You are on page 1of 28

Lihatlah Dirimu Sendiri

" Dibeli - Dibeli Ibu, Bapak, teman - teman donatnya " Ucap Hana deny an lantang dan tentu saja
dengan senyuman. ternyata Hana sedang berjualan di bazar sekolah. Tiba -tiba Sisi,murid yang
selalu mengatakan bahwa ayahnya seorang dokter. Datang dan langsung berkata dengan nada
sombong " haha .. Lagi jualan na ? jualan apa ? " . Hana menjawab dengan sabar " Donat. Kamu
mau beli ? Ada promo lho .. Beli 2 dapat 1 lagi gratis" " tidak, terima kasih. Aku kurang suka donat
pinggiran .. Aku hanyal makan donat di toko donat ternama " balas Sisi dengan nada lebih sombong
lagi. Bazar selesai Hana-pun segera pulang.

-----------

Sepilang dari Bazar Hana langsung mandi dan membeli bahan - bahan untuk membuat donat untuk
membuat donat yang setelah itu dijual.
Di tengah pasar Hana mencari penjual bahan - bahan kue tetapi ada kejutan di pasar yaitu .. Hana
bertemu dengan Sisi ! Disana Sisi menjual plastik - plastik . Hana-pun menghampiri Sisi dan berkata "
hai Sisi Boleh beli plastik bening 1 tidak ? Sebab aku lupa membawa plastik bening " . Sisi melihat
wajah pembelinya. Sisi terkejut dan dia segera meminta maaf karena sudah mengejek Hana dan
segera mengambilkan plastik yang Hana inginkan dan tentu saja setelah itu Hana membayar
plastiknya. Dan Sisi-pun tidak mengejek Hana lagi.
Turutilah Kata Orang Tuamu
Lily Masih saja cemberut dari kemarin. Lily cemberut karena tidak dibelikan kue stroberi di toko
kue dekat rumahnya. " Sudahlah nak kan kamu tidak menyukai kue yang rasanya asam campur
manis seperti itu .. " Ucap mama tiba - tiba dari belakang. " tapikan ma .. " ucap Lily memiohon "
sudahlah tak usah bakas kue itu karena hari ini mama memasak nasi goreng kesukaan-mu. " baiklah
.. " ucap Lily tetapi tetap saja dengan wajah cemberut.
Di meja makan Lily masih saja cemberut padahal ada nasi goreng kesukaannya disana, ibunya,
dan ayahnya. Ayah Lily yang melihatnnya langsung berbicara " Sudahlah .. kenapa dari kemarin
kamu cemberut rerus Lily .. " Lilypun menjawab "karena tidak dibelikan kue stroberi di toko kue ".
"sudahlah Lily kamu pasti tak suka kue itu karena rasanya asam campur manis .. " ucap ayah Lily
lagi. "Tapi aku mau kue itu ! " ucap Lily lagi lalu lalu meninggalkan meja makannya dan pergi ke
kamar. Padahal masih banyak nasi goreng tersisa di piringnya.
Tiba - tiba Mamanya Lily menemui Lily di kamar dan berbicara " Baiklah Lily Mama membelikan
Kue Stroberi itu tapi tapi dengan satu syarat " " Apa itu " Ucap Lily "Kamu Harus menghabiskannya " "
Ok " ocap Lily sambil mengedipkan sebelah mata.
Sesudah membeli kue stroberi Mamanya Lily dan Lily pulang ke rumah. sesampainya di rumah.
Sesampainya di rumah Lily langsung melahap kue stroberi itu. Baru setengah kue Lily makan tapi ia
sudah berhenti padahal ukurannya tidak besar. Mamanya Lily yang melihatnya langsung berkata "
Ingat Syaratnya .. ". Lily diam dan berkata " Ma .. ini terlalu manis dan asam " " Nah .. kan sudah
mama bilang .. ". Lily cemberut dan meminta maaf. Maka kue yang setengah dimakan Lily itu
dimakan Mamanya Lily karena Mubazir bila dibuang.
Indahnya Persahabatan
Pada suatu hari aku pergi berangkat ke sekolah, sesampai ke sekolah aku bertemu dengan
sahabat baik aku namanya della, nani dan lista. Menurut aku mereka adalah sahabat terbaikku
karena mereka bisa membuat aku tertawa dan nyaman bersama mereka semua, dan begitu pun
juga apa yang dirasakan sahabat-sahabatku itu kepada aku.

Pada suatu hari tepatnya di ruang kelas pada saat pelajaran dimulai ada seorang anak laki-laki
namanya agus, anak lucu dan baik, dia teman sekelas kami, orangnya suka bercanda kepada
teman-teman termasuk dengan guru pengajar pun juga dibuatnya lucu sehingga semuanya ikut
tertawa melihatnya, pada waktu itu anak laki-laki itu sedang bertanya kepada guru pengajar
tentang pelajaran, entah kenapa teman-teman tertawa melihat anak laki-laki itu bertanya dengan
gaya khasnya, dengan suara yang agak terbata-bata dan dengan pertanyaan yang sedikit kurang
masuk akal, sehingga membuat teman-teman tertawa mendengarnya, namun semua itu tidak
masalah bagi anak laki-laki itu, karena dia merasa senang bisa membuat semua orang tertawa
dengan kehadirannya itu.

Lalu setelah berjalannya waktu terdengar bunyi lonceng dari luar kelas yang menandakan jam
istirahat telah tiba dan pelajaran pun telah berakhir, dan pada saat waktu istirahat tiba. Tiba-tiba
anak laki-laki itu langsung terdiam dan merenung di dalam kelas, entah kenapa, karena dia
merasa bahwa dirinya sedang tidak mempunyai uang untuk belanja ke kantin seperti teman-
teman yang lain, lalu aku dan sahabat-sahabat aku datang menghampirinya dan menanyakan
sesuatu apa yang terjadi dengan anak laki-laki itu sehingga membuat dia murung setelah
mendengar waktu istirahat telah tiba, lalu pada akhirnya dia menceritakan kepada kami semua,
bahwa dirinya sedang tidak mempunyai uang untuk belanja di kantin, dan pada saat itu aku dan
sahabat aku berniat untuk membantu dia, agar dia bisa belanja di kantin seperti teman-teman
yang lain, dan akhirnya dia tidak merasa sedih lagi karena dia sudah mempunyai uang untuk
belanja di kantin, dari pemberian kami semua dan pada akhirnya kami pun ikut senang bisa
melihat dia ceria lagi dan bisa membantu dia, dari segala kekurangannya.
Taman Yang Kurindukan

Sudah 10 tahun berlalu dan kota tempat ku dilahirkan ini sudah banyak berubah. Teknologi
telah berkembang pesat di sini, gedung-gedung tinggi menjalar di seluruh kota.

Senja itu, di umurku yang ke 20 tahun, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar
mengelilingi komplek perumahanku. Ketika melewati taman depan komplek, aku
memutuskan duduk di bangku sana.

Taman itu mengingatkanku akan banyak hal. Terutama mengenai memori masa kecilku.
Sejak kecil, aku suka sekali bermain di sana bersama teman-teman dan memainkan banyak
permainan yang menyenangkan.

Aku sangat ingat, dulu taman ini sangat luas dan menjadi milik semua orang, ketika pagi atau
sore hari selalu ramai oleh anak-anak kecil.
Tapi sekarang, taman itu sudah tak seluas sebelumnya.
Kepergianku selama 10 tahun untuk mengenyam pendidikan di luar negeri itu, sungguh tak
terasa lamanya ketika aku dapat kembali ke tempat ini.

