You are on page 1of 21

Penyakit Jantung Reumatik dan Penatalaksanaannya

Kelompok A6 :
Kressa S 102010126
Thya F 102012398
Fardiansyah 102013199
Alberthina Sara Tirza 102013454
Elisabeth 102014011
Aldesy Yustika Indriani 102014076
Yosepha Vebrianti 102014147
Steven Jonathan 102014181

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151

1
Pendahuluan

Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis
yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang
dan dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda
di seluruh dunia. Demam reumatik yang menimbulkan gejala sisa pada katup-katup jantung
disebut penyakit jantung reumatik. 1

Pada makalah kali ini akan dibahas mengenai penyakit jantung reumatik dan
penatalaksanaannya serta menyinggung sedikit tentang demam reumatik.

Pembahasan

Penyakit Jantung Reumatik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik
atau kelainan karditis reumatik. Demam reumatik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
non supuratif yang digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses
reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama
jantung, sendi dan system saraf pusat.2

Perjalanan penyakit jantung reumatik dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronis. Pada
stadium akut, katup mebengkak dan kemerahan akibat adanya reaksi inflamasi. Dapat terbentuk
lesi di daun katup. Setelah inflamasi akut mereda, terbentuk jaringan parut. Hal ini dapat
menyebabkan deformitas katup dan, pada sebagian kasus, menyebabkan daun-daun katup menyatu
sehingga orificium menyempit. Dapat terjadi stadium kronis yang ditandai inflamasi berulang dan
pembentukan jaringan parut yang terus berlanjut.

Manifestasi klinis penyakit Demam Reumatik ini akibat kuman Streptococcus Group-A
(SGA) beta hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten satu sampai tiga minggu.2

Faktor-faktor pesdiposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik terdapat pada individu sendiri serta pada keadaan lingkungan.

Faktor-faktor pada individu : 4

1. Faktor Genetik

2
Banyak demam reumatik / penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu
keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang factor genetic
pada demam reumatik ini tidak lengkap, namun pada umumnya disetujui bahwa ada factor
keturunan pada demam reumatik ini, sedangkan cara penurunanya belum dapat dipastikan.

2. Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan pada
anak wanita dibanding dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan
tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering
ditemukan pada wanita daripada laki-laki.
Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan
perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering
didapatkan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-
laki.

3. Golongan etnik dan ras


Data dari Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang
denan reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang
kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai dengan hati-hati, sebab mungkin pelbagai factor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya
stenosis mitral. Dinegara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun
setelah serangan penyakit jantung reumatik akut.

4. Umur
Umur agaknya merupakan factor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik/ penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak berumur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak
antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insedens infeksi Streptococcus pada
anak usia sekolah.

3
Tetapi Markowitz menemukan bahwa 40% penderita infeksi Streptococcus adalah
mereka yang berumur antara 2-6 tahun. Mereka inin justru jarang menderita demam
reumatik. Mungkin diperlukan infeksi berulang sebelum dapat timbul komplikasi demam
reumatik.

5. Keadaan Gizi dan lain-lain


Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan factor predisposisi untuk timbulnyademam reumatik. Hanya sudah
diketahui bahwa penderita anemia sel sabit jarang yang menderita demam reumatik/
penyakit jantung reumatik.

Faktor-Faktor Lingkungan :3

1. Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk


Mungkin ini merupakan factor lingkungan yang terpenting sebagai pedisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di Negara-negara yang sudah maju,
jelas menurun sebelum era antibiotika. Termasuk dalam keadaan social ekonomi yang
buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat ,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita
sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sdehingga biaya untuk perawatan kesehatan
kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan factor-faktor yang memudahkan timbulnya
demam reumatik.
2. Iklim dan Geografi
Demam reumatik adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini didapatkan di daerah beriklim
sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropispun mempunyai
insidens yang tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya
tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada di dataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran napas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

Pemeriksaan Penunjang

4
1. Pemeriksaan Laboratorium 4
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini dapat dideteksi :
 Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur SGA negative pada fase
akut. Bila positif ini pun belum pasti membantu diagnosis sebab kemungkinan akibat
kekambuhan dari kuman SGA itu atau infeksi Streptokokkus dengan strain lain.
 Antibody Streptokokkus lebih menjelaskan adanya infeksi streptokokkus dengan
adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-ase. Titer ASTO positif bila besarnya
>210 Todd pada orang dewasa dan > 320 Todd pada anak-anak, sedangkan titer pada
DNA-ase 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak. Dan
antibody ini dapat terdeteksi pada minggu kedua-ketiga setelah fase akut DR atau 4-
5 minggu setelah infeksi kuman SGA di tenggorokkan.
Pada fase akut dapat ditemukan leukositosis laju endap darah yang meningkat,
protein C-reaktif, mukoprotein serum.

