You are on page 1of 24

BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah kumpulan


gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak baik fokal atau global
secara tiba-tiba, disertai gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain gangguan
vaskuler.3-6 Banyak aspek yang dipertimbangkan dalam menetapkan pembagian
stroke. Berdasarkan kausanya, stroke terbagi dua yaitu hemoragik dan iskemik:4-7
1. Jenis perdarahan (stroke hemoragik)
Disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun
subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak
dapat terjadi karena berry aneurysmakibat hipertensi tak terkontrol yang
mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena
kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan
subaraknoid dapat disebabkan pecahnya aneurisma kongenital pembuluh darah
arteri otak di ruang subaraknoidal.
2. Jenis oklusif (stroke iskemik)
Dapat terjadi karena emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya berasal
dari jantung atau pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun ekstrakranial
atau trombolitik/arteriosklerotik fokal pada pembuluh arteri otak yang
berangsur-angsur menyempit dan akhirnya tersumbat.
Pertama kali yang terjadi jika otak mengalami kekurangan aliran darah adalah
iskemik, yang mana terjadi kehilangan fungsi reversible. Selain itu, jika
berkurangnya aliran darah otak yang lama dan berat, akan mengakibatkan infark
dan kematian sel otak yang permanen. Infark cerebri adalah kematian neuron-
neuron, sel glia, dan sistem pembuluh darah yang disebabkan oleh kekurangan
oksigen dan nutrisi. Berdasarkan penyebabnya infark dapat dibagi 3, yaitu :
1. Infark Anoksik, disebabkan dari kekurangan oksigen, walaupun aliran
darahnya normal, misalnya asfiksia.
2. Infark Hipoglikemi, terjadi jika kadar glukosa dalam darah dibawah batas
kritis.
3. Infark iskemik, terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen dan nutrisi.

2.2 Epidemiologi
Menurut Warlow, dari penelitian pada populasi masyarakat, infark
aterotrombotik merupakan penyebab stroke paling sering terjadi, yaitu ditemukan
pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-40%. Infark aterotrombotik
terjadi akibat adanya proses aterotrombotik pada arteri ekstra dan intrakranial.

2.3 Faktor Resiko


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Ras dan suku bangsa
d. Faktor turunan
e. Berat badan lahir rendah
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Prilaku:
 Merokok
 Diet tidak sehat : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, kurang
buah
 Alkoholik
 Obat-obatan: narkoba (kokain), anti koagulansia, antim platelet,
amfetamin, pil kontrasepsi
 Kurang gerak badan
b. Fisiologis
 Penyakit hipertensi
 Penyakit jantung
 Diabetes mellitus
 Infeksi/lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus
 Gangguan ginjal
 Kegemukan (obesitas)
 Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
 Kelainan anatomi pembuluh darah
 Stenosis karotis asimtomatik

2. 4 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju ke otak akan
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque atherosclerotic” yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada :
 Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis
 Fibrilasi atrium
 Infarksio kordis akut
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai :
 Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
 Embolisasi lemak dan udara atau gas.
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right sided
circulation(emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan, trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.

2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
atau ulserasi plak, dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle cell,


defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contoh:
trauma, diseksi aorta torasik, arteritis).4-7 Berdasarkan patologi anatomi dan
penyebabnya :

1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Embolia serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid

Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu :


1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke

Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah :


1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler

Berdasarkan tipe infark (Sjahrir, 2003) :


1. Total Anterior Circulation Infarction
2. Partial Anterior Circulation Infarction
3. Posterior Circulation Infarction
4. Lacunar Infarction

Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST


(Adams, dkk, 1993 ; Sjahrir, 2003) :
1. Aterosklerosis arteri besar (Embolus/ Trombosis)
2. Kardioembolisme (Risiko Tinggi/ Risiko Sedang)
3. Oklusi pembuluh darah kecil (Lakunar)
4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menetukan
5. Stroke akibat dari penyebab lain yang tak dapat ditentukan:
a. Dua atau lebih penyebab teridentifikasi
b. Tidak ada evaluasi
c. Evaluasi tidak lengkap Etiologi Stroke Iskemik

