You are on page 1of 3

Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu.

Motivasi yang baik akan mendorong


orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang wajar. Sedang kebutuhan akan terpenuhi
apabila mereka dapat bekerja dengan baik, dan pada saat itulah mereka menyumbangkan
kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Prinsip kesatuan komando

Prinsip kesatuan komando ini sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan tangggung jawab
para bawahan. Bilamana para bawahan hanya memiliki satu jalur didalam melaporkan segala
kegiatannya. Dan hanya ditujukan kepada satu pimpinan saja, maka pertentangan didalam pemberian
instruksi dapat dikurangi, serta semakin besar tanggung jawab mereka untuk memperoleh hasil
maksimal.

2.6 Tahap-Tahap Penggerakan

Tindakan penggerakan dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

Memberikan semangat, motivasi, inspirasi atau dorongan sehingga timbul kesadaran dan kemauan para
petugas untuk bekerja dengan baik. Tindakan ini juga disebut motivating.

Pemberian bimbingan melalui contoh-contoh tindakan atau teladan. Tindakan ini juga disebut
koding yang meliputi beberapa tindakan, seperti: pengambilan keputusan, mengadakan komunikasi
antara pimpinan dan staf, memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompok dan memperbaiki sikap,
pengetahuan maupun ketrampilan staf.

Pengarahan (directing atau commanding) yang dilakukan dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang
benar, jelas dan tegas. Segala saran-saran atau instruksi kepada staf dalam pelaksanaan tugas harus
diberikan dengan jelas agar terlaksana dengan baik terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan.

2.7 Teknik-Teknik Penggerakan yang Efektif

Menurut Azwar (1996) teknik-teknik penggerrakan yang efektif antara lain:

Ø Memberikan penjelasan kepada setiap orang yang ada dalam organisasi, mengenai tujuan yang harus
dicapai.

Ø Setiap orang harus menyadari, memahami serta menerima dengan baik tujuan tersebut.

Ø Pimpinan menjelaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuh oleh organisasi dalam usaha


pencapaian tujuan.

Ø Setiap orang harus mengerti struktur organisasi.

Ø Setiap orang harus menjalankan peranan apa yang diharapkan oleh pimpinan organisasi dengan baik.
Ø Menekankan pentingnya kerjasama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diperlukan.

Ø Memperlakukan setiap bawahan sebagai manusia dengan penuh pengertian.

Ø Memberikan penghargaan serta pujian kepada pegawai yang cakap dan teguran serta bimbingan
kepada orang-orang yang kurang mempu bekerja.

Ø Meyakinkan setiap orang bahwa dengan bekerja baik dalam organisasi tujuan pribadi orang-orang
tersebut akan tercapai semaksimal mungkin.

2.8 Fungsi actuating di Rumah Sakit

RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir sama dengan manajemen
sebuah hotel. Yang membedakan hanya pengunjungnya. Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit
dan keluarganya. Mereka pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat penyakit yang
diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.

Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:

Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan (customer service).
Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat
(squalae), atau mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk kepuasan
pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.

Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis
profesi.

Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut dikembangkannya
kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial seperti ini akan menjadi salah satu faktor
yang ikut menentukan mutu pelayanan RS (quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir
semuanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS harus mengembangkan sistem
jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.

Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban oleh RS, penerapan
fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan
direktur RS; kedua adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan
kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non
medis di RS (dokter, perawat, dan tenaga penunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman
pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di
RS.

Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi actuating ini. Sifat
otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak menjadi penghambat penerapan fungsi
actuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan
oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan
kerja dari sebuah tatanan sistem yang terpadu. Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah
subsistemnya.

Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan semua staf profesional
harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi merupakan faktor penting didalam
pengembangan fungsi actuating. Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi
pimpinan RS menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan
juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan
masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling
menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang
dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada
peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan bertindak sendiri,
arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan
kedokteran, logistik, keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan
budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS. Meraka harus
menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa memberikan asuhan
pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.

2.8 Fungsi actuating di PUSKESMAS

Agar perawatan kesehatan masyarakat dapat berjalan secara berhasil guna dan berdaya guna, maka
dilakukan lokakarya mini puskesmas pada tingkat puskesmas atau di masyarakat yang mencakup :

Menetapkan pembagian wilayah binaan

Menetapkan penanggung jawab dan pelaksana kegiatan

Menetapkan uraian tugas koordinator dan pelaksana puskesmas

Koordinasi lintas program dan lintas sektoral dari instansi terkait

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas

Menggerakkan partisipasi masyarakat/peran serta masyarakat dan pembinaan kader, daa wisma, dukun
bayi,dll

Menyediakan kesempatan konsultasi kepada koordinator, penanggung jawab daerah binaan atau
pelaksana puskesmas

Pimpinan puskesmas melaksanakan bimbingan teknis kegiatan puskesmas kepada koordinator dan
penanggung jawab daerah binaan termasuk pelaksanaan puskesmas. Penerapan proses keperawatan
dapat meminta bantuan tim penilaian atau kepada institusi pendidikan

Pengembangan kegiatan - kegiatan inovatif sesuai kemampuan daerah/masyarakat

You might also like