Professional Documents
Culture Documents
KURIKULUM 2013
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
MATA PELAJARAN
BAHASA SUNDA
SMA/SMK/MA
1
2
KATA PENGANTAR
3
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Karakteristik Umum Kurikulum 2013.......................................................
C. Tujuan Kurikulum 2013...........................................................................
4
Gubernur Jawa Barat
NOMOR: 423.5/Kep.674-Disdik/2006
TENTANG
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950
tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat
(Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
5
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) jo. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593);
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan
yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah;
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 67 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 68 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs
12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA
13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 71 Tahun 2013
tentang Buku Pelajaran dan Buku Penunjang untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah
15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003
tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah
6
(Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 5 Seri E);
16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2004
tentang Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 1
Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 6).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERTAMA : Mencabut dan menyatakan tidak berlaku Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Nomor 979/102/
Kep/I/94 tentang Kurikulum Muatan Lokal
Pendidikan Dasar.
7
sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA
tercantum dalam Lampiran sebagai bagian tak
terpisahkan dari Keputusan ini.
Ditetapkan di Bandung,
Pada tanggal 25 Juli 2006
8
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Pengertian Kurikulum
a. Tantangan Internal
Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun
2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan besar
yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia
usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya
manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar
tidak menjadi beban.
9
b. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu
yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan
informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan
pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup
masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri
dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di World Trade Organization
(WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-
Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA).
Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia,
pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang
pendidikan.
10
7) pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users)
dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap
peserta didik;
8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi
pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan
9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
e. Penguatan Materi
Penguatan materi dilakukan dengan cara pendalaman dan perluasan materi
yang relevan bagi peserta didik.
11
7. kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
12
II. KERANGKA DASAR KURIKULUM
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta
didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran,
posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat
dan lingkungan alam di sekitarnya.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar
bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia
berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan secara
spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang
berkualitas.
Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi
sebagai berikut.
2. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan
filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah
sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses
pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan
kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat,
didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan
oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta
kematangan fisik peserta didik. Selain mengembangkan kemampuan berpikir
rasional dan cemerlang dalam akademik, Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan
13
budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat
sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini.
4. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik
dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi,
sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan
masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social
reconstructivism). Dengan filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk
mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif
bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan
masyarakat demokratis yang lebih baik.
B. Landasan Teoretis
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar”
(standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-
based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar
nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan
kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught
curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di
sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik
(learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal
peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil
belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil
kurikulum.
14
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
15
III. STRUKTUR KURIKULUM
A. Kompetensi Inti
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada
kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar
pada kelas yang berbeda dapat dijaga.
Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:
1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan
4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah Menengah Atas/ Madrasah
Aliyah dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3.1:
Kompetensi Inti Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah
16
ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan teknologi, seni, budaya, teknologi, seni, budaya,
humaniora dengan dan humaniora dengan dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, wawasan kemanusiaan, wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, kebangsaan, kenegaraan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait dan peradaban terkait dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan penyebab fenomena dan penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan kejadian, serta kejadian, serta menerapkan
pengetahuan procedural menerapkan pengetahuan pengetahuan procedural
pada bidang kajian yang procedural pada bidang pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan kajian yang spesifik sesuai spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk dengan bakat dan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah minatnya untuk memecahkan masalah
memecahkan masalah
4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar, dan
menyaji dalam ranah menyaji dalam ranah menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak konkret dan ranah abstrak konkret dan ranah abstrak
terkait dengan terkait dengan terkait dengan
pengembangan dari yang pengembangan dari yang pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah dipelajarinya di sekolah dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, dan mampu secara mandiri, dan secara mandiri, dan
melaksanakan tugas mampu melaksanakan mampu melaksanakan
spesifik di bawah tugas spesifik di bawah tugas spesifik di bawah
pengawasan langsung. pengawasan langsung. pengawasan langsung.
