You are on page 1of 12

DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENINGKATKAN

PATIENT SAFETY DAN KUALITAS PELAYANAN KEPERAWATAN

Oleh : N.L.K Sulisnadewi, NPM : 0906594513


Magister Keperawatan Kekhususan anak
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

ABSTRAK
Tekhnologi informasi yang berkembang dengan pesat, menyebabkan
tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang cepat, efisien dan efektif juga
semakin meningkat. Perawat mempunyai peran penting dalam memberikan
pelayanan yang aman dan berkualitas. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat
memberikan pelayanan yang aman dan berkualitas, salah satunya adalah
pemanfaatan tekhnologi informasi. Penggunaan teknologi informasi diharapkan
dapat meningkatkan patient safety. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan
efektivitas sistem Bar- code dalam pemberian obat , peralatan monitoring, CPEO,
telehealth dan telenursing, dalam meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas
penyanan keperawatan. Namun tekhnologi informasi tetap memiliki dampak
negatif yang harus disadari dan diantisipasi . Dampak negatif yang mungkin
timbul antara lain peralatan yang membahayakan , pelanggaran privacy , dan
kurangnya sentuhan pada pasien. Strategi yang digunakan untuk meminimalkan
dampak negatif tersebut yaitu meningkatkan kemampuan perawat dalam
menggunakan tekhnologi, tetap menjaga kerahasiaan pasien walaupun
menggunakan metoda telenursing , menggunakan tekhnologi secara tepat tanpa
mengabaikan touch, caring dan empati pada pasien.

Kata Kunci : tekhnologi informasi, patient safety, kualitas pelayanan


keperawatan.
1. Latar belakang
Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat menyebabkan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga semakin berkembang.
Perkembangan pengetahuan masyarakat , membuat masyarakat lebih menuntut
pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebutuhan
layanan kesehatan termasuk keperawatan yang cepat, efisien dan efektif menjadi
tuntutan masyarakat saat ini. Hal tersebut telah membuat dunia keperawatan di
Indonesia menjadi tertantang untuk terus mengembangkan kualitas pelayanan
keperawatan yang berbasis teknologi informasi (Rini, 2009)
Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi
pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan. Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus
mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasi
Kualitas atau mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit bergantung
kepada kecepatan, kemudahan, dan ketepatan dalam melakukan tindakan
keperawatan. Dalam hal ini perawat berada dalam posisi kunci untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui strategi dan intervensi yang
mendukung keselamatan pasien ( Rini, 2009 )
Isu patient safety merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan
kesehatan. Para pengambil kebijakan, pemberi pelayanan kesehatan, dan
konsumen menempatkan keamanan sebagai prioritas pertama pelayanan. Patient
safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi
pelayanan. Berbagai risiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian
dari pelayanan kepada pasien. Identifikasi dan pemecahan masalah tersebut
merupakan bagian utama dari pelaksanaan konsep patient safety ( Pinzon , 2007 )
Penggunaan teknologi informasi diharapkan dapat meningkatkan patient
safety. Pada tahun 2004 Agency for Healthcare Research and Quality
menganggarkan $ 60 juta bagi pengembangan teknologi informasi untuk
menunjang patient safety. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas
penggunaan sistem komputer untuk memperbaiki praktek peresepan, mengurangi
medication error, dan meningkatkan kepatuhan terhadap pelaksanaan standar
pelayanan ( Pinzon , 2007).
Manfaat teknologi memang cukup besar dalam meningkatkan keselamatan
pasien dan kualitas pelayanan keperawatan. Namun dampak negatif yang timbul
dari penggunaan teknologi tersebut, tidak boleh diabaikan.
Meskipun diakui bahwa teknologi dapat mempromosikan perasaan
keselamatan pada pasien, teknologi tidak pernah bisa menggantikan kedekatan
dan empati sentuhan manusia (Almerud ,et al , 2008 dalam Harley & Timmos
2010)
Artikel ini akan membahas lebih lanjut bagaimana teknologi informasi
dapat meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan keperawatan, apa
dampak negatifnya, dan bagaimana solusi mengatasi dampak negatif tersebut.

