Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
dilaporkan sebanyak 2.217 dan jumlah kematian 17 orang dengan IR=91.9 per
100.000 penduduk dan CFR=0.8%. Terjadi peningkatan IR dari tahun 2015 ke 2016
(Dinkes Sulut, 2016).
Kota Manado yang adalah ibukota Provinsi Sulawesi Utara merupakan daerah
yang endemis DBD. Menurut data yang diperoleh dari Laporan Dinas Kesehatan
Kota Manado terdapat 517 kasus DBD pada tahun 2014, dan mengalami penurunan
446 kasus pada tahun 2015. Tahun 2016 terjadi peningkatan lagi yaitu sebanyak 567
kasus DBD (IR=133.2 per 100.000 penduduk dan CFR=1.1 %) (Dinkes Kota
Manado, 2016).
DBD diperkirakan akan terus meningkat dan meluas penyebarannya, hal ini
dapat terjadi karena adanya perubahan iklim yang mempengaruhi
perkembangbiakkan vektor penyakit. Selain itu faktor perilaku dan partisipasi
masyarakat yang kurang dalam memberantas sarang nyamuk. Faktor lain yaitu
pertambahan penduduk jumlah penduduk dan peningkatan mobilitas penduduk yang
diikuti peningkatan sarana transportasi yang menyebabkan semakin luas dan mudah
penyebaran DBD. (Kemenkes RI, 2013).
Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, dan
arah udara sehingga berpengaruh terhadap ekosistem daratan dan lautan serta
berpengaruh terhadap kesehatan. Di bidang kesehatan, perubahan iklim akan
menyebabkan dampak terhadap peningkatan kasus penyakit menular terutama
penyakit yang infektif terhadap iklim salah satunya vektor penyakit Aedes
(Kamruzzaman dkk, 2015).
Iklim di Kota Manado ialah iklim tropis, memiliki sejumlah besar curah hujan
sepanjang tahun. Ini berlaku juga bahkan pada bulan terkering. Suhu rata-rata tahunan
di Kota Manado adalah 26.6 ˚ C dan presipitasi rata-rata 2780 mm. Kelembaban rata-
rata Kota Manado yaitu 80.75%. Menurut Kӧppen dan Geiger, Manado
diklasifikasikan dalam kelompok Af yaitu iklim hutan hujan tropis yang mengalami
kelembaban 60 mm (2.4 in) ke atas sepanjang 12 bulan dan terjadi pada garis lintang
5-10˚ dari khatulistiwa. Iklim ini juga didominasi oleh sistem tekanan rendah
Doldrums sepanjang tahun, itu sebabnya tidak mengalami perubahan musim.
2
Yasin (2012) dalam penelitiannya mengenai hubungan variabilitas iklim dengan
insiden DBD menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara curah hujan, hari hujan
dengan kejadian DBD. Sedangkan suhu udara tidak terdapat hubungan yang
bermakna. Sulistyawati (2015) dalam kajian literaturnya mengenai dampak
perubahan iklim pada penyakit menular menyatakan bahwa perubahan iklim telah
membawa dampak yang negatif pada kesehatan. Peningkatan suhu, curah hujan dan
kelembaban merupakan faktor-faktor yang menyebakan meningkatnya kasus penyakit
menular seperti DBD, malaria dan measles. Penelitian lain dilakukan oleh Febriasari
(2010) mengenai perubahan iklim dengan kejadian DBD menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara suhu, kecepatan angina, kelembaban, hari hujan dengan
kejadian DBD tetapi curah hujan berhubungan dengan kejadian DBD.
Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan diatas menunjukkan bahwa
terdapat variasi antara variabilitas iklim dengan kejadian DBD. Hal-hal tersebut
membuat penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan antara kejadian
DBD dengan variabilitas iklim di Kota Manado tahun 2012-2016.
3
7. Menganalisis hubungan antara kelembaban dengan insiden DBD di Kota Manado
8. Menganalisis hubungan antara curah hujan dengan insiden DBD di Kota Manado
9. Menganalisis hubungan antara jumlah hari hujan dengan insiden DBD di Kota
Manado
4
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
5
a. Berdasarkan Komponen Orang
DBD dapat menyerang seluruh kalangan umur, walaupun hingga saat ini DBD
lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam 10 tahun belakangan terdapat
kecenderungan peningkatan proporsi pada kelompok dewasa dikarenakan adanya
mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar,
sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue yang lebih besar
Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock
Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang tinggi dibandingkan dengan
laki-laki. Beberpa negara seperti Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya
perbedaan angka kejadian infeksi pada kelompok etnis.
b. Berdasarkan Komponen Tempat
Perkembangan vektor penyakit DBD tidak dapat berjalan dengan sempurna pada
dataran tinggi dengan ketinggian 100 meter dari permukan laut karena memiliki suhu
yang rendah sehingga penyebarannya susah, berbeda pada tempat yang lebih rendah,
DBD bisa menyebar dengan mudah (Depkes RI, 2007).
Semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan
terdapatnya vektor nyamuk di seluruh pelosok Indonesia serta adanya 4 tipe virus
yang bersirkulasi sepanjang tahun menyebabkan peningkatan jumlah kasus serta
wilayah yang terjangkit DBD bertambah (Depkes RI, 2004). Dalam kurun waktu 5
tahun terakhir, DBD telah ditemukan di provinsi-provinsi di Indonesia dan mencapai
90%.
c. Berdasarkan Komponen Waktu
Iklim dan kelembaban udara merupakan faktor yang dapat menyebabkan
berjangkitnya infeksi virus dengue. Pada suhu yang panas (28–32 ˚C) dengan
kelembaban tinggi, nyamuk aedes aegyptie akan tetap bertahan hidup dalam jangka
waktu yang lama. Suhu dan kelembaban di Indonesia sangat bervariasi, sehingga di
setiap daerah memiliki pola terjadinya penyakit yang berbeda pula (Depkes RI,
2004).
6
2.1.2. Etiologi DBD
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, family Flavivirus, genus
flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki sinle standard RNA. Virion-
nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam
amplop lipoprotein. Genome (rangkaian kromosom) virus dengue berukuran panjang
sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein structural yaitu nucleocapsid atau
protein core (C), membrane associated protein (M) dan suatu protein envelope (E)
serta gen protein non struktural (NS).
Terdapat empat serotype virus yang dikenal yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Empat serotype virus ini telah ditemukan di berbagai walayah Indonesia.
Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan
kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh
Dengue-2, Dengue-1, dan Dengue-4.
Seseorang yang telah terinfeksi salah satu serotipe tersebut, maka akan memiliki
kekebalan terhadap serotipe virus tersebut selama hidupnya. Meskipun keempat
serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenisitas yang sama namun berbeda
dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan
salah satu dari mereka (Kemenkes RI, 2013).
7
Pengertian vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan
dan/atau menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia teridentifikasi ada 3 jenis
nyamuk yang bisa menularkan virus dengue yaitu: Aedes aegypti, Aedes albopictus,
dan Aedes scutellaris. Sebenarnya yang dikenal sebagai vektor DBD adalah nyamuk
Aedes betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang betina dengan
yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes aegypti jantan
memiliki antenna berbulu lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/tidak
lebat. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan
sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah
selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (Kemenkes, 2013).
2.1.3.3. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angina atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes
aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar
luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan
berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1000 m dpl. Pada ketinggian diatas ±
8
1000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk
berkembang biak.
9
Perubahan iklim (climate change) global yang menyebabkan kenaikan rata-rata
temperature, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga disinyalir menyebabkan
risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap munculnya KLB DBD.
2.2. Iklim
Iklim (climate) adalah sintesis atau bentukan dari unsur-unsur cuaca hari demi hari
dalam jangka panjang (jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun
demi tahun) yang terjadi pada suatu daerah yang luas. Batasan secara klasik
menyatakan bahwa iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu periode yang
cukup lama dan daerah yang luas. Sintesis tersebut meliputi rata-rata, ekstrim
(maksimum dan minimum), frekunsi terjadinya nilai tertentu dari unsur ataupun
frekuensi dari tipe iklim (Sabaruddin, 2012).