Langit oranye bak lukisan mulai terlihat di angkasa, dan aku berdiri. Hembusan angin lembut
yang menghembus rambut panjangku, terasa mengelus kulit.
Kesunyian taman itu mulai terasa menyedihkan ketika tanpa sadar aku sudah meneteskan air
mata.
Sebuah tiket penerbangan untuk hari ini tergenggam erat di tangan kiriku. Aku mulai
memegang tas koperku dan menariknya perlahan lalu mulai berjalan.
Dalam hati aku berkata, “Ini mungkin bukan pilihan terbaik, tapi kumohon tunggu sampai
aku kembali 10 tahun lagi..”
4 SAHABAT SEJATI

Kini aku duduk di bangku kelas 3 SMP, ku jalani hari di sekolah bersama dengan ketiga
sahabatku ana, andri dan aris, kita berempat bersahabat sejak kita masih kecil.
Di suatu ketika kami berempat menulis surat perjanjian persahabatan di sesobek kertas dan
dimasukan ke dalam botol kemudian dikubur di bawah pohon asem yang nantinya surat itu
akan kami buka pada saat kami menerima hasil ujian kelulusan.
Hari yang kami tunggu-tunggu akhirnya sampai juga, setelah kami menerima hasil uljian kali
ini dan hasilnya kami berempat lulus kami pun langsung berlari ke bawah pohon asem yang
dulu pernah kami datangi, kami berempat membuka isi tulisan dari surat yang kami buat yang
berisi
“kami berjanji akan selalu bersama untuk selama lamanya”
Keesokan harinya aris berecana untuk merayakan kelulusan kami dan malamnya kami pun
pergi bersama-sama ke suatu tempat, dan disitulah saat-saat yang gak bisa aku lupakan
karena aris berencana buat nembak aku dan akhirnya kita berpacaran, dan andri pun juga
berpacaran sama ana, malam itu sungguh malam yang paling istimewa.
Pada saat perjalanan pulang perasaan ku sungguh tidak enak
“perasaan ku kenapa gak enak banget ya?” ucap ku khawati
“udah lah ndi, santai aja kok kita gak bakalan kenapa-napa” ucap andri dengan santai
Tak lama kemudian setelah mereka berbicara ternyata hal yang dikhawatirkan nindi terjadi
“aris awwasss…!!! di depan ada jurang!!!” teriak nindi
“Aaaaaa…!!!”
Brukkk, mobil kami masuk jurang, aku sungguh tak kuasa menahan air mata yang terus-
menerus mengalir, dan akhirnya pun aku tak sadarkan diri.
Perlahan-lahan ku buka mata sedikit demi sedikit aku melihat ibu berada di sampingku
“nindi?, kamu sudah sadar nak?” tanya ibu cemas
“ibu, aku dimana? ana, andri dan aris di mana mereka bu?”
Kamu di rumah sakit nak, kamu yang sabar ya nak ana, andri dan aris tidak tertolong saat di
lokasi kecelakaan” jawab ibu sambil menitihkan air mata
Aku hanya terdiam mendengar ucapan ibu, tiba-tiba air mata ku menetes, tangisku tiada
hentinya mendengar semua ucapan itu
“aris, kenapa kamu tinggalin aku, padahal aku masih sayang banget sama kamu aku cinta
sama kamu tapi apa? tapi kamu ninggalin aku begitu cepat, kalian semua pergi ninggalin aku,
ya allah, kenapa engkau ambil mereka semua dari ku ya allah aku sungguh menyayangi
mereka…” ucapku dalam hati
2 hari sudah berlalu, aku berkunjung ke makam mereka di situ aku berharap kami bisa seperti
dulu dimana kita selalu bersama pahit manisnya persahabatan kita lalui bersama, aku berjanji
akan selalu mengingat kalian di dalam hati ini.
TAMAT
Aspal Untuk Kakek

Sebuah desa terpencil yang jauh dari hiruk pikuk kota nampaknya masih teramat susah untuk
mendapatkan infrastuktur yang memadai. Terutama jalanannya. Sudah berpuluh tahun sejak
kakekku masih remaja, beliau sudah hidup untuk membangun jalan yang entah kapan tersentuh
aspal. Hingga pada satu tahun di mana warga desa yang sudah tidak percaya lagi dengan Pak
lurah yang katanya merakyat tapi hobi menjilat, datang langsung menghadap Pak bupati minta
dana untuk membangun jalan.

Dengan obrolan panjang ala politisi papan atas, warga desa yang mulai bisa berbicara layaknya
politikus yang biasa mereka tonton di tipi, akhirnya dikabulkan permintaannya. Namun bukan
tanpa syarat. Dengan dana yang turun sekitar 600 juta, sang Bupati “minta jatah” 50 juta. Warga
desa bukan tak tau korupsi. Juga bukan tak tau cara melapor ke KPK atau pun polisi. Namun demi
jalan desa, “kami rela menyaksikan koruptor di depan mata” begitu ujar mereka.

Singkat cerita, jalanan desa terpencil itu dibangun oleh pemborong PT ANU dan dikerjakan mandor
ANU. Pekerjaan 80 % oleh pekerja bawaan mandor dan hanya 20 % pribumi. Tidak ada yang
mempermasalahkan itu asal pembangunan bagus. Ya, mereka bisa menerima itu semua. Lagi pula
warga desa tidak terlau paham cara pengerjaan aspal hotmik secara manual. Meskipun pengerjaan
otomatis pun mereka hanya pernah melihat di tipi.

Jauh dari jalanan utama desa, aku dan kakek sedang berbincang di teras sambil mendengar deru
mesin “slender”, begitulah kami menamakan mesin penghalus jalan. Kakek mulai bercerita
tentang perjuangannya membangun jalan utama desa. Dari sejak pelebaran jalan yang waktu itu
masih setapak, hingga penggambilan batu cadas untuk jalanan tanah, kakek selalu ikut bekerja.
Semua itu dilakukan dengan bergotong royong atau dalam bahasa kami “kerigan”. Setiap pagi
pada hari selasa, kakek sudah standbye dengan mengasah paculnya. “Biar enak buat nyangkul
tanah” katanya menerawang sambil menatap pacul yang biasa digunakan untuk “kerigan” itu.

Kakekku punya beberapa pacul, tapi setiap pacul hanya untuk satu bidang tertentu. Dia bercerita
betapa susahnya dahulu ketika memikul getah pinus untuk dijual ke desa tetangga ketika jalanan
masih tanah. Kata dia kakinya kadang amblas sampai sedengkul di tanah jalan. Dan ketika jalan
mulai ditaruh batu cadas, kakinya suka lecet ketika salah injak bagian batu. Dia juga bercerita
ketika mobil losbak baru masuk desa dan langsung mengangkut getah pinus. Waktu itu katanya
adalah hari yang sangat bersejarah karena tidak akan lagi ada mikul getah sejauh 5 kilo meter
lebih. Namun di hari itu juga warga yang hendak menjual getah harus mendorong losbak dengan
sarat muatan karena ban mobil nancep di lubang jalan yang menganga. Lagi lagi keringat harus
ditumpahkan ke jalanan. Di saat saat seperti itulah terngiang kata kata Pak lurah yang dulu masih
calon berjanji akan membangun jalan desa kami. Namun hingga akhir jabatannya tak seinci pun
aspal seperti jalan raya merangsak masuk desa. Aku yang mendengar cerita kakek hampir bisa
merasakan itu semua. Hanya saja penderitaanku hanya sebatas susahnya mengendarai sepeda
motor di jalanan desa tanpa pernah merasakan apa yang para orang tua kami rasakan.
Cerita kakek sudah berlalu. Sudah hampir sebulan sebuah pembangunan yang kami namakan
“mega proyek” selesai. Kini, jalanan beraspal mulus. Dana 600 juta yang sudah dimakan sana sini
menunjukan tajinya. Kini jalan desa mirip dengan jalan raya antar propinsi. “aspal hotmik” kata
kebanyakan orang. Aku teringat cerita kakekku waktu itu. Aku pun memutuskan untuk mengajak
dia melihat aspal baru. Karena dia sudah susah berjalan, aku pun menuntunnya.

Sesampainya di pinggir jalan dia melepas sendal jepit usangnya dan menginjak aspal baru.
“alhamdulillah…” ucapnya seraya bersujud di aspal. Tergambar jelas raut haru mukanya. Aku
hanya tertegun melihat dia sambil menahan rasa yang mengganjal di tenggorokan.

