You are on page 1of 2

a.

Ketamim
Berat hewan coba : 275 gr
Dosis tikus (cc) : 1,12 cc
Motilitas Mata Pernapasan

Dua Menit ke 1 Biasa Bola mata terbuka Cepat

Dua Menit ke
Pasif Terbuka Cepat
2

Pernafasan
Dua Menit ke 3 Tidak bergerak Mulai menutup
abdominal

Pernafasan
Pupil Semakin
Dua Menit ke 4 Tidak bergerak abdominal
menutup
teratur

Pernafasan
Bola mata tidak
Dua Menit ke 5 Tidak bergerak abdominal
menutup
teratur

DTS = dosis manusia x dosis konversi x BB manusia standar

= 6,5 x 0,018 x 70

= 8,19 mg

BB tikus x DTS
Dosis = BB tikus standar

275 gr x 8,19 mg
= 200 gr

= 1, 12 cc
Ketamin adalah turunan fensiklidin yang larut air parsial dan mudah larut lemak.
Berbeda dari kebanyakan intravena, ketamin menghasilkan analgesia signifikan.
Kelarutan yang tinggi dalam lemak menyebabkan awitan efek cepat. Walaupun
termasuk golongan obat intravena, ketamin sedikit terikat ke protein yaitu 12%.
(Katzung et al., 2013).
Ketamin diklasifikasikan sebagai antagonis reseptor pada tingkat dosis anestesi
penuh. Pemberian ketamin dapat diberikan dengan mudah pada pasien melalui
intramuskuler. Obat ini menimbulkan efek analgesi yang sangat baik dan dapat
dikatakan sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superfisial atau efek hipnotiknya
kurang (tidur ringan). Ketamin mempunyai efek analgesi yang kuat akan tetapi
memberikan efek hipnotik yang ringan.
Ketamin merupakan zat anastesi dengan efek satu arah yang berarti efek
analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi atau diekskresi. Dengan
demikian, pemakaian lama harus dihindarkan. Tingkah laku hewan adalah respon atau
ekspresi hewan oleh adanya rangsangan atau agen yang mempengaruhinya. Tahapan
anestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga atau sadar kemudian terjadi
kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak
bergerak dan relaksasi (immobility), tidak sadar, koma dan kematian karena dosis
berlebih.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pemberian ketamine dengan
dosis 6,5 mg/kgBB pada Rattus novergicus memberikan efek anestesi yang cukup
signifikan. Pengamatan pada hewan coba dilakukan setiap 2 menit untuk melihat
bagaimana laju pernafasannya, bola mata dan pergerakan dari hewan coba. Pada 2
menit pertama, pernafasan tikus putih cepat dengan bola mata yang terbuka namun,
pergerakan masih normal seperti biasanya. Dua menit ke-2 masih menggambarkan
hasil yang sama, perbedaannya dalam pergerakan tikus putih cenderung lebih pasif.
Pada 2 menit berikutnya, pernafasan abdominal tampak nyata dan bola mata
mulai menutup. Pada menit ke 8, pernafasan abdominal teratur dan bola mata mulai
tambah menutup. Pada menit terakhir, pernafasan abdominal teratur dan tikus putih
sudah tidak begerak. Setelah 10 menit dilakukan pengamatan, bola mata tikus putih
tidak menutup karena mata tikus putih menempel pada beaker glass sehingga
terhalang oleh beaker glass itu sendiri. Kekurangan lain dalam praktikum kali ini
yaitu, sebelum disuntikkannya obat anestesi, pergerakan tikus sangat aktif sehingga
membuat praktikan sedikit kesulitan untuk menyuntikkannya.
B. Lidokain

You might also like