You are on page 1of 56

K3

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. 2
BAB I
a.) Pengertian K3………………………………………………………………..….. 3
b.) Perundang-undangan K3………………………………………………………... 5
c.) Sistem Manajemen K3………………………………………………………...... 7
BAB II
a.) Penyebab Kebakaran……………………………………………………………. 9
b.) Mencegah Kebakaran……………………………………………………….…... 10
c.) Alat Pelindung Diri………………………… …………………………………... 10
BAB III
a.) Deskripsi K3 Listrik……………………………………………………..…. …... 12
b.) Deskripsi Konsep Dan Aplikasi Ergonomi……………………………………... 16
BAB IV
a.) Analisis Bahan B3…………………………………………………………......... 17
b.) Usaha-usaha Pencegahan Bahan B3……………………………………………. 18
BAB V
a.) Implementasi P3K………………………………………………………………..
24
b.) Deskripsi Pencegahan dan Pertolongan K3 (P2K3)…………………………….. 27
BAB VI
a.) Deskripsi Penyakit Akibat Kerja……………………………………………… 34
b.) Perencanaan Gizi Kerja…………………………………………………….…… 41
BAB VII
a.) Konsep dan Aplikasi Promosi Kesehatan………………………………………....43
b.) Menganalisis Dampak Lingkungan dan NAB………………..…………………. 47
c.) Deskripsi Alat Pelindung Mesin………………………………………………… 51

2
BAB I.

A. PENGERTIAN K3

Apa Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja?


 Keselamatan adalah suatu keadaan aman, dalam suatu kondisi yang
aman secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politis, emosional,
pekerjaan, psikologis.
 Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis.
 Kerja adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang untuk bisa
mencapai suatu tujuan yang diinginkan oleh orang tersebut.

Terdapat beberapa pengertian dan definisi K3 menurut para ahli. Berikut adalah
pengertian dan definisi K3 nenurut para ahli :
1. Simanjuntak (1994)
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan
dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan,
kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.
2. Keilmuan
Semua Ilmu dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.
Penyakit akibat kerja ?
3. OHSAS 18001:2007
Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan
kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu)
di tempat kerja.
4. Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6)
Mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut
5. Jackson (1999, p. 222)

3
Menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada
kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh
lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
6. Suma’mur (2001, p.104)
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja
yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
7. Mathis dan Jackson (2002, p. 245)
Menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap
kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan.
Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi
secara umum.

8. Mangkunegara (2002, p.163)


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan
kerja adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1.Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2.Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
3.Pengaturan penerangan.

4
B. PERUNDANG- UNDANGAN K3

Perundang- undangan yang mengatur K3:


1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat
kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja,Ruang Lingkup
Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina
K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban
Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman
Pidana
Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3
unsur:Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha, Adanya Tenaga Kerja
yang bekerja di sana Adanya bahaya kerja. Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970
pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya
bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha
Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik,
juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari
Listrik dan peralatan Mesin lainnya).

2. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.


Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban
memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang
baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara
berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri
(APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.

5
3. UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning
Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947).
Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui
dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia
(sumber: ILO.o). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini,
salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun
1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas
Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal
6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.

4. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi:
“Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2:
”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.” Juga mengatur mengenai
segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam
kerja, hak maternal, cuti sampai dengan keselamatan dan kesehatan kerja

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem


Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini,
berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip
OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

6
C. SISTEM MANAJEMEN K3

Dunia usaha saat ini mulai disibukkan dengan adanya sejumlah persyaratan dalam
perdagangan global, yang tentu akan menambah beban bagi industri. Persyaratan tersebut
adalah kewajiban melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja,
sesuai dengan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 87. Persyaratan ini sebenarnya
sebuah kewajiban biasa, bukan beban yang harus ditanggung setiap perusahaan.
Kewajiban karena seharusnya sudah diperhitungkan sebagai investasi perusahaan.
Dianggap sebagai beban karena belum seluruh perusahaan melakukannya.
Kemajuan teknologi kian berkembang pesat, namun di sisi lain turut menjadi
penyebab masalah pada keselamatan dan kesehatan kerja. Masalah ini harus sesegera
mungkin diatasi, karena cepat atau lambat dapat menurunkan kinerja dan produktivitas
suatu perusahaan baik pada sumber daya maupun elemen lainnya. Oleh karena itu sangat
penting bagi suatu perusahaan untuk menerapkan.Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. Per 05.MEN/1996.
Sistem Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3
adalah standar yang diadopsi dari standar Australia AS4801 ini serupa dengan
Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001, standar ini dibuat
oleh beberapa lembaga sertifikasi dan lembaga standarisasi kelas dunia. SMK3 merupakan
alat bantu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan dan persyaratan yang ada dan
berlaku yang berhubungan dengan jaminan keselamatan kerja dan kesehatan kerja. SMK3
merupakan sebuah sistem yang dapat diukur dan dinilai sehingga kesesuaian terhadapnya
menjadi obyektif. SMK3 digunakan sebagai patokan dalam menyusun suatu sistem
manajemen yang berfokus untuk mengurangi dan menekan kerugian dalam kesehatan,
keselamatan dan bahkan properti.

7
Diharapkan melalui penerapan sistem ini perusahaan dapat memiliki lingkungan
kerja yang sehat, aman efisien dan produktif. SMK3 bertujuan untuk mengidentifikasi
penyebab dan potensi kecelakaan kerja sebagai acuan dalam melakukan tindakan
mengurangi risiko. Selain itu, penerapan SMK3 membantu pimpinan perusahaan agar
mampu melaksanakan standar K3 yang merupakan tuntutan masyarakat nasional dan
internasional.
Dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan agar SMK3 tersebut menjadi efeketif, karena SMK3 mempunyai elemen-
elemen atau persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dibangun didalam suatu
organisasi atau perusahaan.Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan
ditingkatkan secara terus menerus didalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa system
itu dapat berperan dan berfungsi dengan baik serat berkontribusi terhadap kemajuan
perusahaan.
Untuk lebih memudahkan penerapan standar Sistem Manajemen K3, berikut ini
dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dan langkah-langkahnya. Tahapan dan langkah-
langkah tersebut menjadi dua bagian besar.

A. TAHAP PERSIAPAN.
Merupakan tahapan atau langkah awal yang harus dilakukan suatu
organisasi/perusahaan.Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah
personel,mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan kebutuahn sumber daya
yang diperlukan,adapun tahap persiapan ini,antara lain:
– Komitmen manajemen puncak.
– Menentukan ruang lingkup
– Menetapkan cara penerapan
– Membentuk kelompok penerapan
– Menetapkan sumber daya yang diperlukan
B. TAHAP PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN
Dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personel,mulai dari
menyelenggarakan penyuluhan.