Tabel 3.2:
Kompetensi Inti Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
17
efektif dengan lingkungan permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
sosial dan alam serta dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
menempatkan diri sebagai dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
cerminan bangsa dalam dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
pergaulan dunia menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
pergaulan dunia
3. Memahami,menerapkan, 3. Memahami, menerapkan, 3. Memahami,menerapkan,
menganalisis pengetahuan menganalisis pengetahuan menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, faktual, konseptual, faktual, konseptual,
procedural berdasarkan procedural berdasarkan procedural berdasarkan
rasa ingintahunya tentang rasa ingintahunya tentang rasa ingintahunya tentang
ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan teknologi, seni, budaya, teknologi, seni, budaya,
humaniora dengan dan humaniora dengan dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, wawasan kemanusiaan, wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, kebangsaan, kenegaraan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait dan peradaban terkait dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan penyebab fenomena dan penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan kejadian, serta kejadian, serta
pengetahuan procedural menerapkan pengetahuan menerapkan pengetahuan
pada bidang kajian yang procedural pada bidang procedural pada bidang
spesifik sesuai dengan kajian yang spesifik sesuai kajian yang spesifik sesuai
bakat dan minatnya untuk dengan bakat dan dengan bakat dan
memecahkanmasalah minatnya untuk minatnya untuk
memecahkanmasalah memecahkanmasalah
4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar, dan
menyaji dalam ranah konkret menyaji dalam ranah konkret menyaji dalam ranah konkret
dan ranah abstrak terkait dan ranah abstrak terkait dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari dengan pengembangan dari dengan pengembangan dari
yang dipelajarinya di sekolah yang dipelajarinya di sekolah yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, dan mampu secara mandiri, dan mampu secara mandiri, dan mampu
melaksanakan tugas spesifik di melaksanakan tugas spesifik melaksanakan tugas spesifik
bawah pengawasan langsung. di bawah pengawasan di bawah pengawasan
langsung. langsung.
B. Mata Pelajaran
Berdasarkan kompetensi inti disusun matapelajaran dan alokasi waktu yang sesuai
dengan karakteristik satuan pendidikan.
18
Tabel 3.4:
Matapelajaran Wajib Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
19
dan KD) dan kemasan substansi untuk Mata pelajaran wajib bagi SMA/MA dan
SMK/MAK adalah sama.
Struktur ini menerapkan prinsip bahwa peserta didik merupakan subjek dalam
belajar yang memiliki hak untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minatnya.
Mata pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik untuk SMA/MA serta pilihan
akademik dan vokasional untuk SMK/MAK. Mata pelajaran pilihan ini memberi corak
kepada fungsi satuan pendidikan, dan didalamnya terdapat pilihan sesuai dengan minat
peserta didik. Beban belajar di SMA/MA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing
adalah 42, 44, dan 44 jam pelajaran per minggu.
Satu jam belajar adalah 45 menit. Sedangkan beban belajar untuk SMK/MAK
adalah 48 jam pelajaran per minggu. Beban belajar dapat dinyatakan dalam satuan
kredit semester (sks) yang diatur lebih lanjut dalam aturan tersendiri.
20
Tabel 3.5:
Mata pelajaran Umum SMK/MAK
Keterangan:
B. Beban Belajar
Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik
dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran.
21
b) Beban belajar di Kelas VII, VIII, dan IX dalam satu semester paling sedikit 18
minggu dan paling banyak 20 minggu.
c) Beban belajar di kelas IX pada semester ganjil paling sedikit 18 minggu dan paling
banyak 20 minggu.
d) Beban belajar di kelas IX pada semester genap paling sedikit 14 minggu dan
paling banyak 16 minggu.
e) Beban belajar dalam satu tahun pelajaran paling sedikit 36 minggu dan paling
banyak 40 minggu.
22
D. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan
kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik,
kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi
empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:
1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan
KI-1;
2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-
2;
3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan
KI-3; dan
4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan
KI-4.
23
IV. KURIKULUM MUATAN LOKAL MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA
A. Rasional
Sejalan dengan keluarnya Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis kurikulum, yakni
Kurikulum Tingkat Nasional, Kurikulum Tingkat Daerah, dan Kurikulum Tingkat Sekolah.
Kurikulum Tingkat Nasional disusun dan diberlakukan secara nasional. Kurikulum
Tingkat Daerah disusun dan diberlakukan di daerah berdasarkan Kurikulum Tingkat
Nasional sesuai dengan kebijakan daerah masing-masing. Sementara, Kurikulum
Tingkat Sekolah disusun dan diberlakukan pada setiap jenjang sekolah.
Dalam rangka memenuhi Kurikulum Tingkat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa Barat menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran
Bahasa Sunda. Selain disesuaikan dan didasarkan pada struktur Kurikulum Tingkat
Nasional 2013, KIKD Mata Pelajaran Bahasa Sunda didasarkan pada Surat Edaran
Kepala Dinas Provinsi Jawa Barat Nomor 423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret 2013
tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs,
SMA/SMK/MA.
Di samping itu, penyusunan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata
Pelajaran Bahasa Sunda didasari pula oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.
