You are on page 1of 18

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/316095861

RINGKASAN - ANGKA KECUKUPAN GIZI (AKG) YANG DIANJURKAN BAGI


ORANG INDONESIA 2012

Conference Paper · November 2012

CITATIONS READS

0 20,960

7 authors, including:

Hardinsyah Hardinsyah Ahmad Sulaeman


The Food and Nutrition Society of Indonesia Bogor Agricultural University
37 PUBLICATIONS   108 CITATIONS    39 PUBLICATIONS   280 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Moesijanti Soekatri Hadi Riyadi


Politeknik Kesehatan Kementarian Kesehatan Jakarta II Bogor Agricultural University
3 PUBLICATIONS   660 CITATIONS    80 PUBLICATIONS   62 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

A STUDY ON OVERWEIGHT AND OBESITY AMONG SCHOOL CHILDREN AND EFFORTS TO OVERCOME THROUGH NUTRITIONAL EDUCATION AND TRADITIONAL GAME
INTERVENTIONS IN URBAN AREAS IN WEST JAVA View project

HHRA Freeport Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Hadi Riyadi on 15 April 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


RINGKASAN
ANGKA KECUKUPAN GIZI (AKG)YANG DIANJURKAN BAGI ORANG INDONESIA
2012

Djoko Kartono1), Hardinsyah2), Abas Basuni Jahari1), Ahmad Sulaeman2)


Mary Astuti3), Moesijanti Soekatri4), Hadi Riyadi2)
1)
Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Kemenkes,
2)
Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 3) Fakultas Teknologi Pertanian, UGM,
4)
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Jakarta II.
*)
Rumusan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X 2012, Gedung LIPI, Jakarta 20-21
November 2012
Jalan Dr. Sumeru 63, Bogor 16112
E-mail : kartono.djoko@yahoo.com

Abstrak
Dalam kurun waktu 1968-2004, setiap lima tahun sekali secara nasional ditetapkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG). Kemudian sejak tahun 2004 ditetapkan setiap 10 tahun. AKG dirumuskan oleh
para pakar dibidangnya melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Banyak sekali macam
zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral
dan air. Angka kecukupan gizi berubah dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan temuan hasil penelitian yang terkait dengan kecukupan gizi dan kesehatan
masyarakat. AKG 2012 untuk Indonesia terdiri dari: energi; protein; lemak, karbohidrat, air; 14
vitamin: vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, thiamin, riboflavin, niasin, piridoksin, asam folat,
vitamin B12, asam pantotenat, biotin, kolin dan vitamin C; dan 13 mineral: kalsium, fosfor,
magnesium, natrium, kalium, besi, iodium, seng, tembaga, kromium, selenium, mangan, fluor.
Perbedaan AKG 2004 dengan AKG 2012 adalah :1) AKG 2012 mencakup angka kecukupan lemak
(termasuk n-3 dan n-6), serat, kromium, tembaga, asam pantotenat, kolin dan biotin yang pada AKG
sebelumnya belum ditetapkan; 2) Sebagian angka kecukupan gizi yang baru dihitung berdasarkan
berbagai temuan baru, termasuk data berat dan tinggi badan orang Indonesia berdasarkan Riskesdas
2007 dan 2010. Dasar perhitungan angka kecukupan gizi adalah i) berat badan orang Indonesia yang
dikategorikan normal menurut standar WHO, ii) prinsip-prinsip perhitungan AKG yang digunakan
oleh WHO/FAO dan IOM yang disesuaikan dengan ukuran tubuh Indonesia, iii) berbagai studi terkait
di Indonesia dan Asia. Dalam menaksir kecukupan energi diperhatikan komponen yang
mempengaruhi yaitu i) energi basal metabolisme (BMR), ii) aktifitas, iii) tambahan kebutuhan untuk
pertumbuhan, iv) tambahan energi bagi pencernaan makanan (thermic effect of food=TEF), dan v)
faktor komposisi tubuh, usia dan jenis kelamin. Dalam membahas kecukupan protein ada 2 masalah
pokok yaitu jumlah nitrogen dan asam amino esensial. Kualitas dan kuantitas protein dalam
makanan menggambarkan banyaknya protein yang dapat digunakan tubuh. Dalam menaksir
kecukupan lemak memperhatikan distribusi keseimbangan energi dari gizi makro, termasuk rasio n-
6/n-3. Sementara Angka kebutuhan vitamin dan mineral dirumuskan melalui kajian dan adaptasi dari
anjuran WHO, FAO dan IOM. Diharapkan rumusan AKG ini menjadi masukan bagi Kementrian
Kesehatan dalam menetapkan AKG 2012 yang berguna untuk: 1) standar kecukupan gizi dalam
penilaian dan perencanaan konsumsi gizi dan ketersediaan pangan; 2) standar pengembangan
pangan/diet termasuk produk pangan; 3) dasar perumusan anjuran porsi pangan dalam
mengimplementasikan Pedoman Gizi Seimbang; dan 4) penetapan acuan label gizi. Agar AKG dapat
digunakan secara akurat maka diperlukan penyediaan Daftar Komposisi Pangan Indonesia (DKPI)
yang lengkap, tidak hanya mencakup semua zat gizi dalam AKG, tetapi juga mencakup asam lemak,
asam amino, kolesterol dan zat bio-aktif dalam pangan.

Kata kunci
angka kecukupan gizi, energi, air, gizi makro, vitamin, mineral, elektrolit