Iklim di permukaan Bumi dapat dibedakan antara lain:
1. Iklim kutub (polar climate). Iklim ini dicirikan dengan suhu udara yang
sangat rendah.
2. Iklim tengah (temperate climate). Iklim jenis ini terdapat di lintang tengah
antara kawasan kutub dan kawasan tropis, namun batasnya tidak jelas.
3. Iklim subtropics (subtropical climate). Ciri utama dari iklim ini adalah
kemarau di musim panas dan hujan di musim dingin.
4. Iklim tropis (tropical climate). Iklim ini dicirikan oleh suhu yang selalu tinggi
dan variasi tahunnya kecil.
5. Iklim khatulistiwa (equatorial climate). Ciri iklim ini memiliki variasi suhu
harian kecil dan hujan terjadi di sembarang waktu. Di samping itu, dalam
setahun musim hujan maksimun terjadi dua kali.
Sementara iru, tipe iklim dapat dibedakan menjadi enam bagian sebagai berikut:
10
1. Iklim benua (continental climate). Iklim ini terjadi di daratan yang luas dan
jauh dari wilayah pesisir.
2. Iklim bahari (maritime climate). Tipe iklim ini memiliki perbedaan yang kecil
antara suhu udara tahunan dan suhu udara harian. Iklim ini juga ditandai
dengan adanya pengaruh angin darat dan laut.
3. Iklim mediterania (mediterranian climate). Iklim ini bercirikan panas, kering,
dan berlawanan dengan iklim monsoon.
4. Iklim tundra (tundra climate). Iklim ini memiliki suhu udara yang relative
sangat rendah namun tidak tertutup salju.
5. Iklim gunung (mountain climate). Iklim jenis ini berada di tempat-tempat
tinggi, dimana makin ke atas suhu udaranya makin rendah (Aldrian, Karmini,
Budiman, 2011).
2.2.1.1. Suhu
Suhu didefinisikan sebagai pergerakan molekul suatu benda dan kecepatan
pergerakan molekulnya menggambarkan suhu dari benda tersebut. Ini berarti bahwa
semakin cepat pergerakan molekul suatu benda semakin tinggi suhunnya atau
sebaliknya. Umumnya, suhu didefinisikan dalam istilah yang relative berdasarkan
derajat panas yang dimiliki oleh suatu benda. Secara prinsip, suhu merupakan suatu
keadaan yang menggambarkan aliran (fluks) panas dari satu bahan atau bahan atau
benda ke benda lainnya yang derajat panas kedua benda tersebut berbeda
(Sabaruddin, 2012).
Alat pengukur suhu disebut thermometer. Thermometer dibuat dengan
mendasarkan sifat-sifat fisik dari suatu zat (bahan), misalnya pengembangan benda
padat, benda cair, gas dan juga sifat merubahnya tahanan listrik terhadap suhu. Alat
yang digunakan untuk mengukur suhu-suhu yang tinggi disebut Pyrometer, misalnya
Pyrometer radiasi, digunakan untuk mengukur suhu benda yang panas dan tidak pelu
menempelkan alat tersebut pada benda yang diukur suhunya.
Skala suhu yang biasa digunakan yaitu:
11
1. Skala Celsius, dengan titik es 0˚C dan titik uap 100˚C dan dibagi menjadi 100
bagian (skala).
2. Skala Fahreiheit, dengan titik es 32˚F dan titik uap 212˚F, dibagi menjadi 180
bagian (skala) (BMKG Jateng, 2009).
2.2.1.2. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Uap air merupakan
komponen atau unsur atmosfer yang memiliki peranan penting terhadap terjadinya
kelestarian sumberdaya cuaca/iklim. Menurut Tabedzki (2010) kandungan uap air
dalam atmosfer tidak selamanya tetap namun senantiasa berubah menurut waktu,
tempat dan musim. Perbedaan jumlah uap air yang ada di atmosfer memicu terjadinya
perbedaan tekanan sehingga turbulensi tidak dapat dielakkan (Sabaruddin, 2012).
Alat untuk mengukur kelembaban udara didasarkan atas prinsip termodinamika
yang disebut psikrometer terdiri atas dua tabung yakni thermometer bola basah dan
thermometer bola kering. Psikrometer yang sering digunakan untuk merekam suhu
udara terdiri atas beberapa macam, yaitu Psikrometer Sangkar, Psikrometer Assman
dan Psikrometer putar atau sling. Alat yang juga bisa digunakan untuk mengukur
kelembaban udara yaitu higrometer yang bisa digunakan baik secara paten maupun
secara portable sesuai kebutuhan (Sabaruddin, 2012).
Beberapa cara untuk menyatakan jumlah uap air yaitu:
1. Tekanan uap adalah tekanan parsial dari uap air. Dalam fase gas maka uap air di
dalam atmosfer seperti gas sempurna (ideal).
2. Kelembaban mutlak yaitu massa air yang terkandung dalam satu satuan valume
udara lengas.
3. Nisbah percampuran (mixing ratio) yaitu nisbah massa uap air terhadap massa
udara kering.
4. Kelembaban spesifik didefinisikan sebagai massa uap air persatuan massa udara
basah.
5. Kelembaban nisbi (RH) ialah perbandingan nisbah percampuran dengan nilai
jenuhnya dan dinyatakan dalam %.
12
6. Suhu virtual (BMKG Jateng, 2009).
2.2.1.3. Hujan
Hujan terbentuk berawal dari terbentuknya awan, kemudian membentuk butir-butir
air tapi tidak semua awan merupakan pertanda hujan. Hujan akan terjadi ketika butir-
butir air tersebut bertambah besar hingga memiliki kemampuan untuk mengalahkan
aliran air yang mengalir. Apabila awan tidak bertamabah besar maka awan-awan
kecil tersebut akan menguap kembali ke atmosfer (Sabaruddin, 2012). Hujan
dibedakan menjadi tiga yaitu Hujan Frontal, Hujan Zenithal/Ekuatorial/Konveksi dan
Hujan Orografis/Hujan naik pegunungan.
1. Hujan frontal adalah hujan yang terjadi di daerah front, yang disebabkan oleh
pertemuan dua massa udara yang berbeda suhunya. Massa udara panas/lembab
bertemu dengan massa udara dingin/padat sehingga berkondensasi dan terjadilah
hujan.
2. Hujan Zenithal/Ekuatorial/Konveksi. Jenis hujan ini terjadi karena udara naik
disebabkan adanya pemanasan tinggi. Terdapat di daerah tropis antara 23,5o LU -
23,5o LS. Oleh karena itu disebut juga hujan naik tropis. Arus konveksi
menyebabkan uap air di ekuator naik secara vertikal sebagai akibat pemanasan air
laut terus menerus. Terjadilah kendensasi dan turun hujan. Itulah sebabnya jenis
hujan ini dinamakan juga hujan ekuatorial atau hujan konveksi. Disebut hujan
zenithal karena pada umumnya hujan terjadi pada waktu matahari melalui zenith
daerah itu. Semua tempat di daerah tropis itu mendapat dua kali hujan zenithal
dalam satu tahun.
3. Hujan Orografis/Hujan Naik Pegunungan. Terjadi karena udara yang
mengandung uap air dipaksa oleh angina mendaki lereng pegunungan yang makin
ke atas makin dingin sehingga terjadi kondensasi, terbentuklah awan dan jatuh
sebagai hujan. Hujan yang jatuh pada lereng yang dilaluinya disebut hujan
orografis, sedangkan di lereng sebelahnya bertiup angina jatuh yang kering dan
disebut daerah bayangan hujan (BMKG Jateng, 2009).