5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, yang
menetapkan bahasa daerah, antara lain, bahasa Sunda, diajarkan pada pendidikan
dasar di Jawa Barat. Kebijakan tersebut sejalan dengan jiwa UU No. 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang
bersumber dari UUD 1945 yang menyangkut Pendidikan dan Kebudayaan. Sejalan pula
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Bab III Pasal 7 Ayat 3--8, yang menyatakan bahwa dari
SD/MI/SDLB, SMP/MTs./ SMPLB, SMA/MAN/SMALB, dan SMK/MAK diberikan
pengajaran muatan lokal yang relevan dan Rekomendasi UNESCO tahun 1999 tentang
“pemeliharaan bahasa-bahasa ibu di dunia”.
Hal di atas sejalan pula dengan Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013 tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SD/MI,
SMP/MTs, SMA/SMK/MA, di antaranya menyatakan bahwa: Bahasa Daerah sebagai
muatan lokal dapat diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk
memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai
dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut.
Bahasa Sunda berkedudukan sebagai bahasa daerah, yang juga merupakan
bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakat Jawa Barat. Bahasa Sunda juga menjadi
bahasa pengantar pembelajaran di kelas-kelas awal SD/MI. Melalui pembelajaran
bahasa Sunda diperkenalkan kearifan lokal sebagai landasan etnopedagogis.
Berdasarkan kenyataan tersebut, bahasa Sunda sebagai salah satu khasanah
dalam kebhineka-tunggal-ikaan bahasa dan budaya Nusantara akan menjadi landasan
bagi pendidikan karakter dan moral bangsa. Oleh karena itu, bahasa Sunda harus
diperkenalkan di Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA) dan di sekolah-
sekolah mulai Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah
24
Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), sampai Sekolah Menengah Atas
(SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliah (MA). Untuk kepentingan
itu, perlu disusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sesuai dengan satuan
pendidikan tersebut.
Pembelajaran bahasa Sunda diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya
dan budaya Sunda, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat Sunda, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan
imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Sunda diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Sunda
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap budaya dan hasil karya sastra Sunda.
Kompetensi inti mata pelajaran Bahasa Sunda yang memiliki kesamaan dengan
kompetensi inti mata pelajaran lainnya merupakan kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Sunda. Kompetensi Inti ini
menjadi dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional,
dan nasional. Secara substansial terdapat empat Kompetensi Inti yang sejalan dengan
pembentukan kualitas insan yang unggul, yakni (1) sikap keagamaan (beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghasilkan manusia yang pengkuh
agamana (spiritual quotient), (2) sikap kemasyarakatan (berakhlak mulia) untuk
menghasilkan manusia yang jembar budayana (emotional quotient), (3) menguasai
pengetahuan, teknologi, dan seni (berilmu dan cakap) untuk menghasilkan manusia
yang luhung elmuna (intellectual quotient), dan (4) memiliki keterampilan (kreatif dan
mandiri) untuk menghasilkan manusia yang rancage gawena (actional quotient).
Keempat Kompetensi Inti tersebut merupakan pengejawantahan dari tujuan
pendidikan nasional (Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3), yakni “untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar Mata Pelajaran Bahasa Sunda ini,
selaras dengan alasan pengembangan kurikulum 2013, diharapkan peserta didik
memiliki
1. Kemampuan berkomunikasi;
2. Kemampuan berpikir jernih dan kritis;
3. Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan;
4. Kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab;
5. Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang
berbeda;
6. Kemampuan hidup dalam maysrakat yang mengglobal;
7. Minat yang luas dalam kehidupan;
8. Kesiapan untuk bekerja;
9. Kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; dan
10. Rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
25
B. Struktur Kurikulum Muatan Lokal
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA
dinyatakan bahwa Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara
terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat
menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan
tersebut.
. Pendidikan Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa Daerah merupakan kegiatan
kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat
dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan
oleh satuan pendidikan melalui pemerintah daerah, dalam hal ini Provinsi Jawa Barat
melalui Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Kewenangan pemerintah daerah untuk mengembangkan bahasa daerah
diperkuat oleh UU nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan. Pasal 42 Ayat (1) dan Ayat (2) berbunyi sebagai
berikut.
• Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan
sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian
dari kekayaan budaya Indonesia.
• Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di
bawah koordinasi lembaga kebahasaan.
Mengingat kewenangan pemerintah daerah dalam mengembangkan dan
membina bahasa daerah, adanya kebijakan kurikulum tingkat daerah, dan
keberagaman pemerintah daerah dalam menetapkan konten muatan lokal maka untuk
Kurikulum 2013 ditetapkan pendidikan bahasa daerah tetap menjadi wewenang
pemerintah daerah. Kurikulum 2013 menyediakan muatan lokal untuk pendidikan
bahasa daerah dan pendidikan seni budaya.
