Professional Documents
Culture Documents
TIM PENGUSUL
DRH. RUSLI, MS dan 0031126062
DR. DRH. ERWIN, M.SC dan 0027118401
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi dan uji in vitro material plate berbahan besi
(Ferrum/ Fe) sebagai alat fiksasi penanganan patah tulang pada hewan kecil. Pada tahun kedua
dilakukan uji in vivo pada hewan percobaan untuk melihat respon tubuh hewan terhadap
material implant. Uji karakterisasi meliputi uji morfologi (mikrostruktur dan Scanning
Electron Microscopy/SEM)), uji komposisi dan uji kekuatan (hardnest) material implant.
Pengujian in vitro menggunakan sel endotel untuk melihat viability dan kelangsungan hidup
sel setelah pemberian material implant. Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan tingkat
kekerasan material tantalum lebih kuat dibandingkan material Fe. Mikro struktur material
tantalum dan Fe menunjukkan butir-butir dengan ukuran yang bervariasi. Mikro struktur Fe
didominasi oleh ferit dan sedikit perlit. Hasil uji in vitro menunjukkan viability sel endotel
material Fe 65, 22 %, sedangkan material tantalum 10, 87 %. Berdasarkan uji karakterisasi dan
uji invitro, plate material Fe memungkinkan digunakan sebaga alat fiksasi patah tulang pada
hewan, namun terlebih dahulu harus dilakukan uji in vivo pada hewan percobaan untuk melihat
respon lokal dan sistemik.
iii
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, yang selalu memberi petunjuk bagi
hambaNYA yang mau menggali ilmu pengetahuan agar bisa menjadi hamba yang ditinggikan
derajatnya. Shalawat dan salam untuk baginda Rasul Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya dari alam kebodahan menjadi umat yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Penulis
telah berhasil menyelesaikan penelitian dan penulisan laporan akhir penelitian dengan judul
“Uji in vitro dan in vivo logam besi sebagai alat fiksasi penanganan patah tulang pada hewan
kecil”.
Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, sesuai dengan surat perjanjian penugasan dalam rangka pelaksanaan penelitian
produk terapan 2017 nomor: 49/UN11.2/PP/SP3/2017 tanggal 03 April 2017. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Syiah Kuala yang telah memfasilitasi penelitian ini.
Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada anggota peneliti Dr. Drh.
Erwin, M.Sc Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan dan Dr. Syahrizal Fonna, M.
Sc Laboratorium Korosif Fakultas Teknik Mesin, Universitas Syaih Kuala dan. Ahirnya
penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian dan
penulisan laporan ini.
Drh. Rusli, MS
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………….. ii
ABSTRAK.....……………………….……………………………………………. iii
PRAKATA……………………………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………................ v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… vi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... vii
PENDAHULUAN………………………………………………………………… 1
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….............. 3
Fraktur……………………………………………………………………… 3
Material Implant…………………………………………………………..... 4
Pengujian In-Vitro dan In-Vivo…………………………………….............. 4
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……………………………………... 6
METODE PENELITIAN………………………………………………………… 7
Tahun I……………………………………………………………………... 7
Tahun II………………………………………………………….................. 8
Lokasi Penelitian…………………………………………………………… 9
Analisa Data………………………………………………………………... 9
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI………………………………………. 10
Karakteristik Material dan Struktur Meknik……………………….............. 10
Uji In vitro…………………………………………………………………. 11
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA……………………………………….. 14
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….............. 16
LAMPIRAN………………………………………………………………............ 18
Draft Artikel………………………………………………………………… 18
Justifikasi Anggaran………………………………………………………… 29
Dukungan Sarana dan Prasarana……………………………………………. 29
Biodata Peneliti……………………………………………………………… 31
v
DAFTAR TABEL
Halaman
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Hasil uji SEM plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B)………….. 10
Hasil uji in vitro plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B)……….. 12
vii
BAB 1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang merupakan sasaran impor
material medis dari luar negeri. Ketergantungan akan material impor menyebabkan industri
medis dalam negeri sulit berkembang. Sehingga membuat biaya pelayanan jasa medis veteriner
menjadi besar. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia
membuat kesadaran akan kesehatan hewan semakin tinggi. Penyakit pada hewan dapat
disebabkan oleh mikroorganisme, gangguan metabolisme dan kasus-kasus patah tulang
(fraktur). Fraktur atau patah tulang merupakan suatu diskontinuitas yang abnormal yang
umumnya disebabkan oleh trauma dan kelainan tulang bawaan lahir. Untuk penanganan kasus
fraktur dibutuhkan alat fiksasi yang mudah di dapat, murah dan aman bagi tubuh hewan.
Prinsip dasar fraktur adalah pengembalian posisi anatomis fraktur ke posisi semula
dengan fiksasi tertutup atau fiksasi terbuka dengan pembedahan. Kesembuhan fraktur
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tipe fraktur, tingkat keparahan tulang dan jaringan
sekitar, kestabilan fraktur serta tingkat vaskularisasi tulang setempat. Beberapa alat fiksasi
yang sering digunakan dalam penanganan fraktur antara lain pin intramedular, plate, screw dan
wire (Mafi et al., 2014). Masing-masing alat fiksasi tersebut digunakan tergantung
kebutuhannya, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Plate dan screw lebih
sering digunakan untuk mempertahankan posisi tulang, karena menunjukkan persembuhan
yang stabil (Tacvorian, 2012; Omerovic et al., 2015; Ozkan et al., 2015). Namun di Indonesia
sangat sulit mendapatkan plate untuk penanganan patah tulang bagi hewan. Penggunaan plate
penangananan patah tulang manusia bagi hewan tidak sesuai, karena ukurannya yang besar dan
ketebalan tinggi yang tidak sesuai dengan tubuh hewan kecil.
Kekakuan pada proses sintesis tulang baru merupakan faktor kunci awal persembuhan
fraktur. Kekakuan menyebabkan gangguan sirkulasi kanalis medulari, sehingga membentuk
gangguan pembentukan kalus endoestial. Plate dan screw berperan sebagai fiksasi kedua
fragmen tulang yang patah dan mencegah torsio (Omerovic et al., 2015). Penggunaan implant
tulang untuk fiksasi merupakan salah satu teknik immobilisasi yang umum digunakan dalam
penanganan fraktur (Mafi et al., 2014). Implant tulang yang umum digunakan untuk manusia
dan hewan memiliki tingkat kompabilitas yang sangat baik. Semakin tinggi tingkatan
kompabilitas material terhadap tubuh, disertai dengan respon tubuh yang minimal terhadap
material implant, sehingga akan semakin rendah pula kemampuan tubuh untuk mendegradasi
material implant tersebut (Hermawan et al., 2009).
1
Kegagalan immobilisasi menyebabkan persembuhan tulang terhambat. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kesembuhan tulang adalah umur, kepadatan tulang, mobilitas dan
bentuk patahan fraktur (Mafi, et al., 2014). Persembuhan tulang lebih cepat apabila tidak ada
celah diantara kedua fragmen patahan, sehingga jika fraktur telah sembuh tidak lagi dibutuhkan
material implant. Tertanamnya implant dalam waktu lama dalam tubuh menyebabkan adanya
benda asing di tubuh hewan. Material implant diharapkan akan terdegradasi oleh tubuh ketika
persembuhan tulang telah dicapai (NOAH, 2012; Ozkan et al., 2015).
Ketergantungan akan produk luar negeri dan sulitnya mendapat alat-alat fikasasi untuk
penanganan fraktur pada hewan membuat dokter hewan praktisi menggunakan material
komersial produk luar negeri, sehingga membuat jasa pelayanan medis veteriner semakin
mahal, sehingga akan sulit terjangkau oleh masyarakat. Penggunaan alat-alat fiksasi patah
tulang manusia bagi hewan tidak sesuai bentuk dan ukurannya. Alternatif pilihan adalah
menggunakan alat fikasasi berbahan dasar Fe modifikasi yang belum dilakukan pengujian
untuk dijadikan implant medis. Penanganan fraktur pada umumnya menggunakan material
implant metal tahan karat seperti stainless steel, titanium, tantalum yang umumnya produksi
luar negeri. Tingginya import alat kesehatan di Indonesia menyebabkan tingginya biaya
implant yang beredar di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2012).