8
BAB II.

Apa itu Kebakaran?


 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebakaran adalah kemusnahan oleh api
dan menyebabkan kerugian.
 Api dinyatakan dengan keterangan: gas bercahaya yang di akibatkan oleh
terjadinya reaksi kimia pembentukan atau penguraian persenyawaan.
 Secara sederhana dapat dikatakan kebakaran adalah pembakaran atau suatu
reaksi antara bahan yang dapat terbakar dengan oksigen,dalam keadaan
sedemikian rupa sehingga timbul panas dan api dan menyebabkan kerugian.
Faktor terjadinya kebakaran karena alam :
 Petir (misal : sambaran petir pada bahan mudah terbakar).
 Gempa bumi (misal: gempa bumi yang mengakibatkan terputusnya jalur gas
bahan bakar)
 Gunung meletus (dikarenakan lava pijar yang panas membakar tumbuhan
kering disekitarnya).
 Panas matahari (misal : panas matahari yang memantul dari kaca cembung ke
dedaunan kering di sekitarnya).

A. PENYEBAB TERJADINYA KEBAKARAN

1. Bahan yang mudah terbakar- Barang padat, cair atau gas ( kayu, kertas, textil,
bensin, minyak,acetelin dll),
2. Panas ( Suhu )- Pada lingkungannya memiliki suhu yang demikian
tingginya,(sumber panas dari Sinar Matahari, Listrik (kortsluiting, panas
energimekanik (gesekan), Reaksi Kimia, Kompresi Udara)
3. Oksigen ( O2 )- Adanya Zat Asam ( O2 ) yang cukup.Kandungan (kadar)
O2ditentukan dengan persentasi (%), makin besar kadar oksigenmaka api akan
menyala makin hebat, sedangkan pada kadaroksigen kurang dari 12 % tidak
akan terjadi pembakaran api. Dalamkeadaan normal kadar oksigen diudara
bebas berkisar 21 %, makaudara memiliki keaktifan pembakaran yang cukup.

9
B. CARA MENCEGAH KEBAKARAN

 Mengadakan penyuluhan mengenai bahaya kebakaran dari pemerintah kepada


masyarakat.
 Pengawasan bersama terhadap segala potensi-potensi kebakaran secara
bersama-sama saling mengingatkan.
 Menyediakan sarana pemadam kebakaran aktif maupun pasif di area yang
berpotensi tinggi terjadi kebakaran.
 Selalu memperhatikan spesifikasi dari alat pengaman kebakaran (seperti
pengaman hung singkat dan beban lebih)

C. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

 Pengertian (Definisi) Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang
digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko kerja untuk
menjaga keselamatan tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain
di tempatkerja.

10
11
BAB III.

A. DESKRIPSI K3 LISTRIK

Kegunaan Tenaga Listrik yaitu


- Sumber Energi
-Menghidupkan berbagai peralatan elektronik melakukan aktifitas sehari
hari
- Penerangan di saat malam hari

BAHAYA LISTRIK TERHADAP MANUSIA


Bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal bertegangan

Contoh bahaya sentuhan langsung


Akibat Sengatan listrik arus searah
- Perubahan elektrolit
Akibat Sengatan listrik arus bolak balik
- Kejang otot
-Berkeringat
-Kerusakan jaringan
-Vertrikel fibrilasi sampai henti jantung otak kurang O2 dan meninggal
- Voltage dan freq. 100 v & 60 Hz menyebabkan ventrical fibrilation

Contoh bahaya sentuhan tidak langsung


- Sentuhan terhadap konduktor yang secara normal tidak
berteganganmenjadi bertegangan akibat kegagalan isolasi. Misalnya
kamu kesetrum saat megang sakelar yang harusnya itu tidak
nyetrum karena adanya arus bocor.

12
KEBAKARAN KARENA LISTRIK
-Pembebanan lebih
- Sambungan tidak sempurna
- Perlengkapan tidak standar
- Pembatas arus tidak sesuai
- Kebocoran isolasi
- Listrik statik
- Sambaran petir

Mengapa K3 tenaga listrik ?

Dengan berkembangnya teknologi yang semakin modern, listrik


mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan maupun dunia
industri. Selain itu listrik dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan
timbulnya kebakaran serta terganggunya proses produksi.
Oleh karena itu perlu dihindari sumber bahayanya yang dimulai dari
tahap perencanaan, pemasangan, pemakaian melalui instalasi listrik.
Meningkatnya kebutuhan akan listrik untuk memenuhi kebutuhan hidup
merupakan suatu alasan perlunya instalasi listrik yang baik dan aman.

Cara penanggulangan
- Percayakan pemasangan instalasi rumah/bangunan anda pada
instalatir yang terdaftar sebagai anggota AKLI (Assosiasi
Kontraktor Listrik Indonesia) dan terdaftar di PLN

- Jangan menumpuk steker atau colokan listrik terlalu banyak pada


satu tempat karena sambungan seperti itu akan terus menerus
menumpuk panas yang akhirnya dapat mengakibatkan korsleting
listrik.

13
- Jangan menggunakan material listrik sembarangan yang tidak
standar walaupun harganya murah.

- Bila terjadi kebakaran akibat korsleting listrik akibat pengaman


Mini Circuit breaker (MCB) tidak berfungsi dengan baik, matikan
segera listrik dari kWh meter. Jangan menyiram sumber.

- Gunakan jenis dan ukuran kabel sesuai peruntukan dan kapasitas


hantar arusnya.

- Lakukan pemeriksaan secara rutin terhadap kondisi isolasi


pembungkus kabel, bila ada isolasi yang terkupas atau telah menipis
agar segera dilakukan penggantian. Gantilah instalasi
rumah/bangunan anda secara menyeluruh minimal lima tahun sekali

- Gunakan jenis dan ukuran kabel sesuai peruntukan dan kapasitas


hantar arusnya.

- Hindari pemakaian listrik secara illegal karena disamping


membahayakan keselamatan jiwa, tindakan itu juga tergolong tindak
kejahatan yang dipidanakan

Cara penanggulangan pada korban

Tersengat listrik arus kuat


- Jangan mendekati korban sebelum ada kepastian aliran listrik sudah
dimatikan dan kalau perlu diisolasi. Jaga jarak minimum 18 meter
dan penonton dijauhkan.

- Segera panggil dinas gawat darurat

14
- Korban hampir pasti tidak sadar. Setelah situasi cukup aman periksa
napas dan nadinya, dan persiapkan resusitasi. Korban dibaringkan
dalam posisi pemulihan.

- Luka bakar diobati, juga luka-luka lain. Lakukan tindakan untuk


mengatasi shock

Peralatan K3 dalam penginstalan listrik

Safety helmet Hand Gloves Google Test Pen

Cover all body Safety Shoes

15
B. DESKRIPSI KONSEP DAN APLIKASI ERGONOMI

Pengertian
-Ergon = kerja
-Nomos =aturan
-Ergonomi = aturan/tatacara dalam bekerja (secara harfiah)
-Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam hubungan dengan
pekerjaan, dengan segala aspek dan ruang lingkupnya

TUJUAN ERGONOMI

Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan


cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja
Meningkatkan kesejahtaran sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif
Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek : teknis,
ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan,
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi

Konsep keseimbangan ergonomi

Jika tuntutan tugas > kemampuan kerja =>over stress, discomfort, lelah,
cidera,celaka, sakit, produktivitas
Jika tuntutan tugas < kemampuan kerja => under stress, bosan, lesu, tidak
produktif
Harapannya adalah antara tuntutan tugas = kemampuan tugas => performa optimal

16
BAB IV.

A. ANALISIS BAHAN B3

Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA


(Occupational Safety and Health of the United State Government) adalah bahan yang
karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada
kesehatan manusia, kerusakan properti dan atau lingkungan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya.
Jenis dan klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun juga diuraikan dalam
KeputusanMenteri Kesehatan No. 453/Menkes/Per/XI/1983. Dalam Kepmenkes ini B3
dikelompokkan dalam 4 klasifikasi yaitu :
Klasifikasi I, meliputi :
– Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat
menimbulkan bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak
langsung, karena sangat sulit penanganan dan pengamanannya. Contoh :
Sianida

– Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga
menimbulkan bahaya. Contoh : Kapur barus

Klasifikasi II, meliputi :


– Bahan radiasi contoh : Bahan pembuat nuklir

– Bahan yang mudah meledak, Contoh : Tabung gas elpiji, oksigen, TNT

– Gas atau cairan beracun atau mudah menyala, Contoh: Bensin, minyak,
spiritus

17
– Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri. Contoh : sulfur,
fosfor, picric acid, alumunium powder.

Klasifikasi II, meliputi :


– Bahan radiasi contoh : Bahan pembuat nuklir

– Bahan yang mudah meledak, Contoh : Tabung gas elpiji, oksigen, TNT

– Gas atau cairan beracun atau mudah menyala, Contoh: Bensin, minyak,
spiritus

– Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri. Contoh : sulfur,
fosfor, picric acid, alumunium powder

B. JENIS DAN PENGGOLONGAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam PP ini, B3 diklasifikasikan menjadi :
• Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan
standar (25 0C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan
atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.

• Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran


sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.

• Mudah menyala (flammable).

• Sangat beracun (highly toxic);

• Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia
dan akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.

18
• Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit,
menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja.

• Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak
secara langsung, dan kontak terus menerus dengan kulitdapat menyebabkan
peradangan.

• Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel


kanker.

• Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan


kromosom (merubah genetika).

• Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya


yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya
CFC), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.

• Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel


kanker.

• Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi


pembentukan dan pertumbuhan embrio.

• Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan


kromosom (merubah genetika).

C. USAHA-USAHA PENCEGAHAN DAMPAK B3

Berikut pencegahan preventif yang dapat dilakukan industri yang menggunakan


bahan tambahan yang bersifat racun :
• Management program pengendalian sumber bahaya, yang berupa
perencanaan, organisasi, kontrol, peralatan, dan sebagainya.

• Penggunaan alat pelindung diri (masker, kaca mata, pakaiannya khusus,


krim kulit, sepatu, dsb)

• Ventilasi yang baik.

19
• Maintenance, yaitu pemeliharaan yang baik dalam proses produksi, kontrol,
dan sebagainya.

• Membuat label dan tanda peringatan terhadap sumber bahaya.

• Pengendalian/peniadaan debu, dengan memasang dust collector di setiap


tahap produksi yang menghasilkan debu.

• Isolasi, yaitu proses kerja yang berbahaya disendirikan.

• Operasional praktis: Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja, serta


analisis keselamatan dan kesehatan kerja.

• Kontrol administrasi, berupa administrasi kerja yang sehat, pengurangan


jam pemaparan.

• Pendidikan, yaitu pendidikan kesehatan, job training masalah penanganan


bahan kimia beracun.

• Monitoring lingkungan kerja, yaitu melakukan surplus dan analisis.

• Pemeriksaan kesehatan awal, periodik, khusus, dan screening, serta


monitoring biologis (darah, tinja, urine, dan sebagainya).

• Sanitasi, yakni dalam hal hygiene perorangan, kamar mandi, pakaian,


fasilitas kesehatan, desinfektan, dan sebagainya.

• Eliminasi, pemindahan sumber bahaya.

• Enclosing, menangani sumber bahaya.

20
21
22
23
BAB V.

A. IMPLEMENTASI P3K

Salah satu atribut penting dalam menerapkan sistem manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja adalah sistem Pertolongan pertama pada
kecelakaan (P3K) pada organisasi atau perusahaan. Hal ini dibutuhkan selain
dikarenakan peraturan perundangan/standar tetapi sebagai kesadaran perusahaan
atau organisasi dalam memberikan pertolongan pertama kepada korban yang
mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan cepat dan tepat sebelum
korban dibawa ke tempat rujukan.

Tujuan dari P3K adalah memberi perawatan darurat pada korban, sebelum
pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan
lainnya, menyelamatkan nyawa korban, meringankan penderitaan korban,
mencegah penyakit/cidera menjadi lebih parah dan mempertahankan daya tahan
korban

Hal-hal yang melatarbelakangi perlunya (P3K) antara lain:

1. Adanya sumber bahaya di tempat kerja


2. Sumber bahaya yang disadari tapi tidak dimengerti cara pengendaliannya
3. Dapat mengakibatkan cidera pada pekerja
4. Adanya kecelakaan kerja dan kematian akibat kerja
5. Belum diselenggarakannya P3K di tempat kerja

Berikut ini beberapa contoh kecelakaan yang sering terjadi dalam dunia industri:

1. Jatuh dari ketinggian


2. Kejatuhan Benda
3. Tersandung, Tergelincir
4. Terjepit antara benda
5. Terpotong
6. Terkilir
7. Terbakar akibat/berhubungan dengan suhu tinggi/korosif/radiasi

24
8. Tersengat arus listrik
9. Dan lain-lain

Untuk dapat menjalankannya P3K dibutuhkan kesiapan fasilitas pertologan, seperti:

