Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
OLEH
HANA E. E. P.
NIM :131000560
OLEH
HANA E. E. P.
NIM :131000560
Hana E. E. P.
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang di tingkat global dan nasional, penanggulangan TB di Indonesia sudah
dimulai sejak tahun 1995 dengan pengobatan dengan sistem DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse) yang dapat memutuskan rantai penularan TB.
Puskesmas Aras Kabu memiliki angka kesembuhan sebesar 6,98% dan angka
penemuan kasus sebesar 21,03 %. Data ini membuktikan bahwa angka
kesembuhan dan angka penemuan kasus di Puskesmas Aras Kabu belum
mencapai target yang ditetapkan yaitu 85% dan 70%. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang pelaksanaan Program
Penanggulangan TB (P2TB) dengan strategi DOTS di Puskesmas Aras Kabu
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan
data adalah wawancara mendalam dan observasi. Informan dalam penelitian ini
berjumlah 7 orang yang merupakan Staf Penanggulangan Masalah Kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Kepala Puskesmas Aras Kabu,
Penanggungjawab P2TB, Petugas TB, Petugas Lab, PMO dan Pasien TB. Analisa
data dengan metode Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan dengan strategi DOTS di
Puskesmas Aras Kabu belum berjalan dengan maksimal. Hal ini dilihat dari
komitmen pemerintah daerah yang belum dilaksanakan, penjaringan suspek TB
Paru yang masih pasif, diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopis
dengan sputum yang salah, dan PMO yang tidak rutin dilatih.
Bedasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Deli Serdang lebih menguatkan komitmen dengan kerjasama lintas
sektoral, kepada Puskesmas Aras Kabu diharapkan untuk membentuk tim khusus
penjaringan suspek TB aktif dan memberikan edukasi rutin kepada PMO untuk
pemeriksaan mikroskopis yang akurat.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,
penulisan skripsi ini dengan judul “ Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS Dalam
Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017”. Skripsi ini merupakan salah satu
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin
terhormat:
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
4. dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku dosen pembimbing I (satu) dan dr. Fauzi,
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. dr. Rahayu, M. Kes, Ph.D. selaku dosen penguji I (satu) dan Puteri Cinta
6. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan
8. dr. Henny Adrianne, selaku Kepala Puskesmas Aras Kabu yang telah
9. Kedua orang tua, Henry S. Pasaribu dan Vivi Yanti yang terkasih dan
tersayang, dimana telah memberikan dukungan dan doa yang luar biasa
10. Laurine Pasaribu dan Marchell Pasaribu, dua saudara kandung terkasih
skripsi ini.
11. Sahabat selama kuliah (Yenni, Rara, Annissa, Anggi, Arvin, Agung,
Kevin, Ayi dan Bang Hardy). Terima kasih selalu menjadi penyemangat
dan pendukung segala kegiatan dan proses penulisan skripsi saya selama
ini.
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Keluarga Guru Sekolah Minggu GMII Anugerah terkhusus Kak Vio dan
Indah yang tidak pernah lelah menjadi pengingat dan penyemangat serta
13. Keluarga besar XL Future Leaders, (Engel, Sarai, Rizal, Aldian, Arya,dan
tanpa henti selama penulisan skripsi, Serta semua pihak yang tak dapat
saya sebutkan satu per satu yang telah membantu saya untuk
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, untuk itu
yang bearti bagi semua pihak dan untuk kemajuan ilmu Kesehatan
Masyarakat.
Terima Kasih.
Penulis
Hana E. E. P.
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI Halaman
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5.5 Evaluasi Pengobatan ........................................................ 40
2.6.Kerangka Pikir ........................................................................... 42
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TB Paru dengan Strategi DOTS di Puskesmas
Aras Kabu. ...................................................................... 57
4.3.8 Pernyataan Informan tentang Ketersediaan OAT di
Puskesmas Aras Kabu. .................................................... 58
4.3.9 Pernyataan Informan tentang Pengobatan TB
Paru Dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
Diawasi Oleh PMO di Puskesmas Aras Kabu ................ 59
4.3.10 Pernyataan Informan tentang Pencatatan dan
Pelaporan yang dilakukan dalam Pelaksanaan
Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu. ...................................................................... 59
4.3.11 Pernyataan Informan tentang Pemantauan dan
Evaluasi yang dilakukan dalam Pelaksanaan
Program Penanggulangan TB Paru Puskesmas
Aras Kabu. ...................................................................... 60
4.3.12 Pernyataan Informan tentang Pelatihan dan tugas
Pengawas Minum Obat dalam Pelaksanaan Program
Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Aras Kabu.. ..................................................................... 61
4.3.13 Pernyataan Informan tentang Pelayanan Puskesmas
dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan
TB Paru di Puskesmas Aras Kabu.. ................................. 62
4.3.14 Pernyataan Informan tentang Tantangan Internal
maupun Eksternal dalam Pelaksanaan Program
Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras Kabu. ...... 62
4.3.15 Pernyataan Informan tentang Strategi dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di
Puskesmas Aras Kabu.. .................................................. 64
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 92
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah
Kerja Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016 ......................... 49
Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Aras Kabu Tahun
2016 .................................................................................... 49
Tabel 4.3 Karateristik Informan ......................................................... 50
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Hana E.E.P. yang dilahirkan pada tanggal 16 Maret 1995
di Medan dan beragama Kristen Protestan, dengan suku bangsa penulis adalah
Batak. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Ayahanda Henry Salomo Pasaribu dan Ibunda Vivi Yanti Sabrina, S.E.
tahun 2001 sampai tahun 2007, SMP Budi Murni 3 Medan dari tahun 2007
sampai tahun 2010, dan SMA Methodist 2 Medan dari tahun 2010 sampai tahun
2013. Pada tahun 2013 sampai tahun 2018 penulis melanjutkan penelitian S1 di
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
menjadi salah satu penyakit menular yang menyebabkan angka kesakitan dan
2015. Laporan resmi WHO Global Tuberculosis tahun 2016 menyebutkan bahwa
10,4juta orang di dunia sakit karena TB dan sebanyak 1,4 juta orang diantaranya
meninggal karena TB. Salah satu cara untuk menanggulangi TB adalah dengan
adanya kerja sama lintas sektor. Global Fund adalah sebuah kemitraan antara
membutuhkan. Sejak tahun 2004, Indonesia menjalin kerja sama dengan Global
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
dengan perkiraan jumlah penduduk Indonesia 250 juta, mencapai angka kematian
sebesar 100.000 orang/tahun atau 273 orang per hari. Secara nasional, penyakit
TB dapat membunuh sekitar 67.000 orang setiap tahun, setiap hari 183 orang
2016) menjelaskan bahwa jumlah penderita TB paru yang terdata pada tahun 2013
19.062 jiwa (111,5%). Data dari profil kesehatan provinsi Sumatera Utara (2016)
Belanda namum masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerd
pendek pasien dan memberikan pelayanan yang tertata dalam sistem nasional.
Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasilitas
yaitu: (1) Komitmen politis dari pemerintah yang ditandai dengan adanya progam-
langsung oleh satu Pengawas Minum Obat (PMO) terlatih untuk tiap pasien
persediaan obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu; dan (5) Pencatatan
dan pelaporan secara baku dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi program
dan mengobati penderita sampai sembuh. WHO menetapkan target global Case
Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus TB sebesar 70%, Cure Rate (CR)
Hasil penelitian dari Hasri dkk (2013) menyatakan bahwa mutu pelayanan
oleh: (1) Kompetensi teknis petugas TB; (2) Sarana dan prasarana untuk
pelaksaan strategi DOTS; dan (3) Hubungan antar manusia ( pasien-petugas TB).
Penelitian Suarni dkk (2013) menyatakan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi
Penggunaan OAT pada pasien TB; (2) Sistem pencatatan laporan kartu
pengobatan; (3) Jumlah petugas TB; (5) Koordinasi petugas TB dan dokter
spesialis; (5) Ruang unit khusus. DOTS dan (6) Monitoring dan evaluasi intern.
Hasil dari penelitian Mansur dkk (2015) menyatakan bahwa pelaksanaan strategi
DOTS yang belum maksimal di Puskesmas Desa Lalang dapat dipengaruhi oleh
(1) kualitas petugas TB dalam upaya penemuan kasus; (2) tidak adanya pelatihan
kurang cepat; (3) penjaringan suspek TB ke masyarakat yang kurang aktif; (4)
adanya fasilitas pelayanan kesehatan lain ; dan (5) angka penemuan kasus yang
rendah.
Kesehatan Deli Serdang (2015) terjadi peningkatan kembali untuk jumlah seluruh
sebesar 2.992 kasus (129,26%) kasus dengan angka kesembuhan 91,25%, dan
Puskesmas Aras Kabu melayani 6 desa, yaitu Desa Aras Kabu, Desa Tumpatan,
Desa Serdang, Desa Pasar V Kebun Kelapa, Desa Sidourip, dan Desa Pasar VI
Kuala Namu. Dari 34 puskesmas yang tersebar di Kabupaten Deli Serdang, angka
penderita TB BTA (+) yang diobati, jumlah penderita yang dinyatakan sembuh
kesembuhan >85% yang sesuai dengan target nasional bahkan ada beberapa
kesembuhan yang tidak mencapai target nasional di puskesmas Aras Kabu sudah
terjadi sejak tahun 2013 denagn angka kesembuhan sebesar 50%, tahun 2014
sebesar 38,17% dan tahun 2015 sebesar 6,98%. Hal ini menunjukkan bahwa
di Puskesmas Aras Kabu dapat diketahui bahwa Puskesmas Aras Kabu sebagai
sarana dan prasarana untuk pelaksanaan strategi DOTS sudah tersedia lengkap
dengan adanya 1 laboratorium dan 1 petugas analisa sputum (dahak). Obat Anti
fasilitas kesehatan yang lain. Petugas penyakit menular terutama untuk petugas
fasilitas yang sudah lengkap, angka penemuan suspek kasus TB masih kurang
dan angka kesembuhan yang dicapai masih tidak sesuai target strategi DOTS.
kesembuhan yang rendah disebabkan oleh angka penemuan kasus yang juga
rendah dan hal ini disebabkan karena penjaringan suspek TB yang kurang aktif
karena kurangnya sarana pendukung dan Rumah Sakit swasta yang dijadikan
menjadi pilihan penderita TB untuk berobat setelah gagal sembuh dari pengobatan
yang diberikan rumah sakit swasta dan pembiayaan yang tidak ditanggung lagi
secara mikroskopis.
evaluasi P2TB.
1. Sebagai informasi kepada stakeholder dalam hal ini bagi Dinas Kesehatan
a. Paradigma Sehat
c. Kemandirian masyarakat
d. Pemerataan
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
kepercayaan.
lingkungan.
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan
penyakit,
akses PelayananKesehatan,
Rujukan.
4. Pelayanan Gizi,
Kuman penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh ilmuan Jerman yang bernama
Robert Koch dan dipublikasikan kepada masyarakat ilmiah pada tanggal 24 Maret
tersebut ditularkan dari seseorang ke orang lain dan menyerang organ paru-paru
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer
dari Ghon. Pada stadium permulaan, setelah pembentukan fokus primer, akan
1. Penyebaran bronkogen,
3. Penyebaran hematogen.
bila jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang
spesifik terhadap basil tuberkulosis. Tetapi bila jumlah basil tuberkulosis yang
masuk ke dalam tubuh lebih banyak maka tubuh akan terinfeksi tuberkulosis.
menahun sering ditemukan secara kebetulan misalnya pada suatu sigi atau
pemeriksaan rutin. Gejala yang dijumpai dapat akut, sub akut, tetapi lebih sering
menahun. Gejala klinik dapat berupa batuk, dahak, batuk darah, nyeri dada,
suatu definisi kasus yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe
untuk menetapkan panduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan
dimulai.
yaitu:
BTA negatif;
A. Tuberkulosis paru
dibagi dalam:
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran
penderita buruk.
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
kasus baru, kambuh, pindahan, lalai, gagal dan kronis, yaitu sebagai berikut:
a) Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
positif.
berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian
e) Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
pengobatan) atau lebih; atau penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
Tuberkulosis positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
a) Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
atau kultur).
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e) Pindahan ( Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
Sumber penularan penyakit adalah dari penderita TB Paru pada BTA (+).
Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif
tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh
karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc
TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil
kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi apabila
orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius
tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui
saluran peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
2013)
dahak, maka akan semakin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak telihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita
yang utama adalah memberikan obat anti tuberculosis yang benar dan cukup, serta
sebagai berikut:
a) Pencegahan Primer
orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan
b) Pencegahan Sekunder
skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring system didapat skor <5, kepada
(Depkes 2006).
c) Pencegahan Tersier
Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah para,
beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya
tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk.
Ciri khas dari tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol
(E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap
intensif dan lanjutan, Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat,
bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar
penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada
tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
1. Kategori I yaitu TB Paru BTA+, TB Paru BTA- dengan lesi luas dan TB
2. Kategori II yaitu kasus gagal, kambuh, dan putus berobat dapat diberikan :
2RHZES/1RHZ/5RHE.
