You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari

sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat

diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya

tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal,

penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali tidak

menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka

waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi

dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala. Hipertensi adalah suatu

keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut

dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu

fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. (Riskesdas

2013). 1,2

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah

kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan terus meningkat

serta hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal.

Hipertensi juga menjadi faktor risiko ketiga terbesar penyebab kematian dini. The Third

Nacional Health and Nutrition Examination Survey mengungkapkan bahwa hipertensi

mampu meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan

risiko stroke sebesar 24%.3

1
Di seluruh dunia, naiknya tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta

kematian, sekitar 12,8% dari total seluruh kematian. Secara global, prevalensi keseluruhan

peningkatan tekanan darah pada orang dewasa berusia 25 tahun lebih dari sekitar 40%

pada tahun 2008. Sementara menurut data riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di

Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen.4,5

Sunarta Ann mengutip data WHO (tahun 2005) selama 10 tahun terakhir, terlihat

bahwa jumlah penderita hipertensi yang dirawat di berbagai rumah sakit di Semarang

meningkat lebih dari 10 kali lipat. Peningkatan ini tentu saja sangat mencemaskan

siapapun yang peduli, karena penemuan kasus yang hanya dilakukan secara pasif pada

masyarakat yang tingkat pengetahuannya rendah hanyalah sebongkah gunung es yang

muncul di permukaan laut.6

Faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat

diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat

diubah antara lain adalah umur, jenis kelamin, dan keturunan atau genetik. Sedangkan

faktor risiko yang dapat diubah antara lain adalah kegemukan (obesitas), dislipidemia,

faktor psikososial atau stres, merokok, kurangnya olahraga, konsumsi alkohol berlebih,

dan pola asupan makanan asin yang berlebihan (DepKes RI, 2006).

Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan ataukerusakan

pada pembuluh darah turut berperan pada terjadinya hipertensi. Faktor-faktortersebut

antara lain merokok, asam lemak jenuh dan tingginya kolesterol dalam darah. Selain

faktor-faktor tersebut di atas, faktor lain yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara

lain alkohol, gangguan mekanisme pompa natrium (yang mengatur jumlah cairan tubuh),

faktor renin-angiotensin-aldosteron (hormon - hormon yang mempengaruhi tekanan

darah). Pada kalangan penduduk umur 25 – 65 tahun dengan jenis kelamin laki-laki yang

2
mempunyai kebiasaan merokok cukup tinggi yaitu 54,5% dan perempuan 1,2% (DepKes

RI, 2003).

Berdasarkan data tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian survey

epidemiologi mengenai faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi

di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana

faktor-faktor resiko dapat mempengaruhi kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi

RSUD Dr. Muhammad Zein Painan? Dalam penelitian ini, peneliti mengkelompokkan

faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi menjadi 2, yaitu :

a) Berdasarkan faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah:

1) Apakah umur merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian

hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan. ?

2) Apakah jenis kelamin merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian

hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.?

3) Apakah riwayat keluarga dengan hipertensi merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan. ?

b) Berdasarkan faktor resiko hipertensi yang dapat diubah:

1) Apakah obesitas (IMT > 25) merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap

kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan. ?

2) Apakah kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap

kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan. ?

3
3) Apakah kebiasaan konsumsi makanan asin merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan. ?

4) Apakah kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol merupakan faktor risiko

yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan.?

5) Apakah kebiasaan olahraga merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap

kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan. ?

6) Apakah stres kejiwaan merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian

hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan ?

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian survey epidemiologi ini adalah untuk

didapatkannya data faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi

di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan. Mendapatkan besaran

masalah yang sesungguhnya dari faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap

kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.

Mendapatkan gambaran klinis penyakit hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan. Mendapatkan gambaran kejadian hipertensi di Poliklinik

Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan. Mendapatkan informasi tentang faktor-

faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi

RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.

4
b. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor resiko yang

berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan :

c. Berdasarkan faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah:

1) Mengetahui bahwa umur merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap

kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.