Biomaterial terserap tubuh yang telah diajukan berasal dari polimer dan logam. Polimer
telah sering dijumpai dalam dunia kedokteran dan kedokteran hewan sebagai bahan penyusun
benang jahit terserap tubuh seperti polyglycolic acid/polylactic acid dan polycaprolactone yang
telah diteliti sejak tahun 1988. Penggunaan logam sebagai material terserap tubuh masih
terbilang baru. Logam jika dipandang dari sifat mekanisnya, lebih sesuai untuk beberapa
aplikasi medis tertentu yang membutuhkan kekuatan tinggi jika dibandingkan dengan polimer,
termasuk sebagai penyusun implan untuk fiksasi tulang internal (Hermawan & Mantovani
2009).
Penelitian ini akan dikerjakan dalam 2 tahun yaitu; tahun ke-1 mengkarakterisasi
material implant berupa uji mikrostruktur, SEM, uji kekuatan material dan uji komposisi
mineral. Uji in-vitro menggunakan sel endotel untuk melihat viabilitas dan kelangsungan hidup
sel setelah diberikan implant. Pada tahun ke-2 dilakukan uji in-vivo pada hewan percobaan
untuk mengamati efek material implant terhadap tubuh hewan. Parameter pengamatan meliputi
gambaran profil darah, radiodensitas tulang dan histologi tulang dan otot sekitar tulang.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi dan uji in vitro material plate berbahan Fe sebagai
alat fiksasi penanganan patah tulang pada hewan kecil.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fraktur
Beberapa penyakit pada hewan dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan ada juga
yang harus ditangani dengan pembedahan. Salah satu tindakan bedah untuk penanganan fraktur
adalah pemasangan alat fiksasi internal pada tulang. Fraktur adalah terputusnya diskontinuitas
tulang menjadi beberapa frgmen. Fraktur adalah kerusakan jaringan tulang yang
mengakibatkan tulang tersebut kehilangan kontinuitasnya atau keseimbangannya. Beberapa
prinsip penanganan yang harus dipegang dalam reparasi tulang fraktur antara lain; 1) suplai
darah pada tulang dan fragmen tulang harus selalu diperhatikan dan dilindungi dari trauma
pembedahan, 2) retorasi yang akurat dari bentuk tulang, khususnya pada daerah persendiaan,
3) reposisi secara mekanik harus stabil fiksasinya, 4) teknik yang dipakai diusahakan
menimbulkan trauma seminimal mungkin, dan 5) rehabilitasi mutlak harus ada dan esensial,
rehabilitasi dimulai sedini mungkin setelah diberikan terapi defenitif (Dejarden and Cabassu,
2005; Fossum et al., 2013).
Diagnosa atau pengenalan fraktur dapat diketahui melalui anamnesa, inspeksi,
pergerakan, pengukuran, palpasi dan diagnose paling tepat adalah menggunakan sinar X
(rontgen). Konsep dasar penanganan fraktur dilakukan secara berurutan dan pasti (defenitif).
Konsep ‘4R’ adalah satu-satunya konsep defenitif yang masih dipakai dalam penanganan
fraktur. Rekognisi adalah pengenalan terhadap fraktur dengan melakukan berbagai upaya untuk
diagnose yang benar, sehingga akan membantu penanganan fraktur karena perencanaan terapi
dapat dipersiapkan lebih sempurna. Reduksi atau reposisi merupakan tindakan mengembalikan
fragmen-fragmen tulang yang mengalami fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau
kedudukan semula atau letak normal. Retensi atau fiksasi atau immobolisasi untuk
mempertahankan fragmen-fragmen fraktur untuk kesembuhan. Fikasasi dapat dilakukan tanpa
pembedahan yaitu fiksasi eksternal dengan menggunakan pins yang menembusi kulit, bar dan
gips. Fiksasi dengan pembedahan atau fiksasi internal dapat dilakukan dengan menggunakan
wire (kawat), plate, screw (sekrup), pins, pins intramedular dan intramedular Nail. Rehabilitasi
merupakan konsep terakhir dari penanganan fraktur, rehabilitasi adalah tindakan pemulihan
dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal, tindakan
ini akan lebih baik bila cepat dilakukan dan tidak mengganggu proses fiksatif (Fossum, 2013;
Ozsoy and Altunatmaz, 2003; Tacvorian, 2012).
3
2.2. Material Implant
Implan ini memiliki tingkatan degradasi minimal, dibandingkan implant terdegradasi.
Kandungan material implan dapat mempengaruhi kompabilitas, kemampuan mekanis, serta
tingkat degradasi implan. Implant berbahan metal terdegradasi belum banyak diteliti pada
hewan, sehingga penggunaan bahan tersebut adalah berdasarkan pengalaman masing-masing
(Hong et al., 2013). Metal terdegradasi yang dapat digunakan sebagai alat fiksasi fraktur adalah
metal yang tidak bersifat toksik bagi tubuh diantaranya adalah magnesium (Mg), besi (Fe), dan
kombinasi Fe dan Mg (Zheng et al., 2014). Besi merupakan salah satu metal terdegradasi yang
menarik perhatian sebagai kandidat implant tulang. Besi merupakan salah satu metal
terdegradasi yang menarik perhatian sebagai kandidat implant tulang karena merupakan salah
satu mineral yang dibutuhkan sehari-hari. Peranan besi dalam metabolisme tubuh adalah
sebagai komponen pembentuk hemoglobin dan mioglobin, selain itu besi juga dibutuhkan
dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh, sintesis beberapa hormon dan jaringan ikat
(Ilangovan et al., 2015). Metal terdegradasi yang dapat digunakan adalah metal yang tidak
bersifat toksik bagi sel diantaranya adalah magnesium (Mg), besi (Fe), dan kombinasi Fe dan
Mg (Chen et al. 2014, Zheng et al. 2014).
5
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi dan uji in vitro material plate berbahan besi
(Ferrum/ Fe) sebagai alat fiksasi penanganan patah tulang pada hewan kecil. Pada tahun kedua
dilakukan uji in-vivo pada hewan percobaan untuk melihat respon tubuh hewan terhadap
material implant. Karakterisasi material berupa uji mikrostruktur, SEM, uji kekuatan dan uji
komposisi mineral. Uji in vitro pada hewan menggunakan sel endotel untuk melihat viabilitas
dan kelansungan hidup sel endotel setelah pemberian material implant.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan alat fiksasi untuk
penanganan patah tulang bagi hewan kecil. Plate yang dikembangkan merupakan material Fe
produksi dalam negeri yang termasuk baja ringan, sehingga dapat menekan biaya pelayanan
veteriner di Indonesia.
6
BAB 4. METODE PENELITIAN
• Mikrostruktur material
• Uji kekuatan material
• Uji komposisi mineral
• Uji invitro menggunakan sel endotel
Luaran: Publikasi ilmiah dan teknologi tepat guna
3.1. Tahun I
Material yang digunakan pada penelitian ini adalah material plate Fe yang umum
digunakan di Indonesia dan plate tulang komersil dengan ukuran 4 cm sebagai kontrol yang
akan akan disesuaikan dengan ukuran tulang femur. Uji mikrostruktur dan SEM material metal
7
dari sampel diamati menggunakan scanning electron microscope (SEM, Hitachi TM3000,
Japan) yang dilengkapi dengan energy dispersive X-ray spectrometer (EDS, Bruker, USA). Uji
kekuatan material Fe menggunakan Rockwell. Pengujian komposisi material untuk mengetahui
kandungan unsur yang terdapat dalam logam, pengujian dilakukan menggunakan
spectrometer. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell (Rockwell Hardnest Test, AFRI
Seri 206.RT-206.RTS) bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya
tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan
metode Rockwell. Material implant ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor
Load F0), letakkan material implant yang akan diuji ditempat yang tersedia dan menyetel
beban yang akan digunakan pada proses penekanan. Nilai kekerasan dapat dilihat pada jarum
yang terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer.
Uji in-vitro dilakukan dengan metode kultur, Metode kultur merupakan modifikasi
Bouet et al. (2015) dan Shimoaka et al. (2002) yaitu tikus (Sprague dawley) berusia 5 hari
dieuthanasi dengan dislokasi servikalis. Sel endotel diisolasi dari dengan cara flushing dan
dilanjutkan dengan pencacahan hingga halus, serta ditabung didalam PBS tanpa serum.
Suspensi kemudian ditambahkan 1ml tripsin/EDTA dan kemudian distirer selama 10 menit.
Suspensi tulang disentrifugasi dengan kecepatan 2000 G selama 10 menit. Sentrifugasi
dilakukan sebanyak 4 kali dalam larutan PBS tanpa serum dan satu kali dalam DMEM tanpa
serum. Setelah sentrifugasi, sel yang dikoleksi dan ditanam pada cawan petri yang berisi
DMEM (Sigma) yang mengandung 2 mM L-glutamine (sigma), NaHCO3 1%, 50 µg/ml
gentamisin (sigma), dan 10% fetal calf serum (FCS) yang kemudian disebut dengan medium
kultur.
Setelah 24 jam, sel-sel ditripsinasi dan ditanam kembali dengan densitas standar (5000
sel/cm2), atau pada densitas tinggi (25000 sel/cm2) untuk kepadatan kultur. Untuk
menginduksi osteogenesis, medium kultur ditambah dengan 50 µg/ml asam askorbat (sigma)
dan 10 mM beta-glycerophosphate (sigma). Kultur sel berada pada lingkungan 37oC dan 5%
CO2. Medium diganti setiap 2 hari sebanyak 2 ml setiap penggantian. Sampel implan
diletakkan pada medium pada hari ke-2. Sel ditumbuhkan dengan dan perhitungan sel
dilakukan pada hari ke-3 dengan penambahan trypin 0,125 % untuk melepaskan sel.
3.2. Tahun II
Pada tahun kedua adalah pengujian uji in-vivo logam berbahan dasar Fe sebagai alat
fiksasi untuk penanganan fraktur pada hewan dengan parameter gambaran darah, radiodensitas
8
tulang, material implant dan histopatologi otot dan tulang. Penelitian tahun ke-2 menggunakan
10 ekor kelinci jantan umur 2-3 bulan dengan berat badan 3-4 kg dikelompokkan menjadi 2
kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Tindakan operasi dilakukan
secara aseptis dengan membuat fraktur ½ os femur pada semua hewan percobaan. Penanganan
fraktur pada kelompok I (K-I) menggunakan plate dan screw komersial dan kelompok II (K-2)
ditangani menggunakan plate dan screw berbahan dasar Fe produk dalam negeri. Pengamatan
dilakukan pada hari ke-0 sebelum perlakuan, hari ke-7, 14, 28 dan 56 pasca implan. Parameter
pengamatan meliputi pemeriksaan total sel darah merah, sel darah putih, differensiasi sel darah
putih, hemoglobin, hematokrit dan trombosit. Pengamatan densitas implan radiologi, degradasi
implan dianalisisi menggunakan metode invasive radiografi dengan latero-medial view (VR-
1020 X-ray radiography, Medical Corp®, Japan). Radiogram di foto kembali menggunakan
kamera digital dan dianalisis menggunakan aplikasi program (ImageJ®, NIH, USA). Pada
akhir pengamatan dilakukan nekropsi pada kelinci untuk kemudian dilakukan pengamatan
histopatologi. Pengamatan histopatologi dilakukan pada organ ginjal, hati, limfa, dan area
sekitar implan. Sample organ difiksasi dengan buffer neutral formaldehyde 10%, didehidrasi
bertahap pada rangkaian larutan alkohol, berakhir pada xylene. Jaringan dilekatkan pada blok
parafin, dan dipotong dengan ukuran 5µm dengan microtome dan dilanjutkan dengan
pewarnaan hematoxylin eosin dan perls’ prussian blue. Hasil pengamatan histopatologi akan
menjadi gambaran umum pengaruh implan jangka panjang terhadap kerusakan organ, serta
akumulasi Fe pada organ-organ vital tubuh.
9
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
Gambar 1. Hasil uji SEM plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B).
Mikro struktur material tantalum lebih halus dibandingkan material Fe. Material
tantalum yang memiliki mikrostruktur yang halus memiliki tingkat kekerasan tinggi
berdasarkan uji kekerasan Rockwell yang disajikan pada Tabel 1. Material plate tantalum tahan
terhadap korosi dan hampir tahan terhadap serangan kimia, sehingga material ini sering
digunakan dalam industri kimia. Material implant untuk fiksasi patah tulang sangat dibutuhkan
dalam kesembuhan patah tulang, namun tidak lagi dibutuhkan setelah patah tulang sembuh.
10
Dalam tubuh, material tidak korosi yang digunakan sebagai alat fiksasi fraktur akan menjadi
benda asing bagi tubuh hewan selama hewan tersebut hidup. Material berbahan tantalum
merupakan alat fiksasi yang kuat untuk memfiksasi kedua fragmen patahan tulang, jika
dibandingkan dengan material Fe. Material Fe memiliki mikro struktur yang kasar
dibandingkan tantalum, mikrostruktur yang kasar menyebabkan Fe cepat korosi dan
memungkinkan Fe diserap oleh tubuh. Pada saat besi bersentuhan dengan cairan tubuh, Fe akan
terkorosi dengan tereduksi menjadi Fe2+ (Ulum et al., 2014 Zhen et al. 2013). Ion Fe akan
terlepas kedalam plasma dan sebagian dari ion Fe2+ dapat teroksidasi menjadi Fe3+ pada kondisi
pH basa. Ion Fe2+ akan masuk ke dalam sel melalui transport ferroportin (Fpn) 1, yang
kemudian dioksidasi oleh hephaestin sebelum berikatan dengan transferin plasma. Fpn 1
terdapat pada makrofag dan hepatosit (Wang dan Pantopoulos 2011). Plasma transferin
mendistribusikan Fe ke semua jaringan kecuali yang dipisahkan dari darah oleh lapisan sel
endotel yang membentuk barier fisik, seperti pada otak, testis atau mata (Kemna et al., 2008).
Hasil uji kekuatan tekan dengan metode Rockwell dari plate material Fe rata-rata adalah
33,67 kgf/HRA dan plate material komersial tantalum 64,83 kgf/HRA. Plate material Fe
memiliki kekuatan yang rendah dibandingkan plate material tantalum, namun plate material Fe
lebih cepat korosi, sehingga memungkinkan materialnya diabsorbsi tubuh. Bobot tubuh dan
ukuran tulang hewan kecil yang lebih ringan dibandingkan manusia, memungkinkan plate
material Fe digunakan pada hewan.
Tabel 1. Hasil uji kekerasan plate material Fe dan plate material tantalum.
Uji In vitro
Uji in vitro menggunakan sel endotel, sel ditumbuhkan dengan kosentrasi 40000 sel/4
mL media penumbuh. Sampel ditambahkan setelah sel mencapai konfluen 50 % setelah 24
jam. Perhitungan sel dilakukan pada hari ke-3 dengan penambahan trypin 0,125 % untuk
melepaskan sel. Sel disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Pellet sel dihitung
dengan metode Haemocytometer dengan pewarna trypan blue. Sel endotel merupakan sel yang
11
sangat sensitif terhadap lingkungan sekitar. Adanya benda asing disekitar sel dapat
menimbulkan kematian sel. Hasil uji in vitro plate material Fe menunjukann persentase
viabilitas lebih tinggi dibandingkan plate material tantalum yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Viabilitas plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B).
