You are on page 1of 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
The global initiative for asthma (GINA) menyatakan bahwa penyakit
asma merupakan masalah yang cukup dekat dengan masyarakat karena jumlah
populasi asma meningkat, ditemukan sebanyak 300 juta jiwa menderita asma
dan di prediksi akan meningkat menjadi 400 juta jiwa pada tahun 2025 di
seluruh dunia jumlah ini bisa saja bertambah karena penyakit asma bersifat
underdiagnosed buruknya kualitas udara dan adanya perubahan pola hidup
masyarakat menjadi penyebab meningkatnya penyakit asma (Kemenkes,
2015). Pernyataan ini didukung oleh WHO dalam penelitiannya
memperkirakan 235 juta orang menderita asma. WHO juga menyebutkan lima
penyakit paru utama sebesar 17,4% dari seluruh kematian di dunia masing-
masing penyakit infeksi paru 7,2%, PPOK (penyakit paru obstruktif kronik)
4,8%, tuberculosis paru 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1%, dan asma
0,3%. Asma bukan hanya masalah kesehatan masyarakat untuk negara yang
berpenghasilan tinggi, asma terjadi di semua negara terlepas dari tingkat
perkembangan. Kematian asma terjadi lebih dari 80 % di negara–negara
berkembang atau berpenghasilan rendah dan menengah kebawah. Asma
kurang terdiagnosis menciptakan beban besar bagi individu dan keluarga dan
dapat membatasi aktivitas untuk seumur hidup penderita. 1 dari 4 orang
penderita asma dewasa tidak bekerja dan kehilangan hari kerja selama lebih
dari 6 hari karena asma mencapai 19,2%, sementara 1 dari 3 anak yang
menderita asma absen sekolah karena kekambuhan asma (WHO, 2011).
Data terbaru dari Pusat AS dari Center for disease control and
prevention (CDC) menunjukkan bahwa jumlah orang yang terdiagnosis
dengan asma meningkat 4,3 juta pada tahun 2001-2009. Pada tahun 2009,
terdapat 479.300 kasus rawat inap, 1,2 juta kasus rawat jalan, 1,9 juta kasus
gawat darurat, dan 3.388 kematian yang berhubungan dengan asma (CDC,
2013). Prevalensi penduduk di indonesia yang terdiagnosa penyakit asma
2

mengalami kenaikan sebesar 1%. Berdasarkan data dari Riskesdas pada tahun
2007 didapatkan hasil 3,5% dengan menggunakan teknik wawancara diagnosa
oleh tenaga kesehatan. Sedangkan pada tahun 2013 didapatkan hasil menjadi
4,5% dengan melalui wawancara semua umur berdasarkan gejala yang timbul
dari semua jumlah penduduk (Riskesdas, 2013).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kebutuhan
manusia. Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian pertama dari
kebutuhan fisiologis menurut Hirarki Maslow, karena Oksigen salah satu
kebutuhan vital untuk kehidupan kita.
Konsumsi oksigen yang cukup akan membuat organ tubuh berfungsi
dengan optimal, jika tubuh menyerap oksigen dengan kandungan yang rendah
dapat menyebabkan kemungkinan tubuh mengidap penyakit kronis. Sel-sel
tubuh yang kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan perasaan kurang
nyaman, takut atau sakit. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme
tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila
kekurangan oksigen dalam waktu yang lama, akan terjadi kematian. Pada
orang yang sehat sistem pernafasan dapat menyediakan kadar oksigen yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan tetapi pada kondisi sakit
tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat terhambat sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2006). Oksigen
sangat dibutuhkan oleh manusia, karena sepanjang hidupnya semua manusia
harus memasukkan oksigen ke dalam tubuhnya secara terus-menerus dan tidak
boleh berhenti. Sel-sel tubuh akan rusak atau mati bila tidak mendapatkan
oksigen dalam jangka waktu tertentu. Sel otak akan mati atau rusak bila tidak
mendapatkan oksigen selama 3-4 menit (Slamet & Sri, 2007).
Salah satu gangguan oksigenasi adalah asma. Asma merupakan
inflamasi kronis pada jalan nafas yang di tandai hiperresponsivitas jalan nafas
terhadap berbagai rangsangan. Asma ditandai gejala obstruksi jalan nafas yang
bervariasi, dapat sembuh secara spontan atau setelah pemberian obat
bronkodilator (Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo, 2013). Di dukung dengan
Digiulio, jackson & Keogh (2014) mengatakan Asma merupakan penyakit
3