Berkaitan dengan bunyi undang-undang tersebut, maka Mata Pelajaran Bahasa
dan Sastra Sunda termasuk mata pelajaran muatan lokal di wilayah Provinsi Jawa
Barat. Kedudukannya dalam proses pendidikan sama dengan kelompok mata pelajaran
inti dan pengembangan diri. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Sunda juga
diujikan dan nilainya wajib dicantumkan dalam buku rapor.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Keputusan No.
423/2372/Set-disdik tanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal
Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA). Kedudukan Mata
Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah dalam Struktur Kurikulum adalah sebagai
berikut.
Struktur kurikulum pendidikan menengah dapat dilihat pada tabel berikut.
26
Tabel 4.1: Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah
Kelompok Mata Pelajaran Wajib
27
Tabel 5.3: Struktur Kurikulum SMA/MA
ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN PER MINGGU
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
7. Seni Budaya 2 2 2
8. Bahasa dan Sastra Daerah 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 3 3 3
10. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok A dan B per 26 26 26
minggu
Kelompok C (Peminatan)
Mata Pelajaran Peminatan Akademik dan Vokasi 24 24 24
(SMK/MAK)
JUMLAH ALOKASI WAKTU PER MINGGU 50 50 50
2. Fungsi
Standar kompetensi dan kompetensi dasar berfungsi sebagai acuan bagi guru-guru
di sekolah dalam menyusun kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda
sehingga segi-segi pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap berbahasa
dan bersastra Sunda dapat terprogram secara terpadu.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar ini disusun dengan mempertimbangkan
kedudukan bahasa Sunda sebagai bahasa daerah dan sastra Sunda sebagai sastra
Nusantara. Pertimbangan itu berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran Bahasa Sunda
sebagai (1) sarana pembinaan sosial budaya regional Jawa Barat, (2) sarana
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka pelestarian dan
pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana
pembakuan dan penyebarluasan pemakaian bahasa Sunda untuk berbagai keperluan,
(5) sarana pengembangan penalaran, serta (6) sarana pemahaman aneka ragam
budaya daerah (Sunda).
28
3. Tujuan
Pertimbangan itu berkonsekuensi pula pada tujuan pembelajaran bahasa dan sastra
Sunda yang secara umum agar murid mencapai tujuan-tujuan berikut.
1) Murid beroleh pengalaman berbahasa dan bersastra Sunda.
2) Murid menghargai dan membanggakan bahasa Sunda sebagai bahasa daerah di
Jawa Barat, yang juga merupakan bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakatnya.
3) Murid memahami bahasa Sunda dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta mampu
menggunakannya secara tepat dan kreatif untuk berbagai konteks (tujuan,
keperluan, dan keadaan).
4) Murid mampu menggunakan bahasa Sunda untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial.
5) Murid memiliki kemampuan dan kedisiplinan dalam berbahasa Sunda (berbicara,
menulis, dan berpikir).
6) Murid mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra Sunda untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa Sunda, mengembangkan
kepribadian, dan memperluas wawasan kehidupan.
7) Murid menghargai dan membanggakan sastra Sunda sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Sunda.
29
D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA SUNDA SMA/SMK/MA/MAK
Kelas X
KI KD (HASIL REVIU)
10.1 Menghayati dan 10.1.1 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan
mengamalkan ajaran bahasa Sunda dan menggunakannnya sesuai
agama yang dianutnya dengan kaidah dan konteks sosial budaya.
10.1.2 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan
bahasa Sunda dan menggunakannya sebagai
sarana komunikasi dalam mengolah, menalar,
dan menyajikan informasi lisan dan tulis
melalui teks BIANTARA, PAGUNEMAN,
BIOGRAFI, OTOBIOGRAFI, AKSARA SUNDA,
DONGENG, PUPUH, DAN SISINDIRAN.
30
ingintahunya tentang teks BIOGRAFI dan OTOBIOGRAFI sesuai
ilmu pengetahuan, dengan kaidah-kaidahnya.
teknologi, seni, budaya, 10.3.4 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
dan humaniora dengan teks AKSARA SUNDA sesuai dengan kaidah-
wawasan kemanusiaan, kaidahnya.
kebangsaan, 10.3.5 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
kenegaraan, dan teks DONGENG sesuai dengan kaidah-
peradaban terkait kaidahnya.
fenomena dan kejadian, 10.3.6 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
serta menerapkan teks PUPUH sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
pengetahuan prosedural 10.3.7 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
pada bidang kajian yang teks SISINDIRAN sesuai dengan kaidah-
spesifik sesuai dengan kaidahnya.
bakat dan minatnya
untuk memecahkan
masalah
31
Kelas XI
KI KD (HASIL REVIU)
11.1 Menghayati dan 11.1.1 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan
mengamalkan ajaran bahasa Sunda dan menggunakannnya sesuai
agama yang dianutnya dengan kaidah dan konteks social budaya.
