Professional Documents
Culture Documents
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. 2
BAB I
a.) Pengertian K3………………………………………………………………..….. 3
b.) Perundang-undangan K3………………………………………………………... 5
c.) Sistem Manajemen K3………………………………………………………...... 7
BAB II
a.) Penyebab Kebakaran……………………………………………………………. 9
b.) Mencegah Kebakaran……………………………………………………….…... 10
c.) Alat Pelindung Diri………………………… …………………………………... 10
BAB III
a.) Deskripsi K3 Listrik……………………………………………………..…. …... 12
b.) Deskripsi Konsep Dan Aplikasi Ergonomi……………………………………... 16
BAB IV
a.) Analisis Bahan B3…………………………………………………………......... 17
b.) Usaha-usaha Pencegahan Bahan B3……………………………………………. 18
BAB V
a.) Implementasi P3K………………………………………………………………..
24
b.) Deskripsi Pencegahan dan Pertolongan K3 (P2K3)…………………………….. 27
BAB VI
a.) Deskripsi Penyakit Akibat Kerja……………………………………………… 34
b.) Perencanaan Gizi Kerja…………………………………………………….…… 41
BAB VII
a.) Konsep dan Aplikasi Promosi Kesehatan………………………………………....43
b.) Menganalisis Dampak Lingkungan dan NAB………………..…………………. 47
c.) Deskripsi Alat Pelindung Mesin………………………………………………… 51
2
BAB I.
A. PENGERTIAN K3
Terdapat beberapa pengertian dan definisi K3 menurut para ahli. Berikut adalah
pengertian dan definisi K3 nenurut para ahli :
1. Simanjuntak (1994)
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan
dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan,
kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.
2. Keilmuan
Semua Ilmu dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.
Penyakit akibat kerja ?
3. OHSAS 18001:2007
Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan
kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu)
di tempat kerja.
4. Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6)
Mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut
5. Jackson (1999, p. 222)
3
Menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada
kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh
lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
6. Suma’mur (2001, p.104)
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja
yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
7. Mathis dan Jackson (2002, p. 245)
Menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap
kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan.
Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi
secara umum.
4
B. PERUNDANG- UNDANGAN K3
5
3. UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning
Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947).
Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui
dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia
(sumber: ILO.o). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini,
salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun
1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas
Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal
6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.
6
C. SISTEM MANAJEMEN K3
Dunia usaha saat ini mulai disibukkan dengan adanya sejumlah persyaratan dalam
perdagangan global, yang tentu akan menambah beban bagi industri. Persyaratan tersebut
adalah kewajiban melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja,
sesuai dengan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 87. Persyaratan ini sebenarnya
sebuah kewajiban biasa, bukan beban yang harus ditanggung setiap perusahaan.
Kewajiban karena seharusnya sudah diperhitungkan sebagai investasi perusahaan.
Dianggap sebagai beban karena belum seluruh perusahaan melakukannya.
Kemajuan teknologi kian berkembang pesat, namun di sisi lain turut menjadi
penyebab masalah pada keselamatan dan kesehatan kerja. Masalah ini harus sesegera
mungkin diatasi, karena cepat atau lambat dapat menurunkan kinerja dan produktivitas
suatu perusahaan baik pada sumber daya maupun elemen lainnya. Oleh karena itu sangat
penting bagi suatu perusahaan untuk menerapkan.Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. Per 05.MEN/1996.
Sistem Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3
adalah standar yang diadopsi dari standar Australia AS4801 ini serupa dengan
Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001, standar ini dibuat
oleh beberapa lembaga sertifikasi dan lembaga standarisasi kelas dunia. SMK3 merupakan
alat bantu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan dan persyaratan yang ada dan
berlaku yang berhubungan dengan jaminan keselamatan kerja dan kesehatan kerja. SMK3
merupakan sebuah sistem yang dapat diukur dan dinilai sehingga kesesuaian terhadapnya
menjadi obyektif. SMK3 digunakan sebagai patokan dalam menyusun suatu sistem
manajemen yang berfokus untuk mengurangi dan menekan kerugian dalam kesehatan,
keselamatan dan bahkan properti.
7
Diharapkan melalui penerapan sistem ini perusahaan dapat memiliki lingkungan
kerja yang sehat, aman efisien dan produktif. SMK3 bertujuan untuk mengidentifikasi
penyebab dan potensi kecelakaan kerja sebagai acuan dalam melakukan tindakan
mengurangi risiko. Selain itu, penerapan SMK3 membantu pimpinan perusahaan agar
mampu melaksanakan standar K3 yang merupakan tuntutan masyarakat nasional dan
internasional.
Dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan agar SMK3 tersebut menjadi efeketif, karena SMK3 mempunyai elemen-
elemen atau persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dibangun didalam suatu
organisasi atau perusahaan.Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan
ditingkatkan secara terus menerus didalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa system
itu dapat berperan dan berfungsi dengan baik serat berkontribusi terhadap kemajuan
perusahaan.
Untuk lebih memudahkan penerapan standar Sistem Manajemen K3, berikut ini
dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dan langkah-langkahnya. Tahapan dan langkah-
langkah tersebut menjadi dua bagian besar.
A. TAHAP PERSIAPAN.
Merupakan tahapan atau langkah awal yang harus dilakukan suatu
organisasi/perusahaan.Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah
personel,mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan kebutuahn sumber daya
yang diperlukan,adapun tahap persiapan ini,antara lain:
– Komitmen manajemen puncak.
– Menentukan ruang lingkup
– Menetapkan cara penerapan
– Membentuk kelompok penerapan
– Menetapkan sumber daya yang diperlukan
B. TAHAP PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN
Dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personel,mulai dari
menyelenggarakan penyuluhan.
8
BAB II.
1. Bahan yang mudah terbakar- Barang padat, cair atau gas ( kayu, kertas, textil,
bensin, minyak,acetelin dll),
2. Panas ( Suhu )- Pada lingkungannya memiliki suhu yang demikian
tingginya,(sumber panas dari Sinar Matahari, Listrik (kortsluiting, panas
energimekