You are on page 1of 8

MAKALAH

“Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah”

MATA KULIAH AKUNTANSI SYARIAH

OLEH:
Aditya Pratama (1610531013)

Romi Alfikri (1610531020)

Imam Bagus Faisal (1610531023)

Fuji Jumatul P (1610531027)

Cindy Octavia Manopi (1610532012)

Jefri Zarali Putra (1610532016)

Ryzky Afranata (1610532024)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
1. Pendahuluan
Industri perbankan syari’ah seharusnya dijalankan berdasarkan prinsip dan sistem
syari’ah. Karena itu, kesesuaian operasi dan praktek bank syariah dengan syari’ah
merupakan landasan dasar dalam perbankan syari’ah. Untuk tujuan itulah semua perbankan
yang beroperasi dengan sistem syari’ah wajib memiliki institusi internal yang independen,
yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut berjalan sesuai syariah Islam,
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Perbankan No: 10 tahun 1998 yang menyebutkan
bahwa bank syari’ah mesti memiliki Dewan Pengawas Syari’ah.
Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air
akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syari’ah pada setiap lembaga keuangan,
dipandang perlu didirikan Dewan Syari’ah Nasional yang akan menampung berbagai
masalah atau kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya
dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah.
Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para
ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi atau
keuangan. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan
ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.
Dengan demikian dalam makalah ini akan dibahas mengenai Dewan Syari’ah
Nasional dan Dewan Pengawas Syari’ah, beserta tugas dan wewenangnya di Lembaga
Keuangan Syari’ah.

2. Pembahasan
2.1 Defenisi
Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri dari beberapa
orang yang perkerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding, pengawas
berasal dari kata awas yang berarti pengawas. Sedangkan “syariah” adalah komponen
ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dari bidang
ibadah (habluminallah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang
merupakan aktualisasi akidah yang menjadi keyakinannya.
Sementara menurut Amir Machmud (2010:24) muamalah sendiri meliputi berbagai
bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan
disebut muamalah maliyah. Dewan pengawas syariah adalah suatu badan yang
bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah.

2.2 Landasan Hukum


Dasar hukum dibentuknya Dewan Pengawas Syariah dan implementasinya dapat
dilihat dari perintah allah yang termasuk dalam Q.S. At-Taubah 9 : 105)
Yang artinya : “dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka allah dan rasulnya serta orang
mu’min akan melihat perkerjaan itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata lalu diberikannya kepaada kamu
apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S. AT-Taubah 9: 105).

Dasar hukum menurut Peraturan Bank Indonesia:


1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang
Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober tentang Bank
Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah yang
lalu di ubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.7/35/PBI/2005 tanggal 29
September 2005 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang
berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Peraturan Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari tentang
perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank
Umum Konvensional.

Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :


1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh
Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank
agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

2.3 Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Menurut Bay Safta Utama, dkk (2010:293) Dewan pengawas syariah bertugas
mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari
garis syariah.

Mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS tersebut menurut ketentuan
pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 peraturan bank Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN .
b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang
dikeluarkan bank.
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank
secara keseluruhan dan laporan publikasi bank.
d. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6
(enam) bulan kedepan direksi, komasaris, Dewan syariah nasional dan bank
Indonesia.

Fungsi utama dewan pengawas syariah adalah:


a. Sebagai penesehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait
dengan aspek syariah.
b. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan dewan syariah
nasional dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa
dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari dewan
syariah nasional (DSN).
c. DPS melakukan pengawasan secara periodic pada lembaga keuangan syariah
yang berada di bawah pengawasannya.
d. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan
syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
e. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan
DSN.