3. Kategori III TB Paru BTA- lesi minimal atau TB eksta paru lesi minimal
4. Kategori IV TB kronis sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau INH seumur
a. Visi
b. Misi
dan berkeadilan.
c. Tujuan
d. Target
maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100.000 penduduk dari 297
menjadi 245, Persentase kasus baru TB paru BTA (+) yang ditemukan dari 73%
menjadi 90% dan Persentase kasus baru TB paru BTA (+) yang disembuhkan
dari 85% menjadi 88%. Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019
adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1 - 2% per
penurunan insidens sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka
panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah menurunkan
angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkan penyakit TB paru dengan
pendek adalah (1) Tercapainya angka kesembuhan minimal 88% dari semua
penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2015 dapat mencapai
90% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif, serta target ini diharapkan
mencapai tujuan millenium development goal (MDG) pada tahun 2015. Kebijakan
program penanggulangan TB
DOTS yang bermutu dilaksanakan secara bertahap dan sistematis, (3) Peningkatan
komunikasi dan mobilisasi sosial, (4) kerjasama dengan mitra internasional untuk
mendapatkan komitmen dan bantuan sumber daya, dan (5) Peningkatan kinerja
program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan dan evaluasi yang
menerus selama tiga minggu atau lebih. Setiap orang yang datang ke unit
pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberculosis
Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal
(intensif, 2 bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung
berat ringannya penyakit. Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur
yaitu pada akhir pengobatan tahap awal, sebulan sebelum akhir pengobatan dan
kontak, tidak menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak
DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil
jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB dengan paduan obat anti-
TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan Multi Drug Resistance yang
dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia saat ini harus
dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat
menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk
dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing
(Kemenkes RI,2013)
berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam
lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai
sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam
Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses,
pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar.
Indikator merupakan alat yang paling efektif untuk melakukan evaluasi dan
syarat tertentu antara lain : valid, sensitif dan spesifik, dapat dimengerti, dapat
(1) Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya
syarat tertentu seperti: Sahih (valid), Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific),
dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang
pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan (treatment) yang tertata dalam
setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek
(short course) standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus
(Aditama, 2002).
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai
Nasional.
kesehatan umum yang ada, dan diperlukan dukungan pendanaan dalam hal
sarana, prasarana dan peralatan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk
cara paling efektif dalam menemukan kasus tuberkulosis. Dalam hal ini,
ketika menelan obatnya, dimana obat yang diberikan harus sesuai standar.
bisa jadi siapa saja yang berkeinginan, terlatih, bertanggung jawab, dapat
dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan sediaan obat pada
pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada
setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu (untuk
evaluasi kemajuan pasien dan hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari
daftar laboratorium yang berisi catatan dari semua pasien yang diperiksa
tuberkulosis yang ada di kabupaten. Kemanapun pasien ini pergi, dia harus
pengobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali (Kemenkes RI, 2014).
penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh
Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan
keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga
akan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB serta sekaligus
Keikut sertaan pasien merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
masyarakat.
3contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
petugas di fasyankes.
2. Pemeriksaan Biakan
misal :
2) Pasien TB anak.
BTA negatif.
A. Diagnosis TB Paru
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
Pengawasan Minum Obat (PMO). PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan
obatnya secara teratur dan tuntas. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan,
misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru immunisasi, dan lain
lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal
dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien.
pengobatan.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
pelayanan kesehatan.
karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan
pemeriksaan dua contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu
contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien
harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila
lanjutkan
resistan).
Rujukan TB MDR.
bulan ke 5).
MDR.
Rujukan TB MDR.
B Hasil Pengobatan TB
sebelumnya.
4. Gagal, yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
1. Evaluasi klinik
b) Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
a) Sebelum pengobatan
Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
a) Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan
resistensi.
memiliki lima komponen DOTS yang harus dilaksanakan secara cepat dan tepat
dapat diukur melalui indicator masukan (input), proses (process), dan luaran
(output). Oleh karena itu, fokus penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Proses:
Input: 1. Penjaringan suspek TB
1. Komitmen 2. Diagnosis TB melalui
politis pemeriksaan dahak secara Output:
2. Tenaga mikroskopis Hasil
Kesehatan 3. Pengobatan TB dengan pelaksanaan
berkompeten OAT yang diawasi PMO program
3. Sarana dan yang terlatih penanggulangan
prasarana P2TB 4. Penjaminan TB paru
4. Pendanaan ketersediaan OAT
5. Sistem pencatatan dan
pelaporan dalam
sebagai berikut:
Pendanaan.
TB.
petugas laboratorium.
BTA (+), klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB), pengobatan TB Paru
dengan PMO yang terlatih (pengambilan sputum/ dahak yang tepat, tata
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
paru paling rendah dari 33 puskesmas lainnya yaitu sebesar 3 kasus ( 6,98 %) dan
belum mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu minimal 85%
48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
purposive, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang bersedia
dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, yang
terdiri dari :
7. Penderita TB Paru;
dijadikan patokan dalam alur dan direkam dengan menggunakan tape recorder.
Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan masalah lebih terbuka,
mendengarkan secara teliti, mencatat, dan merekam apa yang ditemukan oleh
informan.(Sugiyono, 2010)
Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Aras Kabu, dan referensi
3.5 Triangulasi
Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu
dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan
dalam melihat data secara lebih sistematis. Data yang sudah terkumpul akan
terletak di Jalan Lubuk Pakam-Batang Kuis, Dusun Mesjid, Desa Aras Kabu
tunggu pasien, ruang apotek, ruang anak dan gizi, ruang KB/KIA/bersalin, ruang
nifas, ruang UGD/Klinik umum, ruang pojok ASI, ruang klinik gigi, ruang
Puskesmas Aras Kabu melayani 37 dusun dan 6 desa yaitu Desa Aras
Kabu, Desa Tumpatan, Desa Serdang, Desa Pasar V Kebun Kelapa, Desa
Sidourip dan Desa Pasar VI Kuala Namu. Luas wilayah kerja Puskesmas Aras
Jumlah penduduk yang tercatat untuk periode tahun 2016 di wilayah kerja
Puskesmas Aras Kabu adalah 23.260 jiwa dengan jumlah Keluarga adalah 5.249
51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 1
3. Sarjana Kesehatan Masyarakat 4
4. Perawat 3
5. Perawat Gigi 1
6. Bidan 2
7. SAA 1
8. Pelaksana Gizi 1
9. Analisa Kesehatan 1
10. Farmasi 2
11. Administrasi 3
12. Honor 3
Sumber : Profil Puskesmas Aras Kabu Tahun 2016
adalah 7 informan, yang terdiri dari 1 informan staf bidang pengendalian masalah
dengan pendidikan S1, 1 informan kepala Puskemas Aras Kabu yang berusia 39
Puskesmas Aras Kabu yang berusia 38 tahun dengan pendidikan S1, 1 informan
Petugas TB Puskesmas Aras Kabu yang berusia 39 tahun dengan pendidikan S1, I
dengan pendidikan S1, 1 informan Pengawas Minum Obat yang berusia 27 tahun
dengan pendidikan SMA dari 1 informan pasien TB yang berusia 24 tahun yang
informasi:
“P2TB sudah mulai sejak tahun 2012, dan yah, Alhamdulilah sampai
sekarang untuk pelaksanaan P2TB masih berjalan karena juga pasien TB
termasuk banyak di wilayah kerja kita. Kita juga tetap memantau
pelaksanaan P2TB, mulai dari penemuan suspek sampai kesembuhan,
melakukan kerja sama dan kadang ada pelatihannya juga kok supaya
mereka tetap berkompeten.” (Informan 2)
komitmen pelaksanaan P2TB dari stakeholder masih berjalan hingga sekarang dan
tetap ada pemantauan dari penjaringan suspek, pengobatan dan penyembuhan agar
KNCV dan Global Fund , mengadakan pelatihan untuk para petugas serta tetap
“Seperti saya bilang tadi, sebagai salah satu bukti komitmen, dari Dinkes
sendiri mengadakan kerja sama dengan KNCV untuk sistem , program
dan pelatihan-pelatihan. Kita juga akan kerjasama dengan stakeholder
lain seperti tokoh masyarakat dan perangkat-perangkat desa untuk
membantu pelaksanaan P2TB.” (Informan 1)
kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Aras Kabu sudah melakukan kerjasama
,kecamatan dan KNCV . Untuk kerjasama terstruktur yang sudah terjalin yaitu
TB Paru.
“Semua petugas puskesmas sudah pernah dapat pelatihan. Selalu ada itu
programnya tiap tahun. Kalau untuk pelatihan itu biasanya dari KNCV
sama Dinkes provinsi. Nanti mereka yang buat terus kita yang kirimkan
petugasnya, kadang bisa semua ikut kadang hanya perwakilan. Kalau dari
kitanya ya ngirim proposal pengajuan pelatihan ke dinkes provinsi. Kalau
dari Dinkes Kabupaten belum ada buat pelatihan karna APBD kita kan
juga terbatas.” (Informan 1)
“Kita ikuti pelatihan juga, seminar-seminar dari IDI buat yang dokter,
kalau untuk bidannya, perawatnya, petugasnya itu dari dinas langsung.
Tapi memang belum semua dapat pelatihan khusus karena kita juga
menunggu dari dinas.” (Informan 3)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa setiap tenaga
tiap tahunnya. Pelatihan dapat berasal dari kerjasama lintas sektoral dan kerjasama
pelatihan.
“Disini kan pegawainya sedikit untuk P2TB, jadi memang kalau soal SDM
ya kerjaanya rangkap-rangkap. 1 petugas bisa kerjanya banyak. Jadi
belum bisa untuk pengembangan. Tetapi kalau ada panggilan pelatihan
dari kabupaten ya kita kirim petugas kita.” (Informan 2)
tenaga kesehatan yang terbatas sehingga memberikan beban kerja yang cukup
banyak kepada petugas yang ada walaupun dalam kinerjanya petugas TB juga
sumber daya. Tidak ada juga ditemukan pernyataan informan mengenai supervisi
“Untuk sarana dan prasarana mungkin bisa dari APBD dan APBN. Kalau
misalnya ada mau penambahan sarana/prasarana ya kita ajuin lagi ke
provinsi. Ya Kalau masi anggaran kecil masih bisa dari sini, kalau besar
ya kita ajuin proposal ke provinsi atau ke mitra-mitra kerja sama kita.”
(Informan 1)
“Untuk sarana dan prasarana sejauh ini aman-aman aja kok, dek.buku
pasien, obat sama pas kami cek dahak itu lengkap kok. Yang kurang hanya
sarana transportasi aja. Karena disini tidak ada angkuran umum. Kalau
ada kereta ya naik kereta sendiri tapi kan gak masyarakat punya, dek.”
(Informan 6)
dari kerjasama lintas sektoral atau kerjasama struktural dari puskesmas Aras
diperlukan kerja sama lintas sektoral dengan pemerintah atau dengan instansi
“Tadi ada saya singgung soal dana kalau donator terbesar kita sekarang
ya dari KNCV untuk pelatihan , fasilitas, program-progam dari mereka
paling banyak. Kalau dari Global Fund sudah tidak ada lagi bantuan
dana, hanya untuk sistem pelaporan. Dana BOK dan APBD tahun 2017
untuk TB juga minim kali karna hanya untuk obat aja APBD berikan. Jadi
kalau soal pendanaan ya sulit sebenarnya.” (Informan 1)
“Pendanaan obat dan potnya dari APBD pusat. Kalau BOK untuk
penjaringan dan penyuluhan itu pun hanya sekali setahun. Sejak 2015
tidak ada lagi dana dari Global Fund.” (Informan 4)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa sumber dana
terbesar yaitu dari kerjsama lintas sektoral. Sebelumnya donatur terbesar yaitu
Global Fund tetapi untuk bantua dana sudah berhenti sejak tahun 2015 dan hanya
untuk sistem pelaporan online TB. Donatur terbesar sekarang adalah KNCV untuk
program dan pelatihan. Tetapi menurut informan petugas TB, bantuan dari KNCV
tidak sebanyak yang diberikan oleh Global Fund seperti untuk dana transportasi
dan fee tambahan untuk penjaringan suspek TB. Dana BOK hanya untuk
APBD khusus hanya untuk menanggungi obat ,sarana dan prasarana yang
“Sebenarnya kan sudah ada ketetapan untuk diagnosis penderita karna ini
juga bagian penting kalau kita penjaringan suspek TB. Mungkin untuk
diagnose bisa kita di sosialisasi sama penyuluhan untuk membantu kita
dalam proses penjaringan TB. Biar tau mereka gejala-gejala awal TB
supaya lebih cepat diatasi. Kalau dapat baru cek di labnya.” (Informan 1)
“Kita ada penyuluhan ke desa, disitu kita ada berikan penyuluhan tentang
gejala-gejala TB, disitu kita juga diagnosa TBnya. Kalau misalnya ketemu
ada BTA(+) kita cek lagi di keluarganya ada gak balita seperti yang ibu
bilang tadi. Dan kalau ada yang melapor sudah batuk lebih 2 minggu maka
akan kita tes sputumnya di lab.” (Informan 4)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan
Satu hal yang menjadi kesulitan untuk pemeriksaan dahak adalah pasien
Hal ini disebabkan akibat pemberian sputum yang tidak sesuai standar sputum
SPS yang akan diperiksa dengan mikroskopis. Hal ini didukung dengan
ada pasien batuk lebih dari 2 minggu sudah kita suspek-an untuk di cek.