Persentase viabilitas sel endotel lebih banyak pada sampel plate material Fe
dibandingkan material tantalum yang disajikan pada Gambar 2. Jumlah sel yang hidup lebih
banyak pada plate material Fe dibandingkan plate material tantalum. Material Fe yang bersifat
biodegradable dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan Fe menghambat metabolisme osteoblast
karena kerusakan sel yang disebabkan oleh stres oksidasi, sementara pada saat defisiensi Fe
dapat menghambat osteoblastogenesis karena rendahnya aktifitas ribonucleotide reductase
(Cassat dan Skaar 2013). Ferroportin 1 ternyata juga terdapat pada osteoblast, sehingga Fe
dapat masuk ke dalam osteoblast. Peningkatan atau penurunan konsentrasi Fe akan
mempengaruhi ekspresi mRNA dari Fpn 1 pada osteoblast (Ulum et al., 2014).
Gambar 2. Hasil uji in vitro plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B).
12
Peningkatan kadar Fe akan meningkatkan stres oksidasi menghasilkan akumulasi
nuclear arythroid-derived 2-like2 (Nrf2- mengaktivasi transkripsi) dan meningkatakan
transkripsi Fpn1 mRNA (Zhao et al. 2014). Sitotoksisitas Fe terhadap kerusakan sel
dipengaruhi oleh konsentrasi Fe dalam sel (Foroutan dan Kasaie 2015). Partikel Fe dapat
mengkatalisis H2O2 dan menghasilkan radikal hidroksi pada lisosom yang asam dan
menghasilkan radikal hidroksi (Terman dan Kurz 2013). Peningkatan kadar Fe akan disertai
dengan peningkatan kadar hepsidin (Swinkels et al. 2006). Degradasi material berbahan logam
menghasilkan efek merugikan bagi tubuh baik lokal ataupun sistemik. Peleburan implant
logam yang cepat menyebabkan implant logam rapuh dan memperburuk kondisi fraktur (Ulum
et al., 2014). Penelitian in vivo sangat penting dilakukan untuk mengamati efek lokal dan
sistemik material implant bagi tubuh hewan.
13
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Pada tahun kedua dilanjutkan dengan uji in vivo untuk melihat pengaruh material
implant terhadap tubuh hewan melalui parameter pengamatan meliputi pemeriksaan total sel
darah merah, sel darah putih, differensiasi sel darah putih, hemoglobin, hematokrit dan
trombosit. Pengamatan densitas implan radiologi, degradasi implan dianalisisi menggunakan
metode invasive radiografi dengan latero-medial view (VR-1020 X-ray radiography, Medical
Corp®, Japan). Pada akhir pengamatan dilakukan nekropsi pada kelinci untuk kemudian
dilakukan pengamatan histopatologi. Pengamatan histopatologi dilakukan pada organ ginjal,
hati, limfa, dan area sekitar implan. Sample organ difiksasi dengan buffer neutral formaldehyde
10%, didehidrasi bertahap pada rangkaian larutan alkohol, berakhir pada xylene. Jaringan
dilekatkan pada blok parafin, dan dipotong dengan ukuran 5µm dengan microtome dan
dilanjutkan dengan pewarnaan hematoxylin eosin dan perls’ prussian blue. Hasil pengamatan
histopatologi akan menjadi gambaran umum pengaruh implan jangka panjang terhadap
kerusakan organ, serta akumulasi Fe pada organ-organ vital tubuh.
14
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uji karakteristik dan uji invitro, kedua material plate tersebut dapat
digunakan untuk alat fiksasi patah tulang, namun untuk melihat efek langsung terhadap tubuh
hewan perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa uji in vivo pada hewan percobaan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, Data Ekpor-Impor berdasarkan komoditi HS 8458-8463 tahun 2005 –
2012. [11 Januari 2016].
Bouet G, Bouleftour W, Juignet L, Linossier M-T, Thomas M,Cvanden-Bossche A, Aubin JE,
Vico L, Marchat D, Malaval L. 2015. The Impairment of Osteogenesis in Bone
Sialoprotein (BSP) Knockout Calvaria Cell Cultures Is Cell Density Dependent. PLoS
ONE 10 (2): e0117402. DOI:10.1371/journal.pone.0117402.
Cassat JE, Skaar EP, 2013, Iron in infection and immunity: review, Cell Host & Microbe 13:
509-520.
Chao EYS, N. Inoue. 2003. Biophysical stimulation of bone fracture repair, regeneration, and
remodelling. European Cells and Materials. Vol 6. Pp: 72-85.
Chen Y, Xu Z, Smith C, Sankar J. 2014. Recent advances on the development of magnesium
alloys for biodegradable implants. Acta Biomaterialia 10: 4561-4573.
Dejardin ML and Cabassu P. 2005. Femoral fracture in young dogs. Reviewe in AO Vet
Dialogue. 18 (2); 39-43.
Doblare M, Garcia FM, Gomez MJ. 2004. Modelling bone tissue facture and healing: a review,
Engineering Fracture Mechanics. 71: 1809-1840.
Durrani SK, Noble PC, Sampson B, Liddle AD, Sabah SA, Chan NK, Skinner JA, Hart AJ.
2014. Changes in blood ion levels after removal of metal-on-metal hip replacements.
Acta Orthopaedica. 85 (3): 259–265.
Foroutan T dan Kasaie MZ. 2015. The Effects of Iron Oxide Nanoparticle on Differentiation
of Human Mesenchymal Stem Cells to Osteoblast.Anatomical Sciences 12 (1): 17-23.
Fossum TW, Hendlund CS, Johnson AL, Schzulz KS, Seim HB, Willard MD, Bahr A, Carroll
GL. 2013. Small Animal Surgery Surgery. Mosby, Inc., Missouri.
Gomez-Barena E, Rosset P, Lozano D, Stanovici, Ermthaller C, Gerbhard F. 2015. Bone
fracture healing: cell therapy in delayed unions and nonunions. Bone 70: 93-101.
Hart JA. Skinner JA, Henckel J, Chem BS, Gordon F. 2011. Insufficient Acetabular Version
Increases Blood Metal Ion Levels after Metal-on-metal Hip Resurfacing. Clin Orthop
Relat Res 469: 2590–2597
Hentze MW, Muckenthaler MU, Galy B, Camaschella C. 2010. Two of tango: regulation of
mammalian iron metabolism. Cell.142 (1):24-38.
Hermawan H, Mantovani D. 2009. Degradable metallic biomaterials: the concept, current
developments and future directions. Minerva Biotec. 21(2009): 207-16.
Hong D, Saha P, Chou D-T, Lee B, Collons BE, Tan Z, Dong Z, Numta PN. 2013. Acta
Materialia 9: 8534-8547.
Huber-Lang M, Kovtun A, Ignatius A. 2013. The role of complement in trauma and fracture
healing. Seminars in Immunology 24: 73-78.
Kemna EHJM, Tjalsma H, Willwms HL, Swinkels DW. 2008. Hepcidin: from discovery to
differential diagnosis. Haematologica. 93:(1)90-97.
Kulendra E. 2012. Management of metacarpal and metatarsal fractures. Veterinary Ireland
Journal. 4 (2): 94-97.
Liu P, Wu X, Shi H, Liu R, Shu H, Gong J, Yang Y, Sun Q, Wu J, Nie X, Cai M. 2015.
Intramedullary versus extramedullary fixation in the management of subtrochanteric
femur fractures: a meta-analysis. Clin Interv Aging.10:803-11.
Mafi R, Khan W, Mafi P, Hindocha S. 2014. Orthopaedic Approaches to Proximal Humeral
Fractures Following Trauma. The Open Orthopaedics Journal, 2014, 8, (Suppl 2: M7)
437-441.