2.5 Patofisiologi
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke trombotik/ateriosklerotik fokal
Jenis stroke ini terjadi ketika gumpalan darah (trombus) terbentuk di salah satu
arteri yang memasok darah ke otak yang berangsur-angsur menyempit dan akhirnya
tersumbat. Bekuan biasanya terbentuk di kawasan yang rusak oleh aterosklerosis
yaitu penyakit di mana arteri tersumbat oleh timbunan lemak (plak). Proses ini
dapat terjadi dalam satu dari dua arteri karotis leher yang membawa darah ke otak,
serta di arteri lain dari leher atau otak. Trombosis (penyakit trombo-oklusif)
merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosklerosis serebral dan
perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral. Tanda-
tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-
tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteri besar. Bagian intima arteri sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan
sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak
cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung.
Trombi juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh
darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai
berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi
kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali
mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk
emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan
tersumbat dengan sempurna.

2. Stroke embolik
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit
jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya
embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit. Tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

3. Hipoperfusi sistemik
Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan
denyut jantung.

Patofisiologi stroke iskemik akut


Jika terjadi oklusi atau hipoperfusi otak yang aliran darah otak normal 15-20 %
dari cardiac output, jika CBF atau aliran darah otak 20 ml/menit/100gr otak maka
otak akan berada dalam keadaan iskemik, sehingga terjadi gangguan fungsi otak
dan ada EEG akan timbul perlambatan, namun bila CBF kembali normal, maka
gangguan fungsi akan pulih kembali.8-10
Bila CBF 8-10 ml/menit/100gr otak, sel otak dalam keadaan infark dan bila tidak
segera diatasi akan timbul defisit neurologis sehingga timbul kecacatan dan
kematian. Daerah sekeliling yang terancam disebut daerah penumbra, di mana sel
belum mati tapi fungsi berkurang dan mengakibatkan defisit neurologik. Maka dari
itu, sasaran terapi stroke iskemik akut agar daerah penumbra dapat direperfusi dan
sel otak dapat berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung faktor waktu.
Disekeliling daerah penumbra terdapat area hyperemik karena aliran darah
kolateral/luxury perfusion area.
1. Masalah vaskular, hematologi, dan jantung akibat berkurang atau
berhentinya aliran darah.
2. Masalah perubahan biokimia akibat iskemik, dapat terjadi dekrosis jaringan
otak: neuron, sel glia, dan lain-lain.
Gambar 2: Patofisiologi stroke sehingga meningkatkan tekanan intrakranial

Mekanisme kematian sel otak


1. Proses nekrosis, ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton sel, reaksi
inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik. Berhubungan
dengan exitotoxic injury dan free radical injury.
2. Proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton neuron menciut tanpa reaksi
inflamasi seluler. Kaskade iskemik, lambat, dan berhubungan proses pompa ion
natrium dan kalium.

