You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ yang diperlukan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme.

Ginjal berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan air, garam, dan elektrolit, dan

merupakan suatu kelenjar yang mengeluarkan paling sedikit tiga hormon. Ginjal

membantu mengontrol tekanan darah dan dapat mengalami kerusakan apabila tekanan

darah terlalu tinggi atau terlalu rendah. Ginjal berhubungan dengan saluran kemih dari

ureter yang berhubungan dengan kandung kemih (vesika urinaria). Ginjal rentan

mengalami kerusakan, sehingga diperlukan tinjauan pustaka tentang gambaran klinis

penyakitnya, perangkat diagnostiknya, komplikasinya dan penatalaksanaannya.1

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir

kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang

mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali

penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan

bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di

negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini

karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat

5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata

terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan

salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih

dan pembesaran prostat benigna.2


Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari

jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di

Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah

dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan

di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997

menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai

tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave

lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan

operasi terbuka).2

Nefrolitiasis merupakan kasus yang cukup sering dijumpai berkaitan dengan

penyakit pada traktus urinarius. Mengenai 5-10% populasi manusia. Tanpa pengobatan

preventif, angka terjadinya nefrolitiasis rekurens cukup tinggi, yaitu sekitar 50% dalam

waktu 5 tahun setelah kejadian pertama. 50 % dengan nefrolitiasis asiomptomatik dapat

memberikan gejala dalam waktu 5 tahun setelah terdiagnosis.2

.
BAB II

ANATOMI FISIOLOGI

A. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing

masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal

kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini

disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri

adalah tepi atas iga (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah

iga atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transverses vertebra L2

(kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah

pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan

posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa

bagian: 2

1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus

renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan

tubulus kontortus distalis.

2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,

lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau

duktus memasuki/meninggalkan ginjal.


6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan

calix minor.

7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara

calix major dan ureter.

10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

2.1 Gambar. Anatomi Ginjal


B. Hubungan Ginjal dengan Organ Sekitarnya

Pada bagian posterior, hubungan ginjal kiri dan kanan dengan organ sekitarnya relatif

hamper serupa. Diafragma menutup bagian atas dari ginjal. Karena diafragma berkaitan erat

pula dengan pleura, maka setiap tindakan bedah dengan pendekatan ke bagian atas ginjal,

berisiko mengenai rongga pleura. Iga XII menyilang ginjal pada bagian bawah diafragma.

Batas atas kiri ginjal yang lebih tinggi dari yang kanan, juga berhubungan dengan iga XI. Sisi

medial dua pertiga bagian bawah kedua ginjal, pembuluh darah ginjal, dan pelvis renal

berada di atas m. psoas. Di lateralnya berturut-turut terdapat m. kuadratus lumborum dan

aponeurosis m. transverses abdominis.

Di bagian anterior, ginjal kanan berada di belakang hepar, dipisahkan oleh lapisan

peritoneum, kecuali pada sebagian kecil pool atas yang langsung berhubungan dengan daerah

retroperitoneal hepar. Adanya lapisan peritoneum ini memberikan keuntungan proteksi

terhadap penyebaran kanker ginjal secara langsung ke hepar. Perluasan peritoneum parietal

yang menghubungkan fasia perirenal yang menutup pool atas ginjal kanan dengan sisi

posterior hepar disebut ligamentum hepatorenal. Traksi yang berlebihan pada ligamentum

ini pada saat operasi dapat menyebabkan robekan parenkim hepar. Duodenum berbatasan

dengan sisi medial dan struktur hilum ginjal kanan. Fleksura hepatika kolon melintas pada

pool bawah ginjal kanan. Kelenjar adrenal terletak pada sisi superomedial pool atas kedua

ginjal. Pada ginjal kiri, kauda pankreas yang terletak retroperitoneal dan pembuluh darah

splanknik yang berkaitan, berbatasan dengan bagian atas, medial, dan hilum ginjal.

Di atas dari kauda pankreas, ginjal kiri berbatasan dengan dinding posterior gaster

sedangkan di bawah kauda pankreas, berbatasan dengan jejunum. Di pool bawah, ginjal kiri

berdekatan dengan fleksura lienalis kolon. Limpa dipisahkan dari bagian lateral atas ginjal
kiri oleh lapisan peritoneum. Biasanya dijumpai perluasan peritoneum yang menghubungkan

fasia perirenal yang menutupi pool atas ginjal kiri dengan kapsul ginjal inferior, yang disebut

ligamentum splenorenal atau lienorenal. Regangan yang berlebihan pada saat operasi pada

ligamentum ini dapat menyebabkan robekan limpa.2

2.2 Gambar. Ginjal dan organ sekitarnya


C. Pembuluh Darah, Persarafan, dan Sistem Limfatik

Arteri renalis merupakan cabang aorta abdominalis. Percabangan tersebut terletak

setinggi vertebra lumbal II, di bawah pangkal a. mesenterika superior. Jumlah arteri

