You are on page 1of 12

Multiple Intelligences - Howard Gardner

Mata Kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu : Drs. Eko Tri Rahardjo, M. Pd.

Disusun Oleh :

Ali Zainal Abidin (4315160986)

PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S. W. T. karena berkat rahmat dan
karunianya, makalah dengan judul “Multiple Intelligences – Howard Gardner” dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Tujuan dari ditulisnya makalah ini adalah agar dapat dijadikan bahan ajar yang
berguna bagi penulis maupun pembaca.
Terimakasih saya ucapkan pada semua elemen yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini, termasuk Bapak Drs. Eko Tri Rahardjo, M. Pd. Selaku dosen pengampu mata
kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran. Semoga makalah ini dapat digunakan untuk keperluan
yang positif, sebagaimana semestinya.
Jakarta, 15 Maret 2018

Ali Zainal Abidin

2
Daftar Isi

Daftar Isi ....................................................................................................................................................... 3


Bab 1 – Pendahuluan .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
1.2 Sejarah Munculnya Teori Kecerdasan Majemuk/Multiple Intelligence ...................................... 4
Bab 2 - Pembahasan.................................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence .............................................................. 5
2.2 Jenis-jenis Kecerdasan ..................................................................................................................... 6
2.2.1 Kecerdasan Linguistik........................................................................................................... 6
2.2.2 Kecerdasan Matematis-Logis ................................................................................................ 6
2.2.3 Kecerdasan Spasial ............................................................................................................... 7
2.2.4 Kecerdasan Kinetis-Jasmani ................................................................................................. 7
2.2.5 Kecerdasan Musikal .............................................................................................................. 8
2.2.6 Kecerdasan Interpersonal ...................................................................................................... 8
2.2.7 Kecerdasan Intrapersonal ...................................................................................................... 9
2.2.8 Kecerdasan Naturalis .......................................................................................................... 10
2.3 Pendorong dan Penghambat Kecerdasan ........................................................................... 10
Bab 3 – Penutup ........................................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 11
3.2 Saran ................................................................................................................................................ 11
Daftar Pustaka .......................................................................................................................................... 12

3
Bab 1 – Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya, dalam pendidikan seseorang akan dinilai berdasarkan
kecerdasannya. Namun, seringkali guru, orangtua, atau masyarakat umum melewati
jenis-jenis kecerdasan yang baginya dinilai irelevan, seperti kemampuan bermain music
atau berolahraga, dan hanya mengedepankan kemampuan berhitung dan menulis.
Padahal, kemampuan siswa tidak bias disamaratakan antar satu dengan yang lainnya.

Itulah awal mula pemikiran Howard Gardner, dimana ia beranggapan bahwa


sebenarnya setiap individu memiliki beberapa jenis kecerdasan, dimana beberapa
kecerdasan ini ada yang lebih dominan daripada kecerdasan lainnya.

1.2 Sejarah Munculnya Teori Kecerdasan Majemuk/Multiple Intelligence


Multiple Intelligences pertama kali digagas oleh Psikolog asal Amerika Serikat
pada tahun 1983, yaitu Howard Gardner. Beliau menulis dalam bukunya mengenai 8
jenis kecerdasan yang berjudul “Frames of Mind”. Buku tersebut merupakan hasil
penelitiannya selama beberapa tahun mengenai kapasitas kognitif manusia.

Gardner menolak bahwa manusia hanya mempunya kecerdasan tunggal,


melainkan beberapa kecerdasan yang diantara kecerdasan tersebut terdapat satu atau
beberapa yang lebih menonjol.

4
Bab 2 - Pembahasan

2.1 Pengertian Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence


Seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard ini menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences) adalah kemampuan
untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu
latar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap orang jika dihadapkan pada satu masalah,
ia memiliki sejumlah kemampuan untuk memecahkan masalah yang berbeda sesuai
dengan konteksnya. Kemampuan “memecahkan” masalah tidak hanya berkaitan dengan
berhasil atau tidaknya menghitung perkalian, namun juga meliputi kemampuan
membentuk suatu tim, kemampuan untuk mengatur anggota dalam kelompokguna
bersama-sama memecahkan masalah yang sulit, dan lain-lain. Sementara itu
“menciptakan suatu produk” meliputi kemampuan membentuk sesuatu dari lilin (tanah
liat), menciptakan suatu bentuk tarian, dan sebagainya. Sedangkan “bernilai dalam satu
latar belakang budaya tertentu” berkaitan dengan apa dampaknya bagi lingkungan,
keuntungan yang dapat dipetik oleh orang lain. Misalnya, dapat dinikmati keindahannya,
anggota tim dapat bekerja lebih sistematis.

