-KL sepanjang
hasil pembahasan RAPBN antara Pemerintah dan DPR menyebabkan adanya
perubahan;
RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Rincian ABPP. Rincian ABPP tersebut dirinci menurut
organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.
Perpres tentang Rincian ABPP menjadi dasar K/L untuk menyusun konsep DIPA;
Konsep DIPA ditelaah dan disahkan oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
Penyusunan RKA-KL seperti tersebut di atas menggunakan pendekatan
penganggaran terpadu, KPJM, dan PBK sebagaimana dibahas pada Lampiran I.
Selain menggunakan ketiga pendekatan penganggaran dimaksud, dokumen RKA-
KL dirinci dalam klasifikasi menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
BAB 2
Pengalokasian Anggaran Kegiatan
Pengalokasian gaji dan tunjangan pegawai supaya lebih realistis dengan kebutuhan
maka, pengalokasian dilakukan dengan berbasis data (based on data) dan
menggunakan aplikasi untuk menghitung alokasi Belanja Pegawai pada Output
Kegiatan Pelayanan Perkantoran. Masing-masing Satker berkewajiban mengisi
data-data pegawai yang ada seperti nama, tanggal lahir, gaji pokok, dan tunjangan.
Selanjutnya aplikasi akan menghitung secara otomatis berapa alokasi belanja
pegawai dan tunjangan dari Satker tersebut.
Sedangkan pengalokasian akun belanja yang termasuk dalam Belanja Pegawai
mengikuti aturan sebagai berikut:
Honorarium
Honorarium mengajar Guru Tidak Tetap;
Honorarium kelebihan jam mengajar Guru Tetap dan Guru Tidak Tetap;
Honorarium ujian dinas;
Honorarium mengajar, disediakan antara lain untuk tenaga pengajar luar biasa di
lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional atau di luar Kementerian Pendidikan
Nasional yang tarifnya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Uang Lembur
Penyediaan dana untuk uang lembur tahun 2011 berdasarkan tarif yang ditetapkan
Menteri Keuangan, dengan perhitungan maksimal 100% dari alokasi uang lembur
tahun 2010.
Vakasi
Vakasi adalah penyediaan dana untuk imbalan bagi penguji atau pemeriksa
kertas/jawaban ujian.
Lain-lain
Yang termasuk dalam belanja pegawai lain-lain adalah:
Belanja pegawai untuk Dharma siswa/mahasiswa asing;
Belanja pegawai untuk Tunjangan Ikatan Dinas (TID);
Tunjangan selisih penghasilan (khusus BPPT);
Tunjangan lainnya yang besaran tarifnya telah mendapatkan persetujuan Menteri
Keuangan.
Uang Lauk Pauk TNI/POLRI
Uang Lauk Pauk bagi anggota TNI/Polri dihitung per hari per anggota.
Uang Makan PNS
Pengeluaran untuk uang makan PNS per hari kerja per PNS dan dihitung maksimal
22 hari setiap bulan.
Bagi PNS yang sebelumnya sudah menerima uang makan yang tidak berdasarkan
keputusan Menteri Keuangan, dengan adanya uang makan ini maka pemberian
uang makan tersebut dihentikan.
Pembayaran uang makan termasuk untuk PNS yang diperbantukan/ dipekerjakan,
sepanjang tidak dibayarkan oleh instansi asal.
Pengalokasian anggaran kegiatan yang bersumber dari dana PHLN secara umum
mengacu PP No. 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan
Hibah serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri. Secara khusus
pengalokasian tersebut mengacu kepada ketentuan yang tercantum dalam Naskah
Perjanjian Pinjaman Hibah Luar Negeri (NPPHLN) masing-masing. Ketentuan
umum dan khusus pengalokasian anggaran kegiatan dimaksud dalam rangka
penyusunan RKA-KL di-integrasikan dan diatur dengan mekanisme di bawah ini.
Pengalokasian PHLN dan Rupiah Murni Pendamping (RMP) dalam RKA-KL
mengikuti ketentuan sebagai berikut :
Mencantumkan akun belanja sesuai dengan transaksi-transaksi yang dibiayai
dengan NPPHLN yaitu disesuaikan dengan kategori-kategori pembiayaan yang
diperbolehkan oleh lender.
Mencantumkan kode kantor bayar sebagai berikut:
Mencantumkan kode KPPN Khusus Jakarta VI (140) untuk transaksi-transaksi
PHLN dalam valuta asing dan tata cara penarikannya menggunakan mekanisme
pembayaran langsung (direct payment) dan letter of credit.