2. Pemeriksaan Ekokardiografi 4
Saat ini pemeriksaan ekokardiografi memegang peranan penting pada bidang
kardiologi, karena pemeriksaan ini mudah dilakukan, hasilnya cepat diperoleh dengan
tingkat akurasi yang tinggi. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan alat yang harganya relative
mahal dan memerlukan keterampilan tinggi dalam melakukan dan menilai hasilnya. Pada
DR dan PJR pemeriksaan ini juga memegang peranan, walaupun pemeriksaan ini bukan
merupakan pemeriksaan standard dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan 2D echo-
doppler dan colour flow Doppler echocardiography cukup sensitive dan memberikan
informasi yang spesifik terhadap kelainan jantung. Pemeriksaan M-mode
echocardiography dapat memberikan informasi mengenai fungsi ventrikal. Pemeriksaan
2D echocardiography dapat memberikan informasi mengenai gambaran structure anatomi
jantung secara realistic, sedangkan pemeriksaan 2-dimensional echo-Doppler dan colour
flow Doppler echocardiography cukup sensitive untuk mengenali adanya aliran darah yang
abnormal dan regurgitasi katup jantung.

5
Epidemiologi

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan masalah penting bagi
negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, India, negara-negara Afrika , bahkan
di beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam reumatik sudah sangat
sedikit ditemukan, seperti di Skandinavia. 3

Di negara-negara yang sudah naju insidens demam reumatik, baik berupa serangan pertama
maupun serangan ulangan telah menurun dengan tajam dalam 30-40 tahun ini. Demikian pula
beratnya penyakit serta angka kematian juga telah berubah. Perbaikan yang terus menerus lam
keadaan social, ekonomi, hygiene, penggunaan obat anti streptokok serta mungkin perubahan yang
terjadi pada kumannya sendiri telah menurunkan angka kejadian demam reumatik. 3

Patofisiologi

Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-
Streptococcus hemolyticus group A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam
reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.3

Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin
nukleotidase, deoksiribonuklease, serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut
merangsang timbulnya antibodi.3

Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap
beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody
terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen
streptococcus; hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.3

Pada penderita yang sembuh dari infeksi Streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem
antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase
misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang
menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibody
lainnya sudah normal kembali. 3

6
ASTO (anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering
digunakan untuk indicator terdapatnya infeksi Streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam
reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini ; bila dilakukan
pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/
penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibody terhadap Streptococcus. 3

Patologi Anatomi

Baik pericardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan
berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang berakibat
fatal. Bila peradangan berlanjut, timbulah badan-badan Aschoff yang kelak dapat meninggalkan
jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan visceral maupun parietal
pericardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi tetapi biasanya
tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen. Bila berlangsung lama dapat berakibat
terjadinya adhesi pericardium visceral dan parietal. Endokarditis merupakan kelainan terpenting,
terutama peradangan pada katup-katup jantung. Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung
kiri (mitral dan aorta) yang paling sering menderita, sedangkan katup tricuspid dan pulmonal
jarang sekali terkena. Mula-mula terjadi edema dan reaksiseluler akut yang mengenai katup dan
korda tendine. Kemudian terjadi vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara
mikroskopis vegetasi ini berisi masa hialin. Bila menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan
daun katup yang dapat menetap dan dapat mengakibatkan kebocoran katup. Perubahan-perubahan
pada katup ini dapat terus berlanjut meskipun stadium akut sudah berlalu. Stenosis katup hampir
selalu mengenai katup mitral, dapat terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah stadium
akut. 3

Gambaran Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/ penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam
4 stadium: 3

Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta-streptococcus
hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya berupa
demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil

7
dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai
tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar.
Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti
mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam
reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama
demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut
dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung atau penderita penyakit jatung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala
apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

Diagnosis Kriteria Jones 3

Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk pertama kali
diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal sebagai kriteria Jones.

8
Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya merupakan
manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini
kemudian diperbaiki oleh American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi
streptokokus sebelumnya. Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar
menandakan adanya demam rematik. Tanpa didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka
diagnosis demam rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan
manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya
terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi strepthokokus.

Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai suatu
pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik. Kriteria ini bermanfaat untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik berupa over-diagnosis maupun
underdiagnosis.