Gardner memandang kecerdasan tidak semata-mata berdasarkan skor tertentu


yang telah memiliki nilai standar melainkan berdasarkan ukuran kemampuan yang
dikuasai oleh individu. Pendekatan ini mencoba memahami bagaimana pikiran individu
dalam menjalankan kehidupan, baik yang berkaitan dengan benda-benda konkret maupun
hal-hal yang bersifat abstrak sehingga bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau
pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih menguasai satu bidang tertentu atau beberapa
bidang lain. Oleh karena itu, bidang atau kecerdasan tertentu yang kurang dikuasai dapat
distimulasi agar lebih terampil. Namun demikian, Gardner juga mempercayai bahwa
setiap individu memiliki kecenderungan untuk cerdas pada satu bidang tertentu sehingga
individu tidak memerlukan usaha yang susah payah untuk mengembangkannya.
Berkaitan dengan hal tersebut maka Gardner mengembangkan suatu kriteria yang dapat

5
digunakan untuk mengukur apakah potensi yang dimiliki oleh seseorang memang
merupakan suatu kecerdasan yang sesungguhnya.

2.2 Jenis-jenis Kecerdasan


Gardner menyebutkan ada delapan jenis kecerdasan yang kemudian berkembang
menjadi 10 jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu, yaitu :

2.2.1 Kecerdasan Linguistik.


Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya
pendongeng, orator, atau politis) maupun tertulis (misalnya sastrawan, penulis drama,
editor, wartawan). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini
meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur, fonologi, semantik dan
pragmatik.

Ciri-ciri anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol biasanya senang


membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang belajar bahasa asing,
mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai mengeja, suka menulis surat atau e-
mail, senang membicarakan ide-ide dengan teman-temannya, memiliki kemampuan kuat
dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan kata (utak-atik kata, kata-kata
tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang, bolak-balik kata, plesetan atau pantun) dan
senang membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya.

2.2.2 Kecerdasan Matematis-Logis


Kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya, ahli matematika,
akuntan pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar misalnya, sebagai
ilmuwan, pemrogaman computer, atau ahli logika). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru
Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola hubungan logis,
pernyataan dan dalil, fungsi logis dan abstraksi lain.

Seseorang dengan kecerdasan matematis logis yang tinggi biasanya memiliki


ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah mengerjakan
matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri, senang menghitung, suka

6
membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti menerka jumlah uang logam dalam sebuah
wadah), mudah mengingat angka-angka serta skor-skor, menikmati permainan yang
menggunakan strategi seperti catur atau games strategi, memperhatikan antara perbuatan
dan akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat), senang menghabiskan waktu dengan
mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan cara kerja
komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan mereka mampu
menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games.

2.2.3 Kecerdasan Spasial


Kemampuan mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat (misalnya,
sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentrasformasikan persepsi dunia spasial-
visual tersebut (misalnya, decorator interior, arsitek, seniman, atau penemu). Kecerdasan
ini meliputi kemampuan membayangkan, mempersentasikan ide secara visual atau
spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam atriks spasial. (Yatim Riyanto,
Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam spasial biasanya lebih mengingat
wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ide-idenya atau membuat sketsa untuk
membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam bentuk gambar-gambar serta
mudah melihat berbagai objek dalam benaknya, dia juga senang membangun atau
mendirikan sesuatu, senang membongkar pasang, senang membaca atau menggambar
peta, senang melihat foto-foto/gambar-gambar serta membicarakannya, senang melihat
pola-pola dunia disekelilingnya, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu
dengan sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam
bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang
mengerjakan banyak hal, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta ilusi optik
dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi. Anak dengan
kecerdasan visual biasanya kaya dengan khayalan sehingga cenderung kreatif dan
imajinatif.

2.2.4 Kecerdasan Kinetis-Jasmani


Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan
(misalnya, sebagai aktor, pemain pantonim, atlet, atau penari) dan keterampilan
menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya, sebagai
7
perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan-
kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan,
kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan
(proprioveptive) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan (tactile & haptic).(Yatim
Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka


bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan fisik serta
suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang meniru gerak-gerik
atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau berprestasi dalam bidang
olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun model-model, luwes
dalam menari, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat
berbagai hal.