Setelah selesai melihat aspal baru, kami pun pulang. Di serambi rumah yang dulu tempat dia
berkisah tentang jalan desa, aku mulai membuka obrolan.
“kakek tau gak berapa dana yang dibutuhkan untuk mbangun jalan desa kita?”
“iya tau, denger denger sampai 600 juta yah? Aduh kakek mah belum pernah liat duit sebanyak
itu” katanya sambil tersenyum menunjukan gigi nya yang mulai ompong.
“hahaha sama kek, aku juga belum pernah” sahutku.
“tapi kek, dana segitu juga kayanya kurang. Sebab jalan desa kita sudah banyak yang amblas
bekas roda ban mobil kek. Entah dananya yang kurang atau pengerjaannya yang gak bener ya
kek?”. Lanjutku sambil menerawang ke arah jalan baru. Dia terdiam dan hanya menunjuk pacul
yang biasa dia gunakan untuk “kerigan” lalu berkata, “ambilin pacul kakek. Kayanya perlu diasah
lagi cu”. Aku tertegun dengan jawaban kakek. “akankah ada keringat lagi untuk jalan desa
kami??” batinku bertanya gelisah.
Katak Yang Nakal dari Nigeria
Hari ini katak sangat senang. Udara yang cerah membuatnya bisa pergi bermain dan
mencari makan. Katak pun melompat-lompat dengan riang. Saat sedang melompat,
katak melihat seekor tikus sedang berjalan sendirian. Muncul niat dalam benak Katak
untuk mengerjai si tikus.

"Hai tikus, mau ke mana?" tanya Katak.

"Aku mau ke ladang gandum untuk mencari makan," jawab tikus.

"Bagaimana kalau kita ke sana bersama-sama?" ajak Katak.

"Baiklah," seru Tikus, senang karena ada teman pergi ke ladang gandum.

Katak kembali melompat dengan riang, sementara tikus berjalan dengan lamban. Hal itu
membuat Tikus tertinggal di belakang.

"Lambat sekali jalanmu. Aku punya ide agar kau secepat aku. Baiknya, kau ikatkan saja
kakimu ke kakiku agar kau ikut melompat denganku," seru Katak. Tanpa pikir panjang,
Tikus pun menyetujuinya.

Katak kembali melompat, sementara tikus ikut melompat dan sering terjatuh mengikuti
Katak. Kasihan sekali Tikus. Sesampainya di ladang gandum, Tikus memakan gandum,
sementara Katak memakan serangga yang ada di sekelilingnya. Tetapi, kaki Tikus
masih terikat di kaki Katak. Meskipun kesulitan, namun Tikus sama sekali tak mengeluh.

Usai makan, Katak mengajak Tikus ke pinggir sungai. Katak akan langsung melompat
ke dalam sungai. Tikus merasa sangat ketakutan, karena dia takut dengan air.

"Katak, aku nggak bisa berenang. Jangan kau tarik aku ke sungai," kata Tikus.

"Kau kan tak pernah mandi. Jadi sekarang aku akan mengajakmu mandi di sungai. Biar
badanmu bersih dan tak bau," balas Katak.

Katak tak menghiraukan tikus yang ketakutan. Ia tetap saja melompat. Dan saat hendak
melompat ke sungai... hap! Seekor elang menyambar tikus. Karena kaki tikus terikat
dengan kaki katak, akhirnya mereka berdua pun menjadi santapan elang. Coba jika
katak tak berbuat jahil kepada tikus, pastilah bencana itu tak akan terjadi.
Raja Gorila Yang Baik Hati
Sudah lama kaum gorila tidak memiliki pemimpin yang baik untuk mereka. Mereka tak
tahu apa yang harus dilakukan. Tak ada satu pun dari para gorila yang orangutan tahu
tentang hal itu dan bermaksud mau dinobatkan menjadi pemimpin. Seekor Orang utan
tahu tentang hal itu dan bermaksud memanfaatkan keadaan tersebut. Apalagi fisik
orangutan dan gorila hampir sama.

Suatu hari, ketika para gorila sedang sibuk beraktivitas, orangutan mendatangi dan
menyapa mereka dengan sangat ramah. Begitu setiap harinya. Itu adalah cara
orangutan untuk menarik simpati dari para gorila.

"Aha!" cetus seekor gorila, gembira. "Sepertinya dia sangat cocok untuk menjadi raja.
Dia ramah dan baik hati sekali," katanya, membicarakan orangutan.

Gorila-gorila lain dengan cepat mengangguk tanda setuju. Orangutan yang sebenarnya
memang sangat ingin menjadi raja, tentu saja senang bukan kepalang. Penobatannya
sebagai raja dari para gorila dilakukan tidak lama setelah itu.

Orangutan memimpin kerajaan gorila dengan sangat baik. Para gorila sangat senang
dengan rajanya yang baru diangkat itu. Hingga suatu saat, sebuah peristiwa naas
terjadi. Para gorila mengetahui bahwa rajanya itu bukanlah seekor gorila, melainkan
seekor orangutan. Hal itu membuat gempar seluruh kerajaan. Semua gorila sangat
marah.

"Kita hukum saja orangutan itu! Berani-beraninya ia menipu kita," ucap salah satu gorila.

Orangutan pasrah ketika ia digiring oleh para gorila. Ini memang sudah salahnya sejak
awal karena telah menipu para gorila agar dia bisa menjadi raja. Namun, tiba-tiba
seekor gorila angkat bicara.

"Apa kalian tidak keterlaluan? Meskipun dia telah membohongi kita dengan pura-pura
menjadi gorila, tetapi selama ini ia memimpin kita dengan sangat baik. Lantas kenapa
kita malah menghukum raja yang sangat baik hati itu?" katanya dengan tegas.

Semua gorila terdiam. Benar yang dikatakannya. Meskipun orangutan telah berbohong,
namun ia tetaplah raja yang baik. Hanya saja cara mendapatkan posisinya itu yang
salah. Akhirnya orangutan tidak jadi dihukum karena dianggap telah berjasa kepada
kaum gorila selama ia menjadi raja. Namun, ia tetap diturunkan dari jabatannya itu.
CERPEN SIKANCIL DAN BUAYA

Suatu hari terdapat seekor kancil, kancil tersebut sangat pintar, pada saat ia
bermain disungai tiba tiba ada seekor buaya yang menggigitnya.

Sikancilpun merintih kesakitan, saat itu kancil pun berfikir sesuatu agar dirinya
dilepaskan, kancilpun meneriakkan kepada buaya

“hey buaya, raja hutan akan memberikan kamu daging yang begitu lezat”

Sang buaya pun berkata “benarkah”

Kancil menjawab pertanyaan buaya, “benar” masih dalam gigitan si buaya


kancilpun berkata seperti itu.

Kancil menyuruh sang buaya untuk mengumpulkan teman temannya,

“Hey buaya, panggil teman temanmu untuk menerima daging dari sanga raja
hutan, dan suruhlah berjajar agar aku dapat menghitungnya”

Sang buaya pun mulai memanggi teman temannya dan menyuruh berjajar untuk
dihitung.

Sang kancil pun melompati satu persatu kepala dari buaya sambil berkata
“satu”, “2”, “3”, pada hitungan terakhir ia melompat ke dasar sungai dan
berkata ” selamat tinggal buaya ” dan buaya pun telah ditipu dengan sang
kancil.
RUSA DAN BUAYA

Pada suatu hari ada seekor rusa yang ingin menyeberang danau, namun ia
sedikit bingung karena danau yang lebar dan air yang sangat dalam. Di saat
yang sama datanglah segerombolan buaya yang lapar, dan mereka ingin
memakan si rusa yang terlihat enak dan lezat itu. Tiba- tiba saja sang buaya
berkata jika rusa tersebut sangat cocok untuk menjadi santapan buaya- buaya
lapar tersebut.

Mendengar hal itu, rusa pun memiliki ide yang sangat cemerlang karena rusa
sangat cerdik. Rusa pun meminta kepada buaya- buaya tersebut untuk berbaris
dan tidak berebut dagingnya sebagai salah satu cara agar buaya dapat
memakan rusa.