Karakteristik hujan menyatakan tentang sifat dari hujan yang berkaitan dengan jeluk
atau kedalaman (depth) dari curah hujan tersebut baik dalam dimensi ruang
13
maupunskala waktu. Barry dan Chorley (2010) menyatakan karekteristik hujan yang
penting dalam kaitannya dengan analisis curah hujan adalah;
1. Kelebatan (intensity), yang menggambarkan tentang jeluk hujan per satuan waktu
(mm/jam).
2. Kekerapan (frequency), menjelaskan tentang banyaknya kejadian hujan per satuan
waktu (per bulan atau per minggu).
3. Penyebaran (distribution), menyatakan tentang daerah penyebaran hujan.
4. Jujuh (duration), menjelaskan tentang lamanya kejadian hujan.
14
2) Junlah pe hari (mm.menit ̄ ¹). Berdasarkan jumlah curah hujan per hari, maka
hujan digolongkan atas 5 keadaan curah hujan seperti disajikan pada tabel 2
3) Ukuran butir hujan (mm). berdasarkan ukuran diameter butir hujan, maka hujan
digolongkan atas 5 jenis curah hujan seperti disajikan pada tabel 3
2.2.1.4. Angin
Angin adalah perpindahan udara dari wilayah yang bertekanan tinggi ke tempat yang
bertekanan rendah. Angin berfungsi untuk mentransfer panas dari daerah panas tropik
ke daerah dingin lintang tinggi. Apabila tidak terjadi angina maka daerah tropik akan
kepanasan dan daerah lintang tinggi akan kedinginan.
Terjadinya gerakan udara disebabkan oleh suatu permukaan sehingga tekanan
udara mengalami perbedaan (Ayonde, 1983 dalam Sabaruddin, 2012). Angin
merupakan pergerakan udara atau massa udara yang terjadi di atmosfer dalam arah
vertikal maupun horizontal. Kecepatan horizontal yang jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan kecepatan horizontal maka dalam klimatologi kecepatan angin
hanya arah horizontal saja. Arah dan kecepatan angin merupakan faktor yang paling
15
utama. Pengukuran kecepatan angin diukur dalam satuan meter per detik atau knot
per jam atau kilometer. Skala kecepatan angina yang baku adalah Beaufort
(Sabaruddin, 2012).
Bandara-bandara kebanyakan menggunakan bendera angina dan kantong angina
untuk melihat arah angin. Sebagai contoh angin pesat timur laut adalah angina yang
berhembus dari arah timur laut (45˚) menuju barat daya, angina timur (T. 90˚). Angin
yang berasala dari laut ke darat disebut angin laut. Kecepatan angin dapat ditentukan
dengan mudah misalnya kecepatan angina 1 m/s ̄ ¹ berarti sama dengan 3.6 km/jam ̄ ¹
atau 2.237 mil/jam ̄ ¹. Garis ada di dalam peta yang menunjukkan tempat-tempat yang
memiliki kekuatan atau kecepatan angina yang sama disebut isovent (Sabaruddin,
2012).
16
Gambar 1. Skema Perubahan Iklim
Istilah perubahan iklim khususnya untuk perubahan iklim yang disebabkan oleh
manusia (antropogenik), baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
mengubah komposisi atmosfer global yang diamati pada periode waktu hampir sama
– kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan adanya pemanasan global. Dengan
demikian, perubahan iklim seolah-olah menjadi sinonim (kata lain) dari pemanasan
global (global warming).
Jika mengacu pada skema perubahan iklim (Gambar 1), perubahan iklim
merupakan perubahan pada komponen iklim, yaitu suhu, curah hujan, kelembaban,
evaporasi, arah dan kecepatan angina, serta awan. Jadi, perubahan iklim merupakan
dampak dari peristiwa pemanasan global (Aldrian, Karmini, Budiman, 2011)
Konsentrasi gas rumah kaca yang meningkat di atmosfer akan menyebabkan besaran
energi yang terdapat di atmosfer meningkatkan juga. Menurut Hukum Kekelan
Energi, energi tidak dapat hilang melainkan berubah bentuk. Berdasarkan
pengetahuan ini, maka energi di atmosfer yang meningkat akan berubah bentuk
menjadi energi panas. Dengan kata lain, peningkatan GRK akan menyebabkan
17
terjadinya komposisi energi di atmosfer akan berubah dalam berbagai bentuk, di
antaranya berupa pemanasan di muka Bumi.
18
2.3. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan
1) Kasus Demam Berdarah (DBD) dan Malaria meningkat. Peningkatan ini
disebabkan oleh naiknya suhu daratan pada masa transisi antar musim. Anomali
iklim pada tahun 2010 mengakibatkan sepanjang tahun terjadi kemarau basah
dengan diselingi hari hujan. Pada saat yang sama, saluran-saluran air banyak yang
mempet sehingga air buangan tidak dapat mengalir. Kondisi ini sangat nya,an
bagi pertumbuhan nyamuk sebagai vector borne untuk DBD sehingga penderita
demam berdarah meningkat. Kasus ini meningkat lebih tinggi pada masa
peralihan dari musim hujan ke kemarau dibandingkan masa peralihan dari musim
kemarau ke hujan. Hal ini dikarenakan pada masa peralihan pertman masih
banyak hujan atau sisa aliran air permukaan. Sementara itu, pada masa peralihan
kedua, suhu di daratan lebih tinggi dari biasanya.
2) Ancaman diare sepanjang tahun. Masih di tahun 2010, perubahan musim seperti
berlebihan aliran air di permukaan mengancam penyebaran penyakit menular
melalui air. Musim hujan yang berkepanjangan tersebut menyebabkan terjadinya
epidemi diare sepanjang tahun.
3) Peningkatan kasus kebakaran hutan akibat kekeringan yang berlanjut akan
mengakibatkan penyakit pernapasan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA). Pada musim kemarau, aliran udara bergerak secara horizontal dan tidak
ada daya angkat seperti pada musim penghujan. Akibatnya, debu pertikulat dari
asap kebakaran hutan tersebut menumpuk dipermukaan dan menimbulkan
kepekatan sehingga rawan terhadap penyakit ISPA (Aldrian, Karmini, Budiman,
2011).
19
yang bermakna antara hari hujan dengan insiden DBD, dan terdapat hubungan
yang tidak bermakna antara suhu dengan insiden DBD
2. Penelitian oleh Ariati dan Musadad (2012) di Kota Batam, menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara suhu dan curah hujan dengan arah hubungan negatif
dengan kejadian DBD, dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kejadian DBD dengan hari hujan dan kelembaban udara
3. Penelitian oleh Febriasari (2010) di Kota Administrasi Jakarta Timur 2000 –
2009, menyatakan bahwa suhu tidak berhubungan dengan kejadian DBD,
kecepatan angin tidak berhubungan dengan kejadian DBD, kelemababan tidak
berhubungan dengan kejadian DBD, hari hujan tidak berhubungan dengan
kejadian DBD, curah hujan berhubungan dengan kejadian DBD dengan tingkat
keeratan yang lemah.
4. Penelitian oleh Dini (2010) di Kabupaten Serang tahun 2007-2008, menyatakan
bahwa suhu, kecepatan angina, hari hujan, curah hujan dan lama penyinaran
matahari tidak berhubungan dengan insiden DBD.
5. Penelitian oleh Yanti (2004) di Kotamadya Jakarta Utara tahun 2000-2004,
menyatakan bahwa suhu dan kecepatan angin tidak berhubungan dengan kasus
DBD sedangakn kelembaban, hari hujan, dan curah hujan berhubungan dengan
kasus DBD dengan tingkat keeratan sedang.
