Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
ESNI 260112160537
MULTIANI S LATIF 260112160595
FAKULTAS FARMASI
PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia sebagai negara berkembang, saat ini mengalami perkembangan yang sangat berarti
dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan yang terjadi tersebut, salah satunya dapat dilihat
dari bidang kesehatan. Hal tersebut disebabkan karena kesehatan adalah hak asasi manusia dan
sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa.
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan
kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Salah satu upaya penyelenggarakan pelayanan
kesehatan adalah Puskesmas yang merupakan sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary
care). Primary care merupakan sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit
ringan. Sarana ini merupakan juga yang paling dekat dengan masyarakat, artinya pelayanan
kesehatan paling pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat.
Selain melakukan upaya kesehatan dalam pembangunan kesehatan, jugamelakukan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Pemberdayaan masyarakatialah suatu upaya atau
proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dankemampuan masyarakat dalam mengenali,
mengatasai, memelihara, melindungi danmeningkatan kesejahteraan mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat di bidangkesehatan merupakan sasaran utama promosi kesehatan.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi dalam promosi dan
edukasi (Hartini dan Sulasmono, 2007). Edukasi pasien bukan saja suatu tanggung jawab etika,
melainkan juga suatu tanggung jawab hukum medis (medical-legal).
Promosi kesehatan sebagai bagian dari tingkatan pencengahan penyakit.Berdasarkan Piagam
Ottawa (Ottawa Chanter: 1986), sebagai hasil rumusanKonferensi Internasional Promosi
Kesehatan di Ottawa, Canada, dinyatakan bahwapromosi kesehatan adalah suatu proses untuk
memampukan masyarakat dalammemelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata
lain, promosi kesehatanadalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau
dan mampuuntuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Batasan
promosikesehatan ini mencakup dua dimensi yakni “kemauan” dan “kemampuan”, atau
tidaksekedar meningkatkannya kemauan masyarakat seperti dikonotasikan oleh
pendidikankesehatan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa dalam mencapai derajad kesehatan
yangsempurna baik fisik, mental, maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal
danmewujudkan aspirasinya, kebutuhannya dan mampu mengubah atau mengatasilingkungannya.
Lingkungan di sini mencakup lingkungan fisik, sosilbudaya danekonominya.
Minimnya partisipasi masyarakat membuat program promosi kesehatan tidak dapat bertahan
jangka panjang, sehingga kondisi kesehatan masyarakat menurun (Dalton, Elias, & Wandersman,
2001; Green & Kreuter, 1991). Partisipasi masyarakat merupakan kunci utama dalam mobilisasi
masyarakat pada program promosi kesehatan berbasis komunitas untuk pencegahan dan
pengendalian penyakit menular DBD (Therawiwat, Fungladda, Kaewkungwal, Imamee, &
Steckler, 2005; Raju, 2003). Partisipasi masyarakat dijadikan strategi global untuk penanganan
DBD yang tersusun dalam “Dengue–Communication for Behavioral Impact” (Dengue‐COMBI)
(Renganathan etal., 2003).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dari promosi kesehatan ?
2. Bagaimana program promosi kesehatan berbasis komunitas untuk pencegahan dan pengendalian
penyakit menular DBD ?
3. Bagaimana Peran apoteker untuk mempromosikan kesehatan masyarakat ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan mengembangkan program promosi kesehatan berbasis komunitas
untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular seperti DBD serta mengetahui peran
apoteker terhadap promosi kesehatan.
1.4 Manfaat
Diharapkan dengan adanya promosi kesehatan tersebut, masyarakat lebih mengetahui dan
menyadari cara pencegahan dan pengendalian penyakit terutama untuk penyakit menular seperti
DBD.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Promosi Kesehatan
Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses mengupayakan individu-individu dan
masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengandalkan faktor- faktor yang
mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Indonesia
merumuskan pengertian promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan bersumber daya masyarakat sesuai sosial
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasana kesehatan (Depkes RI,
2005).
Menurut Lawrence Green (1984), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi
pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang
dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan.
Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu :
1) Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat
2) Peningkatan perilaku masyarakat
3) Peningkatan status kesehatan masyarakat
Strategi Promosi Kesehatan Berdasarkan rumusan WHO (1994), dalam Notoatmodjo (2007),
strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari tiga hal, yaitu :
1) Advokasi (advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau
mendukung terhadap tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi
adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan
di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut dapat mendukung program kesehatan yang kita
inginkan.