Ketika buaya- buaya lapar itu berbaris, rusa dengan tenangnya melompati
tubuh buaya tersebut dan menghitungnya. Sesampainya di tepian danau si
rusa berterimakasih kepada buay- buaya tersebut karena telah membantu rusa
menyeberang. Akhirnya buaya marah dan mengetahui jika dia telah di tipi lagi
oleh si rusa.
Hujan yang Kurindukan

Hujan di awal masuk sekolah di sma di semarang, pagi itu setelah sarapan aku berpamitan untuk
berangkat ke sekolah. Aku menuju sekolah menggunakan payung berwarna abu-abu dan jaket
hitam. Karena aku berangkat terlalu pagi aku memutuskan untuk mampir di sebuah taman, lebih
tepatnya di gazebo dekat taman. Ketika sampai di depan gazebo aku melihat seorang siswi yang
juga berteuh sambil membaca sebuah novel, kulitnya putih, rambutnya panjang hitam,
berkacamata dan menggunakan jaket merah. Aku memilih duduk sedikit jauh darinya dan
mendengarkan musik menggunakan earphoneku dan menggambar sesuatu di buku seketsa, ya…
Karena aku memang hobi menggambar.

Satu jam sebelum jam masuk sekolah, aku berdiri untuk berjalan menuju sekolah. Aku merapikan
dahulu buku dan earphoneku lalu melanjutkan berjalan dengan salah satu tangan memegang
payung dan satu tangan lagi masuk ke saku jaket. Dan kulihat siswi tadi juga berdiri dan
membuka payung lalu berjalan pergi ke arah yang sama denganku, dan aku berjalan sedikit jauh
di belakangnya, dan ternyata dia satu sekolah denganku namun aku merasa belum pernah
melihatnya, dan aku mencoba tidak mempedulikanya.

Aku berjalan menuju kelas dan kembali mendengarkan musik sembari menunggu jam masuk tiba.
Ketika waktu masuk sudah tiba tanpa kusangka wanita tadi masuk bersama wali kelas dan dia
adalah murid pindahan namanya hana, hana wulandari. Oh iya… Namaku arya kurniawan. Hana
adalah pindahan dari jogja dia pindah karena pekerjaan ayahnya yang membuatnya sering
pindah-pindah sekolah.

Jam 15.00 adalah jam yang paling kutunggu, karena jam 15.00 yaitu waktunya pulang. Aku
pulang bersama dengan teman lamaku namanya brian, rambutnya pendek, badanya gemuk, dan
kami sama-sama penyuka anime sewaktu smp walaupun kami berbeda kelas namun kami masih
akrab sama seperti dahulu. Di perjalanan pulang dia bertanya padaku tentang murid pindahan itu
“Ar katanya di kelasmu ada murid pindahan ya? Dan katanya cewek, cantik gak?” bertanya
dengan mata yang berbinar-binar dan membuatnya terlihat sekali jika dia jones, ya… Aku juga sih.
“Em.. Lumayan” jawabku. Dengan wajah sedikit serius dia berkata “Jangan mendahuluiku!”.
“Tenang saja tidak akan kok… Selama aku masih ingat itu, hehehe…” sahutku “Sial… Enak banget
sih hidupmu… Sekelas sama cewek cantik” sambungnya “Jones lo…” jawabku dengan wajah datar,
dan kami tertawa bersama.
Sesampainya di dekat taman yang tadi pagi, aku ke arah kiri dia ke arah kanan dan kami berpisah
di sana.

Keesokan harinya aku bertemu lagi dengan murid pindahan itu di gazebo yang sama dan aku
mencoba untuk berkenalan denganya, yang semula jarak duduk kami jauh semakin lama semakin
dekat hingga tanpa sadar aku memiliki rasa padanya. Ketika kami sudah mulai akrab kami sering
bertegur sapa di gazebo taman dan di sekolah, ternyata dia orang yang asik. Namun setelah 1
bulan kami berkenalan dia harus pindah sekolah dan aku gunakan saat terakhir itu untuk
mengungkapkan perasaanku padanya. Namun aku masih belum berani, jadi aku menunggu hingga
hari terakhirnya di kota ini. Dia berada di semarang masih seminggu lagi, dan ketika pagi tidak
hujan aku tidak melihatnya berada di gazebo taman, jadi aku melewati taman dan berjalan
menuju sekolah, sesampainya di sekolah aku bertanya padanya “Kok tadi kamu gak ada di taman
kayak bisanya?”, “Ah.. Iya aku ke taman hanya di saat hujan saja, karena aku suka udara di saat
hujan jadi aku menikmatinya di sana..” jawabnya. Setelah mengetahui itu aku ke taman hanya
saat hujan dan pagi hari. Dan dihari terakhirnya berada di semarang aku benar-benar telah
mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaanku, dan ketik pagi tiba di taman dan
di kala hujan aku berusaha untuk jujur kepadanya.

Ketika sampai gazebo aku disapa olehnya “Selamat pagi arya…” “Iya, selamat pagi juga…”
jawabku. “Hana… Aku mau ngomong sesuatu ke kamu, karena ini hari terakhir kamu di
semarang.” “Iya, mau ngomong apa?” sahutnya “Em… Kayaknya aku jatuh cinta sama kamu…”
kataku “Ah masa?” tanyanya “Iya beneran…” jawabku “Em… Aku juga suka sama kamu” katanya
dengan agak malu. Walaupun kami sudah saling memngungkapkan namun kami tidak pacaran
karena dia tidak menginginkannya. Sayang sekali kami sudah sulit sekali untuk bertemu. Namun
aku berterimkasih kepadanya atas kenangan indah yang dia berikan dikala hujan. Jadi setiap kali
hujan aku selalu teringat kenangan kami.
Dua Ekor Ayam dan Musang Yang Baik Hati

Di suatu halamam rumah ada dua ekor ayam yang berjenis kelamin betina dan jantan. Ayam
betina itu bernama Tina, sedangkan ayam jantan tersebut bernama Toni. Tina dan Toni sudah
bersahabat sejak mereka masih kecil. Mereka ke mana-mana selalu bersama. Bahkan saat
mencari makan pun selalu bersama.

Pada suatu sore yang cerah dua ekor ayam tersebut sedang mencari makan di sekitar halaman
pemiliknya. Mereka mencari makan bersama-sama tanpa ada pertengkaran. Mereka kesal karena
dari tadi mencari makan, tidak dapat makan sama sekali. Toni berkata kepada kepada Tina.
“Tina bagaimana ini? Kita dari tadi mencari makan tetapi tidak mendapatkan makanan sama
sekali. Kalau begini caranya kita bisa mati” Tina pun menjawab,
“Sabar Ton, bagaimana kalau besok kita mencari makan di kebun belakang rumah pemilik kita?”
“Ya sudah kalau begitu caranya aku setuju”

Akhirnya dua ekor ayam itu pun kembali ke kandangnya masing-masing untuk tidur agar besok
bisa bangun pagi-pagi.
Pagi pun telah tiba, Toni segera bangun untuk membangunkan Tina yang masih enak-enakkan
tidur di kandangnya.
“Tina cepat bangun, katanya mau mencari makan, tapi kamu kok masih enak-enakkan tidur, ayo
cepat bangun!!”
“Iya iya sabar”

Mereka pun segera pergi ke kebun di belakang rumah pemiliknya. Tina dan Toni yang biasanya
mencari makan bersama, tapi kali ini mereka berpencar mencari makan sendiri-sendiri. Tina pergi
mencari makan ke sebelah selatan, sedangkan Toni pergi mencari makan ke sebelah barat. Toni
mencari makan dengan santai tanpa memikirkan Tina tadi mencari makan ke mana. Tina pun juga
begitu mencari makan sesuka hatinya tapi tidak memikirkan sahabatnya Toni itu.

