Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan
melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang
penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen yang
lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi usus
halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk lemak,
protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui proses
pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit
2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan
kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi
orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688 Muralto
mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan
kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa
lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus(Fry,
2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik,
hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz,
2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang
penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang berperan
dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya persamaan serta
perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus duodenum, maka pada
proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan dalam asuhan keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding mukosa
lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus
lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002.
hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-kadang
sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam
lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat pada
bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first portion of the
duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang mengalami
gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai
erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress). Menurut
definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum.(
Sylvia, A. Price, 2006).
2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori yang
menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh
berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa
disertai dengan alkorida.
2.Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni
jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan benar.
Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dibandingkan golngan lainnya.
Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik berupa tukak
yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan
pada korpus lambung.
3 Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan pengalaman
dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat dihubungkan
dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan hiperensi maligna.
Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang
psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya
yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai
penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil
pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik
mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya
inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan juga
antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.
Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak
yang akut.
6.Infark
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan pada
otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung dan
dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat menimbulkan
tukak peptik.
8.Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9.
.Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat hanya
akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya
dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika
dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu
ditegakkan
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat timbulnya
erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak
jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis biliaris
ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah
banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan
corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan dipengaruhi
oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.
2.1.4 Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi dan
lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan
netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar oleh
cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus campuran
pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada
leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar mukus): dan
akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus yang sangat alkali
(Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi oleh
sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung sebagian
besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung sehingga
menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion
bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada
beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi cairan
lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini menghambat
sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara hormonal sehingga
menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian melalui
darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas- yang
mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia natrium bikarbonat
untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-satu dari
dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2)
berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat
pencernaan dari kompleks asam –pepsin.
Penyebab khusus
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri
H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan
penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan
asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam jaringan
epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan
ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah
sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.
Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung
oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang
berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat
mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin, Ibupropen, Asam
Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung dan
duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah
perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas,
gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut,
maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang berlimpah dan
memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada ulkus
akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi dari
seluruh dinding lambung.
2.1.5 Klasifikasi
1.1.5 WOC
1.1.6 Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah suatu
sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna seperti, mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa
kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2). Dispesia
akibat tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak
nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien merasa
lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah pasien
makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster yang
timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit
gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa sakit
bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini
kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi
tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster karena
dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat digunakan
lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak
pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui
komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptic
disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak
prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya
fibrosis/oedem dan spasme.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri tekan abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan adanya ulkus, namun
endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.
Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn biopsy didapatkan. Endoskopi telah
diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X
karenaukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative terhadap darah
samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-
ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul
juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui kultur, meskipun hal
ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.
pylori.
1.1.8 Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh
userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
Penatalaksanaan Farmakologis
Antagonis Reseptor H2/ARH2.
Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminàsel
parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat reversible.
Dosis terapeutik :
Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas), perdarahan,
perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan (Price,
1996).
1. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti bahwa terapi
medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat tergangu tidurnya oleh
nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak
mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran
pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk ulkus
lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas, paling
tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan tanpa
mengalami degenerasi ganas.
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya
ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996). Walaupun ulkus pada
setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding posterior
bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau
arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung
pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat
mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin
hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah
darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.
3. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini bertanggung
jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995). Ulkus biasanya terjadi
pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum.
Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak
yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis kimia akibat
keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri
tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas. Auskultasi abdomen menjadi
senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat
didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya udar bebas dalam
rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen anatara bayangan hati dan
diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi
(Azis, 2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau jaringan parut
terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien ulkus
duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus.
Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul
kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri
dan muntah (Mineta,1983)
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal lahir,agama dan tanggal
pengkajian.
2. Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan, putus asa
Marah ditekan
Tanda : Depresi, ansietas.
3. Eliminasi
Gejala : diare Konstipasi
Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung
Penggunaan laksatif/diuretic.
4. Makanan/Cairan
Gejala : lapar terus menerus/menyangkal lapar
Takut penigkatan berat badan.
Tanda : penurunan berat badan / anoreksia
Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor buruk.
5. Higiene
Tanda : peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Kelemahan, keseimbangan buruk.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina.
Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar
8. Keamanan
Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia
Riwayat penyakit maag, depresi.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Penampilan umum :Klien tampak rapi
Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat : sakit
Kesadaran : sadar
GCS : E4V5M6
BB : 50 Kg
TB : 165 cm
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen simestris atau tidak,
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
: batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya penimbunan cairan
diperut(kembung).
: bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien
Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode
eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai dengan
mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan. Nyeri dapat
digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering hilang dengan
makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi pasien asimtomatik
A. KESIMPULAN
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik,
hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz,
2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh
userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah
masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun
dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran indonesia