renalis umumnya satu pada masing-masing sisi dan memasuki ginjal pada daerah hilum

dan diapit oleh vena renalis di anterior dan pelvis renis di posterior. Pada beberapa variasi

normal, arteri renalis ditemukan bercabang dua atau lebih sebelum mencapai ginjal. Pada

kasus duplikasi pelvis dan ureter, sering ditemukan masing-masing segmen mendapat

suplai arteri sendiri-sendiri. Arteri renalis kanan mempunyai pangkal di aorta lebih tinggi

dari yang kiri, dan karena letak ginjal kanan yang lebih rendah, lebih panjang

dibandingkan arteri renalis kiri. Arteri renalis mempunyai cabang anterior dan posterior.

Cabang posterior memperdarahi segmen tengah permukaan posterior ginjal. Cabang

anterior terdiri dari empat segmen, yaitu apikal, superior, medial, dan inferior. Cabang

anterior mensuplai segmen atas dan bawah posterior ginjal serta seluruh segmen

permukaan anterior ginjal, sedangkan cabang posterior memperdarahi sisanya. Semua

arteri-arteri pada ginjal adalah end artery, tanpa anastomosis atau sirkulasi kolateral,

sehingga oklusi pada salah satu segmen atau arteri utama akan menyebabkan iskemia dan

infark pada parenkim ginjal yang mendapat suplai darah. Hal ini memberikan implikasi

klinis dalam melakukan insisi pada daerah ginjal. Insisi pada daerah yang relatif

avaskuler, seperti insisi vertikal pada 1 cm posterior dari sisi konveks lateral ginjal (garis

Brödel) atau insisi transversal di antara segmen posterior dan pool atas atau pool bawah

ginjal, merupakan insisi yang lazim dilakukan dalam operasi untuk mendapat akses ke

system pengumpulan urin atau kaliks ginjal tanpa menyebabkan cedera arteri yang

membahayakan. Arteri renalis kemudian dibagi lagi menjadi arteri interlobaris, yang
berjalan naik pada kolumna renalis, di antara piramid-piramid. Selanjutnya arteri ini

menyusuri basis piramid dan dinamai arteri arkuata. Arteri arkuata kemudian

Bercabangcabang lagi denganarah kekorteks disebut arteri interlobularis. Dari sini, cabang

yang lebih kecil, arteriol aferen membentuk jalinan kapiler yang disebut glomerulus. Dari

glomerulus, keluar arteri eferen yang membentuk jaringan kapiler kedua di sekeliling

tubulus pada daerah korteks atau memanjang terus hingga ke medulla renalis (vasa rekta).2

2.3 Gambar. Vaskularisasi

Vena-vena pada ginjal berpasangan dengan arterinya, namun berbeda dengan

arteri, vena-vena tersebut saling beranastomosis sehingga bila ada gangguan drainase dari

salah satu vena, maka vena lainnya akan saling mengisi. Vena renalis kanan mempunyai
panjang 2- 4 cm dan langsung bermuara ke vena cava inferior tanpa menerima

percabangan lain. Vena renalis kiri mempunyai panjang tiga kali lipat (6-10 cm) dan

lebih dahulu menyilang aorta untuk kemudian bermuara ke vena cava inferior.

Sebelumnya, vena renalis kiri menerima percabangan dari vena adrenalis kiri, vena

lumbalis, dan vena gonadal kiri. Meski arteri dan vena renalis umumnya tunggal, namun

pembuluh asesorius sering ditemukan. Pembuluh ini mempunyai arti klinis karena, bila

letaknya berdekatan dan menekan ureter, dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis.

Persarafan ginjal berasal dari pleksus renalis yang berjalan beriringan dengan

pembuluh darah ginjal sepanjang parenkim ginjal. Persarafan aferen berjalan dari ginjal

ke korda spinalis bersama dengan serabut simpatik sedangkan persarafan eferen ke ginjal

merupakan persarafan autonom yang mengeluarkan serabut vasomotor ke arteriol aferen

dan eferen. Serabut saraf ginjal mempunyai hubungan dengan pleksus testikuler.

Hubungan ini mungkin dapat menjelaskan timbulnya nyeri pada testis pada beberapa

kelainan ginjal

Drainase limfatik gunjal sangat banyak dan mengikuti pembuluh darah sepanjang

kolumna renalis keluar dari parenkim ginjal dan kemudian membentuk beberapa trunkus

limfatikus di dalam sinus ginjal. Saluran limfatik dari kapsul ginjal, jaringan perinefrik,

pelvis renal, dan ureter proksimal bergabung dengan trunkus limfatik ini. Ada dua atau

lebih nodus limfatikus di hilum renal yang berhubungan dengan vena renalis, yang bila

ada, merupakan tempat metastasis pertama keganasan ginjal.