Hari mulai siang, mereka sudah merasa kenyang dan ingin segera pulang untuk tidur. Mereka
berdua baru sadar kalau pada saat mencari makan tadi tidak bersama-sama. Kedua ekor ayam
tersebut panik dan saling mencari-cari.
Tina berjalan ke utara untuk mencari Toni. Ia mencari Toni sampai ke ujung utara kebun tapi tidak
ketemu juga. Ia pun kembali ke tempat pada saat mereka berkumpul sebelum mencari makan
sendiri-sendiri, siapa tau nanti Toni kembali ke tempat itu.

Pada saat perjalan ke tempat itu, ada seekor ular yang tiba-tiba menyerang Tina. Si ular itu
menggigit kaki Tina. Tina mecoba untuk menyerang Si ular itu, tapi tetap saja tidak bisa karena
kakinya digigit. Tiba-tiba ada seekor musang yang menyelamatkannya dari ular itu. Setelah
beberapa menit musang itu akhirnya dapat mengalahkan ular itu. Tina sangat berterima kasih
kepada musang karena sudah menyelamatkan dirinya dari ular itu.

Musang bertanya kepada Tina, “Apakah kakimu tidak apa-apa?”


“Tidak, cuma berdarah sedikit”
Musang bertanya kembali kepada Tina, “Kenapa kamu sendirian di kebun ini, kebun ini kan
berbahaya” Tina menjawab dengan muka yang sangat sedih,
“Sebenarnya saya tadi bersama sahabatku untuk mencari makan bersama-sama. Tapi kita tidak
sadar kalau kita tiba-tiba mencari makan sendiri-sendiri”
“Ya sudah mari kita menacari sahabatmu itu bersama-sama”

Mereka mencari Toni bersama ke semua ujung kebun dan akhirnya mereka menemukan Toni. Toni
langsung bertanya kepada Tina kenapa kakinya berdarah, “Tina kenapa kakimu berdarah?”
“Kakiku berdarah karena digigit ular pada saat mencarimu tadi, untung saja tadi ada musang yang
menolongku”
Toni pun berterima kasih kepada musang kareena sudah menyelamatkan sahabatnya itu.

Setelah peristiwa itu terjadi kedua ekor ayam yang bersahabat itu pun saling meminta maaf satu
sama lain dan berjanji untuk tidak melupakan sahabatnya dalam hal apapun itu.
Garuda di Dada Sang Bocah
Di bawah sinar matahari pagi, sang bocah berjalan menuju lapangan sepakbola. Tangan
kanannya menjinjing sepatu bola, sementara tangan kirinya mengapit sebuah bola di antara
badannya. Aku alihkan pandanganku menuju lapangan sepakbola yang tampak masih sepi. Tidak
lama kemudian sang bocah sampai di lapangan sepakbola yang ditujunya, dipakainya kaos kaki
dan sepatu bolanya. Setelah selesai sang bocah melakukan pemanasan melemaskan otot-otot di
kaki dan tangannya agar tidak kram, kemudian berlari-lari kecil mengitari lapangan sepakbola.

Aku yang dari tadi mengamatinya dari kejauhan, dari atas rumahku, bergegas turun menuju
lapangan sepakbola untuk mengamatinya lebih dekat lagi. Sesampainya di lapangan sepakbola
aku lihat sang bocah tidak lagi berlari-lari kecil mengitari lapangan sepakbola, sekarang sedang
menimbang-nimbang bola (jugling) dengan kedua kakinya, bahunya dan kepalanya, seperti Irfan
Bachdim ketika sedang membawa bola menyisir sisi kiri pertahanan lawan. Tidak hanya jugling,
setelah itu sang bocah memainkan bola di antara kedua kakinya dengan sangat cepat, seperti
Boaz Solossa ketika sedang menggiring bola melewati beberapa pemain di sisi kanan pertahanan
lawan. Tidak hanya itu saja yang aku lihat, selanjutnya sang bocah memperlihatkan kecepatannya
berlari sambil membawa bola disertai gocekan ala samba, seperti Bambang Pamungkas ketika
sedang membawa bola menusuk jantung pertahanan lawan dengan skill dan akselerasinya.

Aku kagum pada sang bocah, skillnya sungguh luar biasa, diatas rata-rata untuk ukuran pemain
sepakbola seusianya. Aku taksir usianya antara 9 atau 10 tahun. Kemudian aku mendekatinya,
“Hallo, apa kabar?” tanyaku mulai mengakrabkan diri
“Baik, Om!” jawabnya dengan memanggilku “Om”
“Skill kamu bagus. Kamu berbakat jadi pemain sepakbola” ucapku
“Terima kasih Om. Sepakbola olahraga favoritku, dari umur 6 tahun kelas 1 SD aku bermain
sepakbola” balasnya
“Oh ya… kalau begitu kamu pasti punya klub favorit dan pemain idola?” tanyaku
“Klub favoritku AC Milan, pemain idolaku Kaka’. Kalau timnas, favoritku Italia dan Indonesia, Pirlo
dan Boaz Solossa idolaku” jawabnya penuh semangat
“Apa kamu ingin menjadi pemain sepakbola kalau sudah besar nanti” tanyaku lagi
“Iya Om, cita-citaku ingin menjadi pemain sepakbola profesional. Aku ingin mengenakan jersey
Garuda, membela timnas Indonesia” jawabnya penuh semangat

Setengah jam kemudian, ketika sedang asyik ngobrol dengan sang bocah, pelatih dan teman-
temannya datang untuk mulai latihan sepakbola. Aku pun berlalu meninggalkan sang bocah
dengan perasaan senang dan bangga. Senang… ternyata klub favorit dan pemain idola sang bocah
adalah AC Milan dan Kaka’, sama seperti aku. Bangga… karena dibalik semangatnya, sang bocah
mempunyai cita-cita ingin mengenakan jersey Garuda, membela timnas Indonesia. Garuda di dada
sang bocah, semoga bisa terbang lebih tinggi lagi. Semoga cita-cita sang bocah membela timnas
Indonesia tercapai. Aamiin… Maju terus sepakbola Indonesia.

Selesai.
Sekolah Berkokok

“Bangun, bangun! Sudah siang” ayahku membangunkan aku. Dengan berat aku berusaha untuk
bangun meski aku masih ngantuk
Aku pergi ke mesjid untuk melaksanakan sholat subuh. Setelah aku selesai sholat subuh, aku
langsung ambil laptop dan aktif di facebook, walaupun face masih ngantuk

Ketika aku lagi asik facebookan, ibuku manggil “wahyudi!” Ibu memanggilku. Aku menyaut “iya,
bu!” Kemudian aku menghampiri ibuku
“Ada apa bu?”, “tolong ibu dong, beli terigu sama garam”, “iya, bu!” Aku kemudian aku pergi ke
warung untuk beli terigu

Pas perjalanan menuju ke warung, aku bertemu sama teman sekolahku namanya Fahmi. “eey, mi.
Mau berangkat ke sekolah ya?”, “eh, iya”, “kamu mau ke mana?” Dia tanya balik. “Aku mau ke
warung dulu!”
“Oh, ya udah. Aku duluan yah!”, “oh, iya” kemudian dia melanjutkan berangkat ke sekolah. Aku
melanjutkan pergi ke warung. Setelah aku pulang dari warung. Aku lihat jam di dinding sebelah
kiriku. Ternyata jarum jam menunjukan waktu pukul 06.45, aku pun buru-buru kasih terigu
kepada ibu. Kemudian aku segera mandi. Setelah selesai mandi aku segera ganti baju dan
berangkat ke sekolah
“Bu, aku berangkat ya!” sambil jalan sedikit berlari “eeh, sarapan dulu..!”

Aku pergi ke sekolah dengan tergesa-gesa, takut kesiangan. Setelah sampai di sekolah, ternyata
pelajaran sudah dimulai. Waktu itu sedang pelajaran seni budaya.
“Assalamu’alaikum” sambil membuka pintu pelan-pelan. “Dari mana aja kamu? Kamu lihat, kamu
telat 20 menit!” Pak Dadan memarahi aku, sambil menunjuk ke arah jam
“Maafin saya pak, saya telat. Saya tidak akan mengulanginya lagi” aku hanya bisa tertunduk dan
tidak bisa bilang apa-apa lagi
“Ya udah, sekarang kamu duduk di bangkumu. Nanti pas jam istirahat, kamu bersihin halaman
depan sekolah!”
“Iya pak!” Aku kemudian duduk di bangkuku, dan mengeluarkan buku pelajaran seni budaya
dengan pensil
Aku kemudian duduk manis dan memperhatikan pak Dadan yang sedang menjelaskan di depan.