2. Kajian literatur dan pembahasan.


Kualitas pelayanan kerawatan
Kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah
sakit, memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat
diterima oleh pasien. Pelayanan kesehatan yang berkualitas menunjukan
kesempurnaan pelayanan dan akan menimbulkan kepuasan pasien. Upaya
menjaga kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari peran
profesi keperawatan .
Institut Of Medicine mengidentifikasi indikator komponen perawatan
yang berkualitas untuk abad ke-21 antara lain : aman, efektif, berpusat pada
pasien , tepat waktu, efisien, dan adil. Jadi keselamatan adalah fondasi yang
membangun semua aspek lain dari kualitas perawatan (Mitchell, 2008).
Kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang
memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang
menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai
pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.
Pelayanan keperawatan yang berkualitas merupakan payung dari terjaminnya
keselamatan pasien (patient safety)
Konsep dasar keselamatan pasien (patient safety).
Patient safety melibatkan sistem operasional dan proses pelayanan yang
meminimalkan kemungkinan terjadinya adverse event/ error dan
memaksimalkan langkah-langkah penanganan bila error telah terjadi. Tujuan
patient safety adalah untuk mengurangi risiko cedera atau harm pada pasien
akibat struktur dan proses pelayanan kesehatan ( Pinzon, 2007)
Mitchell ( 2008) mengungkapkan bahwa patient safety menekankan pada
pemberian sistem perawatan yang (1) mencegah kesalahan "pencegahan bahaya
pada pasien."; (2) belajar dari kesalahan yang terjadi, dan (3) dibangun di atas
budaya keselamatan yang melibatkan para profesional perawatan kesehatan,
organisasi, dan pasien. Praktek- praktek keselamatan pasien didefinisikan sebagai
faktor mengurangi resiko yang berhubungan dengan paparan perawatan di
berbagai diagnosa dan kondisi.
Banyak penggunaan tehnologi untuk keselamatan pasien, seperti
penggunaan simulator, bar coding, entry order dokter dengan komputerisasi, dan
manajemen sumber daya , yang telah dianggap sebagai strategi yang mungkin
dapat menghindari kesalahan dalam menjaga keselamatan pasien dan
meningkatkan proses perawatan kesehatan ( Mitchell, 2008 ).
Womack, D. 2004, menjelaskan bahwa Institut of medicine di Amerika
menetapkan keselamatan pasien sebagai prioritas utama dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, telah ditetapkan
kebijakan nasional melalui tiga upaya antara lain :
a. Computerized Provider Order Entry ( CPOE ) : memasukan
instruksi pemberian obat pada pasien menggunakan komputer yang
dilengkapi dengan software yang dapat mendeteksi kesalahan.
b. Evidence base hospital refferal : pengiriman pasien yang
memerlukan perawatan kompleks ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas yang lebih lengkap.
c. ICU physician staffing ; menempatkan dokter yang mempunyai
keahlian atau sertifikat critical care di unit intensive care.
Berbagai upaya telah diusahakan untuk meningkatkan patient safety antara
lain adalah dengan: (1) pengembangan sistem untuk identifikasi dan pelaporan
risiko error atau adverse event, (2) penggunaan teknologi informasi, dan (3)
upaya perubahan kultur organisasi.

Pemanfaatan tekhnologi dan keselamatan pasien.