Kriteria Mayor

1) Karditis
- Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita
pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit
jantung rematik.
- Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah
satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali,
(c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.
- Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama
kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru
timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada karditis rematik dapat berupa bising
pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal
(regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang
timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

9
2) Poliartritis
- Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling
sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya
berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah,
sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada
waktu yang sama, sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang
lain mulai terlibat.
- Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat
dijadikan sebagai suatu kriterium mayor.Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu
kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor,
seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer
ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.
3) Khorea
- Secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot
dan ketidak-stabilan emosi. Khorea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3
tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Khorea
Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga
dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan
kriteria yang lain. Khorea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara
lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada
saat khorea mulai timbul.
4) Eritema marginatum
- Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai
makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk
bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema
marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di
daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan
di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah

10
dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian
panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan
pada kasus yang berat.
5) Nodulus subkutan
- Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor
persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang
padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan
ditemukan jika tidak terdapat karditis.

Kriteria Minor

1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor
apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif
yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.

2) Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada
anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis
sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3) Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39°C,


terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat
ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti
diagnosis banding yang bermakna.

4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C
reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju

11
endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein
C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung
kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi
streptokokus akut dapat dipertanyakan.

5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal


sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu,
interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya
karditis rematik.10

Tabel 1. Kriteria Jones ( update 1992 )

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Karditis Klinis :

Poliartritis migrans Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik


sebelumnya
Korea sydenham
Artralgia
Eritema marginatum
Demam
Nodul subkutan
Laboratorium :

Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C reaktif, laju


endap darah, leukositosis)

Interval P-R yang memanjang

Ditambah

Disokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus

tenggorok yang positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO

12
yang meningkat.

Perawatan dan Pengobatan 3

Seperti diketahui demam reumatik berhubungan dengan infeksi Streptococcus, sehingga


pemberantasan dan pencegahannya berhubungan pula dengan masalah infeksi Streptococcus.

1. Eradikasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus group A


Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera
dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Dianjurkan menggunakan penisilin dosis biasa
selama 10 hari; pada penderita yang peka terhadap penisilin, dapat diganti dengan
eritromisin. Pengobatan terhadap Streptococcus ini harus tetap diberikan meskipun biakan
usap tenggorok negative karena kuman masih mungkin ada dalam jumlah sedikit di dalam
jaringan farings dan tonsil. Penisilin tidak berpengaruh terhadap demam, gejala sendi dan
laju endap darah, tetapi insidens penyakit jantung reumatik menjadi lebih rendah dalam
pengawasan selama satu tahun. Tetrasiklin dan sulfa tidak dipergunakan untuk eradikasi
kuman Streptococcus.

Tabel 2. Pengobatan Infeksi Beta-Streptococcus Hemolyticus Group A


Jenis Cara Pemberian Dosis Frekuensi/Lama
Pemberian
Penisilin benzatin G IM 1,2 juta S 1 kali
Penisilin prokain IM 600.000 S 1-2 kali sehari
selama 10 hari
Penisilin V Oral 250.000 S 3 kali sehari selama
10 hari
Eritromisin Oral 125-250 mg 4 kali sehari selama
10 hari.

13
2. Obat Anti Inflamasi
Yang dipakai secara luas ialah salisilat dan steroid; keduanya efektif untuk
mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Kedua obat ini tidak
mengubah lamanya serangan demam reumatik maupun akibat selanjutnya. Steroid tidak
lebih unggul daripada salisilat terhadap gejala sisa kelainan jantung.
Sampai saat ini tidak ada bukti bahwa steroid dapat mencegah terjadinya kelainan
jantung, meskipun diberikan secara dini pada awal perjalanan penyakit. Hanya dapat dilihat
dengan nyata bahwa steroid lebih cepat memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan
cepat bertambah dan laju endap darah cepat menurun. Pada umumnya para ahli sekarang
memilih steroid untuk semua penderita karditis akut terutama karditis berat, sedangkan
salisilat hanya untuk demam reumatik tanpa karditis atau karditis ringan tanpa
kardiomegali.
Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit dan
responsnya terhadap pengobatan.

