You are on page 1of 8

Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas

Portofolio Medikolegal
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh

dr. Dian Rahma Ridwansyah

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENKES

RS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR

2018
Nama peserta : dr. Dian Rahma Ridwansyah
Nama wahana: RS Muhammadiyah Lamongan
Topik: Medikolegal KLL
Tanggal (kasus): 18-04-2018
Nama Pasien: Tn. M No. RM: 72.81.59
Tanggal presentasi: 02 Oktober Nama pendamping: 1. dr Umi Aliyah, MKes
2018 2. dr Suhariyanto, SpBS
Tempat presentasi: RS Muhammadiyah Lamongan
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Tn. M 51 tahun
□ Tujuan: mengetahui tentang aspek medikolegal KLL
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi □ Email □ Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: Tn. Usia: 51 tahun Nomor RM: 72.81.59
M
Nama klinik: RS Telp: (0322) 322834 Terdaftar sejak: -
Muhammadiyah Lamongan
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ gambaran klinis:
KU : Nyeri kaki kiri
RPS :Pasien datang dengan nyeri kaki kiri post KLL, Korban diantar polisi dalam keadaan
sadar, dengan keadaan umum sakit sedang. Polisi mengaku bahwa pada tanggal 18 april 2018,
sekitar pukul 13.30, korban yang merupakan pejalan kaki, mengalami tabrakan dengan truck.
Pasien merupakan korban tabrak lari.
RPD : HT (-), PJK disangkal, DM disangkal
2. Riwayat pengobatan: -
3. Riwayat kesehatan/ penyakit: -
4. Riwayat keluarga: -
5. Riwayat pekerjaan: petani
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : -
7. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik
Primary Survey di IGD
A: clear, gargling (-), snoring (-), speak fluently (-), potensial obstruksi (-)
B: spontan, RR 22x/m, SaO2 99%, ves -/-, rh-/-, wh-/-
C: akral DBP, CRT > 2 detik, HR 98x, TD 143/87mmHg
D: GCS 456
E: temp 36,2 0C
Secondary survey
Kesadaran : compos mentis
GCS : 456
Keadaan umum : tampak akit sedang
Tanda vital: TD: 143/87mmHg N: 98x RR: 22x/m S: 36,20C
Mata : sklera ikterik -/- conjungtiva anemis -/-
Leher: KGB dalam batas normal
Thoraks :
Cor: S1S2 tunggal reguler, murmur -, gallop-
Pulmo: Ves -/-, rh -/-, wh -/-
Abdomen : flat, supel, BU + N, hepar & limpa tidak teraba, nyeri tekanSDE-
Ekstremitas : akral DKP, edema –
Status lokalis cruris dan femur sinistra:
Open fraktur os cruris sinistra + close fraktur os femur sinistra
Hasil pembelajaran:
1. Subyektif : pasien datang ke igd diantar polisi post KLL ditabarak truk dan merupakan
korban tabrak lari
2. Obyektif:
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : 456
Pada korban ditemukan:
- Pada dahi kiri, satu sentimeter dari garis pertengahan tubuh bagian depan, lima
sentimeter dari batas tumbuh rambut kepala depan kiri, terdapat luka terbuka, tepi tidak
rata, terdapat jembatan jaringan, dasar jaringan adalah otot, ukuran satu sentimeter kali
nol koma lima sentimeter.
- Luka memar pada tulang dibelakang daun telinga kiri
- Pada tungkai atas kiri sisi belakang, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, terdapat
jembatan jaringan, dasar jaringan adalah otot, ukuran enam sentimeter kali empat
sentimeter, teraba tanda-tanda adanya patah tulang.
- Pada tungkai bawah kiri sisi depan, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, terdapat
jembatan jaringan, dasar jaringan adalah tulang, ukuran duapuluh tiga sentimeter kali
tujuh sentimeter, teraba tanda-tanda adanya patah tulang.
3. Assestment: Open fraktur os cruris sinistra + close fraktur os femur sinistra
4. Plan:
a. Infus assering loading 500cc, maintenance 1500cc/24jam
b. Inj ketorolac 3x1
c. Inj raniridin 2x50mg
d. Inj ceftriaxon 2gr untuk persiapan operasi
e. Rawat luka
f. Dilakukakan pembidaian
5. Pembahasan
Menurut UU NO.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Pasal 1
No.24 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak
diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan yang
lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda.
Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dapat disebabkan oleh kelalaian
pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan.
Kasus Kecelakaan Lalu Lintas dipandang dari UU Lalu Lintas dan Angkutan Umum
diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang diatur pada pasal 273 sampai pasal 317.
Di seluruh dunia, kecelakaan lalu-lintas yang dialami oleh pejalan kaki adalah