30 menit kemudian, waktu istirahat pun tiba. Tapi ternyata, pak Dadan lupa dengan hukumanku.
Aku pun menikmati waktu istirahat dengan jajan. Ketika aku lagi makan bakso, bel masuk
berbunyi. Aku segera masuk ke kelas, teman laki-lakiku pada gak ada semua

Tidak lama kemudian, pak Luthfi masuk ke kelas. Pak Luthfi melihat kepadaku dan bertanya
“teman-teman kamu mana?”, “tidak tahu pak, dari tadi juga nggak ada”
“Ya sudah, biarkan saja. Kita mulai aja pelajaran matematika” kemudian pak Luthfi membulai
mata pelajaran matematika.

Beberapa belas menit kemudian, teman-teman aku yang lain akhirnya datang. Namun ada yang
aneh. Seseorang di antara mereka ada yang membawa sesuatu dalam keresek hitam.
Pak Luthfi bertanya “itu bawa apa ramdan?” Si Ramdan menjawab “ayam pak!”
Aku Kau dan Hujan itu

Kala itu aku dan kamu memang sudah menjadi mantan kekasih. Tapi rasa sayangku ini belum
hilang sepenuhnya, Entah mengapa aku belum bisa menerima laki laki lain untuk menjaga hatiku
ini. Mungkin karena hubungan LDR atau Long Distance Relotionship yang aku jalani bersamamu
dulu itu telah menguji kesetiaanku hingga, Mungkin itu penyebab mengapa aku belum bisa
melupakanmu hingga kini. Aku dan kamu memang sudah menjadi masa lau, Tapi setelah
hubungan LDR itu berakhir aku dan kamu tetap menjadi teman.

“Tettt…Tetttt…” dering ponselku membuyarkan semua lamunanku tentangmu, Tentang kenangan


kita dulu… Kuangkat telepon darimu dan “Hallo, aku dengar kau sedang berlibur di kampung
halaman bukan?” Tanyamu “iya, Memang ada apa?” Balasku padamu “Apakah kita bisa bertemu?
Sebentar saja, Kumohon!” Rengekmu padaku “Tapi, Bukankah hari ini Hujan? Bagaimana kita bisa
bertemu? dan mau apa kau bertemu denganku?” Tanyaku curiga “Tak ada apa apa, Aku hanya
merindukanmu, Kamu di mana? Biar kujemput sekarang?” Tanyamu padaku yang membuatku
kembali memikirkan masa lalu itu… “Oh ya, Kebetulan aku sedang berada di rumah saudaraku..
dan bisakah kau sekalian mengantarku pulang?” pintaku padamu “Baiklah, Tunggu aku yah”
Balasmu “Tapi, Hari ini hujan, Bagaimana dengan kesehatamu?” Tanyaku khawatir “Tak Apa,
kumohon.. aku merindukanmu, Sangat merindukanmu” “Aku takut kamu jatuh sakit, Aku tak ingin
terjadi sesuatu padamu, Kumohon kamu tak bisa egois pada dirimu sendri Nan, Kamu harus
menjaga kesehatanmu” Balasku penuh khawatir padamu “kumohon, Takkan terjadi apapun
padaku, percayalah” kau berusaha meyakinkanku “Baiklah, Tak lama tapi” Balasku padamu.

Aku menunggumu sekitar 20 menit, namun kau belum juga muncul, Hampir saja aku pulang
duluan tanpa menunggumu tiba tiba kau datang menghampiriku, Dengan masih kesal aku naik ke
atas motormu itu, aku masih diam seribu bahasa.. “Maaf, aku telah membuatmu menunggu”
katamu “tak apa” Jawabku datar “Kita ke suatu tempat dulu yah” Pintamu padaku “baiklah”
Jawabku singkat.

Saat kita sampai ke suatu tempat, hujan pun belum berhenti meneteskan airnya ke bumi
“Anissa…” Panggilmu sembari menggenggam tanganku
“Yah..” Jawabku gugup
“Maafkan aku, Aku masih sangat menyayangimu” ucapmu padaku “aku sudah memaafkanmu”
balasku kau menatapku dalam, Dalam sekali.. tatapan yang selama ini aku rindukan.. tatapan
yang selama ini membuatku merasa nyaman di dekatmu.. Yah, Tatapan ituu “Aku ingin
mengulang semuanya bersamamu lagi, Mengulang kenangan kenangan kita dulu.. Apa kau mau?”
Tanyamu yang membuat pikiranku kacau, yang membuat jantungku berdetak tak karuan.. ingin
rasanya aku menjawab bahwa aku masih sangat menyayangimu, Tapi luka d ihatiku ini belum
sembuh sepenuhnya… Hati yang dahulu kau sia siakan demi dia, Orang yang baru saja kau kenal…
hatiku hancur saat mendengar kau jalan bersamanya.. aku tak sanggup melihatmu bersama orang
lain Anan!! Tapi kau tak mengerti itu dulu…

Aku memintamu mengantarku pulang, Tapi kau Tak mau, Kau tetap dengan sifatmu yang keras
kepala… Aku Tak bisa membohongi perasaanku padamu lagi. “Baiklah, aku juga sangat
menyayangimu, Tapi aku takut masa lalu menyakitkan itu terulang lagi, apa kau mau berjanji
untuk itu?” Balasku padamu kau hanya mengganggukan kepalamu.. Dan saat hujan turun Aku dan
kamu resmi menjadi kita. Saat itu kita sering jalan bersama Sampai waktu liburanku selesai dan
aku harus kembali ke kota untuk meneruskan sekolahku…

Tapi, Saat aku mendengar bahwa di sana kau bersama orang lain selain diriku.. Seolah olah dunia
ini gelap..Jahitan yang dahulu telah pulih pada lukaku.. Kini semuanya Merekah lagi, membentuk
luka baru yang lebih pedih… kini aku kau dan hujan itu tinggal kenangan

TAMAT
Kejutan

15 Oktober 2015
Alya Safitri. Gadis kelahiran 15 Oktober yang berulang tahun hari ini.
Ayahnya mengantarnya sampai depan sekolah, gadis kaya itu berpamitan pada ayahnya. Lalu
dengan licah berlari masuk kelas.

“Alya!” Seru sahabatnya, Ana.


“Assalamualaikum, Ana!” Balas Alya dengan senyuman manis.
“Waalaikumsalam, Alya. Yuk, ke kantin.” Ana menarim tanganku, Alya hanya ikut saja.
Alya dan Ana berbincang bincang. Tanpa Alya sadari, HP dan uang teman teman Alya ditaruh di
dalam tas Alya, sebenarnya hadiah untuk Alya.
“Oke Na, aku udah kenyang.” Kata Alya, bertepatan dengan bunyi bel masuk. Ana tersenyum lalu
pergi ke kelas bersama Alya.

Di kelas
“Bu! Uang dan HP saya hilang!” Seru Farhan, teman Alya.
“Iya bu, punya saya juga!” Seluruh kelas kecuali Ana dan Alya berseru,
“Baiklah, anak anak! Cek tas masing masing!” Seru Bu Siti.
Alya kaget bukan main, banyak HP dan uang terkumpul di tasnya.
“ALYA YANG AMBIL!” Seru teman sebangku Alya, Gita.
“A-aku..” Alya kehabisan kata kata.
“ALYA PENCURI!”
“ALYA YANG ASLI GINI NIH, TERNYATA!”
“DASAR PENCURI!”
Alya menangis mendengar hinaan-hinaan tersebut.