Perawatan pasien berbasis teknologi menjadi semakin kompleks,
mengubah cara pelayanan keperawatan . Sebelum aplikasi teknologi meluas ,
perawat sangat bergantung pada kemampuan indra mereka seperti penglihatan,
sentuhan, penciuman, dan pendengaran untuk memantau dan mendeteksi
perubahan status pasien . Seiring dengan berjalannya waktu, kemampuan indra
perawat digantikan dengan teknologi yang dirancang untuk mendeteksi perubahan
kondisi fisik pasien . Contoh penggunaan teknologi antara lain penggunaan
oxymetry pulsa . Sebelum digunakan secara luas, perawat mengamati perubahan
status mental dan warna kulit untuk mendeteksi perubahan awal saturasi oksigen,
dan menggunakan gas darah arteri untuk mengkonfirmasi kecurigaan mereka.
Sekarang oxymetry pulsa memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi
oksigenasi menurun sebelum gejala klinis muncul, dan dengan demikian lebih
cepat mendiagnosa dan mengobati penyebab. (Cope, Nelson, Paterson, 2008).
Secara optimal, teknologi dirancang untuk meminimalkan kesalahan dan
memberi penangananan yang cepat bila kesalahan terjadi dengan cara (1)
menghilangkan kesalahan dan kejadian buruk, (2) mengurangi terjadinya
kesalahan / kejadian buruk, (3) mendeteksi kesalahan awal, sebelum kecelakaan
terjadi, dan (4) mengurangi dampak dari kesalahan setelah mereka muncul untuk
meminimalkan injury. Penggunaan alarm dan sistem peringatan dalam pemberian
asuhan keperawatan untuk mendeteksi kesalahan sebelum cedera perlu
dipertimbangkan. Beberapa contoh penggunaan alarm antara lain : alarm pada
pompa IV, alarm monitor jantung, dan alarm ventilator. Semua sistem peringatan
tergantung pada kemampuan perawat untuk melihat peringatan itu, proses alarm
dan memahami apa yang terjadi, dan akhirnya mengambil tindakan yang tepat
untuk mengurangi risiko pada patient (Cope, Nelson, Paterson, 2008).
Menurut Cope, Nelson dan Peterson (2008 ), teknologi perawatan pasien
menawarkan banyak kesempatan untuk meningkatkan produktivitas dan kepuasan
perawat, efisiensi operasional, kepuasan dan keselamatan pasien serta kualitas
pelayananan. Hal ini dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian di bidang
teknologi perawatan pasien. Barcode, scanning, dan robot telah terbukti
meningkatkan efisiensi dan penurunan biaya. The Veterans Health Administration
(VHA) telah berhasil menerapkan soft ware administrasi obat barcode. Sistem
otomatis ini menggunakan teknologi yang inovatif, tanpa kabel dengan integrasi
kode yang bisa discan. Sistem ini dapat mengurangi kesalahan administrasi
pengobatan oleh dokter dengan adanya verifikasi identitas pasien dan validasi
obat yang diinstruksikan . Setelah implementasi di rumah sakit Kansas , VHA
memperkirakan bahwa soft ware ini dapat mencegah 549.000 kesalahan dalam
pemberian obat.
Pemanfaatan tehnologi yang lain dalam bidang keperawatan untuk
meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan adalah penggunaan
telenursing dan telehealth.
Telenursing adalah penggunaan teknologi untuk memberikan perawatan
dan melakukan praktik keperawatan jarak jauh . Meskipun penggunaan teknologi
menimbulkan perubahan media namun pemberian asuhan keperawatan, proses
keperawatan dan ruang lingkup praktek tidak berbeda dengan cara konvensional.
Perawat yang terlibat dalam praktek telenursing tetap melakukan pengkajian,
merencanakan, melakukan intervensi, dan mengevaluasi hasil dari asuhan