2.6 Manifestasi Klinis Stroke


Gejala defisit neurologik yang timbul tergantung pada daerah pembuluh darah
yang terkena. Terdapat beberapa sindroma sesuai dengan arteri yang terkena.
Sistem Pembuluh Darah Karotis
 Sindroma arteri serebri media
 Hemiparese kontralateral. Kadang-kadang hanya mengenai otot wajah dan
lengan, tungkai tidak terkena atau lebih ringan
 Hemihipestesia kontralateral
 Afasia motorik, sensorik atau global bila mengenai hemisfer dominan
 Gangguan penglihatan pada 1 mata (amaurosis fugaks) atau pada 2 belahan
mata (hemianopsia homonim)
 Bila mengenai daerah subkortikal, gejala hanya gangguan motorik murni
 Sindroma arteri serebri anterior
 Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal
dapat terkena
 Inkontinensia urin
 Grasp refleks (+)
 Apraksia dan gangguan kognitif lainnya.
Sistem Pembuluh Darah Vertebrobasiler
 Sindroma arteri serebri posterior
 Gangguan penglihatan pada satu atau dua mata berupa sukar mengenal
objek, wajah, warna, simbol
 Hemihipestesia, kadang-kadang disestesia atau nyeri spontan
 Sindroma arteri vertebrobasiler
 Hemiparese kontralateral
 Kelumpuhan saraf otak ipsilateral
 Gangguan fungsi serebellum (ataksia, hipotoni, vertigo, nistagmus, muntah)
 Hemihipestesia.
Sistem Pembuluh Darah Cerebri Anterior
 Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai. Lengan bagian proksimal
mungkin ikut terserang. Gerakan volunter pada tungkai terganggu.
 Gangguan sensorik Kontralateral
 Demensia, refleks mencengkram dan refleks patologis.
Sistem Pembuluh Darah Cerebri Posterior ( dalam lobus Mesencephalon atau
talamus)
 Koma
 Hemiparase Kontralateral
 Afasia visual atau buta kata (aleksia)
 Kelumpuhan saraf otak ketiga – hemianopsia, koreoatetosis
Sistem Pembuluh Darah Cerebri Media
 Monoparesis atau hemiparesis kontralateral (biasanya mengenai tangan)
 Kadang-kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan)
 Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena) : gangguan semua
fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi.
 Disfagia

Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face,
Arms drive, Speech, dan Three of signs) yang merupakan gejala awal stroke yang
harus diwaspadai.

 F = Face (wajah) : Wajah tampak mencong sebelah atau tidak simetris.


Sebelah sudut mulut tertarik ke bawah dan lekukan antara hidung ke sudut
mulut atas tampak mendatar.
 A = Arms Drive (gerakan lengan) : Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90
derajat) dengan telapak tangan terbuka ke atas selama 30 detik. Apabila
terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak disadari penderita, maka
lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada
kelumpuhan yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak bisa
diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa digerakkan sama sekali.
 S = Speech (bicara) : Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak
dapat berkata-kata (gagu) atau dapat bicara akan tetapi tidak mengerti
pertanyaan orang lain sehingga komunikasi verbal tidak nyambung.
 T = Three of signs (ketiga tanda diatas) : Ada ketiga-tiga gejala yaitu
perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.

Terdapat gejala atau tanda lain stroke, yaitu:


 Orang tiba-tiba terlihat mengantuk berat atau kehilangan kesadaran atau
pingsan
 Pusing berputar
 Rasa baal atau kesemutan separuh badan
 Gangguan penglihatan secara tiba-tiba pada satu atau dua mata.
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap,
yaitu (Sjahrir, 2003) :
1. Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
2. Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
3. Tahap 3 : Inflamasi
4. Tahap 4 : Apoptosis

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. CT Scan dan MRI
Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke. CT Scan
menunjukkan gambaran Hipodens.
2. Ekokardiografi
Pada dugaan adanya troboemboli kardiak (transtoracal, atau transesofageal)
3. Ultrasound Scan Arteri Karotis
Bila dugaan adanya Ateromapada arteri Karotis. Disini dipakai prinsip
Doppler untuk menghasilkan continuous wave untuk mendeteksi derajat
stenosis secara akurat, serta juga pulsed ultrasound device yang dikaitkan
dengan scanner (duplex scan).
4. Intra arterial digital substraction angiografi
Bila ultrasound scan terdapat stenosis berat.
5. Transcranial Doppler
Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis, membantu daerah yang
tersumbat.
6. Pemeriksaan Darah Lengkap
Perlu untuk mencari kelainan pada cairan daerah cerebri.