Pada ginjal kiri, trunkus limfatikus mengalir ke nodus limfatikus paraaorta lateralis,

sedangkan pada ginjal kanan trunkus limfatikus mengalir ke nodus limfatikus parakaval

kanan dan interaortokaval.2


D. Fisiologi Ginjal

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF (cairan

ekstraseluler) dalam batas – batas normal. Komposisi dan cairan ekstrasel ini dikontrol

oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi tubulus.3

Ginjal mengekskresikan bahan – bahan kimia asing tertentu (misalnya obat –

obatan), hormone dan metabolit lain, tetapi fungsi yang paling utama adalah

mempertahankan volume dan komposisi ECF dalam batas normal. Tentu saja ini dapat

terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan zat terlarut, kecepatan filtrasi yang tinggi

memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Pembentukan renin

dan eritropoetin serta metabolism vitamin D merupakan fungsi non-ekskretor yang

penting.3

Ginjal juga berperan penting dalam degradasi insulin dan pembentukan sekelompok

senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20%

insulin yang dibentuk oleh pancreas didegradasi oleh sel – sel tubulus ginjal. Akibatnya

penderita diabetes yang menderita payah ginjal membutuhkan insulin yang jumlahnya

lebih edikit. Prostaglandin merupakan hormone asam lemak tidak jenuh yang terdapat

banyak dalam jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGI dan PGE2 yang merupakan

vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin berperan penting pada pengaturan aliran

darah ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin

juga turut dalam beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti – bukti yang

ada sekarang ini masih kurang memadai.3


2.4 Gambar. Korpus Renalis (Glomerulus & Glomerular Bowman’s Capsule)

E. Definisi Nefrolithiasis

Nefrolithiasis atau batu ginjal adalah benda-benda padat yang terjadi di dalam

ginjal yang terbentuk melalui proses fisikokimiawi dari zat-zat yang terkandung di dalam

air kemih. Batu ginjal terbentuk secara endogen yaitu dari unsur-unsur terkecil,

mikrolith-mikrolith dan dapat tumbuh menjadi besar. Massa yang mula-mula lunak,

misalnya jendalan darah, juga dapatmengalami pembatuan ( kalsifikasi ).2


Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti

batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu

ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu

ini disebut urolitiasis (litiasis atau renalis,nefrolitiasis). Renal calculi adalah pengkristalan

dari mineral-mineral yang mengelilingi suatu zat organik seperti nanah, darah, atau sel-sel

yang sudah mati. Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate

dan posphat), atau magnesium-amonium phospat dan uric acid. Renal calculi, merupakan

penumpukan garam mineral yang dapat diam di mana saja di sepanjang saluran

perkemihan. Ini terjadi jika urine penuh mencapai batas jenuh asam urat, fosfat, dan

kalsium oksalat. Normalnya, zat-zat ini larut dalam cairan urine dan dengan mudah

terbilas saat buang air kecil. Tetapi ketika mekanisme alami seperaati pengaturan

keseimbangan asam-basa (Ph) terganggu atau imunitas tertekan, zat-zat itu mengkristal
dan kristal ini bisa menumpuk, akhirnya membentuk zat yang cukup besar untuk

menyumbat aliran urin.

F. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan

aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan

lain yang idiopatik. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :

a. Faktor Intrinsik :

- Herediter (keturunan)

- Umur :sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.

- Jenis Kelamin :lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.

b. Faktor Ekstrinsik :

- Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang

lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),

sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran

kemih.

- Iklim dan temperatur

- Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

- Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu

saluran kemih.
e) Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk

atau kurang aktivitas atau sedentary life.

Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih

jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekuranga

penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya

mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit. Batu struvit

(campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut "batu infeksi" karena batu

ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari

yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau

lebih. Batu yang besar disebut "kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir

keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.

Penyebab dari renal calculi adalah idiopatik akan tetapi ada faktor-faktor predisposes

dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection). Infeksi ini akan meningkatkan

timbulnya zat-zat organik. Zat-zat ini dikelilingi oleh mineral-mineral yang mengendap.

Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urin dan mengakibatkan

pengendapan calsium posphat dan magnesium-amonium posphat. Stasis urin juga dapat

menimbulkan pengendapan zat-zat organik dan mineral-mineral. Dehidrasi juga merupakan

faktor resiko terpenting dari terbentuknya batu ginjal. Faktor-faktor lain yang dikaitkan

dengan pembentukan batu adalah sebagai berikut :

a. Pemakan Antasid dalam jangka panjang

b. Terlalu banyak vitamin D,dan calsium carbonate


G. Teori Pembentukan Batu

a. Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-

tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urin), yaitu pada system

kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalices(stenosis

uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia

prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu.

b. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun

anorganik yang terdapat dalam urine. Kristal-kristal ini tetap dalam keadaan

metastable/tetap telarut dalam urine jika tidak ada keadaan–keadaan tertentu yang

menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.

c. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu/nukleasi yang

kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga

menjadi kristal yang agak besar, tapi agregat kristal ini masih rapuh dan belum cukup

mampu membuat buntu atau sumbatan saluran kemih.

d. Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih atau membentuk retensi kristal,

dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu

yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

e. Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid didalam urine,

konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau adanya korpus alienum di dalam

saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

f. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu calsium, meskipun patogenesis

pembentukan batu hampir sama,tetapi suasana di dalam saluran kemih yang


memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama, misal batu asam urat mudah

terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium ammonium fosfat

terbentuk karena urine bersifat basa.