20
2.5. Kerangka Teori
Jumlah Penduduk
Pengelolaan Limbah
dan Penyediaan Air
Bersih
Suhu
Kelembaban
Perubahan Iklim Curah Hujan Kejadian DBD
Hari Hujan
Kecepatan Angin
IKLIM
21
2.7. Hipotesis
1. Hₒ : Tidak ada hubungan antara suhu dengan kejadian DBD di Kota Manado
tahun 2012-2016
Hₐ : Ada hubungan antara suhu dengan kejadian DBD di Kota Manado tahun
2012-2016
2. Hₒ : Tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian DBD di Kota
Manado tahun 2012-2016
Hₐ : Ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian DBD di Kota Manado
tahun 2012-2016
3. Hₒ : Tidak ada hubungan antara curah hujan dengan kejadian DBD di Kota
Manado tahun 2012-2016
Hₐ : Ada hubungan antara curah hujan dengan kejadian DBD di Kota Manado
tahun 2012-2016
4. Hₒ : Tidak ada hubungan antara jumlah hari hujan dengan kejadian DBD di Kota
Manado tahun 2012-2016
Hₐ : Ada hubungan antara jumlah hari hujan dengan kejadian DBD di Kota
Manado tahun 2012-2016
22
BAB III.
METODE PENELITIAN
23
3.4. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel sebagai berikut:
Variabel terikat: Kejadian Demam Berdarah Dengue
Variabel bebas: Variabilitas Iklim (Suhu, Kelembaban, Curah Hujan, Jumlah
Hari Hujan)
24
Hari Hujan Jumlah hujan Pengambilan Perhitungan Hari/bulan Rasio
yang terkumpul data sekunder laporan
dalam rentan dari Stasiun BMKG
waktu 30 hari Klimatologi
setinggi 0.5 mm Minahasa Utara
atau lebih
25
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pada penelitian ini meliputi cara mengukur variabel penelitian
yang meliputi pengambilan dan perhitungan data. Tahap pelaksanaan dilakukan
setiap hari kerja selama pelaksanaan penelitian yaitu pada Bulan Maret-Mei 2017.
3. Tahap Penyelesaian
Setelah penelitian dilaksanakan, maka tahap selanjutnya adalah memeriksa
kembali data-data hasil penelitian yang telah terkumpul untuk memastikan semua
data sudah lengkap. Kemudian, memasukkan data dalam paket program yang
sesuai, kemudian pengecekan kembali data yang sudah di masukkan apakah ada
kesalahan atau tidak. Selanjutnya data-data terebut diolah dan dianalisis.
26
Langkah awal dalam analisis bivariat adalah melakukan penafsiran nilai korelasi
(r). Berikut adalah makna penafsiran korelasi menurut Colton:
r = 0.00 – 0.25 tidak ada hubungan/hubungan lemah
r = 0.26 – 0.50 hubungan sedang
r = 0.51 – 0.75 hubungan kuat
r = 0.75 – 1.00 hubungan sangat kuat / sempurna
Selain untuk mengetahui derajat keeratan hubungan, korelasi juga dapat menentukan
arah dua variabel yaitu berpola positif atau berpola negatif. Hubungan positif apabila
terjadi kenaikkan satu variabel diikuti kenaikkan variabel lainnya. Sementara itu,
hubungan negatif ditandai dengan kenaikkan satu variabel tetapi diikuti penurunan
variabel lainnya.
Langkah selanjutnya setelah koefisien nilai korelasi telah didapat adalah
melakukan uji signifikan hasil dengan nilai-P untuk mengetahui apakah ada
hubungan dua variabel terjadi secara signifikan yang dibuktikan melalui nilai
probabilitas dengan tingkat kepercayaan atau Confidence Interval (CI) 95%. Jika
probabilitas yang didapat >0.05 maka tidak ada hubungan bermakna antara kedua
variabel, sedangkan jika probabilitasnya <0.05 maka terdapat hubungan yang
bermakna antara kedua variabel.
27
BAB IV.
HASIL PENELITIAN
28
berkisar antara 31,7ºC sampai 35,7º C, sedangkan suhu pada malam hari berkisar
antara 18.9ºC sampai 22,5ºC. Suhu udara maksimum (35,7ºC), sedangkan suhu udara
minimum (18,4ºC). Kota Manado mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan
rata-rata berkisar antara 70 - 86 persen. Keadaan angin di Kota Manado kecepatannya
berkisar antara 2,4 – 6,5 knot.
Manado juga merupakan kota pantai yang memiliki garis pantai sepanjang 18,7
kilometer. Kota ini juga dikelilingi oleh perbukitan dan barisan pegunungan. Wilayah
daratannya didominasi oleh kawasan berbukit dengan sebagian dataran rendah di
daerah pantai. Interval ketinggian dataran antara 0-40% dengan puncak tertinggi di
gunung Tumpa. Wilayah perairan Kota Manado meliputi pulau Bunaken, pulau
Siladen dan pulau Manado Tua. Pulau Bunaken dan Siladen memiliki topografi yang
bergelombang dengan puncak setinggi 200 meter. Sedangkan pulau Manado Tua
adalah pulau gunung dengan ketinggian ± 750 meter. Sementara itu perairan teluk
Manado memiliki kedalaman 2-5 meter di pesisir pantai sampai 2.000 meter pada
garis batas pertemuan pesisir dasar lereng benua. Kedalaman ini menjadi semacam
penghalang sehingga sampai saat ini intensitas kerusakan Taman Nasional Bunaken
relatif rendah. Jarak dari Manado ke Tondano adalah 28 km, ke Bitung 45 km dan ke
Amurang 58 km.
Kota Manado berbatasan dengan :
- Sebelah Utara : Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara dan Teluk Manado
- Sebelah Timur : Kecamatan Dimembe
- Sebelah Selatan : Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa
- Sebelah Barat : Teluk Manado / Laut Sulawesi (Wikipedia, 2013)
29
berusia muda (0 – 14 tahun) sebesar 107.793 yang berusia produktif (15 – 64 tahun)
sebesar 298.343, dan yang berusia tua ( >65 tahun) sebesar 19.497.
30
4.2. Gambaran Kasus DBD di Kota Manado
Berdasarkan hasil observasi data insiden DBD pada Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Kota Manado, maka
diperoleh data bulanan angka insiden DBD tahun 2012-2016 dibawah ini
Mar
Apr
Nov
Okt
Mei
Jun
Feb
Ags
Jan
Sep
Des
Jul
100.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑎𝑠𝑢𝑠
Ket: IR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 x 100.000 penduduk
Tabel 4 menyatakan bahwa incidence rate (IR) tahunan kasus DBD tertinggi terjadi
pada tahun 2016 sebesar 133.2/100.000 penduduk dan IR terendah terjadi pada tahun
2012 sebesar 37.3/100.000 penduduk.
31
terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar 34.93/100.000 penduduk, dan rata-rata angka
insiden terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 13/100.000 penduduk. Angka
insiden DBD tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 161 kasus sedangkan
angka insiden DBD terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 4 kasus.
4.3.1. Suhu
Apr
Nov
Okt
Mei
Jun
Feb
Ags
Jan
Sep
Des
Jul
Tahun -
rata
2012 25.6 25.8 25.8 25.9 26.9 27.1 26.6 27.6 27.6 27.1 26.0 25.8 26.5
2013 25.6 25.7 26.6 26.3 26.8 27.3 26.2 26.7 26.9 26.7 25.9 26.0 26.4
2014 26.3 26.2 26.9 27.7 27.0 27.4 28.1 27.2 27.3 27.8 27.0 26.9 27.1
2015 26.3 26.0 26.8 27.6 28.1 27.4 28.2 28.3 28.4 28.9 27.3 27.4 27.5
2016 26.7 26.5 27.4 27.8 27.6 26.8 26.9 28.1 27.4 27.4 27.7 26.6 27.2
Rata - rata Suhu 2012-2016 26.9
Ket: Satuan Suhu Udara = ˚C
Sumber: BKMG Minut
Tabel 6 menyatakan bahwa rata-rata suhu selama kurun waktu 5 tahun (2012-2016)
adalah sebesar 26.9˚C. Suhu udara rata-rata tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2015
yaitu sebesar 27.5˚C, sedangkan suhu rata-rata tahunan terendah terjadi pada tahun
2013 yaitu sebesar 26.4˚C
32
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Suhu Kota Manado tahun 2012-2016
Tabel 7 menyatakan bahwa, selama tahun 2012-2016 fluktuasi suhu terjadi pada
kisaran 26-27˚C dengan suhu maksimum tertinggi terjadi di tahun 2015 yaitu sebesar
28.9˚C dan suhu minimum terendah terjadi di tahun 2012 dan 2013 yaitu sebesar 25.6 ˚C.