Tabel 3. Terapi Anti-inflamasi pada Demam Reumatik/ Penyakit Jantung Reumatik Akut
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM Jakarta
Artritis Karditis Ringan tanpa Kardiomegali Karditis
Kardiomegali Berat, Gagal Jantung
 Salisilat  Salisilat  Prednison
100mg/kgbb/hari 100mg/kgbb/hari 2mg/kgbb/hari
(rata-rata 4 x 10
mg/hari)
 Setelah 1 minggu  Setelah 1-2 minggu  Setelah 2 minggu
turunkan menjadi turunkan menjadi turunkan menjadi 3
75mg/kgbb/hari 75mg/kgbb/hari x 10 mg/hari
 Bila hasil  Teruskan sampai 6-  Setelah 2 minggu
laboratorium normal 8 minggu ( terapi turunkan menjadi 4
turunkan menjadi total 12 minggu ) x 5 mg/hari
50mg/kgbb/hari,

14
teruskan minimal 6
minggu
 Setelah 2 minggu
turunkan menjadi 3
x 5 mg/hari. Mulai
berikan salisilat
 Dosis prednisone
terus diturunkan
setiap minggu;
salisilat berikan
sampai 6-12
minggu

Pada pemberian steroid, seringkali terjadi fenomena rebound setelah obat


dihentikan, yang bermanifestasi sebagai timbulnya kembali gejala-gejala peradangan akut.
Untuk mencegah hal ini maka diberikan salisilat pada saat dosis steroid diturunkan, dan
dilanjutkan beberapa minggu setelah steroid dihentikan. Untuk keperluan ini, dosis salisilat
tidak perlu penuh 100 mg/kgbb/hari, tetapi cukup 50-75 mg/kgbb/hari. Perlu dicatat bahwa
pada pemberian salisilat jangan diberikan antasida untuk mengurangi rangsangan terhadap
lambung, karena akan mengurangi absorbs salisilat sehingga kadar terapeutik tidak
tercapai. Lebih baik dipakai tablet bersalut dan diminum setelah makan. Bila terdapat
tanda-tanda intoksikasi salisilat ( nausea, muntah, takipne, tinitus) hentikan obatselama 1-
2 hari, kemudian mulai lagi diberikan dengan dosis yang lebih kecil. Akhirnya perlu
diingatkan efek samping steroid yang hampir selalu terjadi pada penderita demam
reumatik/ penyakit jantung reumatik yang diberi prednisone untuk waktu yang lama seperti
tersebut diatas.
3. Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian
besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin
dapat dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung diet disesuaikan dengan diet untuk gagal
jantung.

15
4. Istirahat dan Mobilisasi
Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur. Untuk
arthritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan
gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap.

Istirahat mutlak yang berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psikologis


serta keperluan sekolah. Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita
karditis tanpa gejala sisa atau penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa
kardiomergali, setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan
kardiomegali menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakuakan
olahraga yang bersifat kompetisi fisis.

Prognosis

Demam rheumatic ( DR) akan kambuh bila infeksi Streptococcus diatasi. Prognosis sangat
baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. Selama 5 tahun pertama
perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organikkatup tidak menghilang.
Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dengan payah
jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40 % setelah 10 tahun.2

Differential Diagnosis

1. Miokarditis 4
Miokarditis adalah peradangan jantung yang tidak berkaitan dengan penyakit arteri
coroner atau infark miokard. Miokarditis paling sering terjadi akibat infeksi virus pada
miokardium, tetapi dapat juga disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur yang sering
diduga adalah infeksi coxackievirus. Penyakit sistemik seperi SLE juga dapat
menimbulkan gangguan ini.
Miokarditis menyebabkan kelemahan otot jantung dan penurunan kontraktilitas
jantung. Jantung menjadi “lembek” dan melebar, dengan banyak focus perdarahan

16
berbintik yang terbentuk dilapisan endocardium , miokardium, dan epikardium.
Miokarditis adalah alasan utama tindakan transplantasi jantung di Amerika Serikat.

Gambaran Klinis :
 Nyeri dada
 Rasa lelah dan sesak napas

Perangkat Diagnostik

 Tanda inflamasi sistemik antara lain peningkatan laju endap darah dan leukositosis
 Peningkatan kadar antibody antivirus, umumnya terhadap coxackievirus.
 Endokardiografi dan katerisasi arteri coroner memperlihatkan arteri dan katup
jantung yang normal. Biopsi miokardium memperlihatkan inflamasi.

2. Defek Septum Atrium 1


Defek septum atrium adalah kelainan anatomic jantung akibat terjadinya kesalahan
pada jumlah arbsorbsi dan proloferasi jaringan pada tahap perkembangan pemisahan
rongga atrium menjadi atrium kiri dan kanan. Defek septum atrium merupakan lebih
kurang 10% dari seluruh PJB. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak perempuan
disbanding laki-laki.
Akibat adanya celah patologis antara atrium kanan dan atrium kiri, pasien dengan
defek septum atrium mempunyai beban pada sisi kanan jantung, akibat pirau dari atrium
kiri ke atrium kanan. Beban tersebut merupakan beban volume.