Mencantumkan kode KPPN sesuai dengan lokasi kegiatan dimana proyek-proyek
yang dibiayai dengan PHLN dilaksanakan dan tata cara penarikannya
menggunakan makanisme rekening khusus.
Mencantumkan sumber dana sesuai dengan NPPHLN yaitu sumber dana berupa
Pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
Mencantumkan tata cara penarikan PHLN sesuai dengan tata cara penarikan PHLN
yang diatur dalam NPPHLN atau dokumen lain yang telah disetujui oleh lender,
misalnya dokumen Project Administration Memorandum (PAM). Tata cara
penarikan PHLN yang masih diperbolehkan adalah:
Mekanisme Rekening Khusus (Special Account) yaitu tata cara penarikan PHLN
dengan menggunakan dana initial deposit yang bersifat revolving fund yang
ditempatkan pada Bank Indonesia atau Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan. Tata cara ini dapat dipergunakan bagi proyek-proyek yang
dibiayai dengan PHLN yang berlokasi di daerah.
Mekanisme Pembayaran Langsung (Direct Payment) yaitu tata cara penarikan
PHLN dengan cara mangajukan aplikasi penarikan dana secara langsung melalui
KPPN Khusus Jakarta VI.
c. Mekanisme Letter of Credit yaitu tata cara penarikan PHLN dengan
menggunakan LC Bank Indonesia. Khusus PHLN yang penarikannya melalui tata
cara L/C, perlu diperhatikan nilai kontrak pekerjaan secara keseluruhan. Hal ini
berkaitan dengan pembukaan rekening L/C oleh Bank Indonesia.
Mencantumkan kode register PHLN sesuai dengan kode register yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Mencantumkan persentase/porsi pembiayaan yang dibiayai lender sesuai dengan
NPPHLN atau dokumen lain yang telah disetujui oleh lender. Misalnya:
a. Kategori civil work 60% artinya persentase yang dibiayai oleh PHLN adalah
sebesar 60% dikalikan besaran nilai kegiatan/proyek, sedangkan sisanya sebesar
40% merupakan beban rupiah murni pendamping ditambah dengan besaran pajak
(PPN).
Khusus untuk PLN komersial/fasilitas kredit ekspor pengalokasian dalam RKA-
KL dicantumkan maksimal sebesar 85% dari nilai kontrak (contract agreement).
Sementara sisanya sebesar 15% dialokasikan sebagai rupiah murni pendamping
(RMP) sebagai uang muka.
7. Mencantumkan cara menghitung besarnya porsi PHLN yang dibiayai
oleh lender dengan mengacu pada buku petunjuk pengadaan barang
jasa (procurement guidelines) masing-masing lender dan ketentuan perpajakan dan
bea masuk yang berlaku.
Pengalokasian anggaran kegiatan yang bersumber dana dari PHLN juga harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Mencantumkan dana pendamping yang bersumber dari luar APBN, antara lain
dari APBD, anggaran BUMN atau dari kontribusi masyarakat, dengan didukung
dokumen yang sah dari pemberi dana pendamping, maka setelah mencantumkan
dana pendamping dimaksud dalam RKA-KL selanjutnya pada KK RKA-KL
diberi kode “E” sehingga besaran dana pendamping tidak menambah pagu.
Dalam hal terdapat kegiatan yang belum terselesaikan dalam tahun anggaran yang
bersangkutan dan dilanjutkan pada tahun berikutnya, maka penyediaan dana PHLN
dan pendampingnya menjadi prioritas sesuai dengan Annual Work Plan yang
ditandatangani oleh donor/lender.
Dalam hal pemanfaatan suatu pinjaman luar negeri yang dialokasikan dalam
beberapa tahun anggaran maka penyediaan pagu pinjaman luar negeri pada setiap
tahun anggaran dan dana pendampingnya menjadi prioritas.
Untuk menghindari terjadinya penolakan oleh lender pada saat pengajuan aplikasi
penarikan dana, maka dalam mengalokasikan PHLN dalam RKA-KL harus
memperhatikan closing date, sisa pagu pinjaman, kategori dan persentase/porsi
pembiayaan atas kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan PHLN.
Pemahaman NPPHLN
Untuk menghindari terjadinya pengalokasian dana yang mengakibatkan
pembayaran ineligible, perlu dipahami hal-hal sebagai berikut :
Isi/materi dari NPPHLN;
Staff Appraisal Report (SAR);
Project Administration Memorandum (PAM);
Butir-butir pada angka e1 sampai dengan e9;
Ketentuan lainnya yang terkait dengan NPPHLN dan pelaksanaan kegiatan yang
dananya bersumber dari PHLN.