“ALYA! Ikut saya.” Bu Siti diikuti teman teman Alya ke ruang kepala sekolah.
Bu Siti sama sekali tidak tahu rencana ini.
“Pak, Alya dilaporkan mencuri HP dan uang. Dan buktinya ada di tasnya.” Kata Bu Siti pada Pak
Arif.
“Alya, saya telepon keluargamu.” Jawab Pak Arif mulau mengutak atik HP-nya.
Alya masih menangis.

Setelah ditelepon, Ayah Alya muncul.


“Ayah! Bukan saya yang mencuri. Saya berani bersumpah, Ayah! Saya Serius!” Seru Alya.
Teman temannya membantah ucapan Alya. Tapi, sebelum mereka dapat menjelaskan apa yang
terjadi, Ayah Alya sudah memanggil Alya pulang.
Teman teman Alya berteriak memanggil Alya. Nihil, tak ada yang menyahut.

Alya mulai tidak bisa mengontrol diri, ia mulai menjadi gila. Disuruh shalat, malah dengan pakaian
Minim. Akhirnya, Alya masuk rumah sakit jiwa. Dirawat dengan sangat baik, Alya mulai hilang
ingatan, tapi sudah mulai membaik dari kegilaannya.
Ketika teman teman Alya datang menjengut Alya, yang Alya katakan hanya, “Siapa kalian? Apa
kalian kerabat orangtuaku?”
Teman teman Alya menangis. Menyesal, setelah sembuh total, Alya pindah sekolah.
Ibu, Aku Minta Waktumu Sedikit Saja

Bercerita seorang anak, yang sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Namanya Mayltha
Farsha. Biasa dipanggil May. Ia tinggal memakai sepatu, dan segera ia berangkat sambil berjalan
kaki.

Sesampainya di sekolah, ia menaruh tas di mejanya yang berada di pojok kanan paling depan.
Lalu, ia keluar dan bermain monkey bar yang berada di dekat kelasnya. Ia beruntung bisa masuk
ke sekolah ini karena mendapat beasiswa. Ia memang anak miskin.

Tak lama, ia melihat teman-temannya berjalan melewatinya. May pun menghampirinya.


“Hai, kalian lagi ngomongin apa?” Tanya May
“Apakah kamu tahu May? Ibuku tadi menciumku di depan umum! Uhhh… malu sekali rasanya!”
Seru teman May yang bernama Fasla
“Tak ada bedanya dengan ibuku! Ibuku tak segan-segannya memelukku di depan ibu-ibu!” Ucap
Hayra
Namun, May hanya diam.

“Kamu kenapa May? Kok diam?” Tanya Fasla


“E..ee… ibuku, ibuku tak pernah menciumku di depan umum, bahkan memelukku di depan umum
juga tak pernah.” Ucap May
“Uhhhh… aku juga mau seperti itu!” Ucap kedua teman May

Sesampainya May di rumah…


“Ibu, bolehkah aku meminjam waktumu di surga sebentar? Sebentar saja, peluk aku, cium aku,
lakukan apa yang ibu teman-temanku lakukan. Aku tak pernah merasakan pelukan ibu…”
Pertama Kali Melihat Peri

Matahari bangun terlalu pagi, rasanya aku tertidur baru beberapa menit. Matahari pun mulai
memancarkan sinarnya. Pemandangan kulihat sangat cerah. Aku pun terbangun dari tidurku.

Pada pagi hari ini aku mengeliling sekitar tempat tinggalku dengan bersepeda bersama teman.
Aku merasakan betapa segarnya udara di pagi hari. Seketika hujan pun datang dengan derasnya,
kami pun segera mencari tempat teduh untuk berlindung. Dan setelah beberapa menit kami
menunggu, akhirnya hujan pun reda. Aku dan temanku pun langsung mengayuh sepeda yang
kami naiki.

Setelah itu aku dan temanku berhenti sejenak di suatu tempat yang sangat rindang dan teduh.
Aku melihat ada sesuatu di balik dedaunan yang rimbun itu. Dan itu ternyata seperti jenis kupu
kupu yang dilengkapi sayap sangat cantik dengan corak bewarna biru bercampur kemerah-
merahan. Aku memanggil temanku, lalu temanku berkata “Itu bukanlah kupu kupu, melainkan
seorang peri yang ada di cerita dongeng.” aku pun terkejut ketika mengetahuinya itu adalah peri.

Lalu aku bertanya kepada peri itu, “Siapa namamu wahai peri yang cantik?” dan aku hanya
mendengarkan seperti suara lonceng yang berbunyi. Ketika aku hendak menangkap peri itu,
sayang sekali peri itu sudah terbang. Kami pun tak tahu peri itu pergi ke mana, aku sudah
mencarinya di balik dedaunan itu tetapi tidak ada. Temanku berkata “Mungkin ia sudah pergi dan
kita tidak tahu keberadaannya di mana?”.

Dengan perasaan kecewa, lalu kami pergi meninggalkan tempat itu. Kami pun pulang ke rumah
masing masing.
Gara Gara Rujak Yang Dibeli Reza

Namaku Aqila teman temanku biasanya memanggilku qila, aku mempunyai 6 sahabat namanya
Rayya, Shasya, Talitha, Melly dan si kembar Chesya dan Chisya.

Hari ini aku datang lebih pagi dan di kelas sudah ada keenam sahabatku.
“Hai teman-teman” sapaku
“Hai” balas mereka semua.
Aku segera menaruh tas dan bergabung bersama teman-temanku.

“Eh, kalian tau nggak di depan sekolah ada warung rujak lhhooo” ucap Talitha
“Massa?” Tanya Rayya dengan lebaynya.
“Iya sumpah suer di depan ada warung rujak” jawab Talitha lagi.
“Nggak usah pake sumpah juga kelles” balas Rayya lagi,
“Eh, nggak usah sewot ya” ucap Talitha.
“Udah deh, nggak usah berantem” leraiku
“Kalau beneran ada istirahat nanti beli rujak yuuuk” ajak Melly yang doyan makan.
“Ah… Dasar Melly! Pikirannya makan melulu!!!” kata Shasya
“Iya nih huuu” ucap Chesya dan Chisya bersamaan.
Akhirnya kami memutuskan untuk membeli rujak

Bel istirahat berbunyi, kami segera menyuruh anak laki-laki untuk membelikan rujak dari hasil
patungan kita. Kita menyuruh anak laki-laki bukan karena males atau apa tapi karena anak
perempuan dilarang keluar sekolah. Menurut kalian adil nggak sih?

Tak lama rujak pun datang, kami langsung memakannya daaan kami berteriak kepedasan. Kami
bertanya kepada Reza, orang yang kami suruh membeli rujak. “Rez lu kasih cabe berapa?” Tanya
Melly
“li.. li… lima bb..bel…belas” ucap Reza terbata-bata karena takut
“Rezzzzaaaaa” Teriak kami semua.
Kami memarahi Reza habis-habisan sampai Reza berlari ketakutan.

“Ya udah yuk makan lagi!” ucap Shasya dan kami mengiyakannya, kami langsung memakan
rujaknya kembali.

Bel masuk berbunyi, kami sudah selesai makan dari tadi. Kami memperhatikan pelajaran dengan
baik sampai kami berenam merasakan sesuatu yang tidak mengenakan di perut kami. Kami pun
langsung berlari ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, kamu semua berteriak, “INI
SEMUA GARA-GARA RUJAK YANG DIBELI REZAAAA”
Penguasa Hulu Sungai

Aku tertunduk tak kuasa menahan tangisku di atas pusaranya. Sungguh, aku merasa sangat
bersalah. Akibat aku yang memaksanya, ia jadi merenggut ajalnya di tengah sungai maut itu.
Padahal, aku ingat sekali beberapa jam yang lalu kami masih bermain bersama, tertawa bersama.
Dan kini Ia sudah di pangkuan Tuhan.

Di sini akan kuceritakan peristiwa beberapa jam yang lalu bersama Zacky. Sore itu langit
menunjukan perasaan yang tidak ramah. Awan kelam menutupi sinar sang surya disusul gemuruh
yang sahut menyahut. Sore itu hujan akan turun.