Tetapi sekarang susah, karena kita sarana transportasi susah, lalu
masyarakat juga susah diberi penyuluhan.” (Informan 4)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa untuk penjaringan
puskesmas yang belum mencapai target, termasuk puskesmas Aras Kabu Terdapat
masalah mengenai pelaporan penemuan suspek yang belum lengkap dari penyedia
pelayanan kesehatan yang lain seperti klinik dan rumah sakit. Selain itu terdapat
Kabu
diperoleh informasi:
“Kalau untuk persediaan OAT kita selalu cek. Fatal kalau OAT kosong atau
habis stok karena berpengaruh sama pasien. Sejauh ini Alhamdulilah OAT
selalu tersedia dari APBD.” (Informan 1)
“Persediaan obat kita tidak pernah ada masalah karena selalu tersedia,
tidak pernah kosong.” (Informan 2)
“Kalau utuk obat selalu dibuat per 1 minggu, habis seminggu, ke puskesmas
lagi ambil obatnya sama Bu Friskanya. Sejauh ini belum pernah sih kurang
obat atau habis obatnya, selalu ada stoknya. Kan kalau misalnya gak ada
obat nanti pengobatannya balik lagi.” (Informan 6)
OAT selalu terjamin oleh para informan. Perencanaan ketersediaan Oat selalu
dijaga dan dijamin tidak pernah kehabisan stok karena semua informan
berkomitmen ketersediaan OAT sangat sensitif dan akan memberi dampak negatif
yang sangat besar kepada pasien. Petugas TB di Puskesmas Aras Kabu juga
memiliki sistem sendiri untuk menjaga agar OAT yang diberikan pasien tidak
diperoleh informasi:
“PMO punya peran penting kali lah untuk P2TB ini. Memang harus yang
benar-benar dipercaya yang jadi PMO, biasanya PMO diambil dari
keluarga atau kerabat terdekat supaya tetap pasien tetap terjaga proses
pengobatannya selama 6 bulan full.” (Informan 1)
“Kita ambil dari keluarga intinya langsung. Kalau suami yang sakit ya
istrinya atau anaknya, yang tinggal 1 rumah la sama mereka. Jadi
pemantauan pun lebih mudah dana lebih bisa dijamin dijaga teratur minum
obatnya.” (Informan 4)
“Membantu saya kali pun, dek. Karena kadang kayak saya la, saya kerja
kadang lupa-lupa juga uda minum obat atau belum, kayak dulu pas
pertama-tama pengobatan itu obatnya besar-besar dan banyak, benar-
benar buat bosan sama muak, untung istri saya selalu memantau saya jadi
pemgobatan saya gak bolong. Kalau gak ada PMO mungkin saya gak siap-
siap pengobatannya.” (Informan 7)
Semua informan menyatakan bahwa PMO juga mempunyai peran penting untuk
“Untuk pencatatan dan pelaporan kita sudah ada standarisasinya dan itu
sudah disosialisasikan ke petugas TB karena kita sistem online sekarang
dari Global Fund. Untuk jangka waktu pelaporannya itu triwulan sekali.
untuk format laporannya ada 13 format laporan yang sudah ditentukan
dan itu kita lengkapi semuanya dan sudah diaudiensi juga ke petugas di
semua puskemas wilayah kerja kita.” (Informan 1)
“Masing-masing tiap pasien ada bukunya dan buku itu dipegang oleh
PMO. Selain buku disini ada formnya. Disini ibu nanti ngisi form laporan
TB ya sesuai kunjungan dia ngambil obat seminggu sekali. Ada laporan
umum kayak jumlah suspek, berapa jumlah BTA(+) yang ditemukan, yang
diobati, yang sembuh sampai ke laporan TB-HIV sama TB-DMnya
juga.”(Informan 4)
“Setiap hari kita catat hasil di buku. Kalau TB kan namanya laporn
ETB12 nanti kita kiri ke RRI Lubuk Pakam per triwulan. Nanti dikirim
email dan slidenya juga dikirim hardcopy—nya.” (Informan 5)
Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa untuk pencatatan
maksimal. Mulai dari pencatatan laporan khusus TB secara manual dan juga
laporan juga sudah ada ketenttuannya dan 13 format laporan tersebut sellau
“Kalau ibu monitoring PMO via telefon dan selain telefon, juga ada
tanyakan ke PMO atau pasien ketika mereka mengambil obat. Jadi ibu buat
jadwal seminggu sekali ambil obat juga supaya ibu bisa lihat
perkembangan mereka. Kenapa saya buat jadwal seminggu sekali supaya
obatnya gak tercecer.” (Informan 4)
memeriksa dan mengecek kinerja puskesmas setiap tiga bulan sekali. Dinas
eksternal dan internal, tetapi di Aras Kabu hanya ada monitoring dan evalusi
informasi:
“Untuk pelatihan khusus PMO memang belum ada, hanya ada edukasi
dan penyuluhan untuk menjadi PMO dari petugas TB.” (Informan 3)
“Pelatihan khusus memang gak ada, nak. Tetapi disini kita ada kasi
intruksi ke mereka, apa-apa aja tugas mereka, syarat-syarat dan aturan
juga dijelaskan.” (Informan 4)
“Sebagai PMO saya pernah dikasih arahan saya harus ngapain aja,
tugas-tugas saya ngapain aja. Edukasi gitu bu Friskanya, tetapi untuk
pelatihan khusus PMO belum pernah atau entah saya yang gak dapat gak
tau juga ya dek. Saya memang tegas sama suami saya, saya mau dia
sembuh, makanya saya gak mau teledor.” (Informan 6)
Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa PMO belum
mendapat pelatihan secara khusus. PMO hanya mendapatkan edukasi dan
pelatihan di awal untuk penjelasan tugas pokok dan fungsi sebagai PMO selama
masa pengobatan.
4.3.13 Pernyataan Informan tentang Pelayanan Puskesmas dalam
Pelaksanaan Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aras
Kabu.
Hasil wawancara mendalam mengenai pelayanan puskesmas dalam
Puskesmas Aras Kabu sudah memenuhi syarat dan ketentuan pelaksanaan sesuai
strategi DOTS. Semua informan dari Dinas Kesehatan dan pun mengatakan
bahwa pelayanan yang mereka berikan juga sudah semaksimal yang mereka bisa
kerjakan walaupun ada tantangan yang menjadi penghambat. Dari informan PMO
informasi:
“Kalau kendala ya pasti ada ya. Mulai dari target yang belum tercapai,
pelaporan yang belum lengkap, penjaringan suspek yang belum maksimal
.Itulah menurut saya yang paling berat, tapi ya pelan-pelan kita perbaiki
pelayanan kita supaya tidak nambah yang sakit TB sama cepat sembuh
lah yang sakit TB ini.” (Informan 1)
“Pasti segala sesuatu ada kendala, kalau di kitanya tidak ada kendala,
lebih ke pasien. Sifat pasiennya, kesadaran pasiennya yang masih kurang
dalam kepatuhan minum obat, kepeduliannya terhadap lingkungan, baik
lingkungan keluarganya karena kalau ada laporan kesini kita langsung
jumpai ke rumahnya.” . (Informan 3)
“Yang pertama itu untuk kesadaran masyarakatnya. Ada yang malu
karena mereka kena TB, tidak terima dengan keadaan mereka, merasa
sembuh dipertengahan pengobatan karena tidak merasqa sakit padahal
sudh ada peringatan untuk pantang berhenti sebelum 6 bulan. Untuk
monev-nya seperti yang saya bilang saya pantau dari telefon. Ada yang
gak mau jawab telefonnya. Kalau sampai 5 kali gak diangkat yauda saya
biarkan, ada batas kesabaran ibu, bukan hanya itu kerjaan ibu, nak.kalau
yang sudah parah ya kita rujuk ke RS Adam Malik ada yang sudah suspek
MDR dan sudah mau sekarat. “ (Informan 4)
“Tadi ada saya bilang tentang sputum yang dikasi saliva dan satu lagi
dulu GF kalau kita dapat pasien, ada fee-nya. Kalau sekarang tidak ada
lagi. Kerja disuruh tetapi untuk pudding petugasnya gak ada lagi. Dulu
orang berlomba-lomba nyari suspek. Sekarang kerja harus benar, laporan
harus akurat, puddingnya kurang. Jadi ya berat juga la kerja beratnya.”
(Informan 5)
Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa menurut Dinas
karena kerja petugas yang sudah berat tidak diberikan fee tambahan untuk
TB, yang menjadi tantangan adalah masyarakat, pasien dan sarana transportasi.
penyuluhan yang diberikan oleh puskesmas. Ada juga pasien TB yang masih
selama 6 bulan ketika sudah merasa enakan dan hambatan yang terakhir adalah
mengenai sarana transportasi, dimana tidak ada angkutan umum yang melewati
puskesmas Aras Kabu. Ada desa yang berada jauh dari puskesmas akan sulit
ragam strategi yang dipaparkan oleh tiap informan untuk pelaksanaan program
lintas sektoral dengan organisasi keprofesian seperti IDI, IDGI, dll dan ada
lagi.
penyuluhan yang lebih banyak lagi untuk semakin cepat menyadarkan masyarakat
tentang pentingnya menjaga kesehatan dan mencegah penyakit mulai dari gaya
makan, pola hidup, dan cek kesehatan dini. Selain penyuluhan juga diperlukan
adalah penting terhadap keempat unsur lainnya dalam strategi DOTS untuk
kesehatan. Untuk mendapatkan dampak yang memadai maka harus dibuat suatu
sistem kesehatan umum yang ada, dan diperlukan dukungan pendanaan dalam hal
sarana, prasarana dan peralatan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk dapat
72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
TB lebih sistematis dan terstruktur, menjalin kerja sama struktural maupun lintas
sektor, penyediaan obat TB, penyediaan tenaga kesehatan yang berkompeten serta
Sumatera Utara.
salah satu komitmen politis yang sangat penting. Dukungan dana berasal
der Tuberculose) untuk dana pelatihan dan program seputar TB, dana
APBD provinsi dan daerah untuk dana penyediaan OAT serta penyediaan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari anggaran dana dari
P2TB. Hal lain yang menunjukkan bahwa komitmen politis belum maksimal
dari dalam negeri untuk pelaksanaan P2TB termasuk dalam penjaringan dan
Hal ini sejalan dengan penelitian Murti dkk (2010) menyatakan bahwa dukungan
adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup baik dari segi kuantitas
maupun kualitas, sumber daya manusia merupakan aset utama suatu organisasi
merupakan sumber daya manusia dalam organisasi dan menjadi faktor yang
merupakan kegiatan yang dapat menjaga kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan
yang diperlukan untuk pelaksanaan program TB, dengan jumlah yang memadai
pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang
tenaga laboratorium.
2. Pelatihan
pelatihan penuh.
dilakukan supervisi.
3. Supervisi
Aras Kabu bahwa untuk standar ketenagaan program sudah memenuhi batas
minimal jumlah tenaga kesehatan di puskesmas tipe mandiri tetapi menurut hasil
wawancara dengan petugas TB, jumlah petugas di Puskesmas Aras Kabu dengan
beban kerja yang harus dikerjakan tidak seimbang. Beban kerja yang terlalu
banyak yang harus dikerjakan oleh 1 orang petugas TB terlalu banyak sehingga
menimbulkan beban kerja yang berat terhadap petugas TB mulai dari penjaringan
pencatatan laporan tiap pasien yang sedang dalam masa pengobatan melalui PMO.
melainkan adanya dukungan lain seperti tenaga kesehatan lain, kader TB dan
PMO yang ditunjuk oleh pihak puskesmas untuk terlibat dalam program
permasalahan TB paru tanpa adanya kerjasama dengan tenaga kesehatan lain dan
Supervisi yang dilakukan hanya dari unit Dinas Kesehatan Kabupaten Deli
Serdang ke puskesmas dalam jangka waktu sekali dalam tiga bulan. Supervisi
diharapkan untuk dilakukan di semua unit baik dari eksternal puskesmas dan
oleh KNCV atau dari Dinas Kesehatan Provinsi. Menurut hasil wawancara,
pelatihan yang didapatkan petugas juga tidak banyak dan harus menunggu giliran
karena sistem pelatihannya adalah perwakilan dari beberapa puskesmas. Hal ini
menyebab bahwa pelatihan yang didapatkan oleh tenaga kesehatan juga tidak
rutin. Pelatihan untuk kader TB dan PMO juga belum ada diberikan pelatihan
khusus sehingga program kader TB pun tidak berjalan dan masih ada PMO yang
Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang dapat
merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
penunjang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Fasilitas tersebut harus ada pada
setiap puskesmas dan dalam kondisi yang baik atau tidak rusak, lengkap,
Sediaan OAT lini pertama ada dua macam yaitu Kombinasi Dosis
(tuberkulin)
pemeriksaan dahak tidak akan terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana
memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Logistik untuk pemeriksaan
mikroskop dan logistik pembantu lain sudah tersedia dengan lengkap. Sarana
untuk proses pengobatan seperti persediaan OAT juga tidak pernah kehabisan
stok. Penyediaan sarana yang masih terbatas diberikan oleh Puskesmas Aras Kabu
Puskesmas Aras Kabu memiliki kendaraan sendiri. Jarak yang jauh dan
5.1.4 Pendanaan
Kondisi saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara dengan beban TB
mulai dari anggaran pemerintah dan berbagai sumber lainnya, sehingga semua
potensi sumber dana dapat dimobilisasi. Mobilisasi alokasi sumber dana secara
tepat, baik di tingkat pusat maupun daerah harus dilaksanakan melalui komitmen
sebagai berikut:
TB.
daerah.