1. Personil yang berkompeten


2. Buku petunjuk P3K
3. Kotak P3K dengan jumlah yang memadai (acuan dalam dilihat dalam
Permenaker No 15/2008)
4. Adanya Ruang P3K yang memadai
5. Tersedia alat angkut dan transportasi
6. Tersedianya alat perlindungan diri dan peralatan darurat

Prosedur Dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Tujuan utama pertolongan adalah untuk :


o Mempertahankan penderita tetap hidup
o Membuat keadaan penderita tetap stabil
o Mengurangi rasa nyeri, ketidak-nyamanan dan rasa cemas
Sangat penting untuk mengetahui tahap – tahap pemberian pertolongan
pertama, terutama pada keadaan yang membahayakan jiwa. Misal dimana denyut
jantung dan pernapasan telah berhenti, pendarahan, tersedak, tenggelam, tersengat
aliran listrik, dan keracunan. Idealnya, pemberi pertolongan pertama sebaiknya
pernah mengikuti kursus cara – cara pertolongan pertama. Tetapi setiap orang, baik
telah mengikuti kursus atau belum, seharusnya berusaha untuk memberikan
pertolongan pertama pada kasus gawat darurat dimana jiwa penderita terancam.
Baca dan pelajari langkah – langkah yang harus dilakukan dalam keadaan yang
mengancam jiwa seseorang, dan lakukan dengan tenang dan penuh percaya diri.

25
Tahapan – tahapan penting dalam P3K
Pada keadaan gawat darurat, berikan pertolongan pertama dengan urutan
sebagai berikut :
(Ingat bila pernapasan berhenti dalam 2-3 menit akan terjadi kerusakan otak
dan dalam 4-6 menit akan terjadi kematian)
1. Bila mungkin, minta orang lain untuk memanggil dokter / ambulan,
sementara anda melakukan pertolongan pertama.
2. Periksa pernapasan. Bila berhenti, segera mulai dengan pernapasan
(resusitas) mulut ke mulut. Prioritas utama adalah mengusahakan penderita
bernapas kembali kecuali pada penderita kasus tersedak.
3. Periksa adanya pendarahan hebat. Bila ada, hentikan pendarahan.
4. Bila menduga adanya cedera tulang belakang, jangan merubah posisi
penderita. (Cedera tulang belakang bisa terjadi bila penderita jatuh dari
tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas yang serius, atau mengalami rasa kebal
/ hilang rasa / tidak bisa menggerakkan anggota tubuh atas ataupun bawah).
5. Bila penderita pingsan tetapi pernapasan normal tanpa cedera tulang
belakang, baringkan dalam posisi istirahat.
6. Jangan meninggalkan penderita sebelum petugas medis datang. Bila anda
sendirian dan tidak mungkin memanggil petugas medis, tetapi tidak ada
cedera tulang belakang dan keadaan penderita cukup stabil, bawa penderita
ke unit gawat darurat di rumah sakit / Puskesmas terdekat.

Resusitas dari mulut ke mulut


Penolong bisa melakukan langkah – langkah :
1. Baringkan penderita terlentang pada alas yang keras.
2. Tolong lehernya, dan tengadahkan kepala supaya jalan napas lurus.
3. Buka mulut dan angkat setiap sumbat (termasuk gigi palsu) dengan jari
– jari Anda.
4. Pencet hidung sampai tertutup.
5. Ambil napas panjang, dan tutupkan mulut Anda ke mulut penderita.

26
6. Hembuskan napas kuat – kuat ke dalam mulut penderita cukup stabil,
bawa penderita ke unit gawat darurat di rumah sakit / Puskesmas
terdekat.

Resusitas jantung paru – paru (Cardiopulmonary Resuscitation/CPR)


Ini adalah langkah – langkah penyelamatan jiwa seseorang dimana denyut
jantung telah berhenti. CPR adalah kombinasi dari masase jantung dari luar dan
resusitasi mulut ke mulut. Untuk melakukan CPR dengan seharusnya Anda
sudah mengikuti latihan sehingga berkurang kemungkinan Anda melakukan
kesalahan yang malah bertambah cedera pada penderita. Instruksi di bawah ini
adalah untuk penyegaran kembali :
1. Berlutut di samping penderita.
2. Letakkan dasar telapak tangan pada dasar telapak tulang dada, dan
tumpangkan dasar telapak tangan Anda yang lain di atas telapak tangan
yang pertama. Jari – jari tangan jangan menyentuh dada.
3. Dengan lengan yang lurus, condongkan badan ke muka sehingga bahu
Anda di atas tulang dada penderita.
4. Tekan tulang dada ke bawah sampai 4-5 cm pada orang dewasa.
5. Dengan kedua tangan tetap di dada penderita, condongkan badan ke
belakang dan biarkan tulang dada penderita kembali ke posisi normal.

B. DESKRIPSI PENCEGAHAN DAN PERTOLONGAN K3 (P2K3)

PENCEGAHAN KECELKAAN KERJA


Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu bentuk kerugian baik bagi
korban kecelakaan kerja maupun Perusahaan/Organisasi. Upaya pencegahan
kecelakaan kerja diperlukan untuk menghindari kerugian-kerugian yang timbul
serta untuk meningkatkan kinerja keselamatan kerja di tempat kerja.

Berdasarkan teori domino effect penyebab kecelakaan kerja (H.W.


Heinrich), maka dapat dirancang berbagai upaya untuk mencegah kecelakaan kerja
di tempat kerja, antara lain:

27
1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya Di Tempat
Kerja:
o Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman di tempat kerja.
o Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman di tempat kerja.
2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :
o Pelatihan dan Pendidikan K3 terhadap tenaga kerja.
o Konseling dan Konsultasi mengenai penerapan K3 bersama tenaga
kerja.
o Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi yang berkaitan dengan
peningkatan penerapan K3 di tempat kerja.
3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :
o Prosedur dan Aturan K3 di tempat kerja.
o Penyediaan Sarana dan Prasarana K3 dan pendukungnya di tempat
kerja.
o Penghargaan dan Sanksi terhadap penerapan K3 di tempat kerja kepada
tenaga kerja.

PERTOLONGAN KECELAKAAN KERJA


Menurut Blum, kesehatan seseorang ditentukan oleh empat faktor, yaitu:
1. Lingkungan.Berupa lingkungan fisik (alami, buatan), lingkungan kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologis (virus, bakteri
mikroorganisme) dan social budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku.Meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku.
3. Pelayanan Kesehatan.Meliputi perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan dan rehabilitasi.
4. GenetisFaktor bawaan manusia sejak dilahirkan.