11.1.2 Mensyukuri anugerah Tuhan YME akan
keberadaan bahasa Sunda sebagai sarana
untuk memahami RUMPAKA KAWIH, SAJAK,
PAKEMAN BASA, NOVEL, BAHASAN,
WARTA, dan WAWANCARA
11.2 Menghayati dan 11.2.1 Menunjukkan prilaku jujur, disiplin, peduli, dan
mengamalkan perilaku santun dalam menggunakan bahasa Sunda
jujur, disiplin, untuk memahami dan menyampaikan
tanggungjawab, peduli RUMPAKA KAWIH, SAJAK, dan PAKEMAN
(gotong royong, BASA.
kerjasama, toleran, 11.2.2 Menunjukkan prilaku jujur, disiplin, peduli, dan
damai), santun, santun dalam menggunakan bahasa Sunda
responsif dan proaktif untuk memahami dan menyampaikan teks
dan menunjukkan sikap BAHASAN BUDAYA dan NOVEL
sebagai bagian dari 11.2.3 Menunjukkan prilaku jujur, disiplin, peduli,
solusi atas berbagai santun, dan proaktif dalam menggunakan
permasalahan dalam bahasa Sunda untuk memahami dan
berinteraksi secara melakukan WAWANCARA serta WARTA
efektif dengan dan/atau IKLAN
lingkungan sosial dan
alam serta dalam
menempatkan diri
sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan
dunia
32
kenegaraan, dan 11.3.5 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
peradaban terkait NOVEL sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
fenomena dan kejadian, 11.3.6 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
serta menerapkan teks WAWANCARA sesuai dengan kaidah-
pengetahuan prosedural kaidahnya secara lisan dan tulisan.
pada bidang kajian yang 11.3.7 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
spesifik sesuai dengan teks WARTA dan/atau IKLAN sesuai dengan
bakat dan minatnya kaidah-kaidahnya.
untuk memecahkan
masalah
33
Kelas XII
KI KD (HASIL REVIU)
12.1 Menghayati dan 12.1.1 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan
mengamalkan ajaran bahasa Sunda dan menggunakannnya sesuai
agama yang dianutnya dengan kaidah dan konteks social budaya.
12.1.2 Mensyukuri anugerah Tuhan YME akan
keberadaan bahasa Sunda sebagai sarana
untuk memahami WAWACAN, ARTIKEL,
MEMANDU ACARA, TERJEMAHAN, CARITA
PANTUN, DRAMA (teater, gending karesmen
dan/atau longser)
12.2 Menghayati dan 12.2.1 Menunjukkan prilaku jujur, disiplin, peduli, dan
mengamalkan perilaku santun, dan proaktif dalam menggunakan
jujur, disiplin, bahasa Sunda untuk mengapresiasi
tanggungjawab, peduli WAWACAN dan CARITA PANTUN
(gotong royong, 12.2.2 Menunjukkan prilaku jujur, disiplin, peduli,
kerjasama, toleran, santun, dan proaktif dalam menggunakan
damai), santun, bahasa Sunda untuk memahami dan
responsif dan proaktif menyampaikan ARTIKEL dan TERJEMAHAN.
dan menunjukkan sikap 12.2.3 Menunjukkan prilaku jujur, disiplin, peduli,
sebagai bagian dari santun, dan proaktif dalam menggunakan
solusi atas berbagai bahasa Sunda untuk MEMANDU ACARA dan
permasalahan dalam DRAMA (teater, gending karesmen dan/atau
berinteraksi secara longser)
efektif dengan
lingkungan sosial dan
alam serta dalam
menempatkan diri
sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan
dunia
34
wawasan kemanusiaan, proses TERJEMAHAN berdasarkan kaidah-
kebangsaan, kaidahnya secara lisan dan tulisan.
kenegaraan, dan 12.3.5 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
peradaban terkait teks PANDUAN ACARA berdasarkan kaidah-
fenomena dan kejadian, kaidahnya secara lisan dan tulisan.