yang disebabkan terhalangnya saluran nafas karena inflamasi atau


bronscopasme. Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli
mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas
yang memberikan gejala–gejala batuk, mengi, dan sesak nafas
(Somantri,2009:52).
Pada penyakit asma, serangan umumnya datang pada malam hari,
tetapi dalam keadaan berat serangan dapat terjadi setiap saat tidak tergantung
waktu. Inspirasi pendek dan dangkal, mengakibatkan penderita menjadi
sianosis, wajahnya pucat dan lemas, serta kulit banyak mengeluarkan keringat.
Bentuk thorax terbatas pada saat inspirasi dan pergerakannya pun juga
terbatas, sehingga pasien menjadi cemas dan berusaha untuk bernafas sekuat-
kuatnya (Kumoro, 2008: 2).
Ketika terjadi asma, bila pasien dibawa ke rumah sakit maka pasien
harus diberikan intervensi yang dilakukan perawat yaitu berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian terapi medikasi yang terdapat lima kategori
pengobatan yang digunakan dalam mengobati asma yaitu, agonis beta,
metilsantin, antikolinergik dan inhibitor sel mast. Pasien juga akan diberikan
terapi oksigen untuk mengatasi dyspnea, sianosis dan hipoksemia Hal itu
adalah pertolongan pertama yang dilakukan pada saat pasien dibawa ke rumah
sakit, setelah pasien masuk ke ruang rawat inap peran perawat secara mandiri
sangatlah penting khusunya untuk melakukan intervensi. Salah satu intervensi
tersebut yaitu dengan memposisikan pasien asma, posisi yang dimaksud
adalah posisi semi-fowler atau high fowler.(Smeltzer dan Bare, 2002).
Posisi semi fowler paling efektif bagi klien karena saat terjadi sesak
nafas biasanya klien tidak dapat tidur dalam posisi berbaring, melainkan harus
dalam posisi duduk atau setengah duduk untuk meredakan penyempitan jalan
nafas dan memenuhi oksigen dalam darah dan dapat membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen ke diafragma
(Safitri & Andriyani, 2008). Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk
adalah posisi tempat tidur yang meninggikan batang tubuh dan kepala
dinaikkan 15 sampai 45 derajat. Apabila klien berada dalam posisi ini,
4

gravitasi menarik diafragma ke bawah, memungkinkan ekspansi dada dan


ventilasi paru yang lebih besar (Kozier, 2010). Bahwa posisi semi fowler
membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga
memperingan sesak nafas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membrane
alveolus. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga oksigen
menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan konidisi
pasien lebih cepat (Supadi, 2008).
Posisi high fowler adalah posisi dimana tempat tidur di posisikan
dengan ketinggian 60o-90o bagian lutut tidak ditinggikan. Posisi high fowler
ini sangat membantu sangat bagi klien yang mengalami dyspnea karena
menghilangkan tekanan pada diafragma yang memungkinkan pertukaran
volume yang lebih besar dari udara (Barbara, 2009). Tujuan dan mekanisme
dilakukan posisi ini adalah untuk memfasilitasi pasien yang sedang kesulitan
bernapas. Posisi high fowler bertujuan menghilangkan tekanan pada diafragma
dan memungkinkan pertukaran volume yang lebih besar dari udara.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis membuat Analisis Posisi
High Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada pasien Asma
Bronkial.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis termitovasi untuk
menganalisa lebih lanjut melalui karya ilmiah akhir ini dengan judul “Analisis
posisi high fowler terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien Asma
Bronkial di IGD RSU Aghisna Medika Kroya”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini agar penulis dapat memahami
dan mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi pada pasien dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
utuh dan komprehensif.