4.3.2. Kelembaban
Apr
Nov
Okt
Mei
Jun
Feb
Ags
Jan
Sep
Des
Jul
rata
2012 89 87 88 88 82 77 80 72 73 79 89 90 82.9
2013 89 86 85 88 86 82 84 76 77 82 89 90 84.4
2014 86 85 84 82 84 81 70 74 71 69 84 86 80
2015 87 85 82 78 75 78 62 58 58 59 81 83 73.8
2016 84 85 80 81 80 84 80 70 78 81 81 85 80.7
Rata - rata Kelembaban 2012-2016 80.3
Ket: Satuan Kelembaban = Persen (%)
Sumber: BKMG Minut
Tabel 8 menyatakan bahwa rata-rata kelembaban udara selama kurun waktu 5 tahun
(2012-2016) adalah sebesar 80.3 persen. Kelembaban rata-rata tahunan tertinggi
terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 84.4 persen, sedangkan kelembaban rata-rata
tahunan terendah terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 73.8 persen.
33
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kelembaban Kota Manado tahun 2012-2016
Nov
Apr
Okt
Mei
Jun
Ags
Feb
Jan
Sep
Des
Jul
- rata
2012 312.1 267.0 539.7 301.9 246.3 162.7 204.4 0 67.7 119.0 412.2 442.0 256.2
2013 527.0 490.0 106.5 362.0 318.0 116.4 349.9 327.0 161.0 201.0 309.0 452.0 309.9
2014 670.7 208.9 130.3 165.5 352.6 242.5 76 184.9 106.2 108 291.0 344.3 240.0
2015 426 322.0 50 53 155 259 11 0 0 3 287 215 148.4
2016 184 173 12 175 294 480 268 40 339 201 369 672 267.2
Rata - rata Suhu 2012-2016 101.8
Ket: Satuan Curah Hujan = mm
Sumber: BKMG Minut
Tabel 10 menyatakan bahwa rata-rata curah hujan selama kurun waktu selama kurun
5 tahun (2012-2016) yaitu sebesar 101.8 mm. Curah hujan rata-rata tahunan tertinggi
terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 309.9 mm, sedangkan curah hujan rata-rata
tahunan terendah terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 148.4 mm. Kemudian di tahun
2012 bulan agustus dan tahun 2015 bulan agustus dan september, curah hujan 0 mm
dikarenakan tidak terjadi hujan atau hujan tidak deras.
34
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Curah Hujan Kota Manado tahun 2012-2016
Tabel 11 menyatakan bahwa, rata-rata curah hujan tahun 2012-2016 yaitu sebesar
2.44 mm. Curah hujan rata-rata tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu
sebesar 309.9 mm, dan curah hujan rata-rata tahunan terendah terjadi pada tahun
2015 yaitu sebesar 148.4 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu
sebesar 672 mm dan terendah terjadi pada tahun 2012 dan 2015 yaitu 0 mm atau pada
tahun tersebut tidak terjadi hujan.
Rata -
Apr
Nov
Okt
Mei
Jun
Feb
Ags
Jan
Sep
Des
Jul
Tahun
rata
2012 27 25 29 23 22 12 23 31 9 17 25 26 22
2013 28 25 17 26 26 15 24 19 13 18 27 27 22
2014 29 21 21 16 25 22 8 16 9 10 25 25 18
2015 27 23 14 13 16 20 6 0 1 7 25 25 14
2016 21 14 12 15 26 23 19 7 20 24 16 29 18
Rata - rata Hari Hujan 2012-2016 18
Sumber: BKMG Minut
Tabel 12 menyatakan bahwa rata-rata jumlah hari hujan selama kurun waktu 5 tahun
(2012-2016) yaitu sebesar 18 hari. Jumlah hari hujan rata-rata tahunan tertinggi
terjadi pada tahun 2012 dan 2013 yaitu 22 hari, sedangkan jumlah hari hujan rata-rata
tahunan terendah terjadi pada tahun 2015 yaitu 14 hari.
35
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Hari Hujan Kota Manado tahun 2012-2016
Tabel 13 menyatakan bahwa rata-rata jumlah hari hujan tahun 2012-2016 adalah
sebesar 19hari/bulan. Rata-rata hari hujan tertinggi terjadi pada tahun 2012 dan 2013
yaitu sebesar 22 hari/bulan, sedangkan rata-rata hujan terendah terjadi pada tahun
2016 yaitu sebesar 14 hari/bulan. Hari hujan tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu
31 hari/bulan dan terendah terjadi pada tahun 2016 yaitu 0 hari atau tahun tersebut
ada yang tidak terjadi hujan.
36
Insiden DDB - Curah Hujan 0.643 Normal
Insiden DBD - Hari Hujan 0.886 Normal
2015 Insiden DBD – Suhu 0.990 Normal
Insiden DBD - Kelembaban 0.914 Normal
Insiden DDB - Curah Hujan 0.863 Normal
Insiden DBD - Hari Hujan 0.986 Normal
2016 Insiden DBD – Suhu 0.808 Normal
Insiden DBD - Kelembaban 0.938 Normal
Insiden DDB - Curah Hujan 1.000 Normal
Insiden DBD - Hari Hujan 0.587 Normal
2012 – 2016 Insiden DBD – Suhu 0.761 Normal
Insiden DBD - Kelembaban 0.970 Normal
Insiden DDB - Curah Hujan 0.716 Normal
Insiden DBD - Hari Hujan 0.791 Normal
37
Tabel 15. Hasil Uji Korelasi Antara Insiden DBD Dengan Iklim
Tahun Variabel R Nilai – p
2012 Insiden DBD – Suhu 0.140 0.664
Insiden DBD - Kelembaban -0.237 0.458
Insiden DDB - Curah Hujan -0.256 0.421
Insiden DBD - Hari Hujan -0.434 0.158
2013 Insiden DBD – Suhu -0.674 0.016
Insiden DBD - Kelembaban 0.443 0.150
Insiden DDB - Curah Hujan 0.759 0.004
Insiden DBD - Hari Hujan 0.567 0.055
2014 Insiden DBD – Suhu 0.406 0.191
Insiden DBD - Kelembaban 0.206 0.521
Insiden DDB - Curah Hujan -0.012 0.972
Insiden DBD - Hari Hujan 0.075 0.818
2015 Insiden DBD – Suhu -0.822 0.001
Insiden DBD - Kelembaban 0.588 0.044
Insiden DDB - Curah Hujan 0.661 0.019
Insiden DBD - Hari Hujan 0.514 0.088
2016 Insiden DBD – Suhu -0.442 0.151
Insiden DBD - Kelembaban 0.405 0.192
Insiden DDB - Curah Hujan -0.413 0.183
Insiden DBD - Hari Hujan -0.176 0.584
2012 – 2016 Insiden DBD – Suhu 0.620 0.264
Insiden DBD - Kelembaban -0.324 0.595
Insiden DDB - Curah Hujan -0.077 0.902
Insiden DBD - Hari Hujan -0.551 0.335
Ket: Huruf yang tebal menyatakan hubungan kedua variabel signifikan
38
4.4.2.1. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Suhu
Gambar 6. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Suhu Kota Manado Tahun 2012
39
2. Hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2013
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2013
menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.674 yang menandakan bahwa hubungan yang
kuat. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.016 yang menandakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan suhu di Kota Manado tahun
2013. Kemudian arah kecenderungan yang negatif menandakan bahwa setiap
kenaikan suhu akan diikuti dengan penurunan insiden DBD begitu pula sebaliknya,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
70
27.0
60
50 26.5
40
30 26.0
20
25.5
10
0 25.0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 7. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Suhu Kota Manado Tahun 2013
40
3. Hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2014
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2014
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.406 yang menandakan bahwa hubungan yang
sedang. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.191 yang menandakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan suhu di Kota Manado
tahun 2014. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan suhu akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar dibawah:
70
28
60
50 27.5
40 27
30
26.5
20
10 26
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 8. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Suhu Kota Manado Tahun 2014
41
4. Hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2015
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2015
menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.822 yang menandakan bahwa hubungan yang
kuat. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.001 yang menandakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan suhu di Kota Manado tahun
2015. Kemudian arah kecenderungan yang negatif menandakan bahwa setiap
kenaikan suhu akan diikuti dengan penurunan insiden DBD begitu pula sebaliknya,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 9. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Suhu Kota Manado Tahun 2015
42
5. Hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2016
menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.442 yang menandakan bahwa hubungan yang
sedang. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.151 yang menandakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan suhu di Kota Manado
tahun 2016. Kemudian arah kecenderungan yang negatif menandakan bahwa setiap
kenaikan suhu akan diikuti dengan penurunan insiden DBD, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar dibawah:
100
28
80
27.5
60
27
40
26.5
20
0 26
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 10. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Suhu Kota Manado Tahun 2016
43
6. Hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2012-2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan suhu tahun 2012 sampai
2016 menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.620 yang menandakan bahwa hubungan
yang kuat. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.264 yang menandakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan suhu di Kota Manado
tahun 2012 sampai 2016. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan
bahwa setiap kenaikan suhu akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 11. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Suhu Kota Manado Tahun 2012
2016
44
4.4.2.2. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Kelembaban
Gambar 12. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Kelembaban Kota Manado
Tahun 2012
45
2. Hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2013
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2012
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.443 yang menandakan bahwa hubungan sedang.
Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.150 yang menandakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan kelembaban di Kota Manado
tahun 2012. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan kelembaban akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
70
90
60
50 85
40
30 80
20
75
10
0 70
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 13. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Kelembaban Kota Manado
Tahun 2013
46
3. Hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2014
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2014
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.206 yang menandakan bahwa tidak ada
hubungan/hubungan lemah. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.521 yang
menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD
dengan kelembaban di Kota Manado tahun 2012. Kemudian arah kecenderungan
yang positif menandakan bahwa setiap kenaikan kelembaban akan diikuti dengan
kenaikan insiden DBD, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
70 85
60
80
50
75
40
70
30
20 65
10 60
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 14. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Kelembaban Kota Manado
Tahun 2014
47
4. Hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2015
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2015
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.588 yang menandakan bahwa hubungan kuat.
Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.044 yang menandakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan kelembaban di Kota Manado
tahun 2015. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan kelembaban akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
20 55
0 50
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 15. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Kelembaban Kota Manado
Tahun 2015
48
5. Hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2016
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.405 yang menandakan bahwa hubungan sedang.
Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.192 yang menandakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan kelembaban di Kota Manado
tahun 2016. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan kelembaban akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
100 85
80 80
60 75
40 70
20 65
0 60
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 16. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Kelembaban Kota Manado
Tahun 2016
49
6. Hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2012-2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan kelembaban tahun 2012
sampai 2016 menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.324 yang menandakan bahwa
hubungan sedang. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.595 yang menandakan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan
kelembaban di Kota Manado tahun 2012 sampai 2016. Kemudian arah
kecenderungan yang negatif menandakan bahwa setiap kenaikan kelembaban akan
diikuti dengan penurunan insiden DBD, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar dibawah:
Gambar 17. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Kelembaban Kota Manado
Tahun 2012-2016
50
4.4.2.3. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Curah Hujan
500.0
20
400.0
15
300.0
10
200.0
5
100.0
0 0.0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 18. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Curah Hujan Kota Manado
Tahun 2012
51
2. Hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2013
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2013
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.759 yang menandakan bahwa hubungan kuat.
Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.004 yang menandakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan curah hujan di Kota Manado
tahun 2013. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan curah hujan akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
70
500.0
60
400.0
50
40 300.0
30
200.0
20
100.0
10
0 0.0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 19. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Curah Hujan Kota Manado
Tahun 2013
52
3. Hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2014
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2014
menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.012 yang menandakan bahwa tidak ada
hubungan/hubungan lemah. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.972 yang
menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD
dengan curah hujan di Kota Manado tahun 2014. Kemudian arah kecenderungan yang
negatif menandakan bahwa setiap kenaikan curah hujan akan diikuti dengan
penurunan insiden DBD, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
70 700
600
60
500
50
400
40
300
30
200
20 100
10 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 20. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Curah Hujan Kota Manado
Tahun 2014
53
4. Hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2015
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2015
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.661 yang menandakan bahwa hubungan kuat.
Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.019 yang menandakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan curah hujan di Kota Manado
tahun 2015. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan curah hujan akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 21. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Curah Hujan Kota Manado
Tahun 2015
54
5. Hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2016
menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.413 yang menandakan bahwa hubungan
sedang. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.183 yang menandakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan curah hujan di Kota
Manado tahun 2016. Kemudian arah kecenderungan yang negatif menandakan bahwa
setiap kenaikan curah hujan akan diikuti dengan penurunan insiden DBD, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 22. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Curah Hujan Kota Manado
Tahun 2016
55
6. Hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2012-2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan curah hujan tahun 2012
sampai 2016 menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.077 yang menandakan bahwa
hubungan tidak ada hubungan. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.902 yang
menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD
dengan curah hujan di Kota Manado tahun 2012 sampai 2016. Kemudian arah
kecenderungan yang negatif menandakan bahwa setiap kenaikan curah hujan akan
diikuti dengan penurunan insiden DBD, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar dibawah:
Gambar 23. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Curah Hujan Kota Manado
Tahun 2012-2016
56
4.4.2.4. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Hari Hujan
30
20
25
15 20
10 15
10
5
5
0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 24. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Hari Hujan Kota Manado Tahun
2012
57
2. Hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2013
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2013
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.567 yang menandakan bahwa hubungan kuat.
Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.055 yang menandakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan curah hujan di Kota Manado
tahun 2013. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan hari hujan akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar dibawah:
70 28
26
60
24
50 22
40 20
30 18
16
20
14
10 12
0 10
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 25. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Hari Hujan Kota Manado Tahun
2013
58
3. Hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2014
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2014
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.075 yang menandakan bahwa hubungan tidak
terdapat hubungan/hubungan lemah. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.818 yang
menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD
dengan curah hujan di Kota Manado tahun 2014. Kemudian arah kecenderungan yang
positif menandakan bahwa setiap kenaikan hari hujan akan diikuti dengan kenaikan
insiden DBD, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
70 30
60
25
50
20
40
15
30
20 10
10 5
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 26. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Hari Hujan Kota Manado Tahun
2014
59
4. Hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2015
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2015
menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0.514 yang menandakan bahwa hubungan kuat.
Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.088 yang menandakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan curah hujan di Kota Manado
tahun 2015. Kemudian arah kecenderungan yang positif menandakan bahwa setiap
kenaikan hari hujan akan diikuti dengan kenaikan insiden DBD, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 27. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Hari Hujan Kota Manado Tahun
2015
60
5. Hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2016
menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.176 yang menandakan bahwa tidak ada
hubungan/hubungan lemah. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.584 yang
menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD
dengan curah hujan di Kota Manado tahun 2016. Kemudian arah kecenderungan yang
negatif menandakan bahwa setiap kenaikan hari hujan akan diikuti dengan penurunan
insiden DBD, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
100 30
25
80
20
60
15
40
10
20 5
0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Gambar 28. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Hari Hujan Kota Manado Tahun
2016
61
6. Hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2012-2016
Hasil uji keeratan hubungan antara insiden DBD dengan hari hujan tahun 2012
sampai 2016 menunjukkan bahwa nilai r sebesar -0.551 yang menandakan bahwa
hubungan kuat. Nilai – p yang didapat yaitu sebesar 0.335 yang menandakan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insiden DBD dengan curah hujan di
Kota Manado tahun 2016. Kemudian arah kecenderungan yang negatif menandakan
bahwa setiap kenaikan hari hujan akan diikuti dengan penurunan insiden DBD, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 29. Hubungan Antara Insiden DBD Dengan Hari Hujan Kota Manado Tahun
2012-2016
62
BAB V.
PEMBAHASAN
63
Tidak terdapatnya hubungan suhu dengan insiden dengan DBD dipengaruhu oleh
beberapa faktor. Menurut Dini (2010), suhu yang optimal untuk perkembangan
vektor penyakit tidak dapat berpengaruh pada peningkatan insiden DBD bilamana
vektor nyamuk yang meningkat tidak infektif terhadap suhu. Sedangkan menurut
Yasin (2012) tidak terdapatnya hubungan karena variasi suhu yang tidak banyak
berfluktuasi atau relatif konstan. Hal ini serupa dengan suhu di Kota Manado yang
hanya berkisar antara 26˚C - 27˚C yang relatif konstan dengan iklim hutan hujan
tropisnya berbeda dengan wilayah beriklim subtropis, dingan, atau pada daerah
padang pasir yang suhunya dapat berfluktuasi hingga 20˚C. Selain itu, suhu udara di
suatu daerah juga dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin di daerah tersebut (BMKG,
2009).
64
yang mempunyai habitat di hutan lebih rentan terhadap perubahan kelembaban dari
pada spesies yang mempunyai habitat iklim kering. Hal ini erat kaitannya dengan
kelembaban di Kota Manado yang dipengaruhi oleh iklim tropis.
65
5.1.4. Hubungan Antara Hari Hujan Dengan Insiden DBD
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara hari hujan
dengan insiden DBD di Kota Manado tahun 2012-2016. Hasil penelitian ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Dini (2010) yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan antara hari hujan dengan insiden DBD di Kabupaten Serang tahun
2007-2008. Penelitian yang sama juga terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh
Febriasari (2010) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara hari hujan
dengan insiden DBD di Kota Jakarta Timur tahun 2000-2009.
Hari hujan yang tinggi cenderung berdampak pada angka insiden DBD. Hal ini
dapat dilihat pada tahun 2013 banyaknya hari hujan lebih dari 22 hari/bulan
sedangkan angka insiden DBD di tahun 2013 berada pada 37.3/100.000 penduduk.
Berbeda di tahun 2014 yang memiliki hari hujan lebih dari 22 hari/bulan juga
sedangkan angka insiden DBD di tahun 2014 cenderung tinggi yaitu 97.7/100.000
penduduk. Hal inilah yang kemungkinan besar menyebabkan hasil hubungan keeratan
kedua variabel tidak berhubungan tetapi mempunyai hubungan yang kuat yaitu -0.551
dengan arah kecenderungan negatif. Selain itu, tidak terdapatnya hubunngan antara
hari hujan dan kasus DBD dikarenakan data iklim hari hujan tidak representatif untuk
mencakup seluruh kecamataan yang ada di Kota Manado.
66
5.2.2. Keterbatasan Data
1. Data kejadian kasus DBD Kota Manado tahun 2012-2016 merupakan data yang
dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan Kota Manado berdasarkan laporan puskesmas
dan rumah sakit yang akurasi dan validitasnya masih belum terjamin.
2. Data iklim yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Minut belum menjamin dapat
mewakili kondisi seluruh wilayah di Kota manado karena terbatasnya stasiun
pemantau iklim.
67
BAB VI.
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Tidak terdapat hubungan antara suhu dengan insiden DBD di Kota Manado tahun
2012 -2016 dengan tingkat keeratan hubungan yang kuat dengan arah
kecenderungan positif.
2. Tidak terdapat hubungan antara kelembaban dengan insiden DBD di Kota
Manado tahun 2012 -2016 dengan tingkat keeratan hubungan sedang dengan arah
kecenderungan negatif.
3. Tidak terdapat hubungan antara curah hujan dengan insiden DBD di Kota
Manado tahun 2012 -2016 dengan tingkat keeratan hubungan lemah dengan arah
kecenderungan negatif.
4. Tidak terdapat hubungan hari curah hujan dengan insiden DBD di Kota Manado
tahun 2012 -2016 dengan tingkat keeratan hubungan yang kuat dengan arah
kecenderungan negatif.
6.2. Saran
Merujuk pada hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut ini adalah beberapa
saran yang bisa diberikan oleh peneliti:
1. Dilihat dari hasil penelitian ditiap tahun antara 2012-2016, menunjukkan bahwa
adanya hubungan antara suhu, kelembaban dan curah hujan dengan insiden DBD
oleh sebab itu diperlukan kerjasama lintas sektoral antara Dinas Kesehatan Kota
Manado dengan BMKG sebagai landasan untuk membuat keputusan terkait
program pencegahan DBD di Kota Manado dalam bentuk pemberian informasi
terkait kondisi iklim oleh pihak BMKG kepada Dinas Kesehatan
2. Kebijakan pemerintah untuk melakukan pelatihan tatalaksana kasus untuk Dokter
Tenaga Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit
68
3. Masyarakat diharapkan dapat menerapkan pola hidup sehat dan membudayakan
budaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus di lingkungan tempat
tinggal.
4. Untuk peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian yang sama, diharapkan
agar mampu menggunakan jangka waktu studi yang lebih lama (lebih dari 5
tahun) karena pada dsarnya perubahan iklim dapat terjadi dalam jangka waktu
yang lama.
69
DAFTAR PUSTAKA
70
Dinkes Prov. Sulut. 2016. Jumlah Kasus DBD Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016.
Manado: Bagian P2P
Febriasari SG. 2011. Perubahan Iklim Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah
Dengue Di Kota Administrasi Jakarta Timur 2000 – 2009. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Ginanjar dan Ganis. 2007. Demam Berdarah. Jakarta: Mizan Pustaka.
Hastono PS. 2006. Modul Kedua: Analisis Univariat Analisis Bivariat. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Hastuti O. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta: Kanisius
Keadaan Geografis Kota Manado. Diakses di:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Manado#Geografi
Kamruzzaman, AKM., Jahan, S., Rahman, R., & Khatun, MM. (2015). Impact of
climate change on the outbreak of infectious diseases among children in
Bangladesh, 3(1), 1–7. doi:10.11648/j.ajhr.20150301.11.
Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Dengue Pusat.
Jakarta. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
Kemenkes RI. 2016. Situasi DBD di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Peta Kota Manado. Diakses di: https://www.petatematikindo.wordpress.com
Sabaruddin L. 2012. Agroklimatologi Aspek-aspek Klimatik untuk Sistem Budidaya
Tabanaman. Bandung: Alfabeta
Setiati S. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
Suyanto S. 2015. Dampak Perubahan Iklim Pada Penyakit Menular: Sebuah Kajian
Literatur. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Vol. 08, No. 01, Maret 2015:
38-44. Universitas Ahmad Dahlan.
UNDP Indonesia. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia Harus
Beradaptasi Untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Jakarta. (Online) diakses di
http://www.undp.or.id pada 21 Maret 2017
71
Yanti SE. 2004. Hubungan Faktor Iklim Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue Di
Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2000 – 2004. Tesis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.
Yasin M. 2012. Hubungan Variabilitas Iklim (Suhu, Curah Hujan, Hari Hujan, dan
Kecepatan Angin) Dengan Insiden Demam Berdarah Dengue Di Kota Bogor
Tahun 2004 – 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia.