2) Mengetahui bahwa jenis kelamin merupakan faktor risiko yang berpengaruh

terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein

Painan

3) Mengetahui bahwa riwayat keluarga dengan hipertensi merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan.

a) Berdasarkan faktor resiko hipertensi yang dapat diubah:

1) Mengetahui bahwa obesitas (IMT > 25) merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan.

2) Mengetahui bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan.

3) Mengetahui bahwa kebiasaan konsumsi makanan asin merupakan faktor risiko

yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD

Dr. Muhammad Zein Painan.

5
4) Mengetahui bahwa kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol merupakan

faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik

Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.

5) Mengetahui bahwa kebiasaan olahraga merupakan faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Poliklinik Neurologi RSUD Dr.

Muhammad Zein Painan.

6) Mengetahui bahwa stres kejiwaan merupakan faktor risiko yang berpengaruh

terhadap kejadian hipertensi di RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.

D. Manfaat Penelitian.

a. Manfaat Ilmiah

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan subyek penelitian

mengenai faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.

b. Manfaat bagi peneliti

Diharapkan peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat

selama pendidikan dan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat suatu

penelitian ilmiah.

Menambah pengetahuan peneliti tentang faktor-faktor risiko yang berpengaruh

terhadap kejadian hipertensi.

c. Manfaat bagi masyarakat

Dapat sebagai menambah wawasan masyarakat dalam mengetahui faktor-faktor

resiko kejadian hipertensi guna melakukan pencegahan timbulnya masalah hipertensi,

baik secara pribadi maupun kelompok.

d. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi

pembaca tentang beberapa faktor resiko hipertensi

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI

1. Pengertian Hipertensi

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika

darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang

diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai

pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi

menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi

(tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik)

(Williams & Wilkins, 1998)

Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding

pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah

yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis merupakan gejala

awal yang umum terjadi pada hipertensi. Karena arteri-arteri terhalang lempengan

kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi

sulit. Ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah

memaksa melewati jalam yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi

tinggi.(Wirakusumah-S Emma, 2002)

Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui

140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan

istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal.

Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi

harus bersifat spesifik usia. Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi

7
apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg

diastolik (ditulis 140/90).(Corwin dkk 2001) dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika

memompa darah sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik

dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥

90 mmHg.(Gunawan, 2001)

Tekanan darah tinggi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 150-

180 mmHg. Tekanan diastolik biasanya juga akan meningkat dan tekanan diastolik

yang tinggi misalnya 90-120 mmHg atau lebih, akan berbahaya karena merupakan

beban jantung.( Williams & Wilkins, 1998)

Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253) batas tekanan

darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama

dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara umum

seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolik 140/90

mmHg (normalnya 120/80 mmHg).(Suyono, 2001)

Menurut Jan A. Staessen, et.al., Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan

darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diatolik (TDD) ≥ 90 mmHg.

Beberapa tahun lalu WHO memberi batasan TDS 130 – 139 mmHg atau TDD 85 – 89

mmHg sebagai batasan normal tinggi. Dengan makin banyaknya penelitian tentang

komplikasi hipertensi terhadap Kardiovaskuler dan Ginjal, maka ditetapkan batasan

tekanan darah untuk hipertensi semakin rendah. Vasum et.al. dalam penelitiannya

bahwa tekanan darah normal tinggi (prehipertensi) yaitu sistolik 130 s/d 139 mmHg,

distolik 85 s/d 89 mmHg mempunyai risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler

dibandingkan dengan kelompok tekanan darah optimal sistolik < 120 mmHg dan

distolik < 80 mmHg. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika

8
tekanan darah sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).(Suyono,

2001).

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang

memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan

lebih berat seperti Stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang

tinggi), Penyakit Jantung Koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung)

serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit

tersebut dapat pula menyebabkan Gagal Ginjal, Penyakit Pembuluh lain, Diabetes

Mellitus dan lain-lain.( Mosterd Arend, 2006)

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama strok, dimana stroke merupakan

penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap

kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik dan distolik

terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan

diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya

infark otak dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan

kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke

iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi

pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi

(Yundini, 2006).