2) Dukungan sosial (social supporrt)
Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-
tokoh formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar tokoh masyarakat sebagai
penghubung antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat
penerima program kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial antara lain pelatihan-pelatihan para
tokoh 10 masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.
3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan merupakan strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat
langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan untuk diri mereka sendiri.
Bentuk kegiatan ini antara lain penyuluhan kesehatan, keorganisasian dan pengembangan
masyarakat dalam bentuk koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan
pendapatan keluarga (Notoatmodjo, 2007).
Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek
pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi :
a) Promosi kesehatan pada tingkat promotif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada kelompok orang sehat,
dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan kesehatannya.
b) Promosi kesehatan pada tingkat preventif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat juga bagi kelompok yang
beresiko. Misalnya, ibu hamil, para 11 perokok, para pekerja seks, keturunan diabetes dan
sebagainya. Tujuan utama dari promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah
kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).
c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit, terutama yang
menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes mellitus, tuberculosis, hipertensi dan sebagainya.
Tujuan dari promosi kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit
tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif.
Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok penderita atau pasien
yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah
mengurangi kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini
adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary prevention)
(Notoatmodjo, 2007).
2.2 Promosi Kesehatan Puskesmas
Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang paling dekat denganmasyarakat. Sehingga
promosi kesehatan dilakukan oleh Puskesmas karena masyarakatyang menjadi fokus utamanya.
Di sini masyarakatlah yang menjadi objek dari promosikesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas.
Hampir semua kecamatan terdapatPuskesmas, baik kecamatan di kabupaten maupun kecamatan
di perkotaan. Puskesmasyang terletak di perkotaan disebut Puskesmas perkotaan seperti
Puskesmas RasimahAhmad di Bukittinggi (Bethalia. 2011).
Puskesmas Rasimah Ahmad merupakan salah satu Puskesmas dari 6 Puskesmas yang ada di
Bukit tinggi. Puskesmas Rasimah Ahmad merupakan Puskesmasyang terbaik yang ada di Bukit
tinggi karena memiliki fasilitas yang lebih dari Puskesmas yang lainnya. Fasilitas yang dimiliki
oleh Puskesmas Rasimah Ahmadseperti adanya labor, IGD 24 jam, dan rawat inap persalinan.
Puskesmas ini berada di Kecamatan Guguak Panjang, Kelurahan Aua Tajungkang Tangah Sawah.
Bentuk promosi kesehatan yang dilakukan Puskesmas Rashimah Ahmad seperti
kampanyekeliling, dan penyebaran liflet. Penyebaran liflet ini dapat dilakukan memalui
brosur,penyuluhan dalam dan luar ruangan, spanduk, baliho dan bandar-bandar yang ada
diPuskesmas Rashimah Ahmad.Keberhasilan promosi kesehatan dilihat dari perubahan perilaku
kesehatanyang terjadi di masyarakat. Promosi kesehatan biasanya dilakukan bersamaan
denganposyandu. Masyarakat Tengah Sawah mengenal Promosi Kesehatan dengan
sebutan“penyuluhan”, karena petugas Puskesmas memperkenalkan promosi dengan
sebutanpenyuluhan (Bethalia. 2011).
Puskesmas perkotaan ini terletak di kota dengan penduduk agak padat dankunjungan cukup
tinggi denganoutput Puskesmas 60.000 orang/tahun (Adisasmito, 2006). Maka promosiyang
dilakukan akan berguna bagi masyarakat perkotaan. Kota merupakan sebagaisuatu pemukiman
dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatanwilayah nasional, dengan
struktur mata pencaharian non-agraris dan tataguna tanah yang beraneka ragam serta dengan
pergedungan yang berdirinya berdekatan (Menno, 1992). Sehinggadapat dikatakan bahwa
masyarakat perkotaan sangat rentan dengan penyakit karenamemiliki aktifitas yang sangat padat
dan lingkungan mereka pun kurang alami karenasudah dipenuhi oleh gedung-gedung yang
tinggi.Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakatdi wilayah tropis.
Daerah endemis tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, danberulang kali menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB) disertai kematian yang banyak (Bethalia. 2011).
2.5 Peran Apoteker dalam Promosi Kesehatan merupakan perannya dalam Komunitas.
Memberikan pengarahan kepada masyarakat mengenai penggunaan obat yang benar melalui
penyuluhan, seminar, buletin, maupun iklan layanan masyarakat.
Membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat sehat, khususnya dalam penanganan
penyakit - penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang melalui penyuluhan,
membuat materi, buletin, iklan, serta berpartisipasi dalam pengendalian infeksi di RS melalui
Komite Pengendali Infeksi.