I. PENDAHULUAN
Penetapan standar makanan untuk pemeliharaan kesehatan telah mengalami
perkembangan karena pemahaman peran gizi dalam kesehatan menjadi semakin baik. Sebagian
besar negara sekarang memiliki angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan sebagai rekomendasi
nasional. Secara tradisional AKG didefinisikan sebagai ‘tingkat asupan gizi yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi diketahui hampir semua orang sehat'. Definisi ini memiliki arti tingkat gizi yang cukup
untuk diperlukan untuk mencegah penyakit akibat kekurangan gizi, seperti gangguan akibat
kekurangan iodium untuk iodium, xeroftalmia dan buta senja untuk vitamin A dan beri-beri untuk
untuk thiamin.
AKG adalah angka kecukupan zat gizi setiap hari menurut golongan umur, jenis kelamin,
ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencegah terjadinya kekurangan ataupun kelebihan gizi. Secara
internasional, berbagai istilah digunakan, di Amerika Serikat dan Kanada disebut Dietary Reference
Intakes (DRIs), di Uni Eropa disebut Population Reference Intakes, di Jepang disebut Nutrients-Based
Dietary Reference Intakes (NBDRIs), WHO menggunakan istilah Recommended Nutrient Intake (RNI),
di Filipina digunakan istilah Recommended Energy and Nutrient Intake (RENI), di Australia dan
Selandia Baru digunakan istilah Nuterient Reference Values (NRVs).
Kriteria rekomendasi kecukupan gizi terus berkembang sehingga dalam jangka waktu 5
tahun hampir selalu ada perubahan kecukupan beberapa zat gizi. Perubahan terjadi karena adanya
perkembangan permasalahan kesehatan masyarakat dan semakin baiknya pemahaman terhadap
penyakit kronis, seperti penyakit jantung, kanker dan semakin bertambahnya umur harapan hidup.
Demikian, maka penetapan AKG perlu dikaitkan dan didasarkan pada kondisi kesehatan masyarakat.
Kunci dalam menetapkan AKG adalah pemahaman yang jelas tentang kriteria yang akan digunakan
untuk memperkirakan atau menghitung kecukupan gizi. Apakah kecukupan gizi harus didasarkan
pada pencegahan penyakit kekurangan gizi, indikator biokimia, atau pengurangan risiko terhadap
penyakit kronis? Penetapan AKG dapat merupakan kombinasi ilmiah dan kebijakan. Keputusan harus
didasarkan pada analisis masalah kesehatan masyarakat yang penting yang dihadapi bangsa.
AKG digunakan untuk berbagai keperluan: i) panduan untuk asupan gizi individu dan
populasi, ii) pendidikan gizi, iii) penilaian asupan makanan, iv) membantu dalam perancangan
program intervensi pangan, v) dalam pelabelan gizi. AKG harus digunakan kehati-hatian dan AKG
adalah bukan kecukupan minimum.
Komposisi zat gizi pangan sangat diperlukan untuk penilaian tingkat kecukupan gizi dan
perencanaan kebijakan pangan dan gizi. Untuk itu diperlukan Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan
(DKZPG) yang merupakan database yang berisikan komposisi dan kandungan zat gizi yang
terkandung di dalam suatu pangan dan merupakan instrument dasar dalam penilaian konsumsi zat
gizi, baik pada individu maupun masyarakat.
Dewasa ini, informasi gizi semakin banyak diberikan pada label gizi. Nilai dari DKPI
diperlukan untuk mendukung tujuan tersebut. Tujuan dari pelabelan gizi adalah untuk memastikan
konsistensi dan akurasi informasi, serta untuk mencegah klaim menyesatkan. Suatu dilema yang
dihadapi oleh Tim AKG Indonesia adalah sangat kurangnya data kebutuhan gizi untuk orang
Indonesia. Jadi, seperti di masa yang lalu, data dari luar negeri digunakan dalam mendapatkan AKG.
Tim AKG menerima salah satu alasan dari US Food and Nutrition Board (USFNB) untuk harmonisasi
global pada pedoman gizi berbasis makanan, yaitu ‘kebutuhan fisiologi untuk kelompok sehat adalah
sama dimanapun’ (physiologic requirements are expected to be similar across healthy population).
Tim AKG, bagaimanapun, menyadari perlunya validasi kelayakan data luar negeri untuk anjuran
orang Indonesia karena kecukupan gizi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti genetik,
kebiasaan makan, gaya hidup dll.

II. KONSEP DAN ISTILAH


A. Berat Badan
Data yang digunakan untuk perhitungan rata-rata berat badan dan tinggi badan normal
orang Indonesia adalah data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dan 2010 yang dikumpulkan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Data yang diolah
meliputi umur, jenis kelamin, berat badan (BB), panjang badan (PB) untuk anak berumur di bawah 2
tahun dan tinggi badan (TB) untuk yang berumur 2 tahun ke atas.
Untuk menentukan status normal maka data BB, PB atau TB dikonversikan menjadi nilai Z-
Score (standardized value) menurut umur dan jenis kelamin dengan menggunakan baku
pertumbuhan WHO 2006 untuk anak umur 0-59 tahun dan baku WHO 2007 untuk anak dan remaja
berumur 5-19 tahun. Indikator status gizi yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U),
tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), indeks massa tubuh
menurut umur (IMT/U). Selanjutnya ditetapkan status gizi normal digunakan batasan WHO yaitu bila
nilai Z-Score setiap indikator status gizi membentang antara -2 SD (Z-Score =-2) dan +2 SD (Z-Score =
+2).

B. Kelompok Umur
Kelompok umur untuk AKG adalah mengikuti pengelompokan umur yang disepakati untuk
Asia Tenggara. Batas kelompok umur yang digunakan untuk AKG tahun 2012 mengalami
penambahan jika dibandingkan pada AKG tahun 2004. Batas atas kelompok umur pada AKG tahun
2004 adalah 65 tahun keatas, sedangkan untuk AKG tahun 2012 adalah 80 tahun keatas karena umur
harapan hidup Indonesia semakin meningkat.