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90

mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi prehipertensi

bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan risiko terjadinya hipertensi.

Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan garam. Olah raga,

9
menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau

bersama-sama obat farmakologi.(Bustan dkk, 1997)

Tabel 2.1

KLASIFIKASI PENGUKURAN TEKANAN DARAH


Dari International Society of Hypertension (ISH)
For Recently Updated WHO tahun 2003

Katagori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal <120 Dan < 80
Normal <130 Dan < 85
Normal Tinggi/ pra 130-139 Dan 85-89
Hipertensi
Hipertensi Derajat I 140-159 Dan 90-99
Hipertensi Derajat II 160-179 Dan 100-109
Hipertensi Derajat III >180 Dan >110
Sumber: Linda Brookes, 2004

Menurut Linda Brookes, The update WHO/ISH hypertension guideline, yang

merupakan divisi dari National Institute of Health di AS secara berkala mengeluarkan

laporan yang disebut Joint National Committee on Prevention, Detectioan,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Laporan terakhir diterbitkan pada

bulan Mei 2003, memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria

hipertensi yang dibagi dalam empat kategori yaitu optimal, normal dan normal tinggi /

prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I, hipertensi derajat II dan hipertensi

derajad III.( Brookes-Linda, 2004)

Prahipertensi, jika angka sistolik antara 130 sampai 139 mmHg atau angka

diastolik antara 85 sampai 89 mmHg. Jika orang menderita prahipertensi maka risiko

untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya orang yang masuk kategori

prahipertensi dengan tekanan darah 130/85 mmHg – 139/89 mmHg mempunyai

kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang

mempunyai tekanan darah lebih rendah. Jika tekanan darah Anda masuk dalam
10
kategori prahipertensi, maka dianjurkan melakukan penyesuaian pola hidup yang

dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal.(Bustan, 1997)

Hipertensi derajat I. Sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam

kelompok ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka perubahan pola hidup

merupakan pilihan pertama untuk penanganannya. Selain itu juga dibutuhkan

pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah. (Sutedjo, 2000)

Hipertensi derajat II dan deraja t III. Mereka dalam kelompok ini mempunyai

risiko terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang

berhubungan dengan hipertensi. Pengobatan untuk setiap orang dalam kelompok ini

dianjurkan kombinasi dari dua jenis obat tertentu dibarengi dengan perubahan pola

hidup. (Sutedjo, 2000)

2. Etiologi

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.

Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini

disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan

oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat

tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling

umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.

Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko

yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. (Sharma S, 2008)

3. Faktor Risiko Hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:

a) Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

11
1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko

terkena hipertensi (5,8,37) Dengan bertambahnya umur, risiko terkena

hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut

cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60

tahun (Nurkhalida, 2003). Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya

dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya

meningkat ketika berumur lima puluhan dan enampuluhan (Staessen A Jan,

2003)

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.

Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai

pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah

sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh

perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila

perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya

hipertensi (Staessen A Jan, 2003)

2. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka

yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka

prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera

Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta

(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita (Yudini, 2006) Ahli lain

mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan

rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik (Nurkhalidah, 2003)

12
Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai

pengaruh yang sama untuk terjadinya Hipertensi (Mansjoer-Arif, dkk. 2001)

Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi

dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada

wanita (Bustan 1997)

3. Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang

mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi (Nurkhalidah, 2003 )

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.

Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko

hipertensi 2-5 kali lipat (Chunfang Qiu, 2003). Dari data statistik terbukti bahwa

seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan

hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi (WHO, 2005)

Menurut Sheps, hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan.

Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup

kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua

kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut

60%. (Sheps, 2005)

4. Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan

ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot

(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang

mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara

alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan

13
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul

tanda dan gejala(Chunfang Qiu,2003)

b) Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1) Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok

dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan(Suyono-

Slamet, 2001) Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada

jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari

menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap

melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi

(. Nurkhalida, 2003)

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan

darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap

rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam

paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin

sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal

pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat

ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja

lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja

maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg.

Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti

mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan

14
darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan

darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari.

2) Konsumsi Makanan Asin/Garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi

garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada

mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi

melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan

ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali

pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi

esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh

(Radecki Thomas E. J.D, 2000).

Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik

yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka

mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah

sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak

natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.

(Sheps, 2005)

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis

hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan

asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari

menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam

antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.

Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan

volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Gunawan-Lany, 2005)

15
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik

cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan

tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang

ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8

gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan

tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari

(Radecki Thomas E. J.D, 2000)

Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara

asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium

akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan

volume darah.(Hull-Alison, 1996)

3) Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai

untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang

telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti

kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara

kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari

beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ).

Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam

lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal

yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit

mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat

dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut

omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ,

sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90%

16
komposisinya adalah ALTJ.( Khomsan-Ali, 2003) Penggunaan minyak

goreng sebagai media penggorengan bisa menjadi rusak karena minyak

goreng tidak tahan terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi

kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan

pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Bahan makanan

kaya omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah,

akan tidak berkasiat bila dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin

kemudian dipakai untuk menggoreng kembali, karena komposisi ikatan

rangkapnya telah rusak. ( Mosterd Arend, 2006)

Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-

gorengan pinggir jalan, dipakai berulang kali, tidak peduli apakah

warnanya sudah berubah menjadi coklat tua sampai kehitaman. Alasan

yang dikemukakan cukup sederhana yaitu demi mengirit biaya

produksi. Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi mereka yang tidak

menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk

membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan

meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat

menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya

penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain

(Khomsan-Ali, 2003)

4) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat

cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum

diketahui secara pasti.( Suyono-Slamet, 2001) Orang-orang yang minum

alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih

17
tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.( Hull-Alison,

1996)Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei

menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi

alkohol. (Khomsan-Ali, 2003)Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat

alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan

peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan

dalam menaikkan tekanan darah (Nurkhalida, 1996)

Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-

20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih

minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar

dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum

diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka

panjang, minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan

organ-organ lain.(Sheps, 2005)

5) Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa

tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan

salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri

dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah

penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang

tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan

aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.

Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi.

Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-

18
45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan

tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya

obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko

timbulnya hipertensi juga akan bertambah.( Suyono-Slamet, 2001)

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan

yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak

darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan

tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi

meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.

Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar

insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium

dan air (Yundini, 2006)

Menurut Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya

hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas

berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan

epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada

populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini mempunyai kaitan

yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari.( Hull-Alison, 1996)

Pada penelitian lain dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah

sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan

penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang

setara.(Suyono-Selamet, 2001) Obesitas mempunyai korelasi positif dengan

hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung

mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Ada dugaan bahwa meningkatnya

19
berat badan normal relatif sebesar 10 % mengakibatkan kenaikan tekanan darah

7 mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat badan dengan membatasi kalori

bagi orang-orang yang obes bisa dijadikan langkah positif untuk mencegah

terjadinya hipertensi.( Khomsan-Ali, 2003)Berat badan dan indeks Massa

Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan

darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada

penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.

( Nurkhalida, 2003)

6) Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena

olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan

menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas

pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan

timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan

timbulnya hipertensi. (Sheps, 2003) Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan

risiko menderita hipertensi karena men hipertensi karena meningkatkan risiko

kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai

frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung

harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.(Sheps,

2003)

7) Stres

20
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila

stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap

tinggi. Hal ini secara past i belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan

yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut

menjadi hipertensi. Menurut Sarafindo (1990) yang dikutip oleh Bart Smet,

stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan

lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang

berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial

dari seseorang(Smet Bart, 1994)

Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan

tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya

dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-

pengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-

pengaruh dari luar itu.(Sheps, 2005)

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas,

berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat

merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu

jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan

meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan

penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala

yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag ( Gunawan-Lany,

2005) Menurut Slamet Suyono stres juga memiliki hubungan dengan

hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan

tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat

21
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap(Suyono-Selamet,

2001) tres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila

stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak

menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress

berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.