keperawatan. Tetapi semua dilakukan dengan menggunakan teknologi seperti
internet, komputer, alat pemantauan digital, dan peralatan telemonitoring.
Mengingat bahwa pelayanan kesehatan sekarang disediakan melalui
teletechnologies semakin meluas, telehealth merupakan istilah digunakan untuk
menjangkau luasnya pelayanan. Telehealth didefinisikan sebagai penggunaan
informasi elektronik dan teknologi telekomunikasi untuk mendukung perawatan
kesehatan klinis jarak jauh , pendidikan yang berhubungan pasien dengan
kesehatan profesional, kesehatan masyarakat dan administrasi kesehatan. The
American Nurses Association telah mendefinisikan telenursing sebagai suatu
bagian dari telehealth di mana fokusnya adalah pada praktek profesi keperawatan
(Fairchild, Elfrink, Deickman , 2008) .
Teknologi telehealth banyak diadopsi untuk melakukan home care.
Teknologi audio dan video dapat memfasilitasi pemantauan kesehatan pada pasien
di daerah terpencil. Perangkat periferal sering ditempatkan di rumah pasien seperti
termometer, sphygmomanometers, dan stetoskop yang tersambung ke peralatan
telenurses , telehealth sehingga dapat memonitor tanda-tanda klinis pasien dari
jarak jauh . Hambatan dalam memberikan perawatan kesehatan yang berkualitas
yang disebabkan oleh factor kondisi geografis dan biaya dapat diminimalkan
(Fairchild, Elfrink, Deickman , 2008) .
Penelitian yang berkaitan dengan praktek telehealth dan telenursing telah
menunjukkan manfaat yang besar berkaitan dengan diagnosis dan konsultasi,
pemantauan dan pengawasan pasien. Dengan teknologi telehealth , kepatuhan
pasien meningkat, akses ke layanan perawatan dapat ditingkatkan, kontak antara
pemberi dan penerima layanan tetap terjaga , keselamatan pasien di rumah dapat
dipantau lebih dengan lebih baik (Fairchild, Elfrink, Deickman , 2008) .
Banyak penelitian tentang pemanfaatan telehealth untuk mendiagnosa
penyakit. Seperti yang dilakukan oleh Schwabb and colleagues, menemukan
interpretasi menggunakan remote dalam diagnosis berdasarkan electrokardigram
sama baiknya dengan interpretasi yang dilakukan oleh manusia. Selain
menegakkan diagnosis, telehealth juga berhasil digunakan dalam memberikan
pendidikan kesehatan dan konseling melalui tehnologi audio dan video dua arah.
Kepatuhan terhadap regimen terapi yang diberikan merupakan salah satu
isu penting yang menjadi perhatian dalam mencapai keselamatan pasien . Setelah
pasien keluar fasilitas layanan kesehatan, pasien bertanggung jawab atas
perawatan kesehatannya sendiri di rumah. Pasien seringkali tidak mengikuti
rencana pengobatan seperti yang diarahkan oleh dokter atau perawat karena
berbagai faktor, termasuk: kesalahan komunikasi atau salah pengertian pada
rencana pengobatan, kurangnya akses ke fasilitas yang diperlukan untuk rencana
perawatan, dan rejimen perawatan yang rumit sehingga pasien tidak dapat
memahami tanpa panduan (Adkins JW, 2006).
Hal ini dapat menyebabkan hasil yang tidak baik dan mengancam
keselamatan pasien. Oleh karena itu, metode berbasis telehealth dirasakan cukup
efektif dan efisien untuk meningkatkan kepatuhan atau ketaatan terhadap rejimen
perawatan yang diberikan . Telehealth adalah salah satu strategi untuk memantau
dan berkomunikasi dengan pasien di luar pengaturan perawatan akut. Hal ini juga
memiliki dampak terhadap tingkat pemanfaatan layanan kesehatan bagi pelayanan
perawatan akut (seperti penurunan kunjungan ke bagian gawat darurat) ,
(Fairchild, Elfrink, Deickman , 2008) .