NOAH. 2014. Fracture repair in animals. North Dublin Orthopaedic Animal Hospital, Republic
of Ireland and Northem Ireland.
16
Omerovic D, Lazovic F, Hadzimehmedagic A. 2015. Static or Dynamic Intramedullary Nailing
of Femur and Tibia. Med Arch. 69(2): 110–113.
Ozkan K, Turkmen I, Sahin A, Yildiz Y, Erturk S, Soylemez MS. 2015. A biomechanical
comparison of proximal femoral nails and locking proximal anatomic femoral plates
in femoral fracture fixation. Indian J Orthrop. 49 (3): 347-351.
Ozsoy S and Altunatmaz K. 2003. Treatment of extremity fractures in dogs using external
fixators with closed reduction and limited open approach. Vet Med-Czech. 48 (5):
133-140.
Shimoaka T, Ogasawara T, Yonamine A, Chikazu D, Kawano H, Nakamura K, Itoh N,
Kawaguchi H. 2002. Regulation of Osteoblast, Chondrocyte, and Osteoclast Functions
by Fibroblast Growth Factor (FGF)-18 in Comparison with FGF-2 and FGF-10. Journal
of Biological Chemistry. 277 (9): 7493-7500.
Swinkels DW, Janssen CH, Bergmans J, Marx JJM. 2006. Hereditary hemochromatosis:
Genetic complexity and new diagnostic approaches. Clinical Chemistry. 52 (6): 950-
968.
Tacvorian EK. 2012. Evaluation of canine fracture fixation bone plates. Thesis Faculty of the
Worcester Polytechnic Institute,
Terman A, Kurz T, 2013, Lysosomal iron, iron chelation, and cell death, Antioxid Redox
Signal 18(8):888-98.
Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Abdul Kadir MR, Hermawan H.
2014. In vitro and in vivo degredation evaluation of novel iron-bioceramic composites
for bone implant applications. Material Science and Engineering. 36:336-344.
Wang J dan Pantopoulos K. 2011. Regulation of cellular iron metabolism. Biochem. J. 434:
365–381.
Zhen Z, Xi T-F, Zheng Y-F. 2013. A review on in vitro corrosion performance test of
biodegradable metallic materials. Trans Nonferrous Met Soc China. 23: 2283−2293.
Zheng YF, Gu XN, Witte F. 2014. Biodegradable metals. Materials Science and Engineering
R. 77: 1–34
17
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
Laboratorium Klinik dan Bedah, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala
Abstract
This study aims to characterize and in vitro iron-based material plates metal
(Ferrum/Fe) as a fixation tool for handling broken bones in small animals. In the second year,
in-vivo were performed on animal experiments to see the animal's response to implant
materials. Characterization include morphological tests (microstructures and Scanning
Electron Microscopy / SEM), composition mineral and material hardness test. In-vitro testing
used endothelial cells to see viability and cell survival after implant implantation. The results
of the first year of research showed that the hardness of tantalum material was stronger than
that of metal. The microstructure of tantalum and metal materials shows grains of varying sizes.
The micro structure of metal is dominated by ferrite and slightly pearlite. The results of the
invitro test using endothelial cells showed viability of the material metal 65,22%, while the
tantalum material 10, 87%. Based on the characterization test and the invitro test, the metal
plate material may be used as a fixation tool for fractures in animals, but must be done in-vivo
in experimental animals.
18
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi dan uji in vitro material plate berbahan besi
(Ferrum/ Fe) sebagai alat fiksasi penanganan patah tulang pada hewan kecil. Pada tahun kedua
dilakukan uji in-vivo pada hewan percobaan untuk melihat respon tubuh hewan terhadap
material implant. Uji karakterisasi meliputi uji morfologi (mikrostruktur dan Scanning
Electron Microscopy/SEM), uji komposisi dan uji kekuatan material implant. Pengujian in-
vitro menggunankan sel endotel untuk melihat viability dan kelangsungan hidup sel setelah
pemberian material implant. Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan tingkat kekerasan
material tantalum lebih kuat dibandingkan material Fe. Mikro struktur material tantalum dan
Fe menunjukkan butir-butir dengan ukuran yang bervariasi. Mikro struktur Fe didominasi oleh
ferit dan sedikit perlit. Hasil uji in vitro menunjukkan viability sel endotel material Fe 65, 22
%, sedangkan material tantalum 10, 87 %. Berdasarkan uji karakterisasi dan uji invitro, plate
material Fe memungkinkan digunakan sebaga alat fiksasi patah tulang pada hewan, namun
terlebih dahulu dilakukan uji in vivo pada hewan percobaan untuk melihat respon lokal dan
sistemik. Berdasarkan uji karakterisasi dan uji invitro, material plate Fe memungkinkan
digunakan sebaga alat fiksasi patah tulang pada hewan, namun harus terlebih dahulu dilakukan
uji in-vivo pada hewan percobaan.
Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang merupakan sasaran impor
material medis dari luar negeri. Ketergantungan akan material impor menyebabkan industri
medis dalam negeri sulit berkembang. Sehingga membuat biaya pelayanan jasa medis veteriner
menjadi besar. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia
membuat kesadaran akan kesehatan hewan semakin tinggi. Penyakit pada hewan dapat
disebabkan oleh mikroorganisme, gangguan metabolisme dan kasus-kasus patah tulang
(fraktur). Fraktur atau patah tulang merupakan suatu diskontinuitas yang abnormal yang
umumnya disebabkan oleh trauma, kelainan tulang bawaan lahir. Untuk penanganan kasus
fraktur dibutuhkan alat fiksasi yang mudah di dapat, murah dana aman bagi tubuh hewan.
Prinsip dasar fraktur adalah pengembalian posisi anatomis fraktur ke posisi semula
dengan fiksasi tertutup atau fiksasi terbuka dengan pembedahan. Kesembuhan fraktur
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tipe fraktur, tingkat keparahan tulang dan jaringan
sekitar, kestabilan fraktur serta tingkat vaskularisasi tulang setempat. Beberapa alat fiksasi
19
yang sering digunakan dalam penanganan fraktur antara lain pin intramedular, plate, screw dan
wire (Mafi et al., 2014). Masing-masing alat fiksasi tersebut digunakan tergantung
kebutuhannya, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Plate dan screw lebih
sering digunakan untuk mempertahankan posisi tulang, karena menunjukkan persembuhan
yang stabil (Tacvorian, 2012; Omerovic et al., 2015; Ozkan et al., 2015). Namun di Indonesia
sangat sulit mendapatkan plate untuk penanganan patah tulang bagi hewan. Penggunaan plate
penangananan patah tulang manusia bagi hewan tidak sesuai, karena ukurannya yang besar dan
ketebalan tinggi yang tidak sesuai dengan tubuh hewan kecil.
Kekakuan pada proses sintesis tulang baru merupakan faktor kunci awal persembuhan
fraktur. Kekakuan menyebabkan gangguan sirkulasi kanalis medulari, sehingga membentuk
gangguan pembentukan kalus endoestial. Plate dan screw berperan sebagai fiksasi kedua
fragmen tulang yang patah dan mencegah torsio (Omerovic et al., 2015). Penggunaan implant
tulang untuk fiksasi merupakan salah satu teknik immobilisasi yang umum digunakan dalam
penanganan fraktur (Mafi et al., 2014). Implant tulang yang umum digunakan untuk manusia
dan hewan memiliki tingkat kompabilitas yang sangat baik. Semakin tinggi tingkatan
kompabilitas material terhadap tubuh, disertai dengan respon tubuh yang minimal terhadap
material implant, sehingga akan semakin rendah pula kemampuan tubuh untuk mendegradasi
material implant tersebut (Hermawan et al., 2009).