kejadian yang paling sering dijumpai. Terdapat sekitar 50 persen dari sepertiga kematian di
jalan raya dialami oleh pejalan kaki. Kejadian paling sering ditemukan pada daerah-daerah
yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi, misalnya di Asia Selatan, sebagian Afrika,
Timur Tengah dan Amerika Tengah. Sebagian besar pejalan kaki tertabrak oleh mobil atau
truk, dan jenis kendaraan membedakan dinamika pengaruhnya, yang berbeda dari cidera
yang dialami oleh penumpang – merupakan sebuah proses akselerasi, bukan deselerasi.
Jenis dan pola cidera pada pejalan kaki dipengaruhi oleh 4 faktor yang berperan
dalam kecelakaan transportasi pada pejalan kaki. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola
cidera pada pejalan kaki seperti: kecepatan kendaraan, jenis kendaraan, adanya pengereman
atau tidak dan umur pejalan kaki yang tertabrak.
Cidera awal disebabkan oleh benturan pertama kendaraan dengan korban,
sedangkan cidera lanjutan disebabkan oleh benturan lanjutan dengan tanah. Beberapa
penulis juga menggunakan istilah ‘cidera tersier’ untuk mendeskripsikan terjadinya
benturan korban dengan tanah, karena cidera ‘sekunder’ mereka hubungkan dengan
benturan dengan kendaraan, misalnya saat korban berusaha menghindari tabrakan/kontak
dengan windscreen.
(a) Ketinggian bumper kendaraan (‘fender’) berada di bawah pusat gravitasi pejalan
kaki usia dewasa, yang berada pada daerah perut. Sehingga benturan pertama
cenderung menghantam kaki dari bagian bawah korban dan memutarnya menuju ke
arah kendaraan. Bergantung pada profil depan mobilnya, pejalan kaki yang tertabrak
dapat terlempar ke depan maupun terjempit ke arah mobil.
(b) Jika korban terlempar ke depan, maka cidera sekunder akan dialami oleh adanya
benturan dengan tanah, serta benturan awal pada kaki dan sering juga pada bagian
paha. Bahaya berikutnya muncul jika saat korban terpental ke depan, di sana datang
kendaraan menghampiri korban.
(c) Jika korban cenderung jatuh menghampiri kendaraan yang menabraknya, maka ia
akan kontak dengan windscreen. Kontak yang keras dengan kaca depan ini akan
membuat korban mengalami cidera awal. Cidera seperti ini dapat terjadi jika
kendaraan melaju pada kecepatan 23 km/jam (sekitar 15 m/jam; di bawah 19 km/jam
tubuh biasanya akan diproyeksikan ke depan. Jika kecepatannya tinggi, terkadang
badan akan melenting seperti gerakan salto menuju ke atap kendaraan yang
menabraknya. Hal demikian lebih cenderung terjadi jika mobil tidak mengerem,
tetapi tetap melaju melewati orang yang ditabraknya.
(d) Dalam sebagian besar kasus, pejalan kaki yang tertabrak dengan posisi menghampiri
atau melompati objek yang menabraknya kemungkinan akan terlempat menuju sisi
mobil, dan cidera sekunder akan ia alami saat jatuh ke tanah atau tertabrak oleh
kendaraan lainnya. Korban akan jatuh ke tanah di depan kendaraan.
(e) Jika benturan/tabrakan terjadi dalam kecepatan tinggi, misalnya lebih dari 50 km/jam
(31 m/jam), tubuh akan terpental tinggi di udara dengan jarak tertentu, baik ke
samping maupun sejajar dengan mobil – atau bahkan ke arah belakang.
Akan sulit bagi kita mengestimasikan kecepatan tabrakan dari sifat cidera yang
dialami. Hal demikian akan fatal bahkan meskipun dalam kecepatan yang rendah (10
km/jam, atau 6 m/jam), namun benturan dalam kecepatan tigngi bisanya hanya berakibat
cidera ringan. Jika korbannya anak-anak, meskipun pola umum cideranya sama, ukuran
tubuhnya yang lebih pendek dan berat badan yang lebih ringan akan mempengaruhi
mekanisasi tabrakan. Kontak awal terjadi pada bagian tubuh yang lebih tinggi, sehingga
korban anak-anak cenderung terpental ke depan dibandingkan berputar ke atas, meskipun
banyak pula yang terpelanting ke arah kendaraan penabrak.
Jika pejalan kaki ditabrak oleh kendaraan lebih besar, misalnya van, truk, atau bus,
titik awal tabrakan lebih tinggi dan dapat menyebabkan cidera awal pada pelvis, perut,
tulang bahu, lengan atau kepala. Karena profil yang dimiliki oleh jenis-jenis kendaraan ini,
maka tidak ada tabrakan yang membuat korban terpental ke arah kendaraan, dan korban
biasa bergerak ke depan dan menderita cidera/luka-luka sekunder akibat benturan dengan
jalan.
Hal yang berhubungan dengan kelalaian dalam berkendara diatur dalam pasal 310
UU No. 22 Tahun 2009, dimana pasal tersebut mendeskripsikan kecelakaan dalam 4
kondisi yang dibagi berdasarkan atas tingkat cedera yang dialami korban. Dimulai dari