Menurut Suma’mur kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu


kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun

28
sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap
penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar
“kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya
kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at
work).
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering
disebut dengansafety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan
karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerpannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Di Indonesia keselamatan kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970.
Tujuan K3:
1. Melindungi tenaga kerja, sehingga lebih mampu berproduksi secara maksimal
dalam bekerja.
2. Melindungi orang lain, sehingga jika berada di tempat kerja orang lain yang
didatanginya ia akan selamat dan sehat dalam bekerja.
3. Mengamani barang, bahan dan peralatan produksi, sehingga barang, bahan, serta
alat produksi akan lebih awet dan tahan lama.
4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, sehingga berkuranglah resiko
dalam bekerja misalnya terbakar, tersiram, tertumpah, tertindih, dan sebagainya.
5. Keamanan lingkungan kerja, sehingga kita betah dan tidak was-was hati bila
berada di tempat kerja.

Sistem Kerja dari K3


Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, dalam
melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko
yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan
bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi

29
bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau
penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi.
Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik
“hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.

Pada lingkungan kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja.
Berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja
yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2. Spesifikasi dan Kuantitas Pekerjaan.
Hal ini bergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran
tubuh dan sebagainya.
3. Lingkungan Kerja.
Faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Manajemen resiko merupakan strategi penerapan kesehatan dan keselamatan
kerja di tempat kerja, dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan
sehat serta melindungi dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat
dan berkinerja tinggi. Pada prinsipnya manajemen resiko merupakan upaya
mengurangi dampak negatif dari resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada
aset organisasi baik berupa manusia, material, mesin, metode, hasil produksi maupun
finansial.
Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber resiko akan selalu dijumpai
baik yang berasal dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, aspek
ergonomi, stressor, listrik dan sumber energi lain, mesin, sistem manajemen
perusahaan bahkan pelaksana atau operator. Melalui analisis dan evaluasi semua
potensi bahaya dan resiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar
tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. Langkah-langkah yang biasanya
dilaksanakan dalam penilaian resiko, antara lain:

30
1. Menentukan tim penilai.Penilai bisa berasal dari intern perusahaan atau dibantu
pihak lain (konsultan) di luar perusahaan yang memiliki kompetensi baik
dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan.
2. Menentukan obyek atau bagian yang akan dinilai.Obyek atau bagian yang akan
dinilai dapat dibedakan menurut bagian atau departemen, jenis pekerjaan,
proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan atau inspeksi tempat kerja.Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu
“walk through survey atau inspection” yang bersifat umum sampai kepada
inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat,
mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian
kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja,
teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya.Dapat dilakukan melalui informasi mengenai data
kecelakaan kerja, penyakit dan absensi. Laporan dari Panitia Pengawas
Kesehatandan Keselamatan Kerja (P2K3), supervisor dan keluhan yang
dialami pekerja.
5. Mencari informasi atau data potensi bahaya.Upaya ini dapat dilakukan
misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar,
pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis resiko.Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi,
tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana
tindakan untuk mengatasi resiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat
selengkap mungkin.
7. Evalusi resiko.Memprediksi tingkat resiko melalui evaluasi yang akurat
merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko.
Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis
dan evaluasi resiko.
8. Menentukan langkah pengendalianApabila dari hasil evaluasi menunjukan
adanya resiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan
keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian, seperti
:a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi,

31
engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin
atau pelindung diri.b. Menyusun program pelatihan guna meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan resiko.c. Menentukan upaya
monitoring terhadap lingkungan atau tempat kerja.d. Menentukan perlu atau
tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala,
pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.e. Menyelenggarakan prosedur
tanggap darurat atau emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan
kebutuhan.
9. Menyusun pelaporan.Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko
harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis.
10. Pengkajian ulang penelitian.Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan
dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi,
kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna
perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
Contoh dan Aplikasi K3
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah
melalui Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia Ada beberapa peralatan
yang digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang
kemungkinan bisa terjadi. Peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang
bekerja, seperti:
1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap
pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan.

2. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap
pekerja perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan
dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh

32
kotoran dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup kerja supaya kaki
tidak terluka kalau tertimpa benda dari atas.
3. Kacamata kerja
Kacamata digunakan untuk melindungi mata dari debu atau serpihan besi
yang berterbangan di tiup angin. Oleh karenanya mata perlu diberikan
perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah
mengelas.
4. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan
utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda
keras dan mengangkat barang berbahaya. Pekerjaan yang sifatnya berulang
seperti mendorong gerobak secara terus menerus dapat mengakibatkan lecet
pada tangan yang bersentuhan dengan besi pada gerobak.
5. Helm
Helm sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala dan sudah
merupakan keharusan bagi setiap pekerja untuk menggunakannya dengan
benar sesuai peraturan.
6. Tali Pengaman (Safety Harness)
Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan
menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
7. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang
bising.
8. Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat
dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
9. Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja
(misal pekerjaan menggerinda)

33
BAB VI.

A. DESKRIPSI PENYAKIT AKIBAT KERJA

Penyakit Akibat Kerja maupun Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan


Kerja mempunyai pengertian yang sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja.Dengan kata lain, Penyakit Akibat Kerja sama
dengan Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Penyakit Akibat kerja
adalah istilah yang dipakai dalam peraturan yang dibuat atas dasar Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan Penyakit Yang
Timbul Karena Hubungan Kerja merupakan istilah yang erat kaitannya dengan
kompensasi (ganti rugi) kecelakaan kerja.
JENIS-JENIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
a. Penyakit paru kerja
b. Penyakit kulit kerja
c. Penyakit mata kerja

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB AKIBAT KERJA

a. Faktor Fisik

1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian

2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria,


Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke

3) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak

4) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis

5) Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel


tubuh manusia

6) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease

7) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme,


Polineurutis
Pencegahan:

34
1) Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.

2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.

3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi

4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.

5) Pelindung mata untuk sinar laser

6) Filter untuk mikroskop

b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping(produk),
sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel
Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan
mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi,
alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling
karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis
kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan)
dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan
basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.

35
2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.

3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek,


jas laboratorium) dengan benar.

4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.

5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

c. Faktor Biologi
Viral Desiases: rabies, hepatitis

Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus

Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis


Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang
biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli
dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi,
dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta
(misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup
tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai
contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali
lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas
Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang
tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena
infeksi.
Pencegahan :
1) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi, dan desinfeksi.

36
2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan
dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan
bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

3) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good


Laboratory Practice).

4) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.

5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan
spesimen secara benar
.

6) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.

7) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

8) Kebersihan diri dari petugas.

d. Faktor Ergonomi/Fisiologi

Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan
kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik,
nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat,
cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang
impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja
yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi
kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan

37
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)

e. Faktor Psikologi

Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan


kerja komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja
berlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress.
Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.
4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal

PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA

Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja,


berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang
ada di tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi,
penerangan
Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu
berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari
dengan pencahayaan buatan 50-500 lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
a. Iritasi pada mata / conjunctiva

b. Penglihatan ganda

38
c. Sakit kepala

d. Daya akomodasi dan konvergensi turun

e. Ketajaman penglihatan

Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean


(1980) menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat kerja sebagai berikut:
a. Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan
pekerja
b. Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-mesin, meja, kursi,
dan tempat kerja
c. Hindari pemasangan lampu FL yang tegak lurus dalam garis
penglihatan
b. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas,
larutan, kabut
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan

PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA


Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
a. Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
b. Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut
c. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
seperti berikut ini:
Pencegahan Pimer – Healt Promotio
a. Perilaku kesehatan
b. Faktor bahaya di tempat kerja
c. Perilaku kerja yang baik
d. Olahraga
e. Gizi

39
Pencegahan Skunder – Specifict Protectio

a. Pengendalian melalui perundang-undangan

b. Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja

c. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)

d. Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

Pencegahan Tersier

a. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja

b. Pemeriksaan kesehatan berkala

c. Pemeriksaan lingkungan secara berkala

d. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja

e. Pengendalian segera ditempat kerja

Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib
dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat
mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan kecacatan.
Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak
kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat.
Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.
a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.

b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi


secara teratur serta dilakukan pengobatan.

40
B. PERENCANAAN GIZI KERJA

Gizi Kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk melakukan
suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya atau ilmu gizi
yang diterapkan kepada masyarakat tenaga kerja dengan tujuan untuk
meningkatkan taraf kesehatan tenaga kerja sehingga tercapai tingkat produktivitas
dan efisiensi kerja yang setinggi-tingginya.

Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan


bahwa mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini atau perbandingan
antara output (keluaran / jumlah yang dihasilkan) dengan input (masukan / setiap
sumber daya yang digunakan).

1. FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBUTUHAN GIZI

a. Ukuran tubuh (semakin besar ukuran tubuh seseorang semakin banyak pula
kebutuhan gizi seseorang)

b. Kondisi tubuh tertentu (jika tubh dalam kondisi sehat maka kebutuhan gizi
semakin banyak)

c. Lingkungan (semakin ekstrim lingkungan kerja seseorag semakin banyak


pula giji yang di butuhkan)

d. Kegiatan (semakin banyak kegiatan semakin banyak pula kebutuhan gizi


seseorang)

e. Jenis kelamin (jenis kelamin laki-laki kebutuhan gizi semakin besar)

f. Usia (semakin tambah usia seseorang maka kebutuhan gizi semakin banyak)

2. HUBUNGAN GIZI DAN PRODUKTIFITAS KERJA

Penelitian Adiningsih dkk 1995, produktifitas 4 jam tenaga kerja


pelinting rokok perempuan berhubungan terbalik dg total kolesterol dan IMT,
produktifitas berhubungan positif dg asupan protein. Penelitian menunjukkan

41
bahwa kebiasaan tidak makan pagi dapat mengakibatkan kurang darah. Oleh
karena itu untuk mencapai efisiensi kerja dan belajar selalu dianjurkan ‘ better
breakfast = better nutrition

3. FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN PRODUKTIFITAS

a. Kesegaran jasmani

b. Penghasilan

c. Teknologi

d. Sarana produksi

e. Keterampilan

f. Pendidikan

g. Jaminan sosial

h. Sikap dan etos kerja

i. motivasi

j. lingkungan dan iklim kerja

k. Disiplin

4. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GIZI KERJA

a. Menyediakan makanan yang bergizi, makanan tambahan bagi pekerja


berat
b. Menyediakan fasilitas istirahat yang memadai
c. Memberikan pil tambah darah bagi pekerja wanita sesuai dg anjuran
yaitu 1 x/ mg selama 16 mg ( pencegahan), 1 x hr untuk pengobatan.

42
BAB VII.

A. KONSEP DAN APLIKASI PROMOSI KESEHATAN

Definisi Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan


gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai
keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan
sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan dengan pengubahan
lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan
yang sehat.
Menurut Charter, promosi kesehatan adalah suatu proses yang
memungkinkan individu untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Termasuk
didalamnya adalah sehat secara fisik, mental dan sosial sehingga individu atau
masyarakat dapat merealisasikan cita-citanya, mencukupi kebutuhan-kebutuhannya,
serta mengubah atau mengatasi lingkungannya. Kesehatan adalah sumberdaya
kehidupan bukan hanya objek untuk hidup. Kesehatan adalah suatu konsep yang
positif yang tidak dapat dilepaskan dari sosial dan kekuatan personal. Jadi promosi
kesehatan tidak hanya bertanggungjawab pada sektor kesehatan saja, melainkan
juga gaya hidup untuk lebih sehat. (Keleher,et.al, 2007).
WHO (1998) menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah strategi inti
untuk pengembangan kesehatan, yang merupakan suatu proses yang berkembang
dan berkesinambungan pada status sosial dan kesehatan individu dan masyarakat.
Dari beberapa definisi diatas, promosi kesehatan mempunyai beberapa level
pengertian, sehingga konsep promosi kesehatan adalah semua upaya yang
menekankan pada perubahan sosial, pengembangan lingkungan, pengembangan
kemampuan individu dan kesempatan dalam masyarakat, dan merubah perilaku
individu, organisasi dan sosial untuk meningkatkan status kesehatan individu dan
masyarakat. (Keleher,et.al, 2007).

43
Definisi Tempat Kerja

Tempat Kerja menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970 ialah tiap


ruangan atau lapangan baik terbuka atau tertutup, bergerak maupun menetap
dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja atau sering dimasuki orang bekerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
Menurut OHSAS 18001:2007 tempat kerja adalah lokasi manapun yang
bekaitan dengan aktivitas kerja di bawah kendali organisasi (perusahaan).