Kegagalan immobilisasi menyebabkan persembuhan tulang terhambat. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kesembuhan tulang adalah umur, kepadatan tulang, mobilitas dan
bentuk patahan fraktur (Mafi, et al., 2014). Persembuhan tulang lebih cepat apabila tidak ada
celah diantara kedua fragmen patahan, sehingga jika fraktur telah sembuh tidak lagi dibutuhkan
material implant. Tertanamnya implant dalam waktu lama dalam tubuh menyebabkan adanya
benda asing di tubuh hewan. Material implant diharapkan akan terdegradasi oleh tubuh ketika
persembuhan tulang telah dicapai (NOAH, 2012; Ozkan et al., 2015).
Ketergantungan akan produk luar negeri dan sulitnya mendapat alat-alat fikasasi untuk
penanganan fraktur pada hewan membuat dokter hewan praktisi menggunakan material
komersial produk luar negeri, sehingga membuat jasa pelayanan medis veteriner semakin
mahal, sehingga akan sulit terjangkau oleh masyarakat. Penggunaan alat-alat fiksasi patah
tulang manusia bagi hewan tidak sesuai bentuk dan ukurannya. Alternatif pilihan adalah
menggunakan alat fikasasi berbahan dasar Fe modifikasi yang belum dilakukan pengujian
untuk dijadikan implant medis. Penanganan fraktur pada umumnya menggunakan material
implant metal tahan karat seperti stainless steel, titanium, tantalum yang umumnya produksi
20
luar negeri. Tingginya import alat kesehatan di Indonesia menyebabkan tingginya biaya
implant yang beredar di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2012).
Biomaterial terserap tubuh yang telah diajukan berasal dari polimer dan logam. Polimer
telah sering dijumpai dalam dunia kedokteran dan kedokteran hewan sebagai bahan penyusun
benang jahit terserap tubuh seperti polyglycolic acid/polylactic acid dan polycaprolactone yang
telah diteliti sejak tahun 1988. Penggunaan logam sebagai material terserap tubuh masih
terbilang baru. Logam jika dipandang dari sifat mekanisnya, lebih sesuai untuk beberapa
aplikasi medis tertentu yang membutuhkan kekuatan tinggi jika dibandingkan dengan polimer,
termasuk sebagai penyusun implan untuk fiksasi tulang internal (Hermawan & Mantovani
2009).
Penelitian ini akan dikerjakan dalam 2 tahun yaitu; tahun ke-1 mengkarakterisasi
material implant berupa uji mikrostruktur, SEM, uji kekuatan material dan uji komposisi
mineral. Uji in-vitro menggunakan sel endotel untuk melihat viabilitas dan kelangsungan hidup
sel setelah diberikan implant. Pada tahun ke-2 dilakukan uji in-vivo pada hewan percobaan
untuk mengamati efek material implant terhadap tubuh hewan. Parameter pengamatan meliputi
gambaran profil darah, radiodensitas tulang dan histologi tulang dan otot sekitar tulang.
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi dan uji in vitro material plate berbahan Fe sebagai
alat fiksasi penanganan patah tulang pada hewan kecil.
Uji In vitro
Uji in-vitro dilakukan dengan metode kultur, Metode kultur merupakan modifikasi
Bouet et al. (2015) dan Shimoaka et al. (2002) yaitu tikus (Sprague dawley) berusia 5 hari
dieuthanasi dengan dislokasi servikalis. Sel endotel diisolasi dari dengan cara flushing dan
dilanjutkan dengan pencacahan hingga halus, serta ditabung didalam PBS tanpa serum.
Suspensi kemudian ditambahkan 1ml tripsin/EDTA dan kemudian distirer selama 10 menit.
Suspensi tulang disentrifugasi dengan kecepatan 2000 G selama 10 menit. Sentrifugasi
dilakukan sebanyak 4 kali dalam larutan PBS tanpa serum dan satu kali dalam DMEM tanpa
serum. Setelah sentrifugasi, sel yang dikoleksi dan ditanam pada cawan petri yang berisi
DMEM (Sigma) yang mengandung 2 mM L-glutamine (sigma), NaHCO3 1%, 50 µg/ml
gentamisin (sigma), dan 10% fetal calf serum (FCS) yang kemudian disebut dengan medium
kultur.
Setelah 24 jam, sel-sel ditripsinasi dan ditanam kembali dengan densitas standar (5000
sel/cm2), atau pada densitas tinggi (25000 sel/cm2) untuk kepadatan kultur. Untuk
menginduksi osteogenesis, medium kultur ditambah dengan 50 µg/ml asam askorbat (sigma)
dan 10 mM beta-glycerophosphate (sigma). Kultur sel berada pada lingkungan 37oC dan 5%
CO2. Medium diganti setiap 2 hari sebanyak 2 ml setiap penggantian. Sampel implan
diletakkan pada medium pada hari ke-2. Sel ditumbuhkan dengan dan perhitungan sel
dilakukan pada hari ke-3 dengan penambahan trypin 0,125 % untuk melepaskan sel.
Analisis Data
Data kuantitatif hasil pengamatan uji karakterisasi dan in vitro disajikan secara
deskriptif.
22
butir tidak beraturan dengan banyak sudut seperti abstrak. Dapat dilihat bahwa semua sampel
disinar dengan baik dan fase ion Fe dengan bentuk tidak beraturan dan didistribusikan ke
seluruh matriks Fe. Struktur dari material Fe sangat ditentukan oleh kandungan karbonnya.
Material Fe dengan karbon rendah, struktur didominasi oleh ferit dan diikuti sedikit perlit. Hasil
foto mikro struktur material Fe menunjukkan sedikit kandungan karbon, plate material dengan
karbon rendah kurang kuat jika dibandingkan dengan plate material Fe karbon tinggi. Plate
material karbon rendah mengandung atom karbon 0,1-0,3 %. Peningkatan jumlah ferit dapat
terjadi karena adanya jumlah karbon yang rendah material Fe (Nanulaitta et al., 2012).
Gambar 1. Hasil uji SEM plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B).
Mikro struktur material tantalum lebih halus dibandingkan material Fe. Material
tantalum yang memiliki mikrostruktur yang halus memiliki tingkat kekerasan tinggi
berdasarkan uji kekerasan Rockwell yang disajikan pada Tabel 1. Material plate tantalum tahan
terhadap korosi dan hampir tahan terhadap serangan kimia, sehingga material ini sering
digunakan dalam industri kimia. Material implant untuk fiksasi patah tulang sangat dibutuhkan
dalam kesembuhan patah tulang, namun tidak lagi dibutuhkan setelah patah tulang sembuh.
Dalam tubuh, material tidak korosi yang digunakan sebagai alat fiksasi fraktur akan menjadi
benda asing bagi tubuh hewan selama hewan tersebut hidup. Material berbahan tantalum
merupakan alat fiksasi yang kuat untuk memfiksasi kedua fragmen patahan tulang, jika
dibandingkan dengan material Fe. Material Fe memiliki mikro struktur yang kasar
dibandingkan tantalum, mikrostruktur yang kasar menyebabkan Fe cepat korosi dan
memungkinkan Fe diserap oleh tubuh. Pada saat besi bersentuhan dengan cairan tubuh, Fe akan
terkorosi dengan tereduksi menjadi Fe2+ (Ulum et al., 2014 Zhen et al. 2013). Ion Fe akan
terlepas kedalam plasma dan sebagian dari ion Fe2+ dapat teroksidasi menjadi Fe3+ pada kondisi
23
pH basa. Ion Fe2+ akan masuk ke dalam sel melalui transport ferroportin (Fpn) 1, yang
kemudian dioksidasi oleh hephaestin sebelum berikatan dengan transferin plasma. Fpn 1
terdapat pada makrofag dan hepatosit (Wang dan Pantopoulos 2011). Plasma transferin
mendistribusikan Fe ke semua jaringan kecuali yang dipisahkan dari darah oleh lapisan sel
endotel yang membentuk barier fisik, seperti pada otak, testis atau mata (Kemna et al., 2008).