2. Tujuan Khusus
5

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien pemenuhan


kebutuhan oksigenasi di ruang IGD RSU Aghisna Medika Kroya.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi di ruang IGD RSU Aghisna Medika Kroya.
c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang IGD RSU
Aghisna Medika Kroya.
d. Penulis mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang IGD RSU
Aghisna Medika Kroya.
e. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan oksigenasi.
f. Penulis mampu memberikan inovasi keperawatan pada pasien
gangguan oksigenasi dengan memposisikan high fowler.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Keilmuan
Hasil penulisan ini dapat sebagai bahan kajian dalam pengembangan
ilmu yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah kebutuhan dasar oksigenasi.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Mahasiswa
Karya tulis ilmiah ini memberikan manfaat bagi mahasiswa untuk
memberikan informasi mengenai asuhan keperawatan dengan
masalah kebutuhan oksigenasi.
b. Bagi Rumah Sakit
Sebagai dasar untuk memberikan dan meningkatkan mutu
pemberian asuhan keperawatan dengan kebutuhan oksigenasi.

c. Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dan pembelajaran untuk
memenuhi kebutuhan pembelajaran dan pengetahuan bagi
mahasiswa keperawatan.
6

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002). Asma adalah suatu
penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan
maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam
keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab
lain yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008). Asma adalah
suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh
7

spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran
udara dan penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
Asma merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap stimuli
tertentu.

2. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu
hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau
faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu :
1) Faktor predisposisi Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika
8

terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas


saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau.
3. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
Asma, selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang
sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul harus segera
diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
9

tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
5. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.

3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,
dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma
biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30
menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun
serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002).

4. Patofisiologi
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
10

otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap
didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang
sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan
ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast
(disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator
ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan
pembentukan mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β-
adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-
adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika
reseptor β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan
β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP).
Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat
cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik
terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer
& Bare, 2002).

5. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-
gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan
perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari
berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi
bronkus. Terapi awal, yaitu:
1) Memberikan oksigen pernasal
11

2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg


atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat
diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2
adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
3) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat
ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat
5) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
b. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis.
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma
yaitu:
1) Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik
2) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
3) Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
4) Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
5) Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
6) Hindarkan pasien dari faktor pencetus

B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas


1. Pengertian
Ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi dan/atau ekspirasi
tidak memberikan ventilasi adekuat (Herdman, T. Heather, 2014). Pola
nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika seseorang individu
mengalamisuatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernafasan
sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Lynda
Juall, Carpenito 2010)
2. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik ketidakefektifan pola napas menurut Herdman, T.
Heather (2015), yaitu: Perubahan kedalaman pernapasan , perubahan
12

ekskursi dada, bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan


tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, dispnea, penurunan
kapasitas vital, peningkatan diameter anterior-posterior, pernapasan
cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi memanjang, pernapasan bibir,
takipnea, dan penggunaan otot aksesoris untuk bernapas.
3. Faktor Penyebab
Faktor penyebab ketidakefektifan pola napas menurut Herdman, T.
Heather (2015), yaitu: Ansietas , posisi tubuh, deformitas dinding dada,
deformitas tulang, sindrom hipoventilasi, keletihan , hiperventilasi ,
gangguan muskuloskeletal, kerusakan neurologis, imaturitas neurologis,
obesitas , nyeri, keletihan otot pernapasan, cedera medula spinalis.

C. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori


1. Fokus Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu tahap penting dari
proses pemberian asuhan keperawatan yang sesuai bagi kebutuhan
individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap sesuai
kenyataan, dan kebenaran data sangat penting untuk langkah selanjutnya
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai respons individu
(Muttaqin, 2012).
Menurut Muttaqin (2012), pengkajian yang dilakukan pada asma, yaitu :
a) Keluhan utama
Keluhan utama yaitu adanya batuk, produksi sputum yang berlebihan,
sesak napas dan nyeri dada, menggunakan otot bantu pernapasan.
Keluhan pasien meliputi adanya jari tabuh dan manifestasi lain yang
berkaitan pada gangguan pertukaran gas, malaise, nafsu
makanmenurun, berat badan menurun, dan berkeringat dimalam hari.
b) Riwayat penyakit
Perawat melakukan pengkajian riwayat kesehatan dengan cara
melakukan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah
keperawatan lainnya dan memperoleh gambaran umum status
kesehatan klien.
1) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini seperti menanyakan
tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga klien
13