C. Istilah dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG)


Indonesia menggunakan istilah Angka Kecukupan Gizi (AKG) sebagai terjemahan dari
Recommended Dietary Allowances (RDA). Filipina menggunakan istilah Recommended Energy and
Nutrient Intakes (RENI). Amerika Serikat dan Kanada dalam wadah Institute of Medicine (IOM)
menggunakan istilah Dietary Reference Intakes (DRI) yang terdiri dari: 1) kecukupan gizi rata-rata
(Estimated Average Requirement, EAR), 2) konsumsi gizi yang dianjurkan (Recommended Diatery
Allowance, RDA), 3) kecukupan asupan gizi (Adequate Intake, AI) dan 4) batas atas yang
diperbolehkan (Tolerable Upper Level, UL). FAO/WHO menggunakan istilah Recommended Nutrient
Intakes (RNIs). Jepang menggunakan istilah Nutrients-Based Dietary Reference Intakes (NBDRIs)
mirip dengan DRIs Amerika-Kanada tetapi dengan tambahan, kisaran asupan aman (safe range of
intake). Australia dan Selandia Baru menggunakan istilah Nutrient Reference Values (NRVs) yang
terdiri dari: estimated energy requirements (EER), EAR, RDI, AI, UL. Terdiri dari 4 tabel: gizi makro
termasuk serat dan air; vitamin larut dalam air, vitamin larut dalam lemak, dan mineral.
D. Energi
Berbagai faktor yang mempengaruhi kecukupan energi adalah berat badan, tinggi badan,
pertumbuhan dan perkembangan (usia), jenis kelamin, energi cadangan bagi anak dan remaja, serta
thermic effect of food (TEF). TEF adalah peningkatan pengeluaran energi karena asupan pangan yang
nilainya 5-10% dari Total Energy Expenditure (TEE) (Mahan & Escoot-stump 2008). Angka 5 %
digunakan bagi anak-anak yang tekstur makanannya lembut dan minum ASI/susu (umur <3 tahun) ;
dan 10% pada usia selanjutnya.
Perhitungan kecukupan energi yang terkini didasarkan model persamaan IOM (2005) dari
meta analisis tim pakar Institute of Medicine (IOM 2002). Model ini diperoleh dari data energi basal
(EB) yang diukur dengan metode doubly labeled water yang lebih valid dibanding model
sebelumnya. Kecukupan energi pada anak berbeda dengan kelompok usia lainnya. Pada kelompok
usia lanjut (lansia) hasil perhitungan AKE dari persamaan Henry (2005) perlu dikoreksi karena
jumlah subyek yang kecil dan overestimasi berdasarkan hasil kajian Krems C et al (2005), yaitu
overestimasi 9 % pada lansia laki-laki dan 11% pada lansia perempuan mulai usia 65 tahun. Pada
lansia juga dilakukan koreksi penurunan kebutuhan energi dengan bertambahnya umur yaitu 5%
pada usia 50-64 tahun, 7,5 % pada usia 65-79 tahun, dan 10% pada usia >=80 tahun sebagai akibat
penurunan jumlah sel-sel otot, beragam kompleks penurunan fungsi organ.

E. Gizi Makro dan Air


1. Protein
Kecukupan protein seseorang dipengaruhi oleh berat badan, usia (tahap pertumbuhan dan
perkembangan) dan mutu protein dalam pola konsumsi pangannya. Bayi dan anak-anak yang berada
dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang pesat membutuhkan protein lebih banyak
perkilogram berat badannya dibanding orang dewasa (IOM, 2005).
Mutu protein makanan ditentukan salah satunya komposisi dan jumlah asam amino
esensial. FAO (2013) merekomendasikan pola kebutuhan (referensi) asam amino esensial yang baru,
yang pada umumnya sedikit lebih tinggi dari pola kebutuhan asam amino sebelumnya.
Pangan hewani mengandung asam amino lebih lengkap dan banyak dibanding pangan
nabati, karena itu pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan
nabati. Disamping itu, mutu protein juga ditentukan oleh daya cerna protein tersebut, yang dapat
berbeda antar jenis pangan. Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan
semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan atau menu, maka semakin tinggi mutu
proteinnya. Demikian pula semakin rendah kandungan serat dan lembut tekstur suatu jenis pangan
sumber protein semakin baik mutu proteinnya (Gibney, Vorster & Kok, 2002).

2. Lemak
Seperti halnya kecukupan energi, kecukupan lemak seseorang juga dipengaruhi oleh
dipengaruhi oleh ukuran tubuh (terutama berat badan), usia atau tahap pertumbuhan dan
perkembangan dan aktifitas. Pola umumnya secara kuantitas adalah, bila kebutuhan energy
meningkat kebutuhan akan zat gizi makro juga meningkat. Artinya semakin banyak kecukupan energi
semakin banyak pula zat gizi makro, termasuk lemak yang dibutuhkan.
Pola konsumsi pangan harian yang dianjurkan sebaiknya memenuhi keseimbangan rasio
energy dari protein, lemak dan karbohidrat, atau yang biasa disebut sebagai kisaran distribusi
persentase energi dari zat gizi makro (Average Macronutrients energy Distribution Range – AMDR).
Secara umum pola konsumsi pangan remaja dan dewasa yang baik adalah bila perbandingan
komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak adalah 50-65% : 10-20% : 20-30%. Komposisi
ini tentunya dapat bervariasi, tergantung umur, ukuran tubuh, keadaan fisiologis dan mutu protein
makanan yang dikonsumsi. Pada bayi usia < 6 bulan, persentase energi dari protein sekitar 7% masih
baik karena proteinnya berasal dari ASI (ASI ekslusif) yang mutu proteinnya 100%.
Lemak dikonsumsi dalam bentuk lemak atau minyak yang tampak (seperti gajih, mentega,
margarin, minyak, santan dll) dan minyak yang tidak tampak (terkandung dalam makanan). Lemak
yang tampak dalam bentuk padat cenderung mengandung lebih banyak asam lemak jenuh.
Menurut Simopoulus et al. (2000) proporsi lemak jenuh (saturated fat) dan asam lemak trans
masing-masing maksimal 8% dan 1% dari energi total. Ini berarti bagi seorang remaja atau dewasa
dengan kecukupan energi 2000 kkal, perlu membatasi konsumsi lemaknya pada 56 g/hari dan
lemak jenuh sekitar 18 g/hari.
Upaya memperbaiki komposisi asam lemak dalam menu harian perlu dilakukan agar sejalan
dengan upaya pencegahan penyakit kronik degeneratif sedini mungkin melalui pengaturan
komposisi asam lemak yang dikonsumsi. Perbandingan untuk kandungan n-6 dan n-3 adalah 4-8 : 1.
Secara kuantitas, kecukupan n-3 dan n-6 didasarkan pada IOM (2005). Kecukupan bagi ibu hamil
dan ibu menyusui adalah sama yaitu 13 g n-6 dan 1,4 g n-3 per hari. Kecukupan bagi bayi 0-5 bulan
dan 6-11 bulan masing-masing adalah 4,4 g n-6 dan 0,5 g n-3 per hari