2.4 Hak dan Kewajiban Dewan Pengawas Syariah


Hak Dewan Pengawas Syariah antara lain:
1. Honorium/uang transport yang pantas
2. Ruang kerja/ruang rapat yang memadai
3. Mengetahui secara mendalam ketentuan syariah yang di jalankan di Lembaga
Keuangan Syariah yang bersangkutan
4. Mengetahui dan mengkritisi rencana operasional (bisnis plan) Lembaga
Keuangan Syariah yang bersangkutan

Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah terhadap Dewan Pengawas Syariah:


1) Menyediakan ruang kerja dan fasilitas lain yang diperlukan.
2) Membantu kelancaran tugas dewan pengawas syariah.

Sebagai Kewajiban Anggota Dewan Pengawas Syariah adalah:


1) Mengikuti fatwa-fatwa dewan syariah nasional (DSN).
2) Mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang
dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan olehdewan syariah
nasional (DSN).
3) Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan yang
diawasi secara rutin, kepada Dewan syariah nasional, sekurang kurangnya dua
kali dalam setahun.
2.5 Syarat dan Ketentuan Dewan Perwakilan Syariah
Menurut Pasal 21 PBI N0. 6/24/PBI/2004 anggota DPS wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1) Integritas, yaitu
a) Memiliki akhlak dan moral yang baik
b) Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang
undangan yang berlaku
c) Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan
operasional bank yang sehat.
d) Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2) Kompetensi yaitu memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang syariah


muamalah dan pengatahuan dibidang perbankan dan keuangan secara umum.

3) Reputasi keuangan, yaitu pihak-pihak yang:

a) Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet.


b) Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam
waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.

Ketentuan mengenai jumlah anggota DPS juga diatur dalam PBI No. 11/3/PBI/2009
yang menyatakan bahwa jumlah anggota DPS paling sedikit adalah 2 (dua) orang
atau 1 (satu) dan paling banyak 50% dari jumlah anggota direksi.Pada prinsipnya
seorang anggota DPS hanya dapat menjadi anggota DPS di satu perbankan syariah
dan satu lembaga keuangan syariah. Namun mengingat keterbatasan jumlah tenaga
yang dapat menjadi anggota DPS, seseorang dapat diangkat sebagai anggota DPS
sebanyak-banyaknya pada dua perbankan syariah dan dua lembaga keuangan syariah
lainnya. DPS diketuai oleh salah satu dari anggota DPS bank yang bersangkutan.
2.6 Isu – isu mengenai DPS pada LKS
Lembaga keuangan syariah terus mengalami peningkatan. Permasalahan yang
dihadapi dalam pengembangan bank syariah salah satunya adalah minimya
pengetahuan masyarakat akan sistem keuangan syariah, sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap masyarakat terhadap bank syariah juga cenderung rendah.
Mengingat perbankan konvensional telah lebih dulu hadir di Indonesia, masih banyak
masyarakat yang meragukan eksistensi bank syariah.
Berikut beberapa isu terkait Dewan Syariah:
a. Masalah Kerahasiaan
Kekurangan Dewan syariah yaitu rangkap jabatan, padahal ketika adanya
rangkap jabatan bisa menimbulkan peluang untuk kecurangan. Dikhawatirkan
ada oknum yang kurang bertanggungjawab menyebarkan rahasia perusahaan.
b. Masalah Kompetensi Anggota Dewan Syariah
Bank Syariah terbesar saat ini mampu membukukan aset sekitar 4 milia US
Dollar sehingga belum ada yang masuk ke dalam jajaran 25 bank syariah
dengan aset terbesar di dunia. Maka dari itu dibutuhkan tenaga yang siap
dibidang ini.Untuk menjadi seorang Dewan Syariah dituntut harus memiliki
kemampuan yang mumpuni. Namun saat ini masih didominasi oeh lulusan
syariah padahal untuk menjadi seorang dewan syariah harus memiliki
kemampuan di bidan fiqih muamalah, keuangan dan akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA

Edwin Nasution, Mustafa dkk. Pengenalan eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Pranada
MediaGrup.
Machmud, Amir dan Rukmana. 2010. Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia. Jakarta: Erlangga
Wirdyaningsih dkk. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Pranada
Media.

You might also like