2.4.5. Pengalokasian Anggaran dengan Sumber Dana Pinjaman Dalam Negeri
(PDN)
Penyusunan RKA-KL untuk kegiatan yang alokasi dananya bersumber dari PNBP
(bukan satker BLU) diatur sebagai berikut :
Nomenklatur kegiatan yang digunakan mengacu pada tabel referensi dalam
Aplikasi RKA-KL;
Honor pengelola kegiatan PNBP (honor atasan langsung bendahara, bendahara dan
anggota sekretariat) menggunakan akun belanja barang operasional yaitu honor
yang terkait dengan operasional satker (akun 521115), sedangkan honor kegiatan
non operasional yang bersumber dari PNBP masuk dalam akun honor yang terkait
dengan output kegiatan (akun 521213).
Penuangan kegiatan dan besaran anggarannya dalam RKA-KL mengacu pada:
PP tentang jenis dan tarif PNBP masing-masing K/L;
Keputusan Menteri Keuangan/Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan
Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari PNBP; dan
Pagu penggunaan PNBP.
Penggunaan dana yang bersumber dari PNBP difokuskan untuk kegiatan dalam
rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah pembelanjaan yang dikeluarkan untuk pegawai (guru atau
tenaga kependidikan) baik berupa uang atau barang. Pembiayaan jenis belanja ini
biasanya seperti gaji guru honor, insentif tidak rutin seperti insentif penerimaan
siswa baru, pengelolaan dana BOS, dan sejenisnya.
Belanja Barang/Jasa
Belanja Modal
Contoh belanja modal antara lain adalah pengadaan laptop, printer, buku teks
pelajaran, dan sejenisnya.
Beda Belanja Barang dgn Belanja Modal
SEPTEMBER 15, 2008
tags: apbd, APBN, Bagan Akun Standar (BAS), belanja barang, belanja
modal, korupsi, KPPN, PMK No.91/2007
by syukriy
Pengantar. Perbedaan definisi dan pengertian antara belanja barang dan belanja
modal dalam anggaran pemerintah (APBN dan APBD) bukanlah sesuatu yang
sederhana dan dapat diabaikan begitu saja. Banyak penyimpangan anggaran
terjadi karena kelonggaran dalam pengklasifikasian ini. Pemerintah Pusat selaku
regulator, melalui Departemen Keuangan, kemudian menerbitkan aturan yang
diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparatur pemerintah yang menjadi
pelaksana di lapangan. Apakah aturan ini sudah cukup? Apakah memang
pemahaman para stakeholder sudah seperti yang diharapkan? Berikut dua tulisan
tentang belanja modal, yang salah satunya merupakan Editorial Media Indonesia
tanggal 25 Agustus 2008.
Beda Belanja Barang dgn Belanja Modal
Bendahara Kementerian/Lembaga sering mengeluh karena SPM yang diajukan ke
KPPN tidak bisa cair seluruhnya. Menurut bendahara, tagihan untuk honor tim
tidak bisa dicairkan karena tidak sesuai akunnya. Honor tim pengadaan modal
dalam DIPA masuk ke dalam belanja modal. Sementara menurut pihak KPPN
honor tim harus masuk ke dalam belanja barang. Gara-gara perbedaan persepsi ini
menyebabkan SPM tidak bisa cair.
Sebenarnya dalam PMK No.91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS)
sudah didefinisikan perbedaan belanja barang dan belanja modal secara jelas.
Belanja barang adalah pengeluran untuk menampung pembelian barang dan jasa
yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun
yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan
atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri belanja
barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan.
Sedangkan definisi belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang
dugunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dam aset lainnya
yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan
minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset
tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan
kerja bukan untuk dijual.
Pangkal Perbedaan
Dalam penyusunan perencanaan anggaran sudah mengacu pada BAS, sementara
dalam pelaksanaan anggaran masih belum mengacu pada BAS. Inilah pokok awal
terjadinya perbedaan persepsi. Demikian juga dalam penyusunan perencanaan
anggaran berpedoman pada petunjuk penyusunan dan penelahaan RKA-KL yang
mengatur penerapan konsep full costing dalam suatu kegiatan yaitu seluruh biaya
yang menunjang dalam pencapaian output disesuaikan dengan jenis belanjanya. Ini
sejalan dengan norma akuntansi yaitu azas full disclosure untuk masing-masing
jenis belanja. Misalnya, belanja modal tanah menjadi belanja modal tanah, belanja
modal pembebasan tanah, belanja modal pembayaran honor tim tanah, belanja
modal pembuatan sertifikat tanah, belanja modal pengurukan dan pematangan
tanah, belanja modal biaya pengukuran tanah, dan belanja modal perjalanan
pengadaan tanah.