serta menerapkan 12.3.6 Menganalisis, mengidentifikasi, dan memahami
pengetahuan prosedural teks DRAMA (teater, gending karesmen
pada bidang kajian yang dan/atau longser) berdasarkan kaidah-
spesifik sesuai dengan kaidahnya secara lisan dan tulisan.
bakat dan minatnya
untuk memecahkan
masalah
35
E. Arah Pengembangan
1. Bahasa Pengantar Pembelajaran
Bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran ialah bahasa Sunda. Di
sekolah-sekolah atau daerah yang mengalami kesulitan dengan pengantar bahasa
Sunda dapat digunakan bahasa Indonesia, baik sebagian maupun sepenuhnya. Akan
tetapi, selalu disertai usaha untuk secara berangsung-angsur bisa memahami petunjuk
dalam bahasa Sunda. Di daerah-daerah yang memiliki basa wewengkon, kata-kata
dialek dapat difungsikan untuk mempercepat atau meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Pendekatan Pembelajaran
Pembelajaran bahasa dan sastra Sunda bertitik tolak dari pandangan bahwa
bahasa Sunda merupakan alat komunikasi bagi masyarakat pendukungnya.
Komunikasi bahasa diwujudkan melalui kegiatan berbahasa lisan (menyimak-berbicara)
dan kegiatan berbahasa tulis (membaca-menulis). Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa Sunda diarahkan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa dan bersastra
Sunda, kemampuan berpikir dan bernalar, serta kemampuan memperluas wawasan
tentang budaya Sunda, juga diarahkan untuk mempertajam perasaan murid. Di
samping itu, diharapkan murid tidak hanya mahir berbahasa Sunda, pandai bernalar,
tetapi juga memiliki kepekaan dalam berhubungan satu sama lain, dan dapat
menghargai perbedaan yang berlatar belakang budaya. Murid tidak hanya diharapkan
mampu memahami informasi yang lugas dan tersurat, melainkan juga yang kias dan
tersirat.
Agar murid mampu berkomunikasi, pembelajaran bahasa Sunda diarahkan pada
kegiatan untuk membekali murid terampil berbahasa lisan dan berbahasa tulis. Murid
dilatih lebih banyak menggunakan bahasa daripada pengetahuan tentang bahasa. Juga
pembelajaran sastra Sunda diarahkan agar murid beroleh pengalaman apresiasi dan
ekspresi sastra, bukan pada pengetahuan sastra. Dalam sastra terkandung
pengalaman manusia, yang meliputi pengalaman pengindraan, perasaan, kahyal, dan
perenungan, yang secara terpadu diwujudkan dalam penggunaan bahasa, baik secara
lisan maupun secara tertulis. Melalui sastra murid diajak untuk memahami, menikmati,
dan menghayati karya sastra. Pengetahuan tentang sastra dijadikan penunjang dalam
mengapresiasi karya sastra. Dengan demikian, fungsi utama sastra sebagai penghalus
budi, peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan, dan kepedulian sosial, penumbuhan
apresiasi budaya, serta penyaluran gagasan dan imajinasi secara kreatif dapat tercapai
dan tersalurkan.
Pemakaian bahasa Sunda yang nyata dipengaruhi berbagai konteks, antara lain,
siapa penyapa dan pesapa, pada situasi bagaimana, di mana tempatnya, kapan
waktunya, media apa yang digunakan, dan apa isi pembicaraannya. Untuk keperluan
itu, dalam pembelajaran bahasa dapat digunakan berbagai pendekatan, antara lain,
pendekatan kompetensi komunikatif dan pendekatan kontekstual dengan berbagai
media dan sumber belajar. Juga dipertimbangkan penggunaan pendekatan
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM).
Murid adalah peserta aktif atau sebagai pelajar. Berkaitan dengan pembelajaran
bahasa dan sastra Sunda, murid harus mendapat kesempatan yang sebanyak-
36
banyaknya dan seluas-luasnya untuk beroleh pengalaman berbahasa dan bersastra
Sunda, melalui kegiatan reseptif (menyimak, membaca) dan kegiatan produktif
(berbicara, menulis). Di dalam hal ini perlu pula dipertimbangan pemakaian aspek-
aspek kebahasaan yang berupa fonem, kata, kalimat, dan paragraf.
3. Pengorganisasian Materi
a. Kompetensi, Indikator, dan Materi Pokok
Kompetensi Inti mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda merupakan kerangka
tentang standar kompetensi yang harus diketahui, dilakukan, dan dikuasai oleh peserta
didik pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam dua komponen utama, yaitu
kompetensi inti dan kompetensi dasar.
Kompetensi inti mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan
keterampilan yang diwujudkan melalui menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Masing-masing bersangkutan dengan kemampuan berbahasa dan pengalaman
bersastra.