2.8 Diagnosis Stroke


CT scan (Computerised Tomography Scanning) merupakan pemeriksaan baku
emas (Gold Standard) untuk mendiagnosis penyakit stroke. Mengingat bahwa alat
tersebut saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus
dengan kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan
lebih dahulu apakah benar kasus tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor
otak, infeksi otak, trauma kepala, juga dapat memberikan kelainan neurologis yang
sama, kemudian menentukan jenis stroke yang dialaminya. Dengan perjalanan
waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan. Untuk membedakan stroke
tersebut termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik atau keduanya, dapat
ditentukan berdasarkan pemeriksaan berikut :

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan klinis neurologis :
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tanda (Sign) Stroke Hemoragik Stroke Infark

Bradikardi ±± (dari awal) ± (hari ke-4)

Edema papil sering + –

Kaku kuduk + –

Tanda Kernig, Brudzinski ++ –

Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tandanya


GEJALA/TANDA KORTIKAL SUBKORTIKAL

Afasia ++ –

Astereognosis ++ –

2 point tactil discrimination terganggu ++ –

Graphesthesi terganggu ++ –

Extinction phenomenon ++ –

Loss of body image ++ –

Kelumpuhan lengan dan tungkai tak sama ++ –

Dystonic posture – ++

Gangguan sensibilitas nyeri + raba – ++

Kedua mata melihat ke hidung – ++

Tabel 4. Perbedaan antara lesi di korteks dan subkorteks

4. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke, antara lain :
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada
Algoritma,yaitu :
No. Gejala / Tanda Penilaian Indeks Skor

(0) Kompos mentis


(1) Mengantuk

(2) Semi koma / koma X 2,5 +


1. Kesadaran

(0) Tidak
(1) Ya
2. Muntah X2 +

3. Nyeri kepala (0) Tidak X2 +


(1) Ya

4. Tekanan darah Diastolik X 10% +

Ateroma
a. DM

b. Angina pectoris (0) Tidak

c. Klaudikasio intermiten (1) Ya X (-3) –


5.

6. Konstanta -12 -12

Tabel 5. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score

 SSS > 1 = Stroke hemoragik


 SSS < -1 = Stroke non hemoragik

5. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu

Pemeriksaan Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Crossing phenomen
Perdarahan retina dan korpus Silver wire artries
a. Funduskopi vitreum

b. Pungsi lumbal
– Tekanan Meningkat Normal

– Warna Merah Jernih

c. Arteriografi Ada shift Oklusi

d. CT Scan *

e. MRI **
Tabel 6. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu
Interval antara onset
dan pemeriksaan CT
Jenis Stroke Scan Temuan pada CT Scan

< 24 jam

24-48 jam
– Efek masa dengan pendataran girus yang ringan
atau penurunan ringan densitas substansia alba dan
substansia grisea
3-5 hari
– Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai
berat)

– Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan


adanya cytotoxic edema dan mungkin didapatkannya
6-13 hari
efek massa

– Daerah hipoden lebih homogen dengan batas


yang tegas dan didapatkan penyangatan pada

14-21 hari pemberian kontras

– Didapatkan fogging effect (daerah infark menjad


isoden seperti daerah sekelilingnya tetapi dengan
pemberian kontras didapatkan penyangatan).

– Area hipodens lebih mengecil dengan batas yan


Infark > 21 hari jelas dan mungkin pelebaran ventrikel ipsilateral.

7-10 hari pertama


– Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi
Hemoragik oleh area hipodens (edema)
11 hari – 2 bulan – Menjadi hipodens dengan penyangatan
disekelilingnya (peripheral ring enhancement)
merupakan deposisi hemosiderin dan pembesaran
homolateral ventrikel

– Daerah isodens (hematoma yang besar dengan


defect hipodens)

> 2 bulan

Tabel 7. Gambaran CT Scan stroke infark dan stroke hemoragik

MRI Signal Characteristic

Tipe stroke infark / hemoragik T 1 weighted image T 2 weighted image

Stroke infark hipointens (hitam) hiperintens (putih)

Stroke hemoragik (hari antara onset dan


pemeriksaan MRI)

