You are on page 1of 26

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Teori

2.1.1 Anatomi Fisiologi


Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan dari
mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.

Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang
penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen yang
lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi usus
halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk lemak,
protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui proses
pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit

(Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan
kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi
orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688 Muralto
mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan
kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa
lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus(Fry,
2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik,
hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz,
2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang berperan
dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya persamaan serta
perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus duodenum, maka pada
proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding mukosa
lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus
lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002.
hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-kadang
sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam
lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat pada
bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first portion of the
duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang mengalami
gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai
erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress). Menurut
definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum.(
Sylvia, A. Price, 2006).

2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori yang
menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh
berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa
disertai dengan alkorida.
2.Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan benar.
Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dibandingkan golngan lainnya.
Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik berupa tukak
yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan
pada korpus lambung.
3 Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan pengalaman
dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat dihubungkan
dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan hiperensi maligna.
Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang
psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya
yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai
penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil
pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya
inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan juga
antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.
Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak
yang akut.
6.Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan pada
otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung dan
dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat menimbulkan
tukak peptik.
8.Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9.
.Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat hanya
akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya
dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika
dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu
ditegakkan
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat timbulnya
erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak
jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis biliaris
ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan dipengaruhi
oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.

2.1.4 Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi dan
lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar oleh
cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus campuran
pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada
leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar mukus): dan
akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus yang sangat alkali
(Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi oleh
sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung sebagian
besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung sehingga
menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion
bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi cairan
lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini menghambat
sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara hormonal sehingga
menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian melalui
darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas- yang
mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia natrium bikarbonat
untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-satu dari
dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2)
berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat
pencernaan dari kompleks asam –pepsin.

Penyebab khusus
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri
H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan
penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan
asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam jaringan
epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan
ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung
oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang
berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat
mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin, Ibupropen, Asam
Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung dan
duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah
perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas,
gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut,
maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang berlimpah dan
memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada ulkus
akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi dari
seluruh dinding lambung.

2.1.5 Klasifikasi

No Ulkus duodenal Ulkus Lambung


1 Insidens Insiden
Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun lebih
Pria: wanita → 3:1 Pria:wanita → 2:1
Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung
2 Tanda dan gejala Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung Normal sampai hiposekresi asam
Dapat mengalami penambahan berat badan lambung
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering Penurunan berat badan dapat terjadi
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi. Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
Makan makanan menghilangkan nyeri makan; jarang terbangun pada malam
Muntah tidak umum hari;
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus dapat hilang dengan muntah.
lambung tetapi bila ada milena lebih umum Makan makanan tidak membantu dan
daripada hematemesis. kadang meningkatkan nyeri.
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada Muntah umum terjadi
ulkus lambung Hemoragi lebih umum terjadi daripada
ulkus duodenal, hematemesis lebih
umum terjadi daripada milena.

3 Kemungkinan Malignansi Kemungkinan malignansi Kadang-


Jarang kadang

4 Faktor Risiko Faktor Risiko


Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress. stres

1.1.5 WOC
1.1.6 Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah suatu
sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna seperti, mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa
kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2). Dispesia
akibat tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak
nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien merasa
lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah pasien
makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster yang
timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit
gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa sakit
bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini
kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi
tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster karena
dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat digunakan
lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak
pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui
komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptic
disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak
prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya
fibrosis/oedem dan spasme.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri tekan abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan adanya ulkus, namun
endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.
Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn biopsy didapatkan. Endoskopi telah
diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X
karenaukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative terhadap darah
samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-
ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul
juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui kultur, meskipun hal
ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.
pylori.
1.1.8 Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh
userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah

Penatalaksanaan Farmakologis
Antagonis Reseptor H2/ARH2.
Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminàsel
parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat reversible.
Dosis terapeutik :
Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.

contoh-contoh obat anti ulkus


a. Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan meningkatkan
pH.
1. ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg, Almunium
hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia, gastritis.
Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat. Efek samping: Gangguan
saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat: Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe, antagonis H2,
kuinidin, warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.

2. ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)


Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg,
Simetikon 25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada
kehamilan.
Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas lambung : 1-
2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan. Pirosis dan “heartburn” pada kehamilan : 1-
2 tablet sebelum sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan.Efek samping:
sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi usus.
Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.

3. ANTASIDA DOEN (Medipharma)


Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel Aluminium
Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg, Magnesium
Hidroksida 200 mg.
Indikasi :
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala.

2.1.10 Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas), perdarahan,
perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan (Price,
1996).
1. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti bahwa terapi
medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat tergangu tidurnya oleh
nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak
mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran
pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk ulkus
lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas, paling
tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan tanpa
mengalami degenerasi ganas.
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996). Walaupun ulkus pada
setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding posterior
bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau
arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung
pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat
mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin
hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah
darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.
3. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini bertanggung
jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995). Ulkus biasanya terjadi
pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum.
Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak
yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis kimia akibat
keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri
tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas. Auskultasi abdomen menjadi
senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat
didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya udar bebas dalam
rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen anatara bayangan hati dan
diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi
(Azis, 2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau jaringan parut
terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien ulkus
duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus.
Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul
kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri
dan muntah (Mineta,1983)

2.2 Konsep Dasar Askep


2.2.1 Pengkajian

1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal lahir,agama dan tanggal
pengkajian.

2. Keluhan utama/alasan masuk RS:


Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut, ulu hati dan mual
serta muntah.

3. Riwayat kesehatan sekarang:


Faktor pencetus:
Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah makan atau waktu
lapar atau saat sedang tidur tengah malam
Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)
4. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi, riwayat masuk
RS)
5. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’ lambung.
6. Data Dasar Pengkajian pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
uan untuk tidur.
Tanda : periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.

2. Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan, putus asa
Marah ditekan
Tanda : Depresi, ansietas.
3. Eliminasi
Gejala : diare Konstipasi
Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung
Penggunaan laksatif/diuretic.
4. Makanan/Cairan
Gejala : lapar terus menerus/menyangkal lapar
Takut penigkatan berat badan.
Tanda : penurunan berat badan / anoreksia
Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor buruk.
5. Higiene
Tanda : peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Kelemahan, keseimbangan buruk.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina.
Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar
8. Keamanan
Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia
Riwayat penyakit maag, depresi.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Penampilan umum :Klien tampak rapi
Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat : sakit
Kesadaran : sadar
GCS : E4V5M6
BB : 50 Kg
TB : 165 cm

b. Tanda- tanda vital :


TD : 120/80 mmHg
ND : 80x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37 oC
c. Kulit
Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat,) : Pucat
Kelembapan : kering
Turgor kulit : baik
Ada/tidaknya oedema : tidak ada oedema
d. Mata
Fungsi penglihatan : baik
Palpebra : terbuka / tertutup
Ukuran pupil : .Normal
Konjungtiva :
Sklera :
Lensa / iris :
Oedema palpebra : Tidak ada oedema

Mulut dan tenggorok


Membran mukosa : Kering
kebersihan mulut : Baik
Keadaan gigi : Baik.
Tanda radang (bibir, gusi, lidah) : tidak ada
Trismus :
Kesulitan menelan : Tidak ada

Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen simestris atau tidak,
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
: batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya penimbunan cairan
diperut(kembung).
: bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien

Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode
eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai dengan
mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan. Nyeri dapat
digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering hilang dengan
makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi pasien asimtomatik