Aspek-aspek tersebut dalam pembelajarannya dilaksanakan secara terpadu.
Pada gambar berikut terlihat bagaimana sebuah tema atau kebahasaan dapat terpadu
dalam dua aspek atau lebih. Penekanan bisa dilakukan pada salah satu aspek.
37
dapat dihindari karena kompetensi dasar dapat mengacu kepada kemampuan proses
maupun substansi.
4. Penomoran Kompetensi
Penomoran dalam kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) dimaksudkan
untuk memudahkan penandaan jumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar,
yang terdapat pada kelas tertentu (I - XII). Kompetensi inti mengacu kepada empat
aspek, yakni (1) sikap spritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.
Untuk menandai keterkaitan kelas dan KI, penomoran KD dibuat dalam tiga angka.
Angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan nomor KI, dan angka
ketiga menunjukkan nomor KD. Contoh:
KELAS X
10.4 Mengolah, menalar, dan 10.1.1 Menyusun dan menyampaikan teks BIANTARA
menyaji dalam ranah sesuai dengan kaidah-kaidahnya secara lisan
konkret dan ranah dan tulisan.
abstrak terkait dengan 10.1.2 Memperagakan PEGUNEMAN untuk
pengembangan dari menyampaikan informasi tentang budaya
yang dipelajarinya di Sunda sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
sekolah secara mandiri, 10.1.3 Menyusun, menyunting, dan menyajikan teks
dan mampu BIOGRAFI dan OTOBIOGRAFI sesuai dengan
menggunakan metoda kaidah-kaidahnya.
sesuai kaidah keilmuan 10.1.4 Menyusun teks pendek serta menyunting
kalimat dan paragrafnya yang menggunakan
aksara Sunda sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
10.1.5 Menanggapi dan mengekspresikan DONGENG
sesuai dengan kaidah-kaidahnya secara lisan
dan tulisan.
10.1.6 Menanggapi dan mengekspresikan PUPUH
sesuai dengan kaidah-kaidahnya secara lisan
dan tulisan.
10.1.7 Menanggapi dan mengekspresikan
SISINDIRAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya
secara lisan dan tulisan.
38
dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa dan sastra
Sunda.
7. Penilaian
Penilaian merupakan upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui
pencapaian kompetensi berbahasa dan bersastra Sunda oleh murid setelah beberapa
kali tatap muka di kelas. Penilaian dilakukan selama pembelajaran, pada tengah
semester, akhir semester, atau akhir tahun. Aspek yang dinilai mencakup kognitif,
afektif, dan psikomotor, yang bermuara pada kemampuan menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis, baik yang berkaitan dengan bahasa maupun sastra.
Teknik penilaiannya dapat dilaksanakan melalui cara tes (pengukuran), bukan
tes (pengamatan kinerja murid keseharian), atau portopolio (pengumpulan dan
pengamatan seluruh karya murid, dari awal sampai akhir tahun).
8. Diversifikasi Kurikulum
a. Kesamaan Beroleh Kesempatan
Pelaksanaan kurikulum tidak mengarah kepada penyeragaman untuk semua
sekolah atau semua murid. Keadaan daerah yang berlainan dan kemampuan murid
yang berbeda justru menjadi sumber pemerkayaan diri. Diversifikasi pada kurikulum
memberikan peluang bagi murid yang berkemampuan lebih untuk meningkatkan diri
melalui kegiatan tambahan.
Penyediaan tempat yang memberdayakan semua murid untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap sangat diutamakan. Seluruh murid dari berbagai
kelompok, seperti yang kurang, berbakat, dan yang ungggul, berhak menerima
pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
39
b. Kategorisasi Lokasi Kebahasaan
Selain bahasa Sunda, di Jawa Barat terdapat pula bahasa-bahasa daerah lain
yang wilayah pemakaiannya tidak berdasarkan daerah administrasi pemerintahan.
Dalam hubungan itu, bagi daerah-daerah yang murid-muridnya berbahasa ibu bukan
bahasa Sunda kompetensi dasar itu perlu disesuaikan dengan keadaan kebahasaan
daerah setempat. Pembelajaran tidak berlangsung untuk semua kompetensi dasar,
dipilih mana yang mungkin bisa dilaksanakan.
9. Pengembangan Materi
Standar kompetensi memberi kewenangan kepada guru dan sekolah untuk
menentukan bahan ajar berdasarkan kompetensi dasar. Penentuan itu disesuaikan
dengan kondisi setempat sehingga penjabaran di setiap sekolah bisa berbeda-beda.