Definisi Promosi Kesehatan di Tempat Kerja

Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan komponen kegiatan


pelayanan pemeliharaan/ perlindungan kesehatan pekerja dari suatu pelayanan
kesehatan kerja. Sayang sekali, dalam beberapa hal promosi kesehatan di tempat
kerja dikembangkan sebagai kegiatan yang terpisah dari pelayanan kesehatan kerja.
Hal ini selain membuang sumber daya, juga tidak efektif dalam kemajuan program
promosi kesehatan di tempat kerja. Sehat berarti tidak hanya ketiadaan suatu
penyakit tapi optimalnya kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial.
Promosi kesehatan kerja didefinisikan sebagai proses yang memungkinkan
pekerja untuk meningkatkan kontrol terhadap kesehatannya. Jika dilihat dalam
konteks yang lebih luas, promosi kesehatan di tempat kerja adalah rangkaian
kesatuan kegiatan yang mencakup manajemen dan pencegahan penyakit baik
penyakit umum maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan serta
peningkatan kesehatan pekerja secara optimal. Promosi kesehatan kerja adalah
upaya memberdayakan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatan diri serta lingkungannya. Promosi kesehatan menempatkan
masyarakat sebagai subyek bukan obyek, sebagai pelaku bukan sasaran, dan aktif
berbuat bukan pasif menunggu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan di tempat kerja (health

44
promotion at the workplace) adalah program kegiatan yang direncanakan dan
ditujukan pada peningkatan kesehatan para pekerja beserta anggota keluarga yang
ditanggungnya dalam konteks tempat kerja. Promosi kesehatan di tempat kerja
diselenggarakan berdasarkan suatu kerangka konsep (framework), yang dibangun
melalui beberapa kunci seperti ; pendekatan (approach), strategi (strategies), area
prioritas (priority areas), faktor yang mempengaruhi (influence factors), dan lain-
lain.

Tujuan Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja adalah :


1) Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.
2) Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
3) Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.
4) Membantu tumbuhnya kebiasaan kerja dan gaya hidup yang sehat.
5) Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, kondusif, dana man.
6) Memberikan dampak positif terhadap lingkungan kerja dan masyarakat.

Secara mendasar promosi kesehatan di tempat kerja adalah perlu


melindungi individu (pekerja), lingkungan didalam dan diluar tempat kerja dari
bahan-bahan berbahaya, stress atau lingkungan kerja yang jelek. Gaya kerja yang
memperhatikan kesehatan dan menggunakan pelayanan kesehatan yang ada dapat
mendukung terlaksananya promosi kesehatan di tempat kerja.

Sasaran dari Promosi Kesehatan Di tempat Kerja yakni :


1. Primer : Karyawan di tempat kerja.
2. Sekunder : Keluarga pekerja dan masyarakat sekitar pabrik
3. Tertier : Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, dan Perusahaan-
perusahaan Asuransi Kesehatan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja

PHBS di tempat kerja adalah upaya untuk memberdayakan para


pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat

45
serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat kerja sehat. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di Tempat kerja antara lain :
a) Tidak merokok di tempat kerja.
b) Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.
c) Melakukan olahraga secara teratur atau aktifitas fisik.
d) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan
sesudah buang air besar dan buang air kecil.
e) Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
f) Menggunakan air bersih.
g)Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.
h)Membuang sampah pada tempatnya.
i)Mempergunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.

Strategi Terbaik Untuk Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja

1. Implementasi program perubahan gaya hidup karyawan (Berhenti merokok,


Program Fitness, Meningkatkan nutrisi, pengurangan stress dll).
2. Program konsultasi dan penilaian resiko kesehatan di perusahaan.
3. Menunjukkan dukungan manajemen terhadap program promosi kesehatan
khususnya membangun pernyataan misi promosi kesehatan perusahaan.
4. Membangun budaya organisasi yang fleksibel, dukungan masyarakat,
responsif terhadap kebutuhan karyawan.
5. Membangun kebijakan perusahaan untuk memelihara area bebas rokok dan
minuman keras dan narkoba di tempat kerja.
6. Membentuk komite kesehatan dan keselamatan kerja dan melakukan
pertemuan secara reguler.
7. Mengawasi efektivitas, biaya, keuntungan dan partisipasi dalam program
promosi kesehatan.
8. Membuat dan memelihara fasilitas promosi kesehatan dengan
menghubungkan audit kualitas lingkungan kerja pada interval reguler dan
ambil langkah untuk identifikasi alamat area yang bermasalah.

46
Kunci Efektivitas Program Kesehatan Di Tempat Kerja

1. Menunjukkan keterlibatan dan dukungan manajemen pada program


kesehatan.
2. Melibatkan karyawan dalam tahapan perencanaan program.
3. Tawarkan program pada waktu dan tempat yang menyenagkan bagi
karyawan.
4. Membuat tujuan program dan identifikasi kebutuhan kesehatan karyawan.
5. Berikan hadiah terhadap prestasi dan keikutsertaan dalam pencapaian tujuan
program.
6. Meyakinkan karyawan bahwa status kesehatan mereka adalah sangat penting
7. Berikan program yang bervariasi untuk mempertemukan kebutuhan
karyawan.
8. Membuat lingkungan tempat kerja mendukung usaha perubahan gaya hidup.
9. Membantu karyawan untuk mengerti dampak dari masalah kesehatan.

B. MENGANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN DAN NAB

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk


pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.Tujuan amdal adalah menjaga dan
meningkatkan kualitas lingkungan.

Fungsi :
1. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup
dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana dan/atau
kegiatan

47
3. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup
4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu
rencana usaha dan atau kegiatan
5. Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
6. Sebagai Scientific Document dan Legal Document
7. Izin Kelayakan Lingkungan

Dalam PP 51/1993, dikenal ada beberapa model AMDAL yaitu AMDAL


Proyek Individual (seperti PP 29/1986), AMDAL Kegiatan Terpadu, AMDAL
Kawasan, dan AMDAL Regional. Pengertian ketiga AMDAL menurut PP 51/1993
tersebut adalah:

Analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan terpadu/multisektor adalah


hasil studi mengenai dampak penting usaha atau kegiatan yang terpadu yang
direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem
dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab. Di
dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi diganti kajian dan dampak
penting menjadi dampak besar dan penting.
Analisis mengenai dampak lingkungan kawasan adalah hasil studi mengenai
dampak penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup
dalam satu kesatuan ha,paran ekosistem dan menyangkut kwenangan satu instansi
yang bertanggung jawab. Di dalam PP 27/1999 definisi di atas kata hasil studi
diganti kajian dan dampak penting diganti dampak besar dan penting.
Analisis mengenai dampak lingkungan regional adalah hasil studi mengenai
dampak penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup
dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona rencana pengembangan wilayah
sesuai dengan rencana umum tata ruang daerah dan melibatkan kewenangan lebih
dari satu instansi yang bertanggung jawab.

Nurkin, (2002) mengemukakan bahwa penerapan AMDAL di negara-


negara berkembang ditujukan untuk :

48
1. Untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi
akibat kegiatan pembangunan.
2. Mengidentifikasi kerugian dan keuntungan terhadap lingkungan alam dan
ekonomi yang dapat dialami oleh masyarakat akibat kegiatan pembangunan
3. Mengidentifikasi masalah lingkungan yang kritis yang memerlukan kajian lebih
dalam dan pemantauannya.
4. Mengkaji dan mencari pilihan alternatif yang baik dari berbagai pilihan
pembangunan.
5. Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
6. Memabantu pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembangunan dan pihak
pengelola lingkungan untuk memahami tanggung jawab, dan keterkaitannya satu
sama lain.