3. Karbohidrat
Kecukupan energi, kecukupan karbohidrat seseorang dipengaruhi oleh ukuran tubuh (berat
badan), usia atau tahap pertumbuhan dan perkembangan, dan aktifitas fisik. Ukuran tubuh dalam
arti masa otot yang semakin besar dan aktifitas fisik yang semakin tinggi berimplikasi pada
kecukupan karbohidrat yang semakin tinggi.
Ada dua pendekatan untuk menghitung kebutuhan karbogidrat bagi setiap kelompok umur
dan jenis kelamin. Pertama, didasarkan pada cara by difference. Untuk menghitung kecukupan
karbohidrat dilakukan by difference karena kecukupann energi, protein dan lemak sudah diperoleh.
Ini artinya kecukupan karbohidrat dihitung dengan total kecukupan energi dikurangi total energi dari
kecukupan protein dan kecukupan lemak. Kedua, adalah dengan mengunakan hasil review yang
dilakukan IOM (2005) bahwa kebutuhan karbohidrat bayi yang didasarkan karbohidrat dari ASI yang
cukup adalah 60g/orang/hari. Selanjutnya pada remaja dan dewasa 100 g/orang/hari. Hasil review
IOM (2005) menunjukkan kebutuhan karbohidrat remaja dan dewasa laki laki dan perempuan relatif
sama yaitu 100 g/orang/hari. Dengan mempertimbangkan perlu ditambah sejumlah dua kali
koefisien variasi (30%) untuk menjadikan kecukupannya, maka kecukupan karbohidrat bagi
perempuan dan laki-laki remaja atau dewasa adalah 130 g/orang/hari. Dalam perumusan kecukupan
karbohidrat juga dirumuskan kecukupan serat pangan.

4. Air
Komponen gizi mempunyai peran atau fungsi yang dapat dikelompokkan menjadi tiga atau
sering disebut triguna komponen gizi yaitu : i) sebagai pembentuk tubuh atau pembangun tubuh; ii)
sebagai sumber energi; iii) sebagai pengatur. Air mempunyai fungsi sebagai pembangun tubuh
seperti halnya pada protein, lemak dan mineral. Sel yang berisi air merupakan komponen tubuh
paling kecil dan sel akan bergabung membentuk jaringan dan organ. Dengan demikian tanpa air
maka sel tidak bisa dibentuk.

5. Vitamin
Ada 10 (sepuluh) vitamin larut air yang dihitung AKGnya yaitu: thiamin, riboflavin, niasin,
piridoksin, folate, vitamin B12, pantotenat, biotin, kolin dan vitamin C. Berbeda dengan vitamin
larut lemak, vitamin larut air tidak dapat disimpan dalam tubuh sehingga harus selalu tersedia dalam
diit.
Ada 4 (empat) vitamin larut dalam lemak yang dihitung AKGnya yaitu: vitamin A, vitamin D,
vitamin E, vitamin K. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) umumnya terdapat bersama-sama dalam
bagian lemak atau minyak dari makanan. Seperti lipid, vitamin ini membutuhkan asam empedu
untuk penyerapannya. Sekali diserap, vitamin ini akan disimpan di dalam hati dan jaringan berlemak
sampai diperlukan.
Penetapan angka kecukupan vitamin tersebut untuk Indonesia ini terutama didasarkan pada
review dari rekomendasi kecukupan vitamin yang ditetapkan oleh Institute of Medicine (IOM 1997,
2000, 2001) dan Food and Agriculture Organization/World Health Organization (FAO/WHO 2001).
Cara ini dilakukan mengingat sangat terbatasnya informasi yang berasal dari Indonesia yang dapat
digunakan untuk mempertimbangkan kecukupan vitamin.

6. Mineral
Ada 13 mineral yang dihitung AKGnya yaitu: kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium,
besi, iodium, seng, selenium, mangan, fluor, tembaga dan kromium. Penetapan angka kecukupan
gizi untuk Indonesia ini terutama didasarkan pada review dari rekomendasi kecukupan gizi untuk
mineral makro dan mikro yang ditetapkan oleh Institute of Medicine (IOM 1997, 2000, 2001) dan
Food and Agriculture Organization/World Health Organization (FAO/WHO 2001). Cara ini dilakukan
mengingat sangat terbatasnya informasi yang berasal dari Indonesia yang dapat digunakan untuk
mempertimbangkan kecukupan mineral.

7. Elektrolit
Ada 2 (dua) elektrolit yang dihitung AKGnya yaitu: natrium dan kalium. Natrium adalah
kation yang dominan dalam mempertahankan volume cairan ekstraselular. Bila kadar natrium cairan
ekstraselular menurun maka air akan dieksresi ginjal lebih banyak sehingga kadar natrium dan klor
kembali pada keadaan basal. Sementara itu, kalium adalah merupakan kation utama dalam sel.
Penurunan kadar kalium (K) dalam sel mengakibatkan turunnya fungsi eksitasi sel, irama jantung
abnormal, kelemahan otot, gangguan syaraf.

III. REKOMENDASI ANGKA KECUKUPAN GIZI (AKG)


1. Angka Kecukupan Gizi yang direkomendasikan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) ini disebut AKG 2012.
2. AKG 2012 digunakan untuk perencanaan konsumsi dan penyediaan pangan nasional dan
wilayah, penilaian konsumsi pangan secara secara agregatif (makro) tingkat nasional dan
wilayah, serta penetapan komponen gizi dalam perumusan garis kemiskinan dan upah minimum
dengan penyesuaian pada tingkat aktifitas. AKG tidak untuk digunakan untuk menilai
pemenuhan kecukupan gizi seseorang.
3. Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) pada tingkat konsumsi untuk
penilaian konsumsi energi dan protein penduduk secara agregatif (makro) adalah kilo kalori dan
gram protein perkapita per hari.
4. Perlu disusun suatu panduan penilaian dan perencanaan konsumsi gizi perorangan menurut
kelompok umur, jenis kelamin, aktifitas dan kondisi tertentu, yang dijadikan dasar dalam i)
penilaian konsumsi gizi (pemenuhan kebutuhan gizi) baik untuk survei maupun praktek kegizian,
dan ii) perencanaan konsumsi pangan (diet) seseorang untuk mempertahankan hidup sehat.
5. Memperhatikan perkembangan kajian tentang kebutuhan gizi masa lalu, dan implikasi
penyempurnaan AKG terhadap perencanaan dan penilain konsumsi pangan nasional/wilayah,
acuan label gizi, dan standar gizi lainnya, maka direkomendasikan peninjauan ulang dan
penyempurnaan AKG 2012 pada tahun 2022 (sepuluh tahun mendatang).
6. Dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang diperlukan berbagai penelitian tentang
kebutuhan dan kecukupan gizi penduduk Indonesia agar diperoleh AKG yang lebih valid bagi
penduduk Indonesia. Untuk ini perlu dibentuk suatu Tim Pakar AKG Indonesia yang bertugas
merumuskan kajian payung (research umbrella) penelitian AKG, target dan prioritasnya.

