You are on page 1of 3

ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan

2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR

3. Jaminan HAM lemah

4. Terjadi sentralisasi kekuasaan

5. Terbatasnya peranan pers

6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

7. Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas

8. Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah

9. Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju

10. Integrasi vertikal – atas bawah

11. Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,

12. Gaya politik – ber-ideologi, nasakom

13. Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik

14. Partisipasi massa – dibatasi

15. Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan

16. Aparat negara – loyal kepada negara

17. Stabilitas – stabil

•Terjadi pemusatan kekuasaan pada presiden. •Tidak mampu mewujudkan keamanan,


kesejahteraan dan kemamkuran rakyat. •Tidak mampu membendung kecenderungan rezim
penguasa. •Segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik. Next

???????
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957
mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain
sebagai berikut.
1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menterinya terdiri atas orang-orang dari
empat partai besar ( PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam masyarakat.
Dewan ini bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.

Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpenadapat bahwa
merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada konstituante. Karena
keadaan politik semakin hangat maka Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan Darurat Perang
bagi seluruh wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan
pemberontakan PRRI dan Permesta. Setelah keadaan aman maka Konstituante mulai bersidang
untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante ini berlangsung sampai beberapa kali
yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun, yakni sejak sidang pertama di Bandung tanggal 10
November 1956 sampai akhir tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan hasil yakni
untuk merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.
Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan
yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai Islam yang
menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai non-Islam yang menghendaki dasar
negara Pancasila. Kelompok pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar daripada golongan
Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu keputusan tentang
Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950). Pada tanggal 22 April 1959 di hadapan Konstituante,
Presiden Soekarno berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer mendesak kepada Presiden Soekarno untuk segera
mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit. Akhirnya pada tanggal 5 Juli
1959 Presiden Sukarno menyampaikan dekrit kepada seluruh rakyat Indonesia. Adapun isi Dekrit
Presiden tersebut adalah:

1) pembubaran Konstituante,
2) berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD S 1950, serta
3) pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu sesingkat-
singkatnya.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan hukum untuk
menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan. Sebagai tindak lanjut dari
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara yakni: Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR - GR). Dalam pidato Presiden Soekarno
berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato
yang terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia” (MANIPOL) ini oleh DPAS dan
MPRS dijadikan sebagai Garisgaris Besar Haluan Negara (GBHN). Menurut Presiden Soekarno
bahwa inti dari Manipol ini adalah Undang-Undang
Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK.

Dengan demikian sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar
dalam kehidupan bernegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Dalam bidang
politik, semua lembaga negara harus berintikan Nasakom yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan
Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin, yakni kegiatan
ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang- orang yang mempunyai hubungan
dekat dengan pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang budaya-
budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo Kolonialis dan
imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah lebih condong ke Blok Timur.

You might also like