minta pertolongan. Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama


dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan
hebatnya keluhan, dimana pertama kali timbulnya keluhan, apa
yang dilakukan ketika keluhan terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi
keluhan sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha
yang dilakukan.
Klien datang mencari pertolongan dengan keluhan sesak
napas hebat dan mendadak diikuti dengan gejala-gejala lain, yaitu
wheezing, penggunaan otot bantu napas, kelelahan, gangguan
kesadaran, sianosis dan perubahan tekanan darah. Perawat perlu
mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien, memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan
kembali.
2) Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami klien sebelumnya, apakah klien pernah dirawat dirumah
sakit, dengan penyakit apakah. Pengobatan yang pernah dijalani
misalnya apakah pernah meminum beberapa obat untuk
beberapa bulan (obat anti tuberkulosis) dan adakah riwayat
alergi obat.
Penyakit yang pernah diderita pada masa dahulu, seperti
adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma,
frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk meringankan gejala.
3) Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga merupakan hal
yang mendukung keluhan penderita, riwayat keluarga dapat
memberikan predisposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak
napas, batuk dalam jangka waktu yang lama, batuk darah dari
generasi dahulu. Adakah anggota keluarga yang menderita
14

diabetus mellitus dan tekanan darah tinggi, kedua penyakit


tersebut menperberat keluahan penderita.
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma, atau penyakit
alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan.
a) Pengkajian fisik
1) Keadaan umum
Pemeriksaan fisik keadaan umum dimulai dengan
pengukuran tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi, pernapasan,
dan tekanan darah. Keadaan umu pada sistem pernapasan dapat
dilakukan selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap
bagian tubuh, perlu dinilai secara umum kesadaran klien
apakah compos menthis, apatis, somnolen, sopor, soporkoma,
atau koma.
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien,
kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi,
frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan
posisi istirahat klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit asma dan diagnosa
keperawatan yang diangkat penulis pada karya tulis akhir ners ini yaitu
diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasi.
3. Intervensi
Perencanaan yang dilakukan menurut menurut Bulechek (2013) dan
menurut Moorhead (2013), pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan hiperventilasi, yaitu:

Hasil Nursing Outcome Classification


a) Status pernapasan: kepatenan jalan napas
b) Status pernapasan: ventilasi
c) Tanda-tanda vital
15

d) Kontrol gejala
Hasil Nursing Intervention Classification
a) Manajemen asma : Tentukan status pernafasan, monitoring reaksi
asma, tentukan pemahaman klien/keluarga mengenai penyakit dan
manajemen penanganan asma, ajarkan tehnik yang tepat untuk
menggunakan pengobatan, identifikasi pemicu atau reaksi yang biasa
terjadi, amati pergerakan dada, dan auskultasi suara paru untuk
mengidentidasi adanya gangguan pada pernafasan.
b) Manajemen jalan napas : Posisikan klien memaksimalkan ventilasi,
instruksikan agar dapat melakukan batuk efektif, posisikan untuk
meringankan sesak napas, dan monitor status pernapasan dan
oksigenasi.
c) Monitor pernapasan : Monitor kecepatan irama, kedalaman, dan
kesulitan bernapas, catat pergerakan dada, monitor suara napas
tambahan, monitor saturasi oksigen, monitor kelelahan otot-otot
diafragma, auskultasi suara napas, monitor keluhan sesak napas,
termasuk kegiatan pasien yang meningkatkan atau memperburuk
sesak napas tersebut, dan berikan bantuan terapi napas jika
diperlukan
d) Monitor tanda-tanda vital : monitor tekanan darah, nadi suhu dan
status pernapasan, monitor warna kulit suhu dan kelembapan,
monitor sianosis sentral, monitor clubbing finger, dan dentifiksi
kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan yaitu menentukan status
pernapasan, memonitor reaksi asma, menentukan pemahaman
klien/keluarga mengenai penyakit dan manajemen penanganan asma,
mengidentifikasi pemicu atau reaksi yang biasanya terjadi, mengamati
pergerakan dada, mengauskultasi suara paru, memonitor status pernapasan
dan oksigenasi, memonitor kecepatan irama, kedalaman, dan kesulitan
bernapas, memonitor kelelahan otot-otot diafragma, dan memonitor tanda-
tanda vital.