Daftar Pustaka
1. Food and Agriculture Organization of the United Nations/World Health Organization
(FAO/WHO). (2001). Human Vitamin and Mineral Requirements. Report of a joint FAO/WHO
Expert Consultation. Food and Nutrition Division. Rome : FAO.
2. Food and Nutrition Research Institute. (2002). Recommended Energy and Nutrient Intakes:
Philipines, 2002 edition. Departmen of Science and Technology.
3. Hardinsyah dan Tambunan, V. (2004). Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan.
Dalam Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. Jakarta : LIPI, Deptan, Bappenas, BPOM, BPS,
Menristek, PERGIZI PANGAN, PERSAGI dan PDGMI.
4. Henry CJK. (2005). Basal Metabolic Rate Studies in Humans: Measurements and Developmnet of
New Equations. Public Health Nutrition 8(7)A:1133-1152.
5. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (2011). Dietary Reference Intake for
Calcium and vitamin D. Washington : National Academy Press.
6. Institute of Medicine. (2005). Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat,
Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on Macronutrients,
Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary
Reference Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference
Intakes. Washington, DC : National Academies Press.
7. Institute of Medicine, Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (1997). Dietary Reference Intakes
for Calcium, Phosphorous, Magnesium, Vitamin D and Fluoridaide. Washington, DC : National
Academy Press.
8. Institute of Medicine, Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (2000). Dietary Reference Intakes for
Vitamin C, Vitamin E, Selenium, and Carotenoids. National Academy Press. Washington.
9. Institute of Medicine, Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (2001). Dietary Reference Intakes
for Vitamin A, Vitamin K, Arsenic, Boron, Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese,
Molybdenum, Nickel, Silicon, Vanadium, and Zinc. Washington : National Academy Press.
10. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (1997). Dietary Reference Intake for
Calcium, Phosphorus, Magnesium. Washington : National Academy Press.
11. MacPhail, P. (2000). Iron. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and S. Truswell). New
York : Oxford University Press.
12. Muhilal, Jalal dan Hardinsyah. (1998). Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan dalam :
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
13. National Research Council. (1989). Recommended Dietary Allowances. 10th edition. Food and
Nutrition Board. Washington : National Academy Press.
14. Soekatri, M dan Kartono, D. Angka Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor, Magnesium, Fluor.
Widyakarya Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17-19 Mei, 2004. Jakarta : LIPI.
15. Thomson, C. (2000). Iodine. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and S.Truswell).
Oxford University Press. New York.
16. Thomson, C. (2000). Selenium. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and S.Truswell).
New York : Oxford University Press.
17. World Health Organization/Food and Agriculture Organization/International Atomic and Energy
Agency. (1996). Trace Elements in Human nutrition and Health. Geneva : WHO.
18. Food and Nutrition Research Institute. (2002). Recommended Energy and Nutrient Intakes:
Philipines, 2002 edition. Departmen of Science and Technology.
19. Food and Agriculture Organization of the United Nations/World Health Organization
(FAO/WHO). (2001). Human Vitamin and Mineral Requirements. Report of a joint FAO/WHO
Expert Consultation. Food and Nutrition Division. Rome : FAO.
20. Gibson R. (2000). Ultratrace Elements. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and
S.Truswell). New York : Oxford University Press.
21. Gibson, R. dan E. Ferguson. (1999). An interactive 24-hour recall for assessing the adequacy of
Iron and Zinc Intakes in Developing Countries. Washington, DC: ILSI Press.
22. Goulding, A. (2000). Major Minerals: Calcium and Magnesium. In: Essentials of Human Nutrition
(eds. Jim Mann and Stewart Truswell). New York : Oxford University Press.
23. Institute of Medicine, Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (1997). Dietary Reference Intakes
for Calcium, Phosphorous, Magnesium, Vitamin D and Fluoridaide. Washington : National
Academy Press.
24. Institute of Medicine, Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (2000). Dietary Reference Intakes
for Vitamin C, Vitamin E, Selenium, and Carotenoids. Washington : National Academy Press.
25. Institute of Medicine, Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (2001). Dietary Reference Intakes
for Vitamin A, Vitamin K, Arsenic, Boron, Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese,
Molybdenum, Nickel, Silicon, Vanadium, and Zinc. Washington : National Academy Press.
26. Jalal F. dan Sumali MA. (1998). Gizi dan Kualitas Hidup: Agenda Perumusan Program Gizi
Repelita VII untuk Mendukung Pengembangan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas. Dalam:
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (eds. F.G.Winarno et al). Jakarta : Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
27. MacPhail, P. (2000). Iron. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and S. Truswell). New
York : Oxford University Press.
28. Muhilal, F.Jalal dan Hardinsyah. (1998). Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan. Dalam:
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (eds. F.G.Winarno et al). Jakarta : Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
29. Muhilal, Idrus Jus’at, Fasli Djalal dan Ig Tarwotjo. (1993). Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan.
Dalam: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (eds. et al). Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
30. National Research Council. (1989). Recommended Dietary Allowances. 10th edition. Food and
Nutrition Board. Washington, DC : National Academy Press.
31. Nesheim, MC. (1998). The Use and Misuse of RDAs and Dietary Guidelines. Dalam: Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VI (eds. F.G.Winarno et al). Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
32. Samman, S. (2000). Zinc. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and S. Truswell). New
York : Oxford University Press.
33. Thomson, C. (2000). Iodine. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and S.Truswell). New
York : Oxford University Press.
34. Thomson, C. (2000). Selenium. In: Essentials of Human Nutrition (eds. Mann J. and S.Truswell).
New York : Oxford University Press.
35. Whitney, EN. and Rolfes SR. (1999). Understading Nutrition. 8th edition. Belmont, CA :
Wadsworth Publishing Company.
36. World Health Organization/Food and Agriculture Organization/International Atomic and Energy
Agency. (1996). Trace Elements in Human nutrition and Health. Geneva : WHO.
37. Indonesia, Kementrian Kesehatan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2011).
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Balitbangkes.
38. Indonesia, Kementrian Kesehatan, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008).
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Balitbangkes.
39. Institute of Medicine of the National Academies. Food and Nutrition Board (IOM-FNB). (2006).
Dietary Reference Intake for Calcium, Phosphorus, Magnesium, Copper, Chromium. Washington
: National Academies Press.
40. Lutz, Carroll and Przytulski, Karen. Nutrition and Diet Therapy. 5th ed. (2011). Phyladelphia : FA
Davis Company.
41. National Research Council. (1989). Recommended Dietary Allowances. 10th edition, Food and
Nutrition Board, National Academy Press. Washington DC.
42. Nutrient Reference Values for Asutralian and New Zealand (including Recomended Dietary
Intakae). National Health and Medical Research Council. Departemet of Health and Ageing,
2005. Commenwealth of Asutralia 2006
43. Roth, Ruth A and Twonsend, Carolynn E. Nutrition and Diet Therapy. 8th Edition. 2003. Thomson
and Delmar Learning, NY
44. Safe Upper Levels for Vitamins and Mineral. Expert Group on Vitamins and Minerals. 2003. Food
Standard Agency, UK
45. Soekatri, Moesijanti dan Kartono, Djoko. Angka Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor,
Magnesium, Fluor. Widyakarya Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17-19 Mei, 2004.
46. Kartono, Djoko dan Soekatri, Moesijanti. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Iodium, Seng, Mangan,
Selenium.Widyakarya Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17-19 Mei, 2004.
47. Whitney, EN and SR. Rolfes. 1999. Understanding Nutrion. 8th Edition. Wadsworth Publishing
Company, Belmonth, CA
48. World Health Organization/Food and Agriculture Organization/International Atomic and Energy
Agency (FAO/WHO/IAEA), 1996. Trace Elements in Human Nutrition and Health. WHO, Geneva.
49. Hardinsyah, Riyadi Hadi dan Napitupulu, Victor. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan
Karbohdirat. WNPG 2012. Jakarta.
50. Altman PL.1961. Blood and other body fuids. Washington DC: Federation of American Societies
for Experimental Biology
51. Andersen, AS. 1986. Dietary factor in the aetiology and treatment of constipation during
pregnancy. British J. Of. Obstetric and Gynecology 93.3. 245 – 249
52. Christian JL., Greger JL., Stewart B. 1985. Study Guide for Nutrition for Living. California: The
Benjamin/ Cummings Publishing Company Inc.
53. Costill, DL dan WJ Fink., 1974. Plasma volume changes following exercise and thermal
dehydration. J.Appl Physiol 37:521-525
54. Derhyshul E., Davis J., Castarell V., Dettman P. 2006. Diet, physical in activity and the prevalence
of constipation through out and after pregnancy. Maternal and Child Nutrition 2, 3, 127 - 134
55. Derhyshine, E. 2007. The importance of adequate fluid and fiber intake during pregnancy.
Nursing standard 21: 40 – 43
56. Devlin, Thomas M. 1986. Textbook of Biochemistry With Clinical Correlations. New York: John
Wiley & Sons
57. Darrow, D.C dan Prat EL., 1950. Fluid Therapy: Relation to tissue composition and expenditure of
water and electrolyte council of Food and Nutrition. J.A.M.A 143:365
58. Gisolfi CV dan AJ. Ryan., 1996. Gastrointestinal physiology during exercise. In: Buskirk ER Publish