Faktor lain berupa pemahaman pegawai tentang konsep BAS belum utuh,
sementara sosialiasi BAS masih minim. Demikian pula masih banyak pegawai
yang belum mengerti prinsip-prinsip akuntansi yang dipakai dalam BAS. Sehingga
berdampak pada kesalahan dalam menterjemahkan dan menjelaskan kepada
kementerian/lembaga.
Menyadari akan hal tersebut serta untuk memberikan kemudahan dalam
mekanisme pelaksanaan APBN dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga, maka diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan No. PER-
33/PB/2008 tentang pedoman penggunaan AKUN pendapatan, belanja pegawai,
belanja barang dan belanja modal sesuai dengan BAS.
Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja dikategorikan sebagai
belanja modal apabila:
pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya
yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas;
pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset
lainnya yang telah ditetapkan pemerintah;
perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. Sayang tidak dijelaskan
bagaimana cara mengetahui niat bukan untuk dijual atau untuk dijual. Demikian
juga, apakah niatnya cukup dalam hati atau didokumentasikan?
Dalam petunjuk penyusunan dan penelahaan RKA-KL nilai kapitalisasi aset tetap
diatas Rp300.000 per unit. Sedangkan batasan minimal kapitalisasi untuk gedung
dan bangunan, dan jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp10.000.000. Sementara
karakteristik aset lainnya adalah tidak berwujud, akan menambah aset pemerintah,
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dan nilainya relatif material.
Belanja modal juga mensyaratkan kewajiban untuk menyediakan biaya
pemeliharaan.
Namun demikian perlu diperhatikan, karena ada beberapa belanja pemeliharaan
yang memenuhi persyaratan sebagai belanja modal yaitu apabila (a) pengeluaran
tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas, dan
volume aset yang telah dimiliki dan (b) pengeluaran tersebut memenuhi batasan
minimum nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya.
Untuk lebih jelas, Perdirjen Perbendaharaan tersebut dilengkapi dengan lampiran
yang mencantumkan 23 contoh uraian transaksi belanja yang sering terjadi dan
klasifikasinya, apakah termasuk belanja barang atau belanja modal.
Contohnya overhaul kendaraan dinas termasuk klasifikasi belanja modal. Dengan
penjelasan dan contoh, masihkah terjadi perbedaan persepsi?
Sumber: Departemen Keuangan.
—————————————————————————–
Menggenjot Belanja Modal
(Editorial Media Indonesia, 25 Agustus 2008)
AKHIR pekan ini, seluruh kementerian dan lembaga harus sudah merampungkan
perbaikan komposisi anggaran dalam RAPBN 2009. Itulah tenggat yang diberikan
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat mengumpulkan sejumlah menteri pekan lalu.
Wakil Presiden meminta belanja modal dalam RAPBN ditingkatkan dan belanja
barang dibatasi seminimal mungkin. Tujuannya menunjang pertumbuhan ekonomi
yang dipatok 6,2% tahun depan.
Menggenjot belanja modal adalah perkara sangat penting karena meningkatkan
produktivitas perekonomian. Semakin banyak belanja modal semakin tinggi pula
produktivitas perekonomian. Belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak
pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Sebaliknya, belanja barang tidak terlampau mampu menghela pertumbuhan
ekonomi. Belanja barang bahkan menjadi wilayah empuk bagi bersemainya praktik
korupsi melalui penggelembungan harga.
Jelas bahwa untuk mencapai angka pertumbuhan di atas 6%, belanja modal harus
lebih tinggi daripada belanja barang. Selisih di antara kedua belanja itu juga harus
tecermin pada komposisi anggaran.
Namun, justru di situlah letak persoalan. Meskipun belanja modal pada 2009 lebih
besar daripada belanja barang, selisih di antara keduanya tidak terlalu signifikan.
Belanja modal dianggarkan sebesar Rp90,7 triliun, sedangkan belanja barang
Rp76,4 triliun. Hanya berbeda Rp14,3 triliun. Bahkan, belanja modal kali ini lebih
kecil daripada belanja modal di APBN 2008 yang mencapai Rp101 triliun.
Selain itu, anggaran infrastruktur RAPBN 2009 hanya 3%. Terlampau minim
untuk menggerakkan ekonomi dan memacu pertumbuhan. Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan mestinya anggaran infrastruktur mencapai
6% atau dua kali lipat dari yang dianggarkan.
Permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar belanja modal dalam RAPBN digenjot
untuk menunjang pertumbuhan ekonomi merupakan langkah yang tepat. Akan
tetapi, semua itu belum cukup. Mengapa? Karena belanja modal besar-besaran
tidak akan menolong jika tingkat penyerapan anggaran tidak maksimal.