· 1-3 (akut), deoxyhemoglobine Isointens Hipointens

· 3-7 intracellular methemoglobin Hiperintens Isointens

· 7-14 free methemoglobine Hiperintens Hiperintens

· > 21 (kronis) hemosiderin Hiperintens Sangat hipointens

Tabel 8. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum pasien dengan stroke iskemik adalah :
1. Terapi umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
b. Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi
oksigen
c. Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT, bila > dua
minggu dianjurkan trakeostomi
d. Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 95%, diberi suplai oksigen
e. Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2

2. Stabilisasi hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
b. Optimalisasi tekanan darah
c. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg
d. Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama
e. Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi

3. Pemeriksaan awal fisik umum


a. Tekanan darah
b. Pemeriksaan jantung
c. Pemeriksaan neurologi umum awal:
d. Derajat kesadaran
e. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
f. Keparahan hemiparesis

4. Pengendalian peninggian TIK


a. Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke
b. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
c. Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
d. Elevasi kepala 20-30º
e. Hindari penekanan vena jugulare
f. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
g. Hindari hipertermia
h. Jaga normovolemia
i. Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB IV
j. Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
k. Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar.

Penatalaksanaan khusus stroke iskemik


1. Pengobatan hipertensi pada stroke akut
2. Pengobatan hiper/hipoglikemia
3. Trombolisis pada stroke akut
4. Antikoagulan
a. Antikoagulan penting untuk mencegah serangan stroke ulang,
menghentikan perburukan defisit neurologi, memperbaiki keluaran
setelah stroke iskemik akut (tidak direkomendasikan untuk stroke
hemoragik akut)
b. Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat,
karena resiko komplikasi perdarahan intrakranial mengingkat
c. Heparin, LMWH, heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah
reembolisasi, diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.
d. KI heparin: infark besar > 50%, hipertensi tak terkontrol, dan perubahan
mikrovaskuler otak yang luas.
5. Antiplatelet Clopidrogel
a. Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke
iskemik akut
b. Aspirin jangan diberikan bila akan diberikan trombolitik
c. Tidak boleh diganti sebagai pengganti tindakan intervensi akut, yaitu
rtPA intravena.
d. Clopidogrel sahaja atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan
kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik seperti non-Q-wave MI,
recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan pengobatan.
e. Pemberian antiplatlet intravena yang menghambar reseptor glikoprotein
IIb/IIa tidak dianjurkan.
6. Citicoline 2×1000 mg 3 hari iv lanjut dengan 2×1000 mg 3 minggu oral.
Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang
efektif sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun sampai saat ini
masih memberikan manfaat pada stroke akut.
7. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
a. Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut, akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
supaya tekanan darah diturunkan sehingga TDS < 185 mmHg dan TDD
< 110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau sehingga TDS
< 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian
rtPA. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah labtalol, nitropaste,
nitropusid, nikardipun, atau ditialzem intravena.
b. Apabilan TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg, disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan
pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60mmHg.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan
secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP < 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
Pada studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah hingga 140
mmHg masih diperbolehkan.
d. Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan darah pasien.
e. Pemakaian obat antihipertensi perenteral golongan beta blocker
(labetolol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
ditialzem) intravena dipakai dalam upaya di atas.
f. Hidralasin dan nitropusid sebaiknya tidak dipakai karena menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial meskipun bukan kontraindikasi
mutlak.
g. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan stroke iskemik.
8. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia
a. Hiperglikemia terjadi hampir 60 % patient stroke aku non diabetes.
Hiperglikemia yang terjadi berhubungan dengan luasnya volume infark
dan gangguan kortikal dan berhubungan dengan buruknya keluaran.
Tidak banyak data penelitian yang menyebutkan bahwa dengan
menurunkan kadar gula darah secara aktif akan memperbaiki keluaran.
b. Hindari gula darah lebih 180 mg/dL, disarankan dengan infuse saline
dan menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan
stroke.
c. Hipoglikemia (<50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip
dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus
dekstrosa atau infus glukosa 10-20% sampai kadar gula darah 80-110
mg/dL
d. Syarat-syarat pemberian insulin adalah stroke hemoragik dan non
hemoragik dengan IDDM atau NIDDM. Bukan stroke lakunar dengan
diabetes mellitus.
e. Kontrol gula darah selama fase akut stroke dengan pemberian insulin
subkutan mengikut sliding scale. Sasaran gula darah 80-180 mg/dL (80-
110 untuk ICU). Standard drip insulin 100 U/100mL 0.9% NaCl via
infuse (1 U/mL). Infus insulin harus dihentikan apabila penderita makan
dan menerima dosis pertama dari insulin subkutan.
f. Memantau gula darah dengan memeriksa gula darah kapiler tiap jam
sampai pada target gula darah selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap
2 jam. Bila gula darah tetap stabil, infuse insulin dapat dikurangi tiap 4
jam. Pemantauan tiap jam untuk penderita sakit kritis walaupun gula
darah stabil.