D. Posisi high fowler


16

Posisi high fowler merupakan suatu posisi pasien dimana kepala dan
pinggul sudut 90 °, tanpa disertai fleksi dari lutut. (Kozier, 2000). Posisi high
fowler dapat membantu bagi pasien dengan dispnea. Pada posisi ini gravitasi
akan menarik diapragma ke bawah, sehingga membantu pengembangan paru
lebih besar dan juga ventilasi paru. Adapun posisi high fowler menurut Kozier
(2000) yaitu posisi tempat tidur tegak 90°, kepala tersandar pada permukaan
tempat tidur, tangan pasien diletakkan di masing-masing sisi tubuh, kaki lurus
dan berada pada posisi plantar fleksi. Posisi high fowler sangat membantu bagi
klien yang mengalami dyspneu karena menghilangkan tekanan pada
diagfragma yang memungkinkan pertukaran volume lebih besar dari udara
(Barbara, 2009).

E. Kerangka Konsep

Asma Bronkial

Ketidakefektifan Pola
Nafas

Posisi High Fowler

Saturasi Oksigen
Meningkat
17

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

BAB III
METODE STUDI KASUS

A. Desain Karya Ilmiah Ners


Desain penelitian menggunakan desain studi kasus deskriptif dengan
pendekatan asuhan keperawatan, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu
keadaan secara objektif (Sukmadinata, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran analisa posisi high fowler terhadap perubahan saturasi
oksigen pada pasien Asma Bronkial di IGD RSUD Cilacap.

B. Subjek Studi Kasus


Unit analisis atau partisipan dalam keperawatan umumnya adalah klien
dan keluarganya. Subyek yang digunakan pada karya tulis dengan pendekatan
asuhan keperawatan ini adalah 3 pasien dengan diagnosis medis yang sama
dan masalah keperawatan yang sama. Subyek penelitian yang digunakan
adalah 3 pasien yang menderita asma bronkial dengan diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pola napas.

C. Populasi dan Sampel


Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi adalah hinpunan keseluruhan karakteristik tertentu dari objek yang
ingin diteliti (Hidayat, 2011). Populasi dalam karya tulis ini adalah semua
pasien yang datang ke IGD RSUD Cilacap dengan diagnosa medis Asma
18

Bronkial. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014). Sampel yang diambil dalam karya
tulis ini yaitu 3 pasien penderita asma.

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmojo,
2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pasien asma bronkial dengan penurunan saturasi oksigen
2. Pasien kooperatif
Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmojo, 2012). Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Penderita asma yang tidak bersedia menjadi responden
2. Penderita asma menderita penurunan kesadaran

D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat, 2008). Batasan istilah atau definisi operasional
padakarya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Karya Tulis Ilmiah
Definisi
Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional
Posisi High Posisi high fowler Standar Dilaksanakan atau
Fowler merupakan suatu Operasional tidak dilaksanakan
posisi pasien dimana Prosedur
kepala dan pinggul
sudut 90 °, tanpa
disertai fleksi dari
lutut. (Kozier,
2000).
19

Saturasi Oksigen Saturasi oksigen Pulse Saturasi oksigen


adalah presentasi Oximeter pasien asma
hemoglobin yang bronkial sebelum
berikatan dengan dilakukan posisi
oksigen dalam high fowler dan
arteri, saturasi sesudah dilakukan
oksigen normal posisi high fowler
adalah antara 95 –
100 %.(Hidayat,
2007)

E. Instrumen Studi Kasus


Karya tulis ini menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan
gawat darurat menurut Prodi Profesi Ners STIkes Muhammadiyah Gombong.

F. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk
mengumpulkan data. Sebelum mengumpulkan data, perlu adanya alat ukur
pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Hidayat, 2008).
Dalam karya tulis ini alat ukur yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan
hasil secara langsung (Hidayat, 2008). Pada karya tulis ini sumber data
diperoleh dari hasil wawancara terhadap keluarga klien dan perawat
lainnya.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan
pengamatan secara langsung kepada pasien penelitian untuk mencari
perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Pada karya tulis
ini observasi dan pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan IPPA
(inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) pada semua sistem tubuh klien.
3. Studi dokumentasi dan angket
20

Pada studi dokumentasi dan angket, pengumpulan data diperoleh dengan


melihat atau menganalisis dokumen-dokumen hasil dari pemeriksaan
diagnostik dan data lain yang relevan.
Cara pelaksanaan studi kasus, yaitu:
1. Setelah persetujuan proposal, peneliti mengurus surat ijin dari institusi
yang ditunjukkan pada direktur RSUD Cilacap.
2. Setelah mendapatkan surat ijin, lalu diberikan izin untuk masuk
ruangan yang ditentukan, mahasiswa menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian.
3. Menentukan responden penelitian dengan melihat data yang memenuhi
kriteria dan dibantu oleh salah satu petugas yang ada di ruangan.
4. Melakukan pengkajian yakni pengumpulan data secara sistematis
untuk mengidentifikasi keadaan kesehatan pasien sekarang dan
masalalu untuk perumusan masalah keperawatan.
5. Setelah mengumpulkan data mengevaluasi status kesehatan partisipan
disimpulkan masalah-masalah kesehatan yang aktual atau potensial
dalam bentuk diagnosa keperawatan.
6. Merumuskan diagnosa keperawatan, peneliti membuat perencanaan
dengan Nursing Outcome Classification (NOC) dan Nursing
Intervention Classification (NIC).
7. Dilakukan implementasi, yakni pelaksanaan intervensi keperawatan.
8. Evaluasi keperawatan ditulis dalam catatan perkembangan SOAP
9. Penyajian data dilakukan dengan tabel maupun teks naratif.
Kerahasiaan dari pasien dijamin dengan cara mengaburkan identitas
pasien.
10. Membuat kesimpulandari data yang disajikan, kemudian data dibahas
dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara
teoritis dengan perilaku kesehatan

G. Lokasi Dan Waktu Studi Kasus


Karya tulis akhir ners ini akan dilakukan terhadap 3 pasien asma di
IGD RSUD Cilacap pada bulan November 2018.
21

H. Analisa Data Dan Penyajian Data


Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu
pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data
dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan
dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban
yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan
untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara
observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk
selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada sebagai
bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan
dalam analisis data pada karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).
Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam
bentuk transkip (catatan terstruktur). Data yang dikumpulkan terkait
dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.
2. Mereduksi data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data
subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan
diagnostik kemudian dibandingkan dengan nilai normal.
3. Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, bagan maupun teks naratif.
Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari
klien.
4. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku
kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi
(Arikunto, 2006).

I. Etika Studi Kasus


22

Penelitian ini akan dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari


institusi pendidikan kemudian mengajukan permohonan ijin kepada direktur
RSUD Cilacap dengan menekankan masalah prinsip dan etika yang meliputi:
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan, artinya dalam penelitian ini tidak
menggunakan tindakan yang dapat menyakiti atau membuat responden
menderita.
b. Bebas dari eksploitasi, artinya data yang diperoleh tidak digunakan
untuk hal-hal yang merugikan responden.
2. Prinsip menghargai hak
a. Informed consent
Sebelum dilakukan pengambilan dan penelitian, calon responden
diberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitianyang dilakukan.
Apabila calon responden bersedia untuk diteliti maka calon responden
harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan jika calon
responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa
dan tetap menghormatinya.
b. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam pengolahan data
penelitian. Peneliti akan menggunakan nomor atau kode responden.
c. Confidientiality
Informasi yang diberikan oleh responden, serta semua data yang
terkumpul dijamin kerahasiannya oleh peneliti.

You might also like