2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak pasca operasi
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis
dan melena massif
3. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi
5. Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang tidak adekuat
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah berlebihan, respon
perubahan pasca bedah gastreoktomi
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap informasi, dan rencana
pembedahan.
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 1). Nyeri b.d Dalam waktu 1 x -secara subjektib -Jelaskan dan bantu -pendekatan denga
iritasi mukosa 24 jam dan 3 x melaporkan pasien dengan menggunakan tehnik relaksa
lambung, 24 jam nyeri berkurang memberikan pereda nyeri dan terapi nonfarmakolog
perporasi pascabedah atau dapat non farmakologi dan telah menunjukkan keefektifa
mukosa, gastrekotomi, diadaptasi. noninvasive dalam mengurangi nyeri.
kerusakan nyeri -Skala nyeri 0-1 -lakukan manajemen 1). istirahat secara fisiolog
jaringan lunak berkurang/hilang (0-4). nyeri. akan menurunkan kebutuha
pasca operasi atau teradaptasi. Dapat 1). Istirahatkan pasien oksigen yang diperlukan untu
mengidentifikasi pada saat nyeri muncul memenuhi kebutuha
aktifitas yang 2). Ajrkan tehnik metabolism basal.
meningkatkan relaksasi nafas pada saat 2). Meningkatkan asupa
atau menurunkan nyeri oksigen sehingga aka
nyeri. 3). Ajarkan tehnik menurunkan nyeri sekunde
-pasien tidak distraksi pada saat nyeri dari iskemia intestinal
gelisah 4). Manajemen 3). Distraksi (pengaliha
Lingkungan: Lingkungan Panggilan ) dapat menurunka
tenang, batasi stimulus internal.
pengunjung, dan Lingkungan tenang aka
istirahatkan pasien. menurunkanstimulus nye
5). lakukanManajemen eksternal dan pembatasa
sentuhan pengunjung akan membant
meningkatkan oksige
ruanganyang akan berkuran
apabila banyak pengunjun
yang berada di ruanga
Istirahat akan menurunka
kebutuhan oksigen jaringa
perifer.
5). Manajemen sentuhan pad
saat nyeri berupa sentuha
dukungan psikologis dap
membantu menurunkan nyeri

Kolaborasi dengan tim Simetidin penghamb


medis untuk pemberian: histamine H2 menurunka
1). Pemakaina produksi asam lambu
penghambat H2 ( seperti meningkatkanpH Lambun
Simetidin /Ranitidin). dan menurunkan iritasi pad
2). Antasida mukosa lambung, pentin
untuk penyembuhan da
pencegahan lesi.
2). Antasida untu
mempertahankan pH lambun
pada tingkat 4,5
2 Risiko tinggi Dalam wkatu 3 x -pasien -Kaji sumber dan respon Deteksi awal mengen
syok 24 jam tidak menunjukkan perdarahan dari melena sevberapa jauh tink
hipovolemik b.d terjadi syok perbaikan sistem dan hematemesis. pemberian intervensi yan
penurunan hivopolemik kardiovaskuler diberikan sesuai denga
volume darah -hematemesis -monitor TT kemampuan individu.
sekunder akibat dan melena 1). Penurunan kualitas da
hematemesis terkontrol denyut jantung merupaka
dan melena -konjungtivitis parameter penting gejala aw
masif tidak anemis syok
-pasien tidak 2). Hipotensi dapat terjad
mengeluh pada hipovolemia, hal tersebu
pusing, memberikan manifesta
memebran terlibatnya sistem
mukosa lembab, kardiovaskuler dalam
turgor kulit melakukan kompensasi dalam
normal, dan mempertahankan tekanaa
akral hangat. darah.
-TTV dalam 3). Peningkatan frekuen
batas normal, nafas merupakan manifesta
CRT > 3 detik, dri kompensasi respirasi untu
urine > 600 mengambil sebanyak
ml/hari banyaknya oksigen, akib
Laboratorium: penurunan kadar haemoglobi
nilai sekunder dari penuruna
haemoglobin, sel volume darah.
darahmerah, 4). Hipotermi dapat terjad
hematokrit, dan Monitor status cairan pada perdarahan massif.
BUN/kreatinin (turgor kulit, membrane Jumlah dan tipecaira
dalam batas mukosa dan keluaran penganti darah ditentukan da
normal. urine). keadaan status caira
Penurunan volume dara
mengakibatkan menurunny
produksi urine, monitor yan
ketat pada produksi urine
600ml/ hari merupakan tanda
tanda terjadinya syo
Lakukan kolaborasi hipovolemik.
pemberian paket sel Pemberian PRC disesuaika
darah dengan banyaknya darah yan
merah(PRC=Pocked Red keluar dan hasil pemeriksaa
Cells). hemoglobin. Apabila dalam
kondsi kritis, sementar
persediaan darah masih belum
didapatkan dari segera, mak
pemberian cairan penggan
darah dapat diberikan untu
menurunkan risiko syok.

