You are on page 1of 16

PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL

&
PEMERIKSAAN NEUROLOGI

DISUSUN

OLEH:

YESI INDRAYANTI LUMBANBATU 150206136

DOSEN PENGAJAR:Ns.AMILA, M.Kep, Sp.Kep.MB

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan pada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pemeriksaan Rangsangan Meningeal Dan
Pemeriksaan Neurologi”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugasSistem Neurologi I.
Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu baik secara
moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Jek Amidos Pardede, M.kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners Serta
Koordinator dan Dosen pengajar Keperawatan Komunitas IV Universitas Sari Mutiara
Indonesia
5. Ns. Amila M.KeP, Sp.KMB Selaku Dosen pengajar Sistem Neurologi I
6. Ns. Elida Sinuraya, M.Kep Selaku Dosen pengajar Sistem Neurologi I
7. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia
8. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari
Mutiara Indonesia.

Medan, 9 Mei 2018


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neurologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan fungsi, penyakit,
dan kondisi lain pada sistim saraf manusia. Oleh sebab itu dipelajari pula hal-hal yang secara
alami dianggap fungsi sistim saraf normal. Misalnya: kepandaian berbahasa, gangguan
belajar, pikun dan lain-lainnya. Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf
diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium
(penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: fungsi cerebral, fungsi nervus cranialis,
fungsi sensorik, fungsi motorik dan reflek.

Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang
dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat
penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit.
Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak
melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati
dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.

Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang (bedside)
masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan
pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat
mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih
yang kita miliki.Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk
melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan
anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan.

1.2 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui mengenai Pemeriksaan Meningeal Dan
Pemeriksaan Neurologi Dan diharapkan mampu untuk mengamplikasikan dalam Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Cerebral

Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma
Scala (GCS).GCS digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan kesadaranuntuk
memperhatikan respon penderita terhadap rangsangan dan memberikan nilai pada respon
tersebut. Cara menghitung GCS adalah :

A. Refleks membuka mata (E)


4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon

B. Refleks verbal (V)


5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara

C. Refleks motorik (M)


6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =
Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,
penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X
– 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X. GCS tidak bisa
dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran adalah :

a. Sadar :Dapat berorientasi dan berkomunikasi


b. Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
c. Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi
terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal denganmenggunakan kepala.
d. Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada
yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
e. Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus Kualitas kesadaran :
f. Compos mentis : bereaksi secara adekuat
g. Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada.
Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium :mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan
kekacauan fikirannya.
h. Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan
hampa

Gangguan fungsi cerebral meliputi : Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan


perilaku dan gangguan emosi Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :GCS, orientasi
(orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

2.2 Fungsi Nervus Cranialis


Cara pemeriksaan nervus cranialis :

1. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan


bau yang dirasakaan (kopi,tembakau, alkohol,dll).
2. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):Dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang
pandang.
3. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata)
:Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi
kelopak mata.
4. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.III.
5. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan
refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh
dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi
suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan
kapas.
6. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III.
7. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata
dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.
8. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :test Webber dan Rinne.
9. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):membedakan rasaa mani dan
asam (gula dan garam)
10. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior, pasien
menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!
11. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus): palpasi dan
catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot
sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh
pasien melawan tahan.
12. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan
dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan
perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
2.3 Fungsi Motorik

A. Otot
1. Ukuran : atropi / hipertropi.
2. Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan.
3. Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
4. Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4: Ada gerakan tapi tidak penuh
3: Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0: Tidak ada kontraksi sama sekali
B. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

2.4 Fungsi Sensorik

Test : Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak,Getar, Sikap,Tekan, Refered pain.

2.5 Reflek

A. Refleks superficial
1. Refleks dinding perut :
Cara : Goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra
umbilikal dari lateral ke medial
Respon : Kontraksi dinding perut

2. Refleks cremaster
Cara : Goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : Elevasi testes ipsilateral

3. Refleks gluteal
Cara : Goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : Gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

B. Refleks tendon / periosteum


1. Refleks Biceps (BPR):
Cara : Ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii,
posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon :Fleksi lengan pada sendi siku

2. Refleks Triceps (TPR)


Cara :Ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi
Respon : Ekstensi lengan bawah pada sendi siku

3. Refleks Periosto radialis


Cara : Ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi
dan sedikit pronasi
Respon : Fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi
m.brachiradialis

4. Refleks Periostoulnaris
Cara : Ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi
dan antara pronasi supinasi.
Respon : Pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates

5. Refleks Patela (KPR)


Cara : Ketukan pada tendon patella
Respon : Plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

6. Refleks Achilles (APR)


Cara : Ketukan pada tendon Achilles
Respon : Plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
7. Refleks Klonus lutut
Cara : Pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : Kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus
Berlangsung
8. Refleks Klonus kaki

Cara : Dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.

Respon : Kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsun

C. Refleks patologis
1. Babinsky
Cara : Penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : Ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
2. Chadock
Cara : Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior
Respon : Seperti babinsky
3. Oppenheim
Cara :Pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : Seperti babinsky
4. Gordon
Cara : Penekanan betis secara keras
Respon : Seperti babinsky
5. Schaefer
Cara : Memencet tendon achilles secara keras
Respon :Seperti babinsky
6. Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
7. Stransky
Cara : Penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : Seperti babinsky
8. Rossolimo
Cara : Pengetukan pada telapak kaki
Respon : Fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
9. Mendel-Beckhterew
Cara : Pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : Seperti rossolimo
10. Hoffman
Cara : Goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : Ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
11. Trommer
Cara :Colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : Seperti hoffma
12. Leri
Cara : Fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan
bgian ventral menghadap ke atas
Respon : Tidak terjadi fleksi di sendi siku
13. Mayer
Cara : Fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : Tidak terjadi oposisi ibu jari

D. Refleks primitif
1. Sucking refleks
Cara : Sentuhan pada bibir
Respon : Gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
2. Snout refleks
Cara : Pada bibir atas
Respon : Kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
3. Grasps refleks
Cara : Penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : Tangan pasien mengepal
4. Palmo-mental refleks
Cara : Goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : Kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:

1) Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah


2) Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3) Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4) Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan
jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5) Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri
maupun orang lain.
6) Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL

Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda asing seperti
darah, maka dapat merangsang selaput otak.
1. Kaku kuduk dengan cara :

a. Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring


Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
b. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
c. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada
d. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
e. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.

2. Tanda laseque
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring lurus,
b. lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
c. Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
d. Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
e. Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit atau
tahanan.
f. Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70
3. Tanda Kerniq

Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :


a. Pasien berbaring lurus di tempat tidur
b. Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
c. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
d. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah dan
tungkai atas.
e. Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135̊

4. Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita
tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
c. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan.
d. Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
5. Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada
dalam keadaan lurus.
c. Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan apakah
ada kelumpuhan pada tungkai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada zaman yang canggih ini, teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat.
Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting
dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat
ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak
melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan
polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan. Akan tetapi
pemeriksaan fisik dan mental disisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan
penting dan bahkan kita dapat meningkatkan dan mempertajam kemampuan pemeriksaan
fisiksertadiagnosapasien.
DAFTAR PUSTAKA

Syahrul, 2015.Buku Panduan Skill Lab. FK UNSYIAH. Banda Aceh.

Atrium, 2016.Update In Neuroemergencies II. FKUI.Jakarta.

Pearce, 2014. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.

Price, 2017. Patofisiology Volume 2. EGC. Jakarta.

Samuels, 2015. Manual of Neurologic Therapeutic. Lippincott Williams & Wilkins. USA

You might also like