Hasil uji kekuatan tekan dengan metode Rockwell dari plate material Fe rata-rata adalah
33,67 kgf/HRA dan plate material komersial tantalum 64,83 kgf/HRA. Plate material Fe
memiliki kekuatan yang rendah dibandingkan plate material tantalum, namun plate material Fe
lebih cepat korosi, sehingga memungkinkan materialnya diabsorbsi tubuh. Bobot tubuh dan
ukuran tulang hewan kecil yang lebih ringan dibandingkan manusia, memungkinkan plate
material Fe digunakan pada hewan.
Tabel 1. Hasil uji kekerasan plate material Fe dan plate material tantalum.
Uji In vitro
Uji in vitro menggunakan sel endotel, sel ditumbuhkan dengan kosentrasi 40000 sel/4
mL media penumbuh. Sampel ditambahkan setelah sel mencapai konfluen 50 % setelah 24
jam. Perhitungan sel dilakukan pada hari ke-3 dengan penambahan trypin 0,125 % untuk
melepaskan sel. Sel disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Pellet sel dihitung
dengan metode Haemocytometer dengan pewarna trypan blue. Sel endotel merupakan sel yang
sangat sensitif terhadap lingkungan sekitar. Adanya benda asing disekitar sel dapat
menimbulkan kematian sel. Hasil uji in vitro plate material Fe menunjukann persentase
viabilitas lebih tinggi dibandingkan plate material tantalum yang disajikan pada Tabel 2.
24
Tabel 2. Viabilitas plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B).
Persentase viabilitas sel endotel lebih banyak pada sampel plate material Fe
dibandingkan material tantalum yang disajikan pada Gambar 2. Jumlah sel yang hidup lebih
banyak pada plate material Fe dibandingkan plate material tantalum. Material Fe yang bersifat
biodegradable dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan Fe menghambat metabolisme osteoblast
karena kerusakan sel yang disebabkan oleh stres oksidasi, sementara pada saat defisiensi Fe
dapat menghambat osteoblastogenesis karena rendahnya aktifitas ribonucleotide reductase
(Cassat dan Skaar 2013). Ferroportin 1 ternyata juga terdapat pada osteoblast, sehingga Fe
dapat masuk ke dalam osteoblast. Peningkatan atau penurunan konsentrasi Fe akan
mempengaruhi ekspresi mRNA dari Fpn 1 pada osteoblast (Ulum et al., 2014).
Gambar 2. Hasil uji in vitro plate material Fe (A) dan plate material tantalum (B).
25
menghasilkan radikal hidroksi (Terman dan Kurz 2013). Peningkatan kadar Fe akan disertai
dengan peningkatan kadar hepsidin (Swinkels et al. 2006). Degradasi material berbahan logam
menghasilkan efek merugikan bagi tubuh baik lokal ataupun sistemik. Peleburan implant
logam yang cepat menyebabkan implant logam rapuh dan memperburuk kondisi fraktur (Ulum
et al., 2014). Penelitian in vivo sangat penting dilakukan untuk mengamati efek lokal dan
sistemik material implant bagi tubuh hewan.
Kesimpulan
Berdasarkan uji karakteristik dan uji invitro, kedua material plate tersebut dapat
digunakan untuk alat fiksasi patah tulang, namun untuk melihat efek langsung terhadap tubuh
hewan perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa uji in vivo pada hewan percobaan.
Saran
Diperlukan penelitian in vivo untuk mengamati respon lokal dan sistemik dari tubuh
hewan pasca pemberian implant logam.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik, Data Ekpor-Impor berdasarkan komoditi HS 8458-8463 tahun 2005 –
2012. [11 Januari 2016].
Bouet G, Bouleftour W, Juignet L, Linossier M-T, Thomas M,Cvanden-Bossche A, Aubin JE,
Vico L, Marchat D, Malaval L. 2015. The Impairment of Osteogenesis in Bone
Sialoprotein (BSP) Knockout Calvaria Cell Cultures Is Cell Density Dependent. PLoS
ONE 10 (2): e0117402. DOI:10.1371/journal.pone.0117402.
Cassat JE, Skaar EP, 2013, Iron in infection and immunity: review, Cell Host & Microbe 13:
509-520.
Chao EYS, N. Inoue. 2003. Biophysical stimulation of bone fracture repair, regeneration, and
remodelling. European Cells and Materials. Vol 6. Pp: 72-85.
Chen Y, Xu Z, Smith C, Sankar J. 2014. Recent advances on the development of magnesium
alloys for biodegradable implants. Acta Biomaterialia 10: 4561-4573.
Dejardin ML and Cabassu P. 2005. Femoral fracture in young dogs. Reviewe in AO Vet
Dialogue. 18 (2); 39-43.
Doblare M, Garcia FM, Gomez MJ. 2004. Modelling bone tissue facture and healing: a review,
Engineering Fracture Mechanics. 71: 1809-1840.
Durrani SK, Noble PC, Sampson B, Liddle AD, Sabah SA, Chan NK, Skinner JA, Hart AJ.
2014. Changes in blood ion levels after removal of metal-on-metal hip replacements.
Acta Orthopaedica. 85 (3): 259–265.
Foroutan T dan Kasaie MZ. 2015. The Effects of Iron Oxide Nanoparticle on Differentiation
of Human Mesenchymal Stem Cells to Osteoblast.Anatomical Sciences 12 (1): 17-23.
26
Fossum TW, Hendlund CS, Johnson AL, Schzulz KS, Seim HB, Willard MD, Bahr A, Carroll
GL. 2013. Small Animal Surgery Surgery. Mosby, Inc., Missouri.
Gomez-Barena E, Rosset P, Lozano D, Stanovici, Ermthaller C, Gerbhard F. 2015. Bone
fracture healing: cell therapy in delayed unions and nonunions. Bone 70: 93-101.
Hart JA. Skinner JA, Henckel J, Chem BS, Gordon F. 2011. Insufficient Acetabular Version
Increases Blood Metal Ion Levels after Metal-on-metal Hip Resurfacing. Clin Orthop
Relat Res 469: 2590–2597
Hentze MW, Muckenthaler MU, Galy B, Camaschella C. 2010. Two of tango: regulation of
mammalian iron metabolism. Cell.142 (1):24-38.
Hermawan H, Mantovani D. 2009. Degradable metallic biomaterials: the concept, current
developments and future directions. Minerva Biotec. 21(2009): 207-16.
Hong D, Saha P, Chou D-T, Lee B, Collons BE, Tan Z, Dong Z, Numta PN. 2013. Acta
Materialia 9: 8534-8547.
Huber-Lang M, Kovtun A, Ignatius A. 2013. The role of complement in trauma and fracture
healing. Seminars in Immunology 24: 73-78.
Kemna EHJM, Tjalsma H, Willwms HL, Swinkels DW. 2008. Hepcidin: from discovery to
differential diagnosis. Haematologica. 93:(1)90-97.
Kulendra E. 2012. Management of metacarpal and metatarsal fractures. Veterinary Ireland
Journal. 4 (2): 94-97.
Liu P, Wu X, Shi H, Liu R, Shu H, Gong J, Yang Y, Sun Q, Wu J, Nie X, Cai M. 2015.
Intramedullary versus extramedullary fixation in the management of subtrochanteric
femur fractures: a meta-analysis. Clin Interv Aging.10:803-11.
Mafi R, Khan W, Mafi P, Hindocha S. 2014. Orthopaedic Approaches to Proximal Humeral
Fractures Following Trauma. The Open Orthopaedics Journal, 2014, 8, (Suppl 2: M7)
437-441.
NOAH. 2014. Fracture repair in animals. North Dublin Orthopaedic Animal Hospital, Republic
of Ireland and Northem Ireland.
Omerovic D, Lazovic F, Hadzimehmedagic A. 2015. Static or Dynamic Intramedullary Nailing
of Femur and Tibia. Med Arch. 69(2): 110–113.