Dampak penggunaan tekhnologi informasi dalam pelayanan keperawatan.


Pelayanan yang berkualitas dan aman, memang menjadi tujuan dari setiap
instansi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Salah satu upaya
yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan pemanfaatan
tehkhologi informasi. Namun tekhnologi informasi tetap memiliki dampak negatif
yang harus disadari dan diantisipasi agar tidak menjadi masalah yang justru dapat
membahayakan pasien dan menurunkan kualitas pelayanan keperawatan. Dampak
negatif penggunaan teknologi yang mungkin timbul antara lain peralatan yang
membahayakan karena ketidakmampuan perawat dalam menggunakannya,
pelanggaran privacy pasien, dan kurangnya sentuhan atau kontak dengan pasien.
Menurut Cope, Nelson dan Patterson, 2008, perawat sebagai konsumen
informasi dan pengguna teknologi dalam perawatan kesehatan harus terlibat
dalam pemilihan peralatan baru, mendapat pelatihan untuk peggunaannya, dan
memantau pengaruh teknologi terhadap keselamatan pasien dan keluarga secara
berkelanjutan.
Pemilihan peralatan yang mahal dengan tehnologi yang canggih dapat
membahayakan jika tidak digunakan dengan tepat. Team yang menangani
peralatan kesehatan WHO , menggambarkan pendekatan yang sistematis meliputi
perawatan, pelatihan, pemantauan, dan pelaporan kewaspadaan pada perangkat
peralatan medis yang digunakan Melalui pengawasan, perawat memainkan peran
penting dalam mengidentifikasi lebih awal kesalahan yang terkait dengan
teknologi. Staf yang sudah terlatih akan dapat mengenali masalah yang terjadi
pada peralatan yang digunakan sehingga dengan cepat dapat ditindak lanjuti.
Hampir serupa dengan memberikan asuhan keperawatan pada pasien, penggunaan
peralatan juga menuntut perawat untuk mengumpulkan data secara berkelanjutan
untuk mengidentifikasi berfungsi atau tidaknya alat yang digunakan,
menginterpretasikan data untuk menemukan sumber masalah peralatan , dan
bertindak dengan cepat berdasarkan interpretasi untuk melaporkan masalah
tersebut sehingga segera dapat diperbaiki.
Penelitian menemukan bahwan kualitas pelayanan yang rendah sering
disebabkan oleh ketidakmampuan perawat dalam menggunakan tehnologi baru
secara tepat dan aman. Sebagai pengguna akhir, perawat dapat memaksimalkan
keselamatan melalui proses seleksi, pengawasan berkelanjutan dan metoda
penilaian resiko secara proaktif (Cope, Nelson, Paterson, 2008).
Cope, Nelson, Paterson (2008) menjelaskan ada empat strategi yang
dikembangkan oleh badan peralatan kesehatan WHO terkait penggunaan
tekhnologi untuk keselamatan pasien , antara lain :
a Kebijakan: perawat sebagai pemberi perawatan pasien langsung
harus terlibat dalam menetapkan dan mengevaluasi kebijakan
kelembagaan, organisasi, dan masyarakat yang berkaitan dengan
teknologi.
b Kualitas dan keamanan : perawat dapat memastikan bahwa
teknologi yang mereka gunakan memenuhi kualitas internasional dan
standar keselamatan dan spesifikasi teknis yang diperlukan sesuai dengan
lingkungan klinis di mana alat tersebut digunakan.
c Akses: perawat dapat memastikan bahwa keputusan-keputusan
institusi dibuat berdasarkan masukan dari mereka dan juga masukan dari
stakeholders lainnya.
d Penggunaan : perawat harus terlibat dalam kebijakan intuitif
mereka dan proses yang berhubungan dengan pemeliharaan, pelatihan,
pemantauan, dan pelaporan efek samping terkait dengan teknologi.

Teleheath dan telenursing, sebagai salah satu bentuk pemanfaatan technologi


dalam bidang kesehatan juga mempunyai beberapa kelemahan yang harus
diketahui oleh perawat. Seperti kerahasiaan data pasien, keandalan dan validitas
transmisi harus menjadi pertimbangan dalam menggunakan metoda ini.
Sifat pemantauan secara berkesinambungan perangkat ini mungkin
terbukti merupakan pelanggaran hak-hak pasien terhadap privasi, dan karena
masalah etika bagi penyedia layanan kesehatan tetap harus dipertimbangkan.
Penyedia layanan kesehatan harus sadar untuk menghormati privasi dan
kerahasiaan pasien. Terlepas dari teknologi telehealth spesifik digunakan,
keandalan dan validitas transmisi data sangat penting untuk keselamatan pasien.
Sangat penting bagi perawat untuk melihat teknologi telehealth sebagai media
untuk perawatan, dan bukan sebuah alat untuk menggantikan praktek keperawatan
yang berkualitas tinggi.
Harley & Timmons ( 2010) mengakui bahwa penggunaan teknologi yang
tepat dalam mendukung asuhan keperawatan tersebut baik , tetapi harus hati- hati,
karena penggunaannya tidak boleh menggantikan keterampilan pengamatan
secara tradisional dan aspek sentuhan manusia.
Keamanan keseluruhan dan efektivitas teknologi dalam perawatan
kesehatan akhirnya tergantung pada pengguna , oleh karena itu setiap bentuk
teknologi dapat memiliki dampak negatif jika tidak digunakan dengan benar atau
disalahtafsirkan.