Evaluasi adanya respon Secara fisiologis tubuh pasie


seklinik dari pemberian akan bereaksi terhadap dara
transfusi. yang masuk melalui transfus
sehingga memili
kecenderungan menjadi reak
alergi transfuse. Peraw
melakukan monitor untu
mencegah respon klinik pad
pasien.
Lakukan gastric cooling. Intervensi pemberian cairan k
lambung bertujuan untu
melakukan vasokontrik
pembuluh darah lambung da
diharapkan dapat menurunka
Evaluasi kondisi pasien pendarahan.
setiap pergantian shift. Perubahan kardiovaskule
akibat hematemesis da
melena massif masih bis
bervariasi sesuai denga
tingkat toleransi individ
Penemuan perubahan sebag
deteksi awal untuk mencega
Kolaborasi pemberian meningkatnya risiko syok.
terapi endoskopik. Intervensi terapi endoskopi
dilakukan dengan melakuka
hemostasis koagulasi ata
thrombosis terapi. Beberap
intervensi elektrokoagulas
heater probe atau laser YA
dilakukan untuk mengontro
perdarahan dari ulku
Lakukan dokumentasi peptikum( Shoemaker, 1995)
intervensi yang Setiap perubahan yang terjad
telahdilakukan dan pada pasien harus diketahu
dilaporkan apabila oleh tim medis untu
didapatkan perubahan mendapat asuhan medi
kondisi mendadak. Dokumentasi yang baik dap
menunjang asuhan yan
Kolaborasi : dilakukan berkelanjutan.
tindakan Perporasi ulkus peptikum yan
pembedahan gastrektomi. tidak membaik dengan terap
farmakologi dan endoskop
akan mendapatkan terap
bedah untuk menghilangka
sumber perdarahan pad
lambung dan duodenum.
3 Resiko Injuri Dalam waktu 2 x -TTV dalam -Lakukan perawatan di -menurunkan risiko injuri da
b.d 24 jam pasca batas normal. ruang infensif. memudahkan intervensi pasie
pascaprosedur intervensi -Tidak terjadi selama 48 jam di ruan
gastreoktomi gastrektomi infeksi pada intensif.
pasien tidak daerah insisi. -monitor adanya -Komplikasi yang terjadi pad
mengalamiinjuri. komplikasi pascaoperasi operasi ini adalahperdaraha
gastrektomi. kebocoran pada daera
anastosmis, infeksi luk
operasi, gangguan respiras
dan masalah yang berkaita
dengan balance cairan da
elektrolit
-Kaji factor-faktor yang -keterampilan keperawata
meningkatkan risiko kritis diperlukan aga
injuri. pengkajian vital dap
dilakukan secara sistematis.
- kaji status neurologis -Pengkajian status neurolog
dan laporkan apabial dilakukan pada setia
terdapat perubahan status pergantian sift jaga. Setia
neurologi. adanya perubahan statu
neurologis merupakan salah
satu tanda terjadiny
komplikasi bedah. Penuruna
resposivitas, perubahan pupi
gangguan atau kelemaha
yang bersifat satu si
(unilateral), ketidakmampua
mengontrol nyeri, ata
perubahan neurologi lainny
perlu dilaporkan pada tim
medis untuk mendapatka
intervensi selanjutnya.
-Perubahan status Pasien akan mendapat caira
hemodinamik yang intravena sebag
optimal. pemeliharaan haemodinamik
1). Lakukan hidrasi awal 1). Jenis cairan yan
pasca bedah. digunakan adalah kombina
dari NaCl 0,9% dan R
dengan jumlah 100-20
ml/jam dan dilakukan pad
12-16 jam setela
pembedahan.
Cairan ini akan membant
memelihara sirkulasi yan
adekuat dari volume dara