WHO. Dengue And Dengue Haemorrahagic Fever. (Online) diakses di
http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/CSR_ISR_2000_1/en/
pada 31 Maret 2017
72
LAMPIRAN
73
LAMPIRAN 1
NIM : 13111101038
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil Skripsi yang saya tulis benar-benar
adalah hasil karya saya sendiri, dan bukan merupakan pengambil tulisan atau pikiran
dari orang lain. Saya akui bahwa hasil tulisan ini merupakan hasil pikiran saya
sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi ini sebagai
hasil ciplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Febriane C. Lohonauman
74
LAMPIRAN 2
75
LAMPIRAN 3
76
LAMPIRAN 4
Master Tabel
TAHUN 2012
Bulan
Insiden DBD Suhu Kelembaban Curah Hujan Hari Hujan
312.1
Jan 22 25.6 89 27
267.0
Feb 17 25.8 87 25
77
Okt 15 27.1 79 119.0 17
TAHUN 2013
Bulan
Insiden DBD Suhu Kelembaban Curah Hujan Hari Hujan
527.0
Jan 44 25.6 89 28
490.0
Feb 51 25.7 86 25
78
Sep 17 26.9 77 161.0 13
TAHUN 2014
Bulan
Insiden DBD Suhu Kelembaban Curah Hujan Hari Hujan
670.7
Jan 33 26.3 86 29
208.9
Feb 27 26.2 85 21
Jul 50 28.1 70 76 8
79
Ags 23 27.2 74 184.9 16
TAHUN 2015
Bulan
Insiden DBD Suhu Kelembaban Curah Hujan Hari Hujan
426
Jan 161 26.3 87 27
322.0
Feb 135 26.0 85 23
Mar 60 27% 82 50 14
Apr 16 27.6 78 53 13
80
Jul 5 28.2 62 11 6
Ags 12 28.3 58 0 0
Sep 6 28.4 58 0 1
Okt 9 28.9 59 3 7
TAHUN 2016
Bulan
Insiden DBD Suhu Kelembaban Curah Hujan Hari Hujan
184.0
Jan 96 26.7 84 21
173.0
Feb 101 26.5 85 14
Mar 90 27.4 80 12 12
81
Jun 39 26.8 84 480 23
Ags 21 28.1 70 40 7
82
LAMPIRAN 5
TAHUN 2012
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .176
Negative -.200
Kolmogorov-Smirnov Z .693
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
83
1 (Constant) 31.695 24.305 1.304 .221
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .161
Negative -.218
Kolmogorov-Smirnov Z .755
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
84
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .142
Negative -.208
Kolmogorov-Smirnov Z .719
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .100
Negative -.078
Kolmogorov-Smirnov Z .347
85
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
TAHUN 2013
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .217
Negative -.191
Kolmogorov-Smirnov Z .752
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
86
1 (Constant) -94.613 82.589 -1.146 .279
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .241
Negative -.148
Kolmogorov-Smirnov Z .836
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
87
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .149
Negative -.104
Kolmogorov-Smirnov Z .518
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .156
Negative -.107
88
Kolmogorov-Smirnov Z .540
TAHUN 2014
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .254
Negative -.159
Kolmogorov-Smirnov Z .879
89
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .166
Negative -.119
Kolmogorov-Smirnov Z .575
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
90
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .214
Negative -.182
Kolmogorov-Smirnov Z .741
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .168
Negative -.110
Kolmogorov-Smirnov Z .583
91
a. Test distribution is Normal.
TAHUN 2015
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .128
Negative -.084
Kolmogorov-Smirnov Z .442
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
92
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .161
Negative -.116
Kolmogorov-Smirnov Z .558
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
93
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .150
Negative -.173
Kolmogorov-Smirnov Z .601
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .131
Negative -.111
Kolmogorov-Smirnov Z .455
94
a. Test distribution is Normal.
TAHUN 2016
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .185
Negative -.135
Kolmogorov-Smirnov Z .639
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
95
kelembaban 3.198 2.283 .405 1.401 .192
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .154
Negative -.154
Kolmogorov-Smirnov Z .534
Negative -.095
Kolmogorov-Smirnov Z .336
96
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Unstandardized
Residual
N 12
Positive .223
Negative -.126
Kolmogorov-Smirnov Z .774
97
LAMPIRAN 6
TAHUN 2012
Correlations Correlations
N 12 12 N 12 12
N N 12 12
12 12
Correlations
DBD Kelembaban
N 12 12
N 12 12
Correlations
DBD CurahHujan
N 12 12
N 12 12
98
TAHUN 2013
Correlations Correlations
N 12 12 N 12 12
Correlations
DBD Kelembaban
N 12 12
N 12 12
Correlations
DBD CurahHujan
N 12 12
N 12 12
99
TAHUN 2014
Correlations Correlations
N 12 12 N 12 12
N 12 12 N 12 12
Correlations
DBD Kelembaban
N 12 12
N 12 12
Correlations
DBD CurahHujan
N 12 12
N 12 12
100
TAHUN 2015
Correlations Correlations
N 12 12 N 12 12
N 12 12 N 12 12
Correlations
DBD Kelembaban
N 12 12
N 12 12
Correlations
DBD CurahHujan
N 12 12
N 12 12
101
TAHUN 2016
Correlations
DBD Suhu DBD HariHujan
DBD Pearson 1 -.442
DBD Pearson Correlation 1 -.176
Correlation
Sig. (2-tailed) .151 Sig. (2-tailed) .584
N 12 12 N 12 12
Suh Pearson -.442 1
HariHujan Pearson Correlation -.176 1
u Correlation
Sig. (2-tailed) .584
Sig. (2-tailed) .151
N 12 12 N 12 12
Correlations
DBD Kelembaban
N 12 12
N 12 12
Correlations
DBD CurahHujan
N 12 12
N 12 12
102
TAHUN 2012-2016
Correlations Correlations
N 5 5 N 5 5
Correlations
DBD Kelembaban
N 5 5
N 5 5
Correlations
DBD CurahHujan
N 5 5
N 5 5
103
LAMPIRAN 7
Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
Kota Manado
Pekerjaan : Mahasiswa
Kewarganegaraan : Indonesia
Nama Saudara -
Kandung : Dwioni Putra Lohonauman
No. HP : 085299595937
Email : febrianeviona05@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
104
4. Lulus pendidikan di SMA Negeri 1 Manado pada tahun 2013
5. Menempuh Pendidikan Strata 1 (S1) di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi dengan NIM 13111101038 yang dimulai pada bulan
Agustus 2013 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN). Berikut ini pengalaman yang diperoleh selama menempuh
pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsrat:
a. Mengikuti Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PK2MB) di
Fakultas Kesehatan Masyarakat tahun 2013.
b. Mengikuti Praktek Belajar Lapangan (PBL) I di Kelurahan Sendangan
Tengah, Kecamatan Kawangkoan pada tanggal 22 Juli – 05 Agustus 2015.
c. Mengikuti Praktek Belajar Lapangan (PBL) II di Kelurahan Sendangan
Tengah, Kecamatan Kawangkoan pada tanggal 17 November – 24 November
2015.
d. Mengikuti Praktek Belajar Lapangan (PBL) III di Kelurahan Sendangan
Tengah, Kecamatan Kawangkoan pada tanggal 20 – 27 Januari 2016.
e. Mengikuti Kegiatan Kuliah Kerja Terpadu (KKT) angkatan 112 di Desa
Tombolango Kecamatan Sangkub Kabupaten Bolaang Mangondow Utara
pada tanggal 14 Juli – 5 Agustus 2016.
f. Mengikuti Kegiatan Pelaksanaan Magang di Dinas Kesehatan Kota Manado
pada tanggal 23 Januari – 10 Februari 2017.
g. Telah Menyelesaikan Penelitian Skripsi di Kota Manado Provinsi Sulawesi
Utara bulan Juni 2017.
105