Manfaat AMDAL Bagi masyarakat :

a. Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, sehingga dapat


mempersiapkandiri di dalam penyesuaian kehidupannya apabila diperlukan.
b. Masyarakat dapat mengetahui perubahan lingkungan di masa sesudah proyek
dibangun sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang dapat menguntungkan
dirinya dan menghindarkan diri dari kerugian-kerugian yang dapat diderita akibat
adanya proyek tersebut.
c. Masyarakat dapat ikut berpartisipasi di dalam pembangunan di daerahnya sejak
dari awal, khususnya di dalam memberikan informasi-informasi ataupun ikut
langsung di dalam membangun dan menjalankan proyek.
d. Masyarakat dapat memahami hal-ihwal mengenai proyek secara jelas sehingga
kesalahfahaman dapat dihindarkai dan kerja sama yang menguntungkan E.
Masyarakat dapat mengetahui hak den kewajibannya di dalam hubungannya dengan
proyek tersebut khususnya hak dan kewajiban di dalam ikut dan mengelola

49
lingkungan.

Manfaat AMDAL Bagi pemerintah :


a. Untuk mencegah agar potensi sumberdaya alam yang dikelola tersebut tidak rusak
(khusus untuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui).
b. mencegah rusaknya sumberdaya alam lainnya yang berada di luar lokasi proyek
baik yang dioleh olrh proyek lain, diolah masyarakat atau yang belum diolah.
c. Untuk menghindari perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaran air,
pencemaran udara, kebisingan dan lain sebagainya, sehingga tidak mengganggu
kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat.
d. Untuk menghindari terjadinya pertentangan-pertentangan yang mungkin timbul
khususnya dengan masyarakat dan proyek-proyek lainnya.
e. Untuk menjamin agar proyek yang dibangun sesuai dengan rencana pembangunan
daerah, nasional ataupun internasional serta tidak mengganggu proyek lain.
f. Untuk menjamin agar proyek tersebut mempunyai manfaat yang jelas bagi negara
dan masyarakat.
g. Analisis dampak lingkungan diperlukan bagi pemerintah sebagai alat pengambil
keputusan.

50
C. DESKRIPSI ALAT PELINDUNG MESIN

PERLINDUNGAN PADA MESIN


Letak bahaya utama bila menggunakan mesin-mesin ialah pada :

a. Bagian roda gigi 


b. Roda sabuk 


c. Bagian-bagian yang berputar 


Hindarkan anggota badan, karena secara tidak sadar kemungkinan tersentuh


pada bagian mesin yang bergerak. Sentuhan ini sering menimbulkan kecelakaan.
Roda-roda gigi selamanya harus diusahakan tertutup. Hal ini untuk menjaga
tangan-tangan usil yang menyebabkan terjadinya kecelakaan terhadap manusia atau
kerusakan pada mesin. Dibawah ini memperlihatkan roda gigi yang terbuka dan
yang tertutup.

51
Roda sabuk seperti halnya roda gigi, diusahakan tidak terbuka. Jadi jangan
biarkan roda sabuk berputar tanpa pagar pelindung. Roda sabuk yang terbuka dapat
menyebabkan kecelakaan diantaranya :

- Baju yang berkeleweran akan mudah terpuntir oleh bagian yang berputar

- Bila roda sabuk putus akan menyebabkan pukulan terhadap pekerja yang

kebetulan lewat 
 disampingnya. 
 Begitu pula saat memperbaiki sabuk roda

perantara yang terlepas, pakailah penjolok agar tidak terjepit. 


Kaca pengaman

Kaca pengaman yang dipasang pada mesin gerinda, konstruksinya berdiri


sendiri-sendiri, terhadap mesin tersebut. Bila kaca rusak dapat diganti dengan yang
baru, melalui pemasangan dan penyetelan yang sangat mudah. Debu dan kotoran
yang hinggap pada kaca akan mengakibatkan kaca menjadi suram dan menghalangi
pandangan pada saat menggerinda. Lebih baik sebelum bekerja dengan mesin
gerinda kaca pengaman dibersihkan lebih dahulu.

52
Kaca pengaman yang ada pada mesin bor juga melindungi mata dari
lemparan bram (tatal) bor. Bila kaca pelindung ini buram bearti kotor, dan lebih
baik dibersihkan dahulu sebelum melaksanakan pengeboran.

53
PENGAMANAN ARUS LISTRIK

Bila melihat peralatan listrik tidak tertutup sebagaimana mestinya seperti


gambar dibawah, maka segera beritahukan pada petugas listrik. Bilamana kawat
sekering putus jangan sekali- kali mengganti dengan kawat yang lebih besar, sebab hal
ini apabila dilakukan samadengan mengundang bahaya. Kawat yang terpasang pada
sekering adalah kawat yang sudah diperhitungkan kekuatannya sesuai standar dan
keselamatan kerja.

Kekurangan perlengkapan listrik harus segera dilaporkan untuk segera


mendapat penggantian yang baru dan selengkap-lengkapnya. Bila kekurangan
perlengkapan listrik dibiarkan begitu saja dan bagiannya menjadi terbuka yang
dapat sewaktu-waktu tersentuh tangan, maka dapat terjadi kejutan listrik (sengatan
Listrik) yang berakibat kecelakaan. Kabel-kabel yang keadaan sudah tua, jangan
digunakan lagi hal tersebut juga dapat mengundang bahaya.

54
Demikian pula membiarkan steker yang pecah atau rusak akan mengundang
bahaya listrik. Hubungan-hubungan listrik yang paling tepat ditangani oleh tukang
listrik.
Bola lampu pijar yang dipasang didekat mesin, diusahakan memakai
ruji-ruji pelindung yang berguna menjaga terjadinya benturan. Ukuran
diameter ruji-ruji pelindung disesuaikan dengan bola lampu pijarnya.
Janganlah memasang bola lampu pijar lebih kecil daripada ruji-ruji
pengamannya.

Gejala-gejala akan terjadinya bahaya segera diketahui oleh seseorang yang


biasa berada didalam ruang kerja antara lain :
1. Dengan jalan meraba bagian-bagian mesin, bila terasa panas bearti ada
gesekan antara putaran sumbu dengan bantalannya.
2. Dengan jalan mendengar, bila motor berbunyi tidak semestinya seperti suara
derit, putaran pincang dsb berarti terjadi kesalahan instalasi atau terjadi

55
kerusakan mekanik. 


3. Tercium bau dari sesuatu yang terbakar. Gejala-gejala ini selalu terjadi pada
gerak mekanik motor-motor listrik.

56

You might also like