SM ed. Body fluid balance: exercise and sport. CRC press p 19-51
59. Holliday, MA dan Segar W.E., 1957, The maintenance need for water in parenteral fluid therapy.
Pediatrics 19.823-832
60. Institute of Medicine, Food and National Board. 2005 b.Dietary reference intake for water,
potassium, sodium, chloride and sulfate. Washington DC.The National Academic Press
61. Jequier E and F. Constant, 2009. Water as an essential nutrient: The physiological basis of
hydration. E,J,of Clin Nutr. 1-9
62. Kleiner SM. 1999. (Review) Water: An Essential but Overlooked Nutrient. J Am Diet Assoc Apr
99(4):411
63. R.J. Lavizzo-Mourey., 1987. Dehidration in the elderly: A short Review. J.of.Nat med ass vol 79:10
64. Mary Astuti, Zaenal M Sofro, Rahardjo TK, C Wibawati, D. Erawati dan Dito Adi Pratama, 2010.
Pengaruh konsumsi minuman elektrolit terhadap keseimbangan cairan tubuh dan hematologi
pada laki-laki yang berpuasa Ramadan.
65. Mien K Mahmud., Hermana. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Depkes RI
66. Shannon, Marcia, 2012. Water: The Essential Nutrient yang diakses dari agebb.missouri.edu
pada 18 Juli 2012
67. Siregar, P. 2012. Kebutuhan Air pada Berbagai Kelompok Usia dan Kondisi tertentu. Workshop
Revitalisasi Zat Gizi Air
68. Wilson, Fisher, and Fuqua. 1971. Principles of Nutrition. New Delhi: Wiley Eastern Private Limited
69. Departemen Kesehatan. (1981). “Daftar Komposisi Bahan Makanan”. Jakarta : Bhratara Karya
Aksara.
70. ___________________. (2001). “Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia”. Jakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI.
71. Elmadfa, I & Meyer, AL. (2010). “Importance of Food Composition Data to Nutrition and Public
Health”. Eur J Clin Nutr, 64 Suppl 3, S4-7
72. Institute of Nutrition. (2011). “Report of ASEANFOODS Workshop 2011 : INFOODS Training and
ASEANFOODS Activities”, 18-21 July 2011, Institute of Nutrition Mahidol University, Bangkok,
Thailand.
73. Lembaga Makanan Rakjat. (1958). “Daftar Analisa Bahan-Bahan Makanan”. Jakarta : Lembaga
Makanan Rakjat, Kementerian Kesehatan RI.
74. ______________________. (1960). “Daftar Analisa Bahan Makanan”. Jakarta : Lembaga
Makanan Rakjat, Kementerian Kesehatan RI.
75. Mahmud MK, Slamet DS, Apriyantono RR, Hermana. (1990). “Komposisi Zat Gizi Pangan
Indonesia”. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Gizi, Departemen Kesehatan RI.
76. Mahmud MK, Zulfianto NA. (2008). “Tabel Komposisi Pangan Indonesia”. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
77. Mukrie NA, Chatidjah S, Masoara S, Alhabsyi A, Djasmidar AT, Bernadus HA, Mahmud MK,
Hermana, Slamet DS, Apriyantono RR, Soemodiharjo S, Muhtadi D. (1995). “Daftar Komposisi Zat
Gizi Pangan Indonesia”. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI.
78. Nio OK, Hong LG. (1964). “Daftar Analisa Bahan Makanan”. Jakart a: Lembaga Makanan Rakjat,
Kementerian Kesehatan RI.
79. Nio OK. (1992). “Daftar Analisis Bahan Makanan”. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
80. Visser JWB & Pol Avd. (1953). “Daftar Analisa Bahan-Bahan Makanan”. Jakarta : Lembaga
Makanan Rakjat.
81. Williamson, C. (2006). “Synthesis report No 2: The Different Uses of Food Composition
Databases”. British Nutrition Foundation, European Food Information Resource Consortium
(EuroFIR).
Tabel 1. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat dan Air yang dianjurkan untuk
Orang Indonesia (per orang per hari)
Kelompok BB TB Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Air
umur (kg) (cm) (kkal) (g) (g) (g) (g) (mL)
Total n-6 n-3
Bayi/Anak
0 – 6 bulan 6 61 550 12 34 4,4 0,5 58 0 -
7 – 11 bulan 9 71 725 18 36 4,4 0,5 82 10 800
1-3 tahun 13 91 1125 26 44 7,0 0,7 155 16 1200
4-6 tahun 19 112 1600 35 62 10,0 0,9 220 22 1500
7-9 tahun 27 130 1850 49 72 10,0 0,9 254 26 1900
Laki-laki
10-12 tahun 34 142 2100 56 70 12,0 1,2 289 30 1800
13-15 tahun 46 158 2475 72 83 16,0 1,6 340 35 2000
16-18 tahun 56 165 2675 66 89 16,0 1,6 368 37 2200
19-29 tahun 60 168 2725 62 91 17,0 1,6 375 38 2500
30-49 tahun 62 168 2625 65 73 17,0 1,6 394 38 2600
50-64 tahun 62 168 2325 65 65 14,0 1,6 349 33 2600
65-80 tahun 60 168 1900 62 53 14,0 1,6 309 27 1900
80+ tahun 58 168 1525 60 42 14,0 1,6 248 22 1600
Perempuan
10-12 tahun 36 145 2000 60 67 10,0 1,0 275 28 1800
13-15 tahun 46 155 2125 69 71 11,0 1,1 292 30 2000
16-18 tahun 50 158 2125 59 71 11,0 1,1 292 30 2100
19-29 tahun 54 159 2250 56 75 12,0 1,1 309 32 2300
30-49 tahun 55 159 2150 57 60 12,0 1,1 323 30 2300
50-64 tahun 55 159 1900 57 53 11,0 1,1 285 28 2300
65-80 tahun 54 159 1550 56 43 11,0 1,1 252 22 1600
80+ tahun 53 159 1425 55 40 11,0 1,1 232 20 1500
Hamil (+an)
Timester 1 +180 +20 +6 +2,0 +0,3 +25 +3 +300
Trimester 2 +300 +20 +10 +2,0 +0,3 +40 +4 +300
Trimester 3 +300 +20 +10 +2,0 +0,3 +40 +4 +300
Menyusui
6 bln pertama
(+an) +330 +20 +11 +2,0 +0,2 +45 +5 +800
6 bln kedua +400 +20 +13 +2,0 +0,2 +55 +6 +650
Tabel 2. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak yang dianjurkan untuk Orang Indonesia (per orang
per hari)
Kelompok umur BB (kg) TB Vitamin A Vitamin D Vitamin E Vitamin K