( Nurkhalida, 2003)

8) Penggunaan Estrogen

Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi

belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena

estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal

estrogen.12MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian

kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan

darah perempuan.(Bustan, 1997 ) Oleh karena hipertensi timbul akibat adanya

interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah

disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya

hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu maka pencegahan

hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup

sehat menjadi sangat penting.

c) Patofisiologi Hipertensi

Patofisiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor yang saling

berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi

esensial.Namun, pada sejumlah kecil pasien penyakit ginjal atau korteks adrenal

(2% dan 5%) merupakan penyebab utama peningkatan tekanan darah (hipertensi

sekunder) namun selebihnya tidak terdapat penyebab yang jelas pada pasien

penderita hipertensi esensial.Beberapa mekanisme fisiologi turut berperan aktif

22
pada tekanan darah normal dan yang terganggu.Hal ini mungkin berperan penting

pada perkembangan penyakit hipertensi esensial.Terdapat banyak faktor yang

saling berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien

hipertensi (Crea, 2008).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula

jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu

dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Crea, 2008).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi

epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,

menyebabkan pelepasan rennin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini

23
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi (Crea, 2008).

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan

fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan

tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi

dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa

oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Rohaendi, 2008).

d) Gejala Hipertensi

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki

gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara

lain yaitu : Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, Sering gelisah,Wajah

merah, Tengkuk terasa pegal, Mudah marah, Telinga berdengung, Sukar tidur,

Sesak napas, Rasa berat ditengkuk,Mudah lelah, Mata berkunang-kunang, Mimisan

(keluar darah dari hidung).

Menurut Crea (2008) gejala hipertensi adalah sakit kepala bagian belakang

dan kaku kuduk, sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing, dada

berdebar-debar dan lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.

24
Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan

pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain menurut (Crea,

2008), dengan cara sebagai berikut:

1. Mengurangi konsumsi garam.

Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam

dapur untuk diet setiap hari.

2. Menghindari kegemukan (obesitas).

Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b)

normal atau tidak berlebihan.Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih

10% dari berat badan normal.

3. Membatasi konsumsi lemak.

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak

terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan

terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan,

jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan

menggangu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja

jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi.

4. Olahraga teratur.

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau

menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi.Olahraga yang dimaksud

adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau

dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda.Tidak dianjurkan

melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi,

karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.

5. Makan banyak buah dan sayuran segar.

25
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah

yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan

tekanan darah.

6. Tidak merokok dan minum alkohol.

7. Latihan relaksasi atau meditasi.

Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan

jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot

tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan

menyenangkan.Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik,

atau bernyanyi.

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah survei epidemiologik analitik deskriptif dengan menggunakan

rancangan cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui prevalensi suatu efek atau penyakit pada suatu waktu, oleh karena itu

disebut juga dengan studi prevalensi. Prinsip penelitian ini adalah mempelajari hubungan

antara variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) melalui pengukuran

sesaat atau hanya satu kali saja, di mana faktor risiko serta efek tersebut diukur secara

bersamaan pada waktu observasi dan yang dinilai adalah subjek yang baru dan yang sudah

lama menderita efek yang diselidiki. Hasil penelitian berupa odds ratio (OR) atau rasio

prevalensi yaitu perbandingan antara prevalensi penyakit atau efek pada subjek dari

kelompok yang mempunyai faktor risiko, dengan prevalensi penyakit atau efek pada

subjek yang tidak mempunyai faktor risiko (Ghazali, et al., 2006).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian : di Poliklinik Neurologi RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Waktu penelitian : Bulan November 2018
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti

mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan (Soekidjo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh masyarakat Desa Pasekan Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.


2. Sampel
Menurut Sugiyono (2003) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi. Menurut Notoatmodjo (2010), apabila populasi kecil atau

kurang dari 10.000 maka dapat menggunakan rumus formula yang lebih sederhana

dengan rumus sebagai berikut :

27
Keterangan :
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Besar penyimpangan / derajat kesalahan (10%)
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik simple random

sampling. Teknik simple random sampling yaitu teknik yang mana setiap anggota atau

unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi untuk menjadi

sampel. Teknik pengambilan sampel secara acak sederhana menggunakan cara

mengundi anggota populasi (Notoatmodjo, 2010).

D. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional

Hipertensi Keadaan dimana Spygmomanometer 1.Hipertensi, jika Ordinal


tekanan darah tekanan darah ≥
sistolik dan 140/90 mmHg
diastolik yang 2.Tidak Hipertensi, jika
tidak normal tekanan darah <
140/90 mmHg
Umur Rentang waktu Kuesioner 1. < 35 tahun Ordinal
yang dilihat dari 2. 35-40 tahun
kartu identitas 3. >40 tahun
sampai dilakukan
penelitian
Jenis Kelamin Keadaan kelamin Kuesioner 1. Laki-laki Nominal
responden 2. Perempuan

Riwayat Keluarga yang Kuesioner 1. Ayah dan ibu Nominal


Keluarga memiliki riwayat hipertensi
hipertensi dari 2. Ayah hipertensi, ibu
ayah dan ibu tidak hipertensi
responden 3. Ayah tidak
hipertensi, ibu
hipertensi
4. Ayah dan ibu tidak
hipertensi
Obesitas Hasil pengukuran Timbangan dan 1. Obesitas,IMT> Nominal
(IMT>25) berat badan per Microtoice 25kg/m2
tinggi badan
kuadrat diperoleh
2. Tidak obesitas,
hasil IMT <25kg/m2
IMT>25kg/m2
Konsumsi Kebiasaan makan Kuesioner 1. Sering Ordinal
makanan makanan asin atau 2. Kadang-kadang
asin/garam banyak 3. Tidak pernah
mengandung
garam(telur asin,
ikan asin, sayur
asin, kecap asin,
keju, dll) yang
dilakukan sehari-
28
hari
Penggunaan Penggunaan Kuesioner 1.Sering Ordinal
minyak jelantah minyak goreng 2.Kadang-kadang
yang sudah lebih 3.Tidak pernah
dari satu kali
dipakai untuk
menggoreng
Kebiasaan olah Kegiatan olahraga Kuesioner 1. Sering Ordinal
raga yang teratur 2. Kadang-kadang
dilakukan 3 kali 3. Tidak pernah
setiap minggu dan
dilakukan selama
30 menit yang
telah menjadi
rutinitas responden

E. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan variabel yang akan diteliti dengan

menggunakan metode wawancara, kuesioner dan observasi. Metode yang digunakan

dalam pengumpulan data yang terpenting dilaksanakan secara sistematis dengan prosedur

yang terstandar (Arikunto. 2006).

a. Alat Pengumpul Data


Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dan matang,

dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberi tanda-tanda

tertentu (Notoatmodjo, 2005).


b. Teknik Pengumpul Data
Data yang diperoleh, terbagi atas dua data yaitu :
1) Data primer adalah data yang peroleh langsung dari subyek penelitian dengan

menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data, langsung pada subyek

sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono, 2008).


2) Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti yang didapat dari orang

lain atau data yang diperoleh tidak langsung (Notoatmodjo, 2002).


c. Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan
a) Peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian,
b) Setelah mendapatkan ijin dari
2) Tahap Pelaksanaan
F. Etika Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan menekankan etika yang meliputi :
29
1. Informed Consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti.

Responden harus memenuhi kriteria inklusi. Lembar Informed Consent harus

dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Peneliti tidak boleh

memaksa dan menghormati hak-hak subyek bila subyek menolak untuk diteliti.
2. Anoniminitas (tanpa nama)
Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden untuk menjaga kerahasiaan,

tetapi pada lembar tersebut akan diberi kode.


3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertantu

yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


G. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010), pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan-

tahapan tersebut dalam pengolahan data adalah :

1. Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul,

tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan

dilapangan dan bersifat koreksi.


2. Scoring
Dalam pemberian skor digunakan skala Guttman yang merupakan salah satu

cara untuk menentukan skor.