Memberikan informasi mengenai pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat
khususnya mengenai obat atau penemuan obat baru.
Berperan dalam memberikan edukasi obat pada masyarakat, pengadaan obat berdasarkan penyakit
yang banyak terjadi di komunitas tersebut, serta dalam pengawasan mutu obat.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila
masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi.
Disiplin dan pengawasan penggunaan obat pada masyarakat korban bencana, atau pada
pemberian imunisasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi
yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan
perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan. Pada dasarnya tujuan utama promosi
kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat,
Peningkatan perilaku masyarakat dan Peningkatan status kesehatan masyarakat.
Masyarakat sampai saat ini menunjukkan bahwa adanya keterbatasan pengetahuan dan
informasi tentang cara pencegahan penyakit DBD pada masyarakat (Kompas, 2008), sulitnya
membuat semua orang peduli dan mau berusaha menjaga kebersihan lingkungan untuk
pencegahan penyakit DBD (Hutabarat, Windyaningsih, & Delianna, 2007; Kompas, 2008),
rendahnya kesadaran dan tanggung jawab kolektif untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
(Kompas, 2008; 4 Maret 2008), dan orang merasa lebih percaya pada metode pemberantasan
nyamuk dengan bahan kimia dibandingkan melakukan PSN secara mandiri (Cahyo, 2006;
Haryono, 1999; Kompas, 2008).
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan mahasiswi tenaga
kesehatan dalam melaksanakan promosi kesehatan, dan kami berharap makalah ini mendapatkan
kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, wiku. 2006. Buku Ajar Kebijakan Kesehatan. Departemen AKK FKM UI, Depok.
Bethalia. 2011. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Kesehatan (Studi Kasus: Pemahaman Masyarakat
Kelurahan Aua Tajungkang Tangah Sawah, Bukittinggi Yang Pernah Menderita Penyakit Dbd
).Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang
Cahyo, K. (2006). Kajian faktor‐faktor perilaku dalam keluarga yang Mempengaruhi pencegahan penyakit
demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Meteseh Kota Semarang. Media Litbang Kesehatan
XVI (4),
Chua, K. B., I‐Ly Chua, I‐Ee Chua, & Chua, K. H. (2005). Differential environmental preferences of gravid
female aedes mosquitoes in ovipositing their eggs. The Southeast Asian Journal Tropical Medicine
and Public Health, 36 (5), 1133‐ 1138.
Dalton, J.H., Elias, M.J., & Wandersman, A. 2001. Community Psychology: Linking Individuals and
communities. Belmont, CA : Wadsworth.
Direktorat Kesehatan Dan Gizi Masyarakat
2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan(wabah) PenyakitMenular (studi kasus
dbd). Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Ewles, L. & Simnett, I. (2003). Promoting Health: A Practical Guide, Fifth Edition. London: Baillière
Tindall.
Figueiredo, L. T. M. (2003). Dengue in Brazil: past present and future perspective. Dengue Bulletin, 27, 25‐
33. Sopotammarak, S. (2003). Dengue haemorrhagic fever – a threat to global
health. Dengue Bulletin, 27, 192‐194.
Green, L. W. & Kreuter, M. W. (1991). Health Promotion Planning, An Educational and Environmental
Approach (Second Edition). London: Mayfield Publishing Company.
Hutabarat, T., Windyaningsih, C., & Delianna, J. (2007). Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kompas. (8 Februari 2008). Kesehatan: Warga Diminta Waspadai DBD di Musim Hujan. Jakarta: P.T.
Gramedia Pustaka Utama
Renganathan, E., Parks, W., Llyod, L., Nathan, M. B., Hosein, E., Odugleh, A., Clark, G. G., Gubler, D. J.,
Prasittisuk, C., Palmer, K., & San Martin, J‐L. (2003). Sulistyowati, l, s., 2011. Promosi Kesehatan
Di Daerah Bermasalah Kesehatan. Jakarta
Towards. 2012. Sustaining Behavioral Impact In Dengue Prevention And Control. Dengue Bulletin,
Therawiwat, M., Fungladda, W., Kaewkungwal, J., Imamee, N., & Steckler, A. (2005). Commnity‐based
approach for prevention and control of dengue hemorrhagic fever in Kanchanaburi Province,
Thailand. The Southeast Asian Journal Tropical Medicine and Public Health, 36 (5),
Yoo, S., Weed, N.E., Lempa, M.L., Mbondo, M., Shada, R.E., & Goodman, R.M. (2004). Collaborative
community empowerment: An illustration of a sixstep process. Health Promotion Practice