cedera ringan, sedang, berat, dan meninggal dunia, hukuman yang diterima disesuaikan
dengan seberapa parah kondisi korban. Kelalaian yang dimaksud dalam pasal ini adalah
tidak adanya unsur kesengajaan pengendara dalam berkendara yang mengakibatkan
kecelakaan yang dialami korban. Contohnya dalam berkendara pengendara tidak ugal-
ugalan, mabuk sambil berkendara, atau berkendara sambil menelpon, dan lain-lain.
Luka ringan adalah luka yang tidak menyebabkan sakit atau halangan dalam
melakukan pekerjaan (jabatan atau pencarian). Luka sedang adalah luka/cedera diantara
luka berat dan luka ringan (misalnya vulnus laceratum, vulnus scissum, atau fraktur) yang
tidak mengancam nyawa. Dengan kata lain, luka sedang merupakan luka yang
menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan untuk sementara waktu. Luka yang
termasuk luka berat dirinci dalam KUHP pasal 90 antara lain adalah jatuh sakit atau
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang
menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan
atau pekerjaan, kehilangan salah satu pancaindera, mendapat cacat berat, menderita sakit
lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih, gugur atau matinya
kandungan seorang perempuan.
Apabila terdapat unsur kesengajaan dalam berkendara yang mengakibatkan
kecelekaan, maka pengendara dapat dikenakan pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009. Hal ini
disesuaikan dengan cara berkendara pengemudi, apabila mengemudi dengan ugal-ugalan
pengendara dapat dikenai pasal berlapis, pasal 283 UU No. 22 Tahun 2009 tentang
mengemudikan kendaraan dengan tidak wajar. Apabila pengendara mengemudikan
kendaraan melebihi batas kecepatan atau melanggar rambu lalu lintas lainnya, maka
pengendara dapat dikenai pasal 287 UU No. 22 Tahun 2009 tentang pelanggaran rambu-
rambu lalu lintas.
Tabrak lari merupakan salah satu tindakan kriminal dengan kendaraan yang
menyebabkan cidera serius ataupun kematian. Pengendara “secara tidak sengaja”
membunuh ataupun melukai seseorang dan meninggalkan lokasi untuk melarikan diri dari
hukum.
Pada kasus ini, pasien datang ke rumah sakit diantar oleh polisi dan pelaku yang
menabrak melarikan diri. Seandainya keluarga pasien melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas
ini ke polisi maka polisi/penyidik dapat membuat surat permintaan visum yang diserahkan
ke dokter ahli forensik untuk dibuatkan Visum et Repertum yang merupakan salah satu alat
bukti yang sah menurut KUHP pasal 184 ayat 1 dan dapat digunakan untuk membantu
hakim dalam memutus perkara di pengadilan. Visum et repertum terhadap seseorang dibuat
karena adanya kecurigaan orang tersebut sebagai korban suatu tindak pidana, baik dalam
peristiwa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan,
pemerkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi, terdapat
kecurigaan adanya tindak pidana. Permintaan keterangan ahli dalam hal ini VER oleh
penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas diatur dalam pasal 133 KUHAP
ayat 1. Yang berhak mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik (pasal 133
KUHAP ayat 1) dan penyidik pembantu (pasal 11 KUHAP). Yang termasuk kategori
penyidik berdasarkan KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah
pejabat polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan pangkat serendah
rendahnya pembantu letnan dua. Bila tidak terdapat pejabat penyidik seperti di atas pada
suatu kepolisian sektor, maka kepala sektor yang berpangkat bintara bisa dikategorikan
sebagai penyidik. Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada suatu instansi
kesehatan/khusus, bukan kepada individu. Adapun yang berhak membuat keterangan ahli
yang menyangkut tubuh manusia dokter ahli kedokteran forensik, dokter, dan ahli lainnya
(pasal 133 KUHAP ayat (1)). Yang dibuat oleh dokter forensik disebut keterangan ahli
sedangkan yang dibuat oleh ahli lainnya disebut surat keterangan.

Daftar Pustaka:
Dahlan S. Status dokter dalam proses peradilan pidana. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman
Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
2004. Pages: 17 – 21
Sitoresmi D. Aspek medikolegal trauma kimia, kecelakaan kerja, serta regulasi keselamatan
dan kesehatan kerja (K3). Available from:
http://www.berbagimanfaat.com/2011/12/trauma-kimia-kecelakaan-kerja-regulasi.html

Pembimbing Pembimbing

dr H. Umi Aliyah, MKes dr Suhariyanto, SpBS

You might also like