Manajemen Faktor Resiko Stroke


Stroke dapat dicegah dengan merubah gaya hidup dan mengendalikan /
mengontrol / mengobati faktor-faktor risiko. Pencegahan stroke dibagi dua, yaitu :

1. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan (yang sangat dianjurkan)


sebelum terkena stroke. Caranya adalah dengan mempertahankan tujuh
gaya hidup sehat, yaitu :
a. Hentikan kebiasaan merokok
b. Berat badan diturunkan atau dipertahankan sesuai berat badan ideal:
c. Basal Metabolik Indeks (BMI) < 25 kg/m2
d. Garis lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita
e. Garis lingkar pinggang < 90 cm untuk laki-laki
f. Makan makanan sehat:
g. Rendah lemak jenuh dan kolesterol
h. Menambah asupan kalium dan mengurangi natrium
i. Buah-buahan dan sayur-sayuran
j. Olahraga yang cukup dan teratur dengan melakukan aktivitas fisik yang
punya nilai aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang, dan lain-lain)
secara teratur minimal 30 menit dan minimal 3 kali per minggu.
k. Kadar lemak (kolesterol) dalam darah kurang dari 200 mg% (hasil
laboratorium)
l. Kadar gula darah puasa kurang dari 100 mg/dl (hasil laboratorium)
m. Tekanan darah dipertahankan 120/80 mmHg

2. Edukasi

Edukasi adalah upaya pencegahan agar tidak terkena stroke berulang


dengan cara :
a. Mengendalikan faktor resiko yang telah ada seperti mengontrol darah
tinggi, kadar kolesterol, gula darah, asam urat
b. Merubah gaya hidup
c. Minum obat sesuai anjuran dokter secara teratur
d. Kontrol ke dokter secara teratur

Pengobatan yang diberikan pada pasien adalah:

1. clopidogrel tab 75 mg
Isi : Clopidogrel 75 mg
Cara Pemberian : 1×1 per oral
Fungsi : Antiplatlet
2. Citicolin 500 mg
Isi : Citicoline (500mg)
Cara Pemberian : 2 x 500 IV
Fungsi : Neuroprotektor, terbukti efektif pada stroke akut
iskemik
3. Inj. Metycobalamin 1×1 amp
Isi : Vitamin B12
Cara Pemberian : 1×1 amp IV
Fungsi : pembentukkan sel saraf dan sel darah merah baru,
pemeliharaan fungsi saraf.

2.9 Komplikasi

2.10 Prognosis

1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume


perdarahan.
2. Semakin rendah nilai GCS maka prognosis semakin buruk dan tingkat
mortalitasnya tinggi.
3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk, dan
adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang
tinggi.
4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2
kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive
hydrocephalus atau efek massa langsung dari darah ventrikular pada
struktur periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi global
korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi
normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal.
5. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul,
sementara prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity
Daily Living (Barthel Index) dan NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko
kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1 tahun adalah 20 –
30%.

Sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara


sempurna jika ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini
penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Jika terdapat gejala sisa
seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih
bisa disembuhkan (Israr, 2008).

Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan
berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum
serangan stroke. Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke
sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi
pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda,
tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12
bulan.

You might also like