3. Coding
Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam

katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf

yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan

dianalisis.
4. Tabulating
Tabulating merupakan kelanjutan langkah dari coding untuk mengelompokkan

data kedalam suatu data tertentu menurut sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan

penelitian.
5. Entry Data

30
Entry data adalah memasukkan data yang telah ditabulasikan ke dalam SPSS

16 for Windows.
H. Analisis Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat, yaitu analisis yang digunakan untuk menganalisis variabel-

variabel yang secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya

(Notoatmodjo, 2005).
2. Analisis bivariat
Teknik analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan faktor resiko

hipertensi yang ada pada masyarakat Desa Pasekan Kecamatan Ambarawa Kabupaten

Semarang.

DAFTAR PUSTAKA

Sidabutar, R. P., Wiguno P. Hipertensi Essensial. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 1999. p: 210.

Herir J.O. Sigarlaki. Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi di

Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah [internet]. 2006

Dec [cited 2011 Oct 7]: 10(2):78-88. Available from: Makara, Kesehatan.

A. Tjokronegoro dan H. Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. In: E. Susalit,

E.J. Kapojos, dan H.R. Lubis ed. Hipertensi Primer. Jakarta: Gaya Baru; 2001. p: 453-56

WHO, A global brief on Hypertension, Silent killer, global public health crisis. 2013

Riset Kesehatan Dasar 2013

WHO dalam Soenarta Ann Arieska, Konsensus PengobatanHipertensi. Jakarta:

Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi), 2005;5

Kaplan M. Norman, Hypertension in The Population at large In Clinical

Hypertension: Seventh Edition . Baltimore, Maryland USA: Williams & Wilkins, 1998; 1-17.
31
Wirakusumah-S Emma, 2002, Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa

Swara; 25.

Corwin, Elizabeth J., Buku Saku PatofisiologI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC, 2001; 356.

Gunawan, Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia, 2001; 10.

Suyono-Slamet, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. FKUI, Jakarta: Balai Pustaka,

2001; 253, 454-459,463-464.

Mosterd Arend, D’ Agostino Ralph B, Silbershatz Halit, et.al. Trends in the

Prevalens of Hypertension, Antihypertensive terapy, and left Ventricular Hypertrophy from

1950 to 1989. 1999; 1221-1222. nejm.org December 18, 2006.

Yundini, Faktor Risiko Hipertensi . Jakarta: Warta Pengendalian Penyakit Tidak

Menular, 2006; Tue, 29 Aug 2006 10:27:42-0700.

Bustan, M.N., Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta, 1997;

29-38.

Brookes-Linda, The Update WHO/ISH Hypertension Guidline. Brazil: J Hypertens,

2004; 151-183.

Sutedjo, Profil Hipertensi pada Populasi Monica . Hasil Penelitian MONICA-

Jakarta III” Tahun 2000, Jakarta: Filed Under Riset Epidemiologi . 2002, May 22nd, 2006 at

10: 22

Nurkhalida, Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI., 2003; 19-21.

Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, Willem H Birkenhager, Essential

Hyppertension . The Lancet, 2003; 1629-1635.

Mansjoer-Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius

FKUI, 2001; 520

32
Chunfang Qiu, Michelle A. Williams, Wendy M. Leisenring, at. al., Family History

of Hypertension. North Seattle: American Heart Association, Inc. 2003;41:408.

WHO dalam Soenarta Ann Arieska, Konsensus Pengobatan Hipertensi. Jakarta:

Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi), 2005

Sheps, Sheldon G, Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi .

Jakarta: PT Intisari Mediatama, 2005; 26,158.

Chunfang Qiu, Michelle A. Williams, Wendy M. Leisenring, at. al., Family History

of Hypertension. North Seattle: American Heart Association, Inc. 2003;41:408.

Suyono-Slamet, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. FKUI, Jakarta: Balai Pustaka,

2001; 253, 454-459,463-464.

Radecki Thomas E. J.D. Hypertension: Salt is a Major Risk Factor. USA: J

Cardiovasc, Feb;7(1): 2000; 5-8.

Hull-Alison, Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara, 1996;

18,29.

Khomsan-Ali, Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2003; 88,96.

Smet Bart, Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia, 1994;

33

You might also like