17
Sebagian besar asimtomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Sangat jarang
ditemukan gagal jantung pada defek septum atrium. Bila pirau cukup besar, pasien
mengalami sesak napas, sering mengalami infeksi paru, dan berat badan akan sedikit
berkurang. Jantung umumnya normal atau hanya sedikit membesar dengan pulsasi
ventrikel kanan teraba. Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung II terbelah lebar (wide
split) yang tidak berubah saat inspirasi maupun ekspirasi ( fixed split). Pada defek sedang
sampai besar bunyi jantung I mengeras dan terdapat bising ejeksi sistolik. Selain itu
terdapat bising diastolic di daerah tricuspid akibat aliran darah yang berlebihan melalui
katup tricuspid pada fase pengisian cepat ventrikel kanan.
ASD yang besar sekalipun biasanya baru memperlihatkan gejala ketika pasiennya
mencapai usia dewasa, ketika terjadi gagal jantung kanan atau ketika keadaan hipertrofi
jantung kanan yang bertambah secara berangsur-angsur; hipertensi pulmoner pada
akhirnya menimbulkan pintasan (shunting) dari kanan ke kiri disertai sianosis.

3. Duktus Arteriosus Persisten 1


DAP adalah ductus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Kelainan ini
merupakan 7% dari seluruh PJB. Ductus arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi
premature, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi.
Sebagian besar kasus duktus arteriosus persisten menghubungkan aorta dengan
pangkal a.pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir, duktur arteriosus yang semula mengalirkan
darah dari a.pulmonalis ke aorta akan berfungsi sebaliknya karena resistensi vascular paru
menurun dengan tajam dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam
secara fungsional tidak terdapat arus darah dari aorta ke a.pulmonalis. Bila duktus tetap

18
terbuka, terjadi keseimbangan antara aorta dan a.pulmonalis. Dengan semakin
berkurangnya resistensi vascular paru maka pirau dari aorta kea rah a.pulmonalis ( kiri ke
kanan) makin meningkat.

Manifestasi klinis
 DAP Kecil
Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal.
Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum.
Terdapat bising kontinu ( continous murmur, machinery murmur) yang khas untuk
duktus arteriosus persisten di daerah subclavia kiri.
 DAP Sedang
Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami
kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran napas, namun biasanya berat
badan masih dalam batas normal. Frekuensi napas sedikit lebih cepat dibanding
dengan anak normal. Dijumpai pulsus seler dan tekanan nadi lebih dari 40 mmHg.
Terdapat getaran bising di daerah sela iga I-II para sternal kiridan bising kontinu di
sela iga II-III garis parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Juga sering
ditemukan bising middiastolik dini.
 DAP Besar
Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien sulit makan
dan minum sehingga berat badannya tidak bertambah dengan memuaskan, tampak

19
dispnu atau takipnu dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak
teraba getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising kontinu atau
hanya bising sistolik. Bising midsistolik terdengar di apeks karena aliran darah
berlebihan melalui katup mitral (stenosis mitral relative). Bunyi jantung II tunggal
dank eras. Gagal jantung mungkin terjadi dan biasanya di dahului infeksi saluran
napas bagian bawah.
 DAP Besar dengan Hipertensi Pulmonal
Pasien duktus arteriosus besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi
hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskuler paru, yakni suatu komplikasi yang
ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari 1 tahun, namun jauh
lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini berkembang secara
progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi
tidak dapat dilakukan.

Kesimpulan

Hipotesis diterima

Pasien didiagnosis menderita penyakit jantung rematik (PJR) atau rheumatic heart disease (RHD)

Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis
penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda sekitar
usia 5-15 tahun. Penyakit jantung reumatik adalah akibat penyakit dari demam reumatik yang
pernah diderita sebelumnya. Demam reumatik ini disebabkan oleh infeksi kuman beta-
Streptococcus hemolyticus. Ada beberapa bentuk kelainan dari penyakit jantung reumatik, yaitu
insufisiensi mitral, stenosis mitral, dan insufisiensi aorta.

20
Daftar Pustaka

1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran, ed 3.


Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2005.h 445-9, 454-6
2. Leman, Saharman. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II,ed 5. Jakarta: Internal
Publishing;2009.h.1662-8.1662-5
3. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Infomedika
Jakarta; 2007. h 734-49
4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta :EGC ; 2009.h 502
5. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit, ed 7. Jakarta :
EGC; 2009. h 345-6

21

You might also like