Ozkan K, Turkmen I, Sahin A, Yildiz Y, Erturk S, Soylemez MS. 2015. A biomechanical
comparison of proximal femoral nails and locking proximal anatomic femoral plates
in femoral fracture fixation. Indian J Orthrop. 49 (3): 347-351.
Ozsoy S and Altunatmaz K. 2003. Treatment of extremity fractures in dogs using external
fixators with closed reduction and limited open approach. Vet Med-Czech. 48 (5):
133-140.
Shimoaka T, Ogasawara T, Yonamine A, Chikazu D, Kawano H, Nakamura K, Itoh N,
Kawaguchi H. 2002. Regulation of Osteoblast, Chondrocyte, and Osteoclast Functions
by Fibroblast Growth Factor (FGF)-18 in Comparison with FGF-2 and FGF-10. Journal
of Biological Chemistry. 277 (9): 7493-7500.
Swinkels DW, Janssen CH, Bergmans J, Marx JJM. 2006. Hereditary hemochromatosis:
Genetic complexity and new diagnostic approaches. Clinical Chemistry. 52 (6): 950-
968.
Tacvorian EK. 2012. Evaluation of canine fracture fixation bone plates. Thesis Faculty of the
Worcester Polytechnic Institute,
Terman A, Kurz T, 2013, Lysosomal iron, iron chelation, and cell death, Antioxid Redox
Signal 18(8):888-98.
Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Abdul Kadir MR, Hermawan H.
2014. In vitro and in vivo degredation evaluation of novel iron-bioceramic composites
for bone implant applications. Material Science and Engineering. 36:336-344.
27
Wang J dan Pantopoulos K. 2011. Regulation of cellular iron metabolism. Biochem. J. 434:
365–381.
Zhen Z, Xi T-F, Zheng Y-F. 2013. A review on in vitro corrosion performance test of
biodegradable metallic materials. Trans Nonferrous Met Soc China. 23: 2283−2293.
Zheng YF, Gu XN, Witte F. 2014. Biodegradable metals. Materials Science and Engineering
R. 77: 1–34
28
Lampiran 2: Justifikasi Anggaran Penelitian
1. Honorium
Honor Honor/ Jam Waktu Minggu Honor per Tahun (Rp)
(Rp) (jam/minggu) Tahun I
Ketua 100.000 10 4 4.000.000
Anggota 1 75.000 10 4 3.000.000
Mahasiswa 35.000 10 4 1.000.000
Penjaga kandang 35.000 10 4 1.000.000
Sub Total (Rp) 9.000.000
2. Pembelian bahan habis pakai
Material Justifikasi Kuantita Harga Honor per Tahun (Rp)
Pembelian s Satuan(Rp) Tahun I
Uji Bahan dan jasa 1 3.000.000 3.000.000
Karakterisasi, pemeriksaan
SEM, EDS,
Mikrostruktur
In-Vitro Bahan dan jasa 4 2.140.625 8.562.500
pemeriksaan
29
Pearalatan utama yang telah tersedia di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala adalah kandang hewan percobaan, ruangan bedah, perlengkapan bedah dan alat X-Ray
untuk pemeriksaan densitas radiologi. Begitu juga dengan pemeriksaan histopatologi tulang
dan otot disekitar material tranplant. Untuk pengujian morfologi, kandungan mineral, uji korosi
dan uji osteoblast dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Balai
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Indonesia.
30
Lampiran 5: Biodata Ketua dan Anggota
I. Ketua Peneliti
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
S1 S2 S3
Nama
Perguruan Unsyiah IPB-Bogor
Tinggi
Bidang Ilmu Klinik Veteriner Saint Veteriner
Tahun Masuk-
1981-1986 1989- 1992
Lulus
Grass Tetani Pada Pengaruh Infeksi Trypanosoma evansi
Judul Skripsi/
Sapi Perah Pada Gambaran Darah dan Beberapa
Tesis/Disertasi
Biokimiawi Darah Domba Muda Lokal
Nama Dr. drh. Djemaat Prof. Dr. Gatut Ashadi
Pembimbing/ Manan, MS Dr. Setya Widodo
Promotor drh. T. Iskandar Drh. Nabib, MSc.
31
DIPA
Unsyiah
3 Piometra pada Sapi: Efek Pasca Terapi
dengan Antibiotika dan Prostaglandin
Terhadap Pengamatan Proses Peyembuhan
2010 DIKTI
Melalui Gambaran Ultrasonografi (USG) 50.000.000,-
Organ Reproduksi dan Profil Hormon
Progesteron
32
F. Pemakalah Seminar ilmiah (Oral Pressentation) dalam 5 Tahun Terakhir
33
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan penelitian produk terapan.
34
II. Anggota Peneliti
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S3
Nama Perguruan UNSYIAH UGM IPB
Tinggi
Bidang Ilmu Pendidikan Dokter Sains Veteriner Ilmu Biomedis
Hewan dan Hewan
Pendidikan
Profesi Dokter
Hewan
Tahun Masuk-Lulus 2002-2008 2008-2011 2013-2016
Judul Efek Kombinasi Kepadatan sel insulin Penentuan Waktu
Skripsi/Tesis/Disertasi Ketamin-Xylazin imunoreaktif pada Terbaik
Terhadap pankreas dan Transplantasi Kulit
Frekuensi denyut hipokampus mencit pada Kaki depan
Jantung dan yang diinduksi dengan Kucing Lokal
Pernafasan pada streptozotocin
Anjing Lokal
Nama Drh. Arman Dr. Drh. Tri Wahyu Dr. Drh. Gunanti,
Pembimbing/Promotor Sayuti, M.P dan Pangestiningsih, M.P MS., Prof. Drh.
Drh. Amiruddin, dan Drh. Sitarina Ekowati
M.P Widyarini, M.P., Ph.D Handharyani, MS,
Ph.D dan Prof. Drh.
Deni Noviana, Ph.D
35
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun
Disertasi)
36
3 Ekspresi insulin pada pankreas mencit (mus Jurnal Vol. 6 No. 7 Hal 97-
musculus) yang diinduksi dengan Kedokteran 100 September 2013
streptozotocin seri Hewan
4 Frekuensi denyut jantung dan pernafasan Jurnal Vol. 7 No.2 Agustus
tikus putih (rattus norvegicus) diabetes Medika 2013
mellitus yang di anestesi dengan propofol Veterinaria
5 Kadar hemoglobin selama induksi anestesi Jurnal Vol. 7 No.2 Agustus
per-injeksi dan anestesi per-inhalasi pada Medika 2013
anjing lokal (canis lupus familiaris) Veterinaria
6 Efek Propofol Terhadap Frekuensi Denyut Jurnal Vol. 8 No.2 Agustus
Jantung Dan Pernafasan Tikus Putih (Ratus Medika 2014
norvegicus) Diabetes Melitus Veterinaria
7 An Indication of African Catfish’s Behavioral Jurnal Vol 13 No 1 Tahun
Changes as A Response for Increase Seismic Natural 2013
Activity
8 Subjective and objective observation of skin Veterinary
graft recovery on Indonesian local cat with World Vol.9/May-2016/9
different periods of transplantation time
9 Efek Penggunaan Ketamin-Xilazin Dan Jurnal Vol. 10 No. 1
Propofol Terhadap Denyut Jantung Dan Medika Agustus 2016
Pernafasan Pada Anjing Jantan Lokal (Canis Veterinaria
Familiaris)
10 The Wound Healing of Lateral Thoracic Area Jurnal Sain Vol. 34 No. 2 203-
with Skin Flap H-Plasty and Linear Closure Veteriner 209
Desember 2016
11 Blood Profile of Domestic Cat (Felix catus) Jurnal Vol. 18 No. 1: 31-37,
During Skin Graft Recovery with Different Veteriner Maret 2017
Period
12 Changes in histopathology and cytokeratin Veterinary Vol.10 No. 6. 662-
AE1/AE3 expression in skin graft with World 666, Juni 2017
different time on Indonesian local cats
37
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan penelitian produk terapan.
38