Itulah yang terjadi ketika sebagian besar pemerintah daerah tidak optimal
membelanjakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) mereka. Itu
terlihat dari tingginya dana APBD 2007 yang tidak terserap, yakni mencapai Rp45
triliun.
Besarnya dana yang tidak terserap itu mencapai 15% dari total APBD 2007 yang
nilainya berkisar Rp300 triliun. Nilai Rp45 triliun ini hampir setara dengan
besarnya pendapatan asli daerah (PAD) dari total seluruh APBD 2007. Ironisnya,
dana itu dibiarkan menganggur dan disimpan di Sertifikat Bank Indonesia, hanya
untuk dinikmati bunganya. Oleh karena itu, adalah bijaksana untuk
mempertimbangkan ulang apakah pemerintah pusat masih perlu memberi kucuran
dana alokasi buat pemerintah daerah yang malas berpikir dan enggan bekerja.
Upaya menggenjot belanja modal jelas harus disertai dengan meningkatnya
kemampuan pemerintah pusat dan daerah menyerap anggaran. Salah satu caranya
adalah dengan mempercepat proses tender untuk proyek-proyek yang dibiayai dari
anggaran belanja modal. Dengan begitu, proyek-proyek itu pun cepat bergulir dan
roda ekonomi bergerak.
Tentu, harus tetap diingatkan bahwa proses tender yang terburu-buru menyimpan
potensi korupsi. Bisakah pemerintah mempercepat proses tender dengan tetap
bersih? Itulah tantangannya.
3. Jaminan Pemeliharaan
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 (Perubahan Keempat), pembayaran
termin terakhir atas penyerahan pekerjaan yang sudah jadi dari Pihak Ketiga, dapat
dilakukan melalui dua (2) cara yaitu:
1.) Pembayaran dilakukan sebesar 95 % (sembilan puluh lima persen) dari nilai
kontrak, sedangkan yang 5 % (lima persen) merupakan retensi selama masa
pemeliharaan.
2.) Pembayaran dilakukan sebesar 100 % (seratus persen) dari nilai kontrak
dan penyedia barang/jasa harus menyerahkan jaminan bank sebesar 5 % (lima
persen) dari nilai kontrak yang diterbitkan oleh Bank Umum atau oleh perusahaan
asuransi yang mempunyai program asuransi kerugian (surety bond) dan
direasuransikan sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan. Penahanan
pembayaran senilai 5 (lima) persen dari nilai kontrak seperti dimaksud dalam
nomor 1 harus diakui sebagai utang retensi, sedangkan jaminan bank untuk
pemeliharaan harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Beda Belanja Pegawai, Belanja Barang/Jasa, dan Belanja Modal Dana BOS - Dana BOS
pada dasarnya digunakan sebagai pembiayaan operasional sekolah dalam rangka
mensukseskan progran sekolah gratis dan wajib belajar dari pemerintah.
Dalam pelaksanaannya, penggunaan dana BOS harus berpedoman pada petunjuk teknis
(juknis) BOS yang setiap tahun diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tujuannya tentu saja agar penggunaan bisa tepat sasaran sesuai aturan yang berlaku dan
efektif dalam menunjang operasional sekolah.
Secara umum, belanja dari penggunaan dana BOS dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu belanja
pegawai, belanja barang/jasa, dan belanja modal. Ketiganya memiliki perbedaan yang harus
diketahui oleh tim manajemen BOS sekolah, sehingga setiap pengeluaran yang terjadi bisa di
klasifikasikan sesuai jenisnya.
Lalu..
Belanja Pegawai
Kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai negeri,
pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai
lingkup pemerintahan baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi unit organisasi
pemerintah.
Pembiayaan jenis belanja ini biasanya seperti gaji guru honor, insentif tidak rutin seperti
insentif penerimaan siswa baru, pengelolaan dana BOS, dan sejenisnya seperti :
Pengeluaran untuk pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi
barang dan/atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang
yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat di luar kriteria belanja
bantuan sosial serta belanja perjalanan.
Pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan/atau menambah nilai asset tetap/asset
lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal
kapitalisasi asset tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Dalam pembukuan nilai perolehan aset dihitung semua pendanaan yang dibutuhkan hingga
asset tersebut tersedia dan siap untuk digunakan. Termasuk biaya operasional panitia
pengadaan barang/jasa yang terkait dengan pengadaan asset berkenaan.
Demikian artikel mengenai Beda Belanja Pegawai, Belanja Barang/Jasa, dan Belanja Modal
Dana BOS. Semoga bermanfaat.