(cm) (mcg)a (mcg) (mg) (mcg)
Bayi/Anak
0 – 6 bulan 6 61 375 5 4 5
7 – 11 bulan 9 71 400 5 5 10
1-3 tahun 13 91 400 15 6 15
4-6 tahun 19 112 450 15 7 20
7-9 tahun 27 130 500 15 7 25
Laki-laki
10-12 tahun 34 142 600 15 11 35
13-15 tahun 46 158 600 15 12 55
16-18 tahun 56 165 600 15 15 55
19-29 tahun 60 168 600 15 15 65
30-49 tahun 62 168 600 15 15 65
50-64 tahun 62 168 600 15 15 65
65-80 tahun 60 168 600 20 15 65
80+ tahun 58 168 600 20 15 65
Perempuan (thn)
10-12 tahun 36 145 600 15 11 35
13-15 tahun 46 155 600 15 15 55
16-18 tahun 50 158 600 15 15 55
19-29 tahun 54 159 500 15 15 55
30-49 tahun 55 159 500 15 15 55
50-64 tahun 55 159 500 15 15 55
65-80 tahun 54 159 500 20 15 55
80+ tahun 53 159 500 20 15 55
Hamil (+an)
Timester 1 +300 +0 +0 +0
Trimester 2 +300 +0 +0 +0
Trimester 3 +350 +0 +0 +0
Menyusui (+an)
6 bln pertama +350 +0 +4 +0
6 bln kedua +350 +0 +4 +0
Tabel 3. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air yang dianjurkan untuk Orang Indonesia (per orang per
hari)
Kelompok Vita Vita Vita Vita Vita Folat Vitamin Asam Biotin Kolin Vita
umur min min min min min (mcg) B12 panto (mcg) (mg) min
B1 B2 B3 B5 B6 (mcg) tenat C
(mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg)
Bayi/An
ak
0–6 0,3 0,3 2 1,7 0,1 65 0,4 1,7 5 125 40
bulan
7 – 11 0,4 0,4 4 1,8 0,3 80 0,5 1,8 6 150 50
bulan
1-3 0,6 0,7 6 2 0,5 160 0,9 2,0 8 200 40
tahun
4-6 0,8 1,0 9 2 0,6 200 1,2 2,0 12 250 45
tahun
7-9 0,9 1,1 10 3 1,0 300 1,2 3,0 12 375 45
tahun
Laki-laki
10-12 1,1 1,3 12 4 1,3 400 1,8 4,0 20 375 50
tahun
13-15 1,2 1,5 14 5 1,3 400 2,4 5,0 25 550 75
tahun
16-18 1,3 1,6 15 5 1,3 400 2,4 5,0 30 550 90
tahun
19-29 1,4 1,6 15 5 1,3 400 2,4 5,0 30 550 90
tahun
30-49 1,3 1,6 14 5 1,3 400 2,4 5,0 30 550 90
tahun
50-64 1,2 1,4 13 5 1,7 400 2,4 5,0 30 550 90
tahun
65-80 1,0 1,1 10 5 1,7 400 2,4 5,0 30 550 90
tahun
80+ 0.8 0,9 8 5 1,7 400 2,4 5,0 30 550 90
tahun
Peremp
uann
10-12 1,0 1,2 11 4 1,2 400 1,8 4,0 20 375 50
tahun
13-15 1,1 1,3 12 5 1,2 400 2,4 5,0 25 400 65
tahun
16-18 1,1 1,3 12 5 1,2 400 2,4 5,0 30 425 75
tahun
19-29 1,1 1,4 12 5 1,3 400 2,4 5,0 30 425 75
tahun
30-49 1,1 1,3 12 5 1,3 400 2,4 5,0 30 425 75
tahun
50-64 1.0 1,1 10 5 1,5 400 2,4 5,0 30 425 75
tahun
65-80 0,8 0,9 9 5 1,5 400 2,4 5,0 30 425 75
tahun
80+ 0,7 0,9 8 5 1,5 400 2,4 5,0 30 425 75
tahun
Hamil
(+an)
Timester +0,3 +0,3 +4 +1 +0,4 +200 +0,2 +1,0 +0 +25 +10
1
Trimeste +0,3 +0,3 +4 +1 +0,4 +200 +0,2 +1,0 +0 +25 +10
rTrimeste
2 +0,3 +0,3 +4 +1 +0,4 +200 +0,2 +1,0 +0 +25 +10
r3
Menyus
ui (+an)
6 bln +0,3 +0,4 +3 +2 +0,5 +100 +0,4 +2,0 +5 +75 +25
pertama
6 bln +0,3 +0,4 +3 +2 +0,5 +100 +0,4 +2,0 +5 +75 +25
kedua
Tabel 4. Angka Kecukupan Mineral Makro yang dianjurkan untuk Orang Indonesia (per orang per
hari)
Kelompok umur Kalsium Fosfor Magnesium Natrium Kalium Mangan
(mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg)
Bayi/Anak
0 – 6 bulan 200 100 30 120 500 -
7 – 11 bulan 250 250 55 200 700 0,6
1-3 tahun 650 500 60 1000 3000 1,2
4-6 tahun 1000 500 95 1200 3800 1,5
7-9 tahun 1000 500 120 1200 4500 1,7
Laki-laki
10-12 tahun 1200 1250 150 1500 4500 1,9
13-15 tahun 1200 1250 200 1500 4700 2,2
16-18 tahun 1200 1250 250 1500 4700 2,3
19-29 tahun 1100 700 350 1500 4700 2,3
30-49 tahun 1000 700 350 1500 4700 2,3
50-64 tahun 1000 700 350 1300 4700 2,3
65-80 tahun 1000 700 350 1200 4700 2,3
80+ tahun 1000 700 350 1200 4700 2,3
Perempuan
10-12 tahun 1200 1250 155 1500 4500 1,6
13-15 tahun 1200 1250 200 1500 4500 1,6
16-18 tahun 1200 1250 220 1500 4700 1,6
19-29 tahun 1100 700 310 1500 4700 1,8
30-49 tahun 1000 700 320 1500 4700 1,8
50-64 tahun 1000 700 320 1300 4700 1,8
65-80 tahun 1000 700 320 1200 4700 1,8
80+ tahun 1000 700 320 1200 4700 1,8
Hamil (+an)
Timester 1 +200 +0 +0 +0 +0 +0,2
Trimester 2 +200 +0 +0 +0 +0 +0,2
Trimester 3 +200 +0 +0 +0 +0 +0,2
Menyusui (+an)
6 bln pertama +200 +0 +50 +0 +400 +0,8
6 bln kedua +200 +0 +50 +0 +400 +0,8
Tabel 5. Angka Kecukupan Mineral Mikro yang dianjurkan untuk Orang Indonesia (per orang per
hari)
Kelompok umur Tembaga Kromium Besi Iodium Seng Selenium Fluor
(mg) (mcg) (mg) (mcg) (mg) (mcg) (mg)
Bayi/Anak
0 – 6 bulan 200 - - 90 - 5 -
7 – 11 bulan 220 6 7 120 3 10 0.4
1-3 tahun 340 11 8 120 4 17 0.6
4-6 tahun 440 15 9 120 5 20 0.9
7-9 tahun 570 20 10 120 11 20 1.2
Laki-laki (thn)
10-12 tahun 700 25 13 120 14 20 1.7
13-15 tahun 800 30 19 150 18 30 2.4
16-18 tahun 890 35 15 150 17 30 2.7
19-29 tahun 900 35 13 150 13 30 3.0
30-49 tahun 900 35 13 150 13 30 3.1
50-64 tahun 900 30 13 150 13 30 3.1
65-80 tahun 900 30 13 150 13 30 3.1
80+ tahun 900 30 13 150 13 30 3.1
Perempuan
10-12 tahun 700 21 20 120 13 20 1.9
13-15 tahun 800 22 26 150 16 30 2.4
16-18 tahun 890 24 26 150 14 30 2.5
19-29 tahun 900 25 26 150 10 30 2.5
30-49 tahun 900 25 26 150 10 30 2.7
50-64 tahun 900 20 12 150 10 30 2.7
65-80 tahun 900 20 12 150 10 30 2.7
80+ tahun 900 20 12 150 10 30 2.7
Hamil (+an)
Timester 1 +100 +5 +0 +100 +2 +5 +0
Trimester 2 +100 +5 +9 +100 +4 +5 +0
Trimester 3 +100 +5 +13 +100 +10 +5 +0
Menyusui (+an)
6 bln pertama +400 +20 +6 +100 +5 +10 +0
6 bln kedua +400 +20 +8 +100 +5 +10 +0
View publication stats

You might also like