You are on page 1of 2

APRESIASI NOVEL AZAB DAN SENGSARA

A. Identitas Novel
1. Judul : Azab dan Sengsara
2. Pengarang : Merari Siregar
3. Penerbit : Balai Pustaka
4. Tahun : 2000
5. Angkatan : 20-an
6. Jumlah Halaman : 163 halaman

B. Sinopsis Novel
Di sebuah kota kecil, Sipirok tinggallah sebuah keluarga yang terdiri dari seorang janda,
Nuriah, beserta dua anaknya Mariamin dan adik laki-lakinya. Mereka hidup bertiga penuh
kesengsaraan dan kesedihan yang ditanggung bersama-sama dan penuh kesabaran. Kisah
sedihnya bermula dengan kematian ayahnya Sutan Barigin. Sebelum ayahnya meninggal,
kehidupan mereka berkecukupan. Sayangnya, harta yang sedemikian berlimpahnya tersebut
dihabisan oleh ayahnya sendiri. Harta warisan yang seharusnya dibagikan kepada saudara
yang berbeda nenek yaitu Baginda Mulia, tidak diberikan oleh Sutan Barigin. Atas hasutan
Marah Sait, Sutan Barigin memperkarakannya ke pengadilan agar ia tidak kehilangan
hartanya. Perkara tersebut ia bawa hingga ke pengadilan Jakarta. Ia mengorbankan segala
hartanya agar ia menang perkara tesebut yang pada akhirnya tetap dimenangkan oleh Baginda
Mulia. Sampai di sinilah Sutan Barigin merasakan penyesalan yang amat mendalam hingga ia
meninggal dunia. Kejadian ini membuat keluarga yang ditinggalkannya menjadi miskin dan
sengsara.
Kesengsaraan Mariamin disusul oleh kisah cintanya yang pedih. Aminudin, kekasihnya, tiba-
tiba dijodohkan oleh wanita lain. Begitu pula dengan Mariamin. Ia dijodohkan dengan
Kasibun. Padahal, sebelumnya mereka berdua telah merencanakan sebuah pernikahan. Baik
Mariamin dan Aminudin, mereka berdua sangat sedih dan kecewa karna mereka tidak dapat
menikah dengan orang yang mereka cintai. Kehidupan Mariamin setelah menikah dengan
Kasibun menjadi lebih sengsara. Mariamin mengetahui bahwa Kasibun memiliki penyakit
kelamin, sehingga tidak jarang ia menjadi siksaan Kasibun ketika ia menolak melayani hasrat
birahi Kasibun.
Tidak kuat dengan siksaan Kasibun, Mariamin mencoba untuk melaporkannya ke polisi.
Sayangnya, harapan Mariamin untuk memenjarakan Kasibun gagal. Kasibun hanya didenda
uang Rp 25,-. Kekecewaannya tersebut membuat Mariamin pulang ke Sipirok. Di Sipirok
inilah berakhirnya penderitaan dan kesengsaraan Mariamin. Gadis yang suci dan bernasib
malang itu menemui ajalnya karena dia ingin mengakhiri azab dan kesengsaraannya.
Arwahnya yang suci naik ke tempat yang mahamulia, yang disediakan oleh Tuhan untuk
hambaNya yang percaya dan taat kepadaNya.

C. Komentar
Novel “Azab dan Sengsara” ini mengangkat tema bahwa adat dan kebiasaan yang kurang
baik di masyarakat dapat membawa kesengsaraan dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang
dijelaskan dalam novel tersebut adalah adat menjodohkan anak dan kebiasaan
menyombongkan diri. Dalam kehidupan, adat dan kebiasaan ini seharusnya dihilangkan.
Kebiasaan menyombongkan diri tidak baik karna dapat menghancurkan kehidupan manusia
itu sendiri.
Kebiasaan menyobongkan diri ini dicerminkan melalui tokoh Sutan Barigin, ayah Mariamin.
Ia merasa bahwa ia adalah orang kaya yang mampu mendapatkan segalanya. Namun hal ini
tidak terbukti ketika ia mengajukan perkara pembagian hartanya ke pengadilan. Dalam kasus
tersebut ia gagal melawan saudaranya yang tidak ia akui, Baginda Raja. Dari kejadian ini,
Sutan Barigin baru menyesali perbuatannya dan ia membawa kesengsaraan bagi keluarganya
sendiri.
Adat menjodohkan dalam novel ini dicerminkan melalui tokoh Mariamin. Mariamin dan
Aminudin memiliki kesamaan bahwa mereka dijodohkan dengan orang yang tidak mereka
cintai. Hal ini membawa kesengsaraan bagi Mariamin ketika ia menikah dengan Kasibun.
Setiap hari Mariamin disiksa olehnya. Selain itu, adat menjodohkan atau kawin paksa dalam
novel tersebut tidak seharusnya diterapkan dalam kehidupan. Sikap orang tua yang
menjodohkan anaknya tanpa kesepakatan dari kedua pihak bukanlah keputusan yang tepat,
sebab manusia memiliki hak untuk berpendapat, begitu pula dengan anak. Apa yang
dihendaki orang tua, belum tentu anak menyetujuinya. Jika orang tua tetap memaksa
kehedaknya pada seorang anak, maka hasil dari kehendak itu akan menjadi hancur. Seperti
yang terjadi pada kisah “Azab dan Sengsara” ini. Karena orang tua yang menjodohkan
Mariamin dengan Kasibun, kehidupan Mariamin menjadi sengsara.
Novel ini merupakan novel dari Merari Siregar yang berpengaruh di angkatan 20. Merari
menuliskan cerita Azab dan Sengsara ini dengan sangat “sengsara dan menyedihkan”,
sehingga terkesan sedikit kebahagiaan yang diceritakan dalam novel ini. Akhir cerita yang
ditulis pun membuat pembaca merasa iba dan sedih terhadap kisah Mariamin. Dari kisah
yang dituliskan, Merari memberi amanat yang implisit. Amanat itu tersimpan dalam
peristiwa-peristiwa yang menyengsarakan Mariamin. Amanat tersebut seperti tidak boleh
menyombongkan diri sendiri dan sebagainya. Pembaca harus bisa menyimpulkan sendiri
amanat dari berbagai konflik yang terjadi. Di sinilah peran ketelitian pembaca harus
ditajamkan. Jika tidak, maka dikhawatirkan pembaca hanya mengenang kisah sedihnya dan
tidak mengetahui amanat apa yang tersirat. Dari keseluruhan dapat diambil kesimpulan
bahwa Merari berhasil menulis Azab dan Sengsara sehingga pembaca ikut hanyut dalam
suasana sedih yang tertulis dalam novel tersebut.
Diposkan oleh Anan Casa di 19

You might also like