H. Faktor Penghambat Terbentuknya Batu:

a. Ion Magnesium (Mg), karena jika berikatan dengan oksalat maka akan membentuk

garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan

kalsium (Ca) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.

b. Sitrat, jika berikatan dengan ion kalsium maka akan membentuk garam kalsium

sitrat sehingga mengurangi jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat ataupun

fosfat berkurang, sehingga Kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnnya

berkurang. Beberapa jenis protein atau senyawa organic mampu bertindak sebagai

inhibitor dengan menghambat pertumbuhan Kristal, menghambat aggregasi Kristal

dan menghambat retensi Kristal, antara lain glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm

Horsfall (THP) atau Uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang

berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu factor penyebab timbulnya batu

saluran kemih.
I. Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-

tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem

kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-

pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna,

stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan

terjadinya pembentukan batu.5 Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-

bahan organic maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap

berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-

keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang

saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan

mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih

besar.5

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup

mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel

saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan

pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran

kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam

urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam

saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.5


Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan

dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat

sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu

infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Batu struvit

Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh

adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu

staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah

golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan

merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti

pada reaksi:

CO(NH2)2+H2O 2NH3+CO2.1

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks struvit-

karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu

infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium

oksalat dan kalsium fosfat.

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat

dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg

NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++

Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-

kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,

Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan

infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.6

Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu

saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat, atau campuran

dari kedua unsur tersebut Fator terjadinya batu kalsium adalah:

1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut

Pak (1976) terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:

a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.

b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui

tubulus ginjal.

c. hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak

terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid.

2. Hiperoksaluri

3. hiperurikosuri

4. hipositraturia

5. hipomagnesiuria
J. Manifestasi Klinis

Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi

dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala

sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat

obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung

pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.4 Keluhan yang

paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa

merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas

peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk

mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang

memberikan sensasi nyeri.

Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,

biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.

Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke

perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan

muntah sering menyertai keadaan ini.7

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis

atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada

daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-

tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.7
K. Diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,

penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan

penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi

dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat

radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis

batu yang dihadapi. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih

yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan

menentukan sebab terjadinya batu. Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan

faal kedua ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter

tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa

faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit.

Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan

lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama

tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.8

L. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya

distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik

ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik

saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu

juga dipertimbangkan adneksitis. Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan

kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga

diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya
tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu

ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari

jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.9

M. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan

rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat

dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara

batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen).

Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV

dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat

oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi

retrograd.

3. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,

yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun,

dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di

ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,

pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.

6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum.

N. Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus

dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan

tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan

obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu

saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang

sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu

saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, namun diderita oleh seorang

yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat
terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat

yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan

dari salura kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya,

batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri,

memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :

b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

c. α - blocker

d. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk

observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.

Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan.

Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya

ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi

terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal nyeri.

Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk

memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari

ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol

dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang
atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama

air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik,

piezoelektrik dan elektromagnetik. Masingmasing generator mempunyai cara kerja yang

berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk

merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling

mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat

gelombang kejut masuk tubuh. ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan

menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk

menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau

saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang

panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu

beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing

manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anakanak, serta

berat badan berlebih (obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada

wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan
terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di

bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu

saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari

saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat

itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses

pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energy hidraulik,

energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi

antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di

dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises

melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu

menjadi fragmen-fragmen kecil.


4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-

tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,pengambilan batu masih dilakukan

melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi

atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk

batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau

pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah

(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu

saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.


5. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang

memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu

ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian

stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted). Setelah batu

dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya

adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran

kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.

M. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsure yang menyusun batu

saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter per

hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan

suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri tipe II.
O. Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan

adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah

terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor

obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi Ginjal Pada pasien dengan batu

yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih

memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran

kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu,

namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.


BAB III

KESIMPULAN

1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran

kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu. Terbentuknya

batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan liran urine, gangguan

metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum

terungkap (idiopatik).

3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan rencana

terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV), Ultrasonografi,

pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultur urin, DPL, ureum,

kreatinin, elektrolit..

4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun

batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.,

5. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya

infeksi serta obstruksi.

You might also like