sebagai proteksi pada orga
vital dan mencegah kondi
hivopolemia pascabedah.
2). Pantau pengeluaran Pasien pascaopera
urine rutin. gastrektomi akan mengalam
transudasi cairan k
intertisisal. Perawat aka
memantau kondisi urine dalam
kisaran 30 ml/ jamhidra
optimal sebagai batas dalam
pemberian rehidrasi optima
(Shoemarker, 1995).a
Perawat mendokumentasika
3). Evaluasikan secara jumlah urine dan wakt
hati-hati dan pencatatan, serta memeriks
dokumentasikan intake kepatenan saluran urine
atau output cairan.
Drainase pasca opeasi haru
-Monitor kondisi selang dipantau, perhatika
pasca operasi. kepatenan selang dan aadany
thrombosis, selang terlipat da
adanya perdarahan baru yan
ada didalam selang.
Secara umum pasien pasc
-Monitor kondisi selang bedah gastroktomi aka
nasogastrik terpasang selang nasogastri
Perawat berusaha untuk tida
mengangkat, mengubah posis
meamnipulasi atau engiriga
selang kecuali untuk terap
Hal ini dilakukan untu
menurunkan risiko kerusaka
anastosmis.
3. Resiko Dalam waktu 2 x -jalan napas -Kaji dan monitor jalan Deteksi awal u/ interven
ketidakefektifan 24 jam bersih dan tidak napas. slnjutnya. Salah- satu cara u
jalan nafas pascabedah ada akumulasi melihat pasien bernafas/ tid
b.dkemampuan gastrektomi, darah. adalah dengan meletakka
batuk menurun, kebersihan jalan - Suara nafas telapak tangan diata
nyeri nafas pasien normal, tidak mulut/hidung pasien.
pascaoperasi. tetap optimal. ada bunyi nafas -Beri oksigen 3 Pemenuhan oksigen dap
tambahan seperti liter/menit. membantu meningkatka
stridor. paO2 di cairan otak yang aka
- tidak ada mempengaruhi pengatura
penggunaan otot pernafasan.
bantu -bersihkan sekresi pada -kesulitan napa sdapat terjad
pernafasan. jalan napas dan lakukan apabila sekresi mucus yan
- RR dalam batas suctioning apabila berlebihan.
normal 12- kemampuan
20x/menit. mengevakuasi secret tidak
efektif.
-Instruksikan pasien -pada pasien pascabeda
untuk melakukan napas dengan toleransi yang bai
dalam dan batuk efektif. pernafasan difragma dap
meningkatkan ekspansi paru.
U/ memperbesar ekspan
dada dan pertukaran ga
contohnya meminta pasien u
menguap atau inspira
maksimal.
-Lakukan fisioterapi dada. -memfasilitasi pembersiha
jalan napas dari secret yan
tidak dapat dikeluarkandenga
batuk efektif.
1) tetapkan lokasi dari 1) Lakukan auskultasi aga
setiap segmen paru-paru. dapat menentukan area par
2) Jaga posisi pasien agar dengan bunyi napas ronkhi.
jangan sampai jatuh,
gunakan pagar 2) apabila tingkat toleran
pengamanan yang ada dari pasien tidak optima
pada setiap sisi tempat perawat mencegah da
tidur. menjaga trauma sekunder da
intervensi seperti memasan
pagar pengaman.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik,
hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz,
2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh
userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah
masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun
dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran indonesia

You might also like