3. Kesimpulan dan Rekomendasi.


Penggunaan tekhnologi informasi telah terbukti memberi banyak manfaat
dalam meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan keperawatan. Sistem
Bar- code dalam pemberian obat , peralatan monitoring, CPEO, telehealth dan
telenursing, merupakan bentuk- bentuk pemanfaatan teknologi yang telah banyak
digunakan.
Meskipun tekhnologi telah terbukti banyak memberi manfaat, namun
dampak negatif yang ditimbulkannya tidak boleh diabaikan. Teknologi tidak akan
pernah bisa menggantikan kemampuan manusia dalam hal touch, caring dan
empati pada pasien.
Perawat sebagai salah satu pengguna tekhnologi dalam memberikan
pelayanan keperawatan, hendaknya dapat menggunakan teknologi tersebut dengan
tepat tanpa mengabaikan kedekatan, sentuhan dan rasa empati pada pasien.
Pergunakanlah teknhologi untuk menunjang pelayanan keperawatan dan bukan
sebagai pengganti perawat itu sendiri.
Daftar Pustaka.

Adkins JW, Storch EA, Lewin AB. et al. 2006. Home-based behavioral health
intervention: use of a telehealth model to address poor adherence to type-1
diabetes medical regimens. Telemed J E Health. Diunduh dari tanggal 29
Oktober 2010 dari http://web.ebscohost.com

Anonim. 2009.Technologi not guarantee for sukses. Critical Care Nurse Vol 29,
No. 2, April 2009. Diunduh dari tanggal 29 Oktober 2010 dari
http://web.ebscohost.com

Cope, G.P, Nelson, A.L, Patterson, E.S. 2008. Patient care technology and safety.
Patient safety and quality: an evidence base handbook for nurses. Diunduh
tanggal 25 Oktober 2010 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf

Fairchild, L.S, Elfrink V, Deickman A. 2008. Patient safety, telenursing, and


telehealth. Patient safety and quality: an evidence base handbook for nurses.
Diunduh tanggal 25 Oktober 2010 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf

Henneman , E. A. 2010. Patient safety and technology. Critical Care Nurse


/Suplemen Februari 2010. Diunduh dari tanggal 29 Oktober 2010 dari
http://web.ebscohost.com

Harley, S & Timmons, S. 2010. Clinical assessment skills and the use of
monitoring equipmen. Pediatric Nursing Vol 22/8 Oktober 2010. Diunduh
tanggal 29 Oktober 2010 darihttp://web.ebscohost.com

Pinzon, R. 2007. Peran Teknologi informasi untuk meningkatkan keamanan


pengobatan di rumah sakit. Disampaikan dalam seminar nasional IT.
Yogyakarta. Diunduh tanggal 25 Oktober 2010 dari http://digilib.unsri.ac.id

Mitchell, P.R. 2008. Defining patient safety and quality care. Patient safety and
quality: an evidence base handbook for nurses. Diunduh tanggal 25 Oktober
2010 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf
Rini. 2009. Perkembangan teknologi informasi dalam pelayanan rs. Diunduh
tanggal 22 Oktober 2010 dari http://ft.wisnuwardhana.ac.id

Womack, D. 2004. Technology’s role in addressing : Maryland Nursing Shortage,


innovation and example. Batimore. Tehcnology Workgroup , Maryland
Statewide commission on the Crisis in Nursing. Diunduh dari
http://www.maryland.nursetech.com tanggal 22 Oktober 2010

You might also like