2.2.5 Kecerdasan Musikal


Kemampuan menangani bentuk-bentuk musical, dengan cara mempersepsi
(misalnya pemikat music), membedakan (misalnya sebagai kritikus musik), menggubah
(misalnya, sebagai composer), dan mengekspresikan (misalnya sebagai penyanyi).
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada, irama, pola titik nada atau melodi, dan warna
nada atau warna suara suatu lagu. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik biasanya senang


menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen musik, mampu
membaca not balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada, mampu mendengar
perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang dimainkan bersama-sama, suka
bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau mengerjakan tugas, mudah menangkap
irama dalam suara-suara disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan
tubuhnya (bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki),
senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah mengingat fakta-
fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut.

2.2.6 Kecerdasan Interpersonal


Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta
perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak

8
isyarat; kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan kemampuan
menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya
mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu). (Yatim Riyanto,
Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya ia suka


mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika seseorang
membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta percakapan yang hangat dan
mengasyikkan, senang membantu sesamanya yang sedang bertikai agar berdamai,
percaya diri ketika bertemu dengan orang baru, suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi
dirinya sendiri dan teman-temannya, mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya
hanya dengan mengamati mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya
bersemangat untuk bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat dalam hal-hal
yang diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang sendirian, dan
senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki kecerdasan
interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi dengan
baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya.

2.2.7 Kecerdasan Intrapersonal


Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman
tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat. (kekuatan dan
keterbatasan diri) ; kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, tempramen, dan
keinginan. Serta kemampuan berdisplin diri, memahami dan menghargai diri. (Yatim
Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri biasanya
lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka menetapkan serta meraih
sasaran-sasarannya sendiri, mengetahui bagaimana perasaannya dan mengapa demikian
dan seringkali ia menghabiskan waktu hanya untuk merenungkan dalam-dalam tentang
hal-hal yang penting baginya. Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya sadar betul
akan bidang yang menjadi kemahirannya dan bidang dimana dia tidak terlalu mahir.
Anak seperti ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan
masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.

9
2.2.8 Kecerdasan Naturalis
Keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan
sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya formasi
awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di lingkungan perkotaan,
kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti karet dan sampul kaset CD. (Yatim
Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).

Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka


binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di lingkungannya, peduli
tentang alam serta lingkungan. Selain itu ia juga senang berkemah atau mendaki gunung di alam
bebas, senang memperhatikan alam dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat
dan acara yang berbeda-beda.

2.3 Pendorong dan Penghambat Kecerdasan


Crystallizing Experiences dan Paralyzing Experiences adalah dua proses kunci
dalam perkembangan kecerdasan.

Pengalaman yang mengkristalkan (Crystallizing Experiences) adalah “titik balik”


dalam perkembangan bakat dan kemampuan orang, sering kali titik balik itu terjadi pada
awal masa kanak-kanak meskipun dapat terjadi sepanjang hidup.

Sedangkan pengalaman yang melumpuhkan (Paralyzing Experiences) untuk


menyebut pengalaman yang mematikan “kecerdasan”, misalnya seorang guru mungkin
mempermalukan siswa di depan kelas.

Sejumlah pengaruh lingkungan juga berperan mendorong atau menghambat


perkembangan kecerdasan. Pengaruh tersebut antara lain:

1. Akses ke sumber daya atau mentor;

2. Faktor historis-kultural;

3. Faktor geografis;

4. Faktor keluarga;

10
Bab 3 – Penutup

3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya, kita tidak bias berasumsi bahwa tiap individu mampu
menyelesaikan permasalahan dengan hasil akhir yang sama. Hal ini dikarenakan tiap
kecerdasan seseorang berbeda dengan yang lainnya. Oleh karena itu, pengertian dan
penyesuaian perlu diberikan bagi masing-masing individu dengan kecerdasan yang
berbeda.

3.2 Saran
Sebaiknya, guru, orangtua, dan masyarakat umum mendalami konsep MI agar
dapat mendodrong siswa untuk berkembang sesuai potensi kecerdasan yang dimilikinya.
Dengan mempelajari MI, kecerdasan siswa akan lebih terapresiasi dan dapat berkembang
dengan maksimal.

11
Daftar Pustaka

- Djaali. 2011. Psikologi pendidikan. Jakarta: bumi aksara.


- Amstrong, Thomas. 2002. Setiap Anak Cerdas: Panduan membantu anak belajar dengan
memanfaatkan multiple intelligence-nya. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.
- Armstrong, T., 2002. Sekolah Para Juara : Menerapkan Multiple Intelegences di Dunia
Pendidikan. Bandung : Kaifa

12

You might also like