3) Dana Hibah
dana hibah dari luar negeri. Saat ini berbagai keberhasilan telah banyak
terhadap kinerja program. Kondisi saat ini hampir 61% dana operasional
dari 23% pada tahun 2009 menjadi 30% tahun 2011, dan menjadi 35%
pada tahun 2014 (Strategi Pengendalian Nasional TB). Oleh karena itu
bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah di era desentralisasi
saat ini masih mengandalkan pendanaan dari donor internasional dan alokasi
obat ini menurun dalam beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan stock-out.
untuk pelaksanaan P2TB di Puskesmas Aras Kabu adalah ABPD, BOK dan dana
hibah. APBD Kabupaten Deli Serdang terbatas dalam P2TB dan bantuan
pendanaan yang diberikan berupa penyediaan OAT untuk semua tipe pasien TB.
sumber dana nasional berasal dari BOK dan APBD daerah dan provinsi. Bantuan
berkala kepada tenaga kesehatan untuk tiap profesi. Program TB yang didanai
oleh KNCV mayoritas adalah program dari program KNCV sendiri sehingga
Sejak tahun 2015, Global Fund tidak lagi memberikan bantuan dana apapun untuk
pelaporan online. Jika dibandingkan bantuan dana KNCV dan Global Fund,
masih lebih besar dana yang diberikan oleh Global Fund karena ada dana
transportasi dan dana penjaringan suspek yang diberikan. Salah satu masalah
utama di Puskesmas Aras Kabu adalah transportasi yang terbatas. Tidak adanya
pun menjadi sulit untuk rutin ke puskesmas. Puskesmas juga terbatas untuk
suspek berupa pelaksanaan penyuluhan dan dana untuk penemuan suspek TB.
Tiap ada penemuan suspek TB, petugas akan diberikan dana tambahan dari
Global Fund sehingga menambah motivasi petugas untuk penjaringan suspek TB,
tetapi semenjak dana Global Fund sudah selesai, tidak ada lagi dana bantuan
penjaringan suspek dan penemuan suspek TB. Dengan beban petugas yang
banyak di puskesmas, tentu hal ini akan mempengaruhi petugas untuk melakukan
tugas tambahan dengan penjaringan suspek TB langsung. Hal ini masih menjadi
memadai, sumber dana yang paling banyak berasal dari Global Fund. Kontribusi
minim. Hal ini dikarenakan pemerintah daerah kota Padang menganggap dana
5.2 Proses
mikroskopis, pengobatan TB dengan OAT yang diawasi oleh PMO yang terlatih,
penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh
penyakit dan tipe pasien. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang
memahami dan sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas
pengendalian TB.
suspek TB yang dilakukan oleh Puskesmas Aras Kabu masih belum maksimal.
maksimal:
prioritas masalah di puskesmas adalah pelayanan KIA, ibu hamil dan ibu
nifas.
yang gratis.
diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat
dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak sampai menularkan ke orang lain.
keluhan dan gejala TB paru, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga
masih terbatas oleh karena masih banyak laboratorium yang belum mengikuti
supervisi, umpan balik yang tidak tepat waktu dan belum tersedianya laboratorium
sebagai arahan bagi subdit TB dan BPPM. Laboratorium rujukan nasional dan
provinsi harus segera ditetapkan secara formal dengan garis wewenang yang jelas.
baik untuk mendeteksi dari mulai awal, tindak lanjutan dan menetapkan
kasus secara pasif yang merupakan cara paling efektif dalam menemukan kasus
tuberkulosis. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan
dengan lancar dan ketersediaan alat selau dipenuhi tetapi, ada ditemukan masalah
Agar hasil pemeriksaan diagnosa TB akurat dan maksimal, pasien diminta untuk
mengumpulkan dahak / sputum SPS yang dibantu oleh PMO. Pengumpulan dahak
ini berlaku untuk para pasien TB yang sedang menjalani proses pengobatan dan
pasien suspek TB, tetapi yang diberikan oleh pasien bukanlah sputum/dahak
melainkan air liur (saliva) dan purum yang bercampur dengan darah. Agar dapat
Jika yang diberikan adalah sputum yang bercampur dengan darah, penemuan
baketri akan semakin sulit dan susah akibat tercampur dengan darah pasien
sehingga pasien dihimbau untuk tidak mengambil dahak ketika sedang atauk
berdarah. Hal yang sama juga terjadi ketika yang diberikan pasien adalah saliva
atau sampel dahak yang didapat masih banyak tercampur saliva. Sulit untuk
mendapatkan sampel dahak yang benar-benar berasal dari sekret trakea atau
hasil pemeriksaan dahak pada akhir terapi fase intensif didapatkan BTA negatif.