Dalam penjabaran itu diperlukan pedoman yang dapat dijadikan acuan oleh para guru.
a. Materi Kebahasaan
Kebahasaan atau pengetahuan bahasa masih diperlukan dalam belajar
berbahasa. Pembelajaran bahasa Sunda tidak secara khusus mengajarkan
pengetahuan bahasa, melainkan keterampilan berbahasa. Aspek kebahasaan (kosa
kata dan tata bahasa) disajikan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa secara
integratif.
Pertama, bahan ajar kosa kata diterapkan di dalam kalimat, bukan daftar kata-
kata berserta maknanya. Cakupan kosa kata dapat berupa pemakaian seperti berikut:
(1) kata-kata khusus (istilah) yang berkaitan dengan sosial-budaya Sunda;
(2) kata-kata lugas (denotatif) dan kata kiasan (konotatif);
(3) kata-kata yang berhubungan makna (sinonim, antonim, homonim, hiponim);
(3) perubahan makna (meluas, menyempit, meningkat, menurun, sinestesia,
asosiasi);
(4) ungkapan (babasan) dan peribahasa (paribasa);
(5) majas (gayabasa) dan rima (purwakanti);
(6) tatakrama basa atau undak usuk basa dalam
percakapan (paguneman).
40
(4) pemakaian fungsi kalimat (kagunaan kalimah) yang meliputi kalimat berita
(kalimah wawaran), kalimat tanya (kalimah pananya), kalimat perintah
(kalimah parentah), dan kalimat seru (kalimah panyeluk);
(5) pemakaian tipe kalimat (wanda kalimah) yang meliputi kalimat langsung dan
kalimat tak langsung, kalimat aktif (kalimah migawe), kalimat pasif (kalimah
kapigawe), kalimat refleksif (kalimah migawe maneh), dan kalimat
resiprokatif (kalimah silihbales) berada dalam pembelajaran wacana dialog
dan drama.
Ketiga, bahan ajar wacana atau teks berkaitan dengan aspek keterampilan
berbahasa dan bersastra, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Cakupan wacana dapat berupa:
(1) paragraf, petikan cerita, surat, dan artikel;
(2) bentuk wacana seperti narasi (carita), deskripsi (dadaran, candraan),
eksposisi (pedaran), dan argumentasi (bahasan);
(3) jenis wacana seperti puisi (wangun ugeran), prosa (wangun lancaran), dan
drama (wangun paguneman).
41
(6) menyapa (tumanya);
(7) mengeritik (ngeritik, nyawad);
(8) memberikan pujian/memuji (muji);
(9) memberikan tanggapan (mere tanggapan);
(10) mendiskusikan (nyawalakeun, ngadiskusikeun);
(11) membahas (medar);
(12) menyanggah pendapat/menolak usul;
(13) berpidato (biantara);
(14) bercakap-cakap (ngobrol, ngawangkong); dan
(15) melisankan hasil sastra (puisi, prosa, dan drama).
42
Lampiran: DASAR HUKUM
43
pelajaran untuk muatan lokal Bahasa Daerah tersebut diatur
sebagaimana tertera dalam lampiran surat ini.
4. Rencana implementasi pembelajaran muatan lokal Bahasa
Daerah dalam Kurikulum 2013 di Jawa Barat sampai saat ini
sedang tahap persiapan meliputi :a) penyusunan Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar, b) Penyusunan Sylabus dan
Pedoman Penyusunan RPP, c) Penyus unan Buku Induk
Pegangan Guru dan Pegangan Siswa, d) Pelatihan Guru
Intl dan Guru Kelas/Mata Pelajaran, dan pads waktunya
akan dilakukan e) proses pendampingan bagi guru-guru yang
telah dilatih.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, kami mohon
perkenan kiranya Saudara dapat mengintruksikan kepada
Kepala-Kepala SD/MI, SMP/M.Ts., S M A / S MK / MA un t u k te t a p
m e la ksa n a ka n p em b e la ja ra n mu a tan lo ka l Bah asa Dae ra h
seba gai ma ta pe la ja ran te rse nd iri pa da Tahun Pe la ja ran
2013/2014 yang akan datang.
44
SALINAN
TENTANG
45
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
(1) Kerangka Dasar Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan
landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis yang berfungsi sebagai
acuan pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional dan
pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah serta pedoman pengembangan
kurikulum pada Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah.
(2) Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan
pengorganisasian kompetensi inti, matapelajaran, beban belajar, kompetensi dasar,
dan muatan pembelajaran pada setiap Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
(3) Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
46
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD NUH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR
47