“Ryan, Ayo kita pulang! hujan akan turun sebentar lagi. Jika kita terus di sini nanti penguasa hulu
sungai ini akan marah” Zacky sudah mengajakku pulang saat sedari tadi kami bermain bola di
Lapangan. Lapangan itu sangat luas dan berdampingan dengan sebuah sungai yang airnya jernih.
Sungai itu menjadi Sumber kehidupan penduduk desa. Tetapi, di sungai itu terdapat sebuah mitos
tentang penguasa hulu sungai. Siapapun yang berada di sungai itu saat hujan turun, ia tak kan
pernah selamat.
“Ah, masih percaya saja kamu sama hal takhayul seperti itu. Buktinya anak Bak wo Ringgih
beberapa hari yang lalu baik-baik saja saat berenang di sungai ini, saat waktu hujan lagi” Ujarku
menantang kekuatan alam. Petir terdengar dibalik awan.
“Apa maksudmu Ryan?” Zacky was-was jika hujan benar-benar akan turun.
“Aku menantangmu berenang di sungai ini sekarang! kita buktikan kalau penguasa hulu sungai ini
tidak ada!” Aku menunjuk ke arah langit, petir kembali menggelegar.
“Jaga perkataanmu Ryan. Emak dan Bapak sudah melarang kita mendekati sungai ini saat hujan”
“Bilang saja kamu takut kan?” Aku memotong perkataan Zacky.
Zacky merasa diremehkan, “TIDAK! Siapa yang takut? Ayo, kita berenang di sini. Biarkan
penguasa hulu sungai ini marah, Aku tidak pernah takut!” Aku menyeringai senang.

Kami berenang bertelanjang dada. Lompat melompat dari atas batu tebing yang lebih tinggi dari
permukaan sungai. Kami tertawa, saling kejar mengejar di dalam air, saling siram menyiram,
saling merebut sebuah kayu yang hanyut. Hutan lebat sudah turun sejak tadi.

Keadaan yang semua menyenangkan, berubah tiga ratus enam puluh derajat menjadi hari yang
paling menyedihkan. Tepat saat aku menentang penguasa alam, Air sungai bergelung bagai
sebuah Angin topan menerjang ke arah kami. Ternyata hulu sungai juga terjadi hujan lebat yang
mengakibatkan melimpahnya air di Hulu sungai. Zacky tak sempat menyelamatkan diri. Ia sedang
meraih kayu yang hanyut saat air bergelung itu muncul menggiling apapun yang ada di depannya.
Zacky tak kuat. Ia hanyut terbawa arus sungai. Sementara aku hanya bergantung pada sebuah
batang kayu di tepian sungai.
Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.

Aku terbangun dan mendapati tubuh Zacky yang sudah pucat. Denyut Jantungnya sudah terhenti,
Ia terbaring di atas rumah orangtuanya. Semua orang menangis.
Aku langsung menjerit sejadi jadinya, menyesali perbuatanku. Sungguh penguasa alam telah
memperlihatkan hasil perbuatanku. Penyesalan memang datang di akhir cerita.

END
Kambing Yang Baik Hati

Di sebuah desa di dalam hutan, hiduplah seekor kambing yang bernama Mbek. Dia memiliki
tanduk yang lumayan besar di kepalanya, Dia hidup sebatang kara, dia hanya memiliki rumahnya
sebagai hartanya. Setiap hari ia berjalan-jalan memutari desa, tetapi semua warga di desa itu
merasa Mbek adalah orang gila, karena bajunya dekil dan lusuh, selain itu dia juga berbau tidak
sedap, karena berhari-hari dia tidak mandi. Akan tetapi ia masih tegar untuk menjalani hidup.

Namun pada suatu hari, saat itu ada pendatang baru di desa tempat Mbek tinggal, dia adalah
seekor kucing yang kaya raya, ia bernama Meong, ia datang dengan kereta api yang mewah,
katanya dia sangat sombong. Kebetulan tempat tinggal Meong hanya dua rumah dari tempat
tinggal Mbek. Karena itu Mbek ingin berkunjung ke rumah tetangganya yang baru, untuk
mengucapkan selamat datang padanya.

Sampai di rumah Meong, Mbek langsung mengetuk pintu rumah si Meong yang penuh ukiran
cantik, beberapa kali. Si Meong pun keluar dengan sombongnya. “Apa yang kau inginkan di
rumahku?, cepat jawab! aku sudah tidak tahan dengan baumu yang busuk itu!.” ia berkata sambil
menutup hidung. “Aku hanya ingin mengunjungi tetangga baruku, apa itu kau?” Tanya Mbek
dengan pelan dan dengan senyuman di wajahnya. “Ya itu memang aku, apa maumu?” Kata si
Meong masih sambil menutup hidung, “Oh jadi itu kau? kalau begitu aku ucapkan selamat datang
di desa kami!.” Kata Mbek dengan wajah berseri-seri, “gubrakk…” Bukannya menjawab, si Meong
malah masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan keras, “Aku sudah tidak tahan dengan
baunya yang busuk itu.” Si Meong berkata pada dirinya sendiri. Karena melihat si Meong masuk
dengan terburu-buru dia merasa sedih, Mbek langsung berjalan menuju rumahnya dengan
perasaan sedih.

Keesokan harinya si Meong keluar dari rumahnya menuju ke pasar, dia memakai pakaian yang
rapi dan indah, kebetulan Mbek sedang berjalan-jalan di pasar itu. Si Meong melihat Mbek dari
kejauhan, dia mencoba menghindar dari Mbek. “Kenapa dia ada di sini?, aku tidak tahan dengan
bau kambing itu.” Kata si Meong sambil berjalan menuju tempat parkir kendaraan. Akan tetapi
Mbek juga ingin menuju tempat parkir, dia pun menuju kamar mandi yang berada di samping
tempat parkir, “Apakah dia memang sengaja mengikutiku?.” Dia berkata dengan dirinya sendiri.
Setelah itu dia mengintip ke luar, ternyata Mbek sudah pergi, dia pun keluar menuju ke pasar
untuk membeli ikan, Setelah membeli ikan ia pun segera pulang.

Saat di pertigaan, si Meong bertemu tiga anjing yang gagah, dia berpikir mereka adalah orang
desa biasa, namun mereka menghadang jalan Meong. “Berikan semua uangmu!, kalau tidak
kugigit kau!.” Kata anjing yang ada di tengah, “ya betul katanya, akan kami gigit kau, kalau kau
tidak mau memberikan uangmu!.” kata anjing yang lainnya, “Tolong, tolong, tolong!.” Teriak
Meong ketakutan. Akan tetapi tidak ada seorangpun di sana. “Tolong lepaskan aku, kumohon!.”
Kata si Meong sambil menangis. “Kalau kau ingin selamat berikan dulu semua uangmu!” kata
anjing yang tengah. “Tolong, tolong, tolong!” Si Meong kembali berteriak.
Lalu muncullah Mbek dari arah yang berlawanan arah dengan si Meong. “Lepaskan dia dasar
penjahat!.” Kata Mbek dengan gagah. “Oh kau ingin jadi pahlawan kesiangan?.” Kata anjing yang
tengah, mendengar ucapan yang meremehkan dirinya, tanpa pikir panjang Mbek langsung
menyundul mereka dengan tanduknya yang lumayan kuat itu hingga masuk sungai, dan mereka
pun lari terbirit-birit, akan tetapi tanduk Mbek menjadi patah karena menyundul mereka. “Ah,
tandukku… patah?” Kata Mbek terkejut. “Apa kau baik-baik saja teman?.” Tanya Meong dengan
muka khawatir. “Teman?” kata Mbek terkejut, “Ya karena kau menyelamatkanku dari mereka.”
Kata Meong dengan tersenyum. Lalu Meong membawa Mbek ke rumahnya untuk istirahat.

Akhirnya Mbek dan Meong menjadi teman baik, dan Mbek pun tidak berbau tidak sedap karena
Meong memperbolehkannya mandi di kamar mandinya dan kemudian Mbek mempunyai banyak
teman di desa itu.

You might also like