dan pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal
dukungan dari berbagai pihak terkait. Diantaranya adalah dukungan dari pihak
atau yang lebih dikenal dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Pengobatan
dengan paduan OAT jangka pendek melalui pengawasan langsung oleh PMO
panduan OAT yang tepat dengan pemberian minimal 4 macam obat untuk
mencegah resistensi dan ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh PMO
(2014) sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan seperti bidan di desa, perawat,
pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain lain. Namun bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Kabu memilih PMO dari anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan pasien
dan masih yang masih berusia dibawah 40 tahun. PMO yang mendampingi pasien
TB selama masa pengobatan diharuskan PMO yang sudah terlatih dalam hal
komitmen, pengumpulan dahak SPS, waktu minum obat, kombinasi obat yang
informan penelitian diketahui bahwa masih ada ditemukan PMO yang tidak
berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai, PMO yang tidak bisa
dihubungi untuk mengetahui perkembangan pasien dan PMO yang salah dalam
Dari hasil wawancara dengan PMO ditemukan bahwa PMO tidak pernah
mendapatkan pelatihan khusus sebagai PMO selama menjadi PMO. PMO hanya
diberikan audiensi dan arahan ketika memulai masa pengobatan. Pihak Pusksmas
juga mengatakan bahwa tidak ada diberikan pelatihan khusus untuk PMO akibat
keterbatasan dana.Hal ini sangat menarik perhatian karena PMO memiliki peran
sehingga kualitas dan integritas PMO harus dijaga. Jika PMO tidak bisa menjaga
maskimal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Puri (2010) mengatakan bahwa
terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara kinerja PMO dengan
provinsi yang akan mengadakan OAT perlu berkoordinasi dengan pusat Dirjen PP
& PL Depkes RI sesuai dengan peraturan yang berlaku. Obat yang telah diadakan,
berdasarkan FEFO (First Expired First Out), artinya obat yang kadaluarsanya
lebih awal harus diletakkan didepan agar dapat didistribusikan lebih dulu. Jaminan
tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu, sangat diperlukan
sediaan obat pada berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencatatan
dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada
setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu (untuk
Puskesmas Aras Kabu sudah memiliki persediaan obat yang cukup. Puskesmas
Aras Kabu selalu merencakan penyediaan obat dengan baik sehingga belum
pernah kehabisan stok obat untuk pasien. Perencanaan obat selalu dibuat dan
diajukan ke provinsi untuk penyediaanya dan dana penyediaan obat berasal dari
APBD. Untuk sistem pemberian obat kepada pasien TB, Puskesmas Aras Kabu
membuat sistem jemput obat tiap seminggu sekali. Pasien TB dibatasi mengambil
obat hanya untuk jangka waktu seminggu dan tidak diberikan langsung dalam
jumlah banyak dengan tujuan agar lebih mudah memantau perkembangan pasien
Aras Kabu juga merasa tidak ada masalah dalam memperoleh obat TB paru di
timbang dan langsung diberikan obat TB paru kepada pasien atau PMO setiap
seminggu sekali agar tidak ada obat yang tercecer dan petugas TB lebih mudah
menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dan target yang telah
ditetapkan. Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu lebih lama, biasanya setiap 6
Provinsi hingga Pusat. Seluruh kegiatan program harus dimonitor dan dievaluasi
dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output) dengan cara
Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan
yaitu:
dahaknya,
f. Angka Konversi,
g. Angka Kesembuhan,
sampai TB 15) yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
dan juga pelaporan sistem online yaitu ETB-12 yang dilaporkan per triwulan.
Baik laporan offline dan online semuanya dilaporkan dan dikirim ke Dinas
pihak puskesmas dan petugas TBnya yang dilaksananakan tiap tiga bulan sekali.
kasus dan angka kesembuhan kasus di Puskesmas Aras Kabu yang tidak mencapai
target dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut dan menjadi masalah utama
dalam pelaksanaan P2TB, tetapi supervisi yang selama ini dilaksanakan tetap
belum bisa mencari solusi agar angka penemuan kasus dan angka kesembuhan
solusi, tetapi tetap tidak bisa direalisasikan karena solusi tersebut membutuhkan
dana yang besar seperti penjaringan suspek ke tiap desa per bulan, penjemputan
adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang disebabkan
oleh penyakit TB paru. Upaya untuk menurunkan angka tersebut dapat dilakukan
secara teratur, serta adanya komitmen politis dalam pembuatan kebijakan serta
sektor dan lintas program yang terkait dalam upaya penanggulangan masalah TB
paru.
yang telah ditentukan oleh WHO. Angka penemuan kasus TB paru pada tahun
2015 yaitu 6,98% atau sekitar 3 orang dari 53 kasus BTA (+). Hal ini
mikroskopis dengan sputum yang salah, dan PMO yang tidak rutin dilatih.
Peneliti percaya bahwa hal ini juga berlaku pada pelaksanaan program
strategi DOTS dan menghasilkan angka penemuan kasus dan angka kesembuhan
6.1 Kesimpulan
P2TB. Jika tidak ada penjaringan aktif maka penemuan kasus TB akan
99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100
salah
Kabu.
PMO harus memiliki kualitas dan integritas yang tinggi karena PMO
6.2 Saran
DOTS.
Kabu.
penanggulangan TB paru.
D. Petugas TB
yang akurat.
NN. 2017. The Global Fund Portofolio for Tuberculosis (TB) in Indonesia.
https://www.theglobalfund.org/en/portofolio/country/?k=d0e17d32-68e3-
104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105
Hasri, F.A., Darmawansyah, Indar. 2013. Studi Mutu Pelayanan Sentra DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course) di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Sulawesi Selatan Tahun
2013.Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Juliani, A., Ansar, dan Jumriani. 2012. Evaluasi Program Imunisasi Puskesmas
di Kota Makassar Tahun 2012. Skripsi. FKM Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Suarni, E., Rosita Y., Irawanda V.2013. Implementasi Terapi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course) pada TB Paru di RS
Muhammadiyah Palembang. Syifa’MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Vol.3, Juli 2013, No.2
Serdang
a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
b. Pertanyaan
terkait P2TB?
tetap berkompeten?
pelaksanaan P2TB?
pelaksanaan P2TB?
P2TB?
PMO?
P2TB?
kendala tersebut?
a. Identitas Informan
1. Nama :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
b. Pertanyaan
dengan TB?
pelaksanaan P2TB?
pelaksanaan P2TB?
P2TB?
PMO?
P2TB?
kendala tersebut?
Deli Serdang
a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
b. Pertanyaan
pelaksanaan P2TB?
pelaksanaan P2TB?
P2TB?
PMO?
P2TB?
kendala tersebut?
a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
pelaksanaan P2TB?
pelaksanaan P2TB?
P2TB?
PMO?
P2TB?
kendala tersebut?
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
b. Pertanyaan
laboratorium?
secara mikroskopis?
laboratorium?
kendala tersebut?
a. Identitas Informan
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
b. Pertanyaan
pasien TB?
pasien ikut?
pasien TB?
puskesmas ini?
10. Bagaimana sarana dan prasana yang disediakan untuk anda sebagai
PMO?
1. Nama :
2. Umur :
3.Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal Wawancara :
b. Pertanyaan
pengobatan TB?
pengobatan?
puskesmas ini?
pengobatan Bapak/Ibu?
pengobatan?
Staf PMK Dinkes Tadi ada saya singgung soal dana kalau
donator terbesar kita sekarang ya dari
KNCV untuk pelatihan , fasilitas,
program-progam dari mereka paling
banyak. Kalau dari Global Fund sudah
tidak ada lagi bantuan dana, hanya
untuk sistem pelaporan. Dana BOK dan
APBD tahun 2017 untuk TB juga
minim kali karna hanya untuk obat aja
APBD berikan. Jadi kalau soal
pendanaan ya sulit sebenarnya.
Kepala Puskesmas Aras Kabu Yang saya tau dana dari B.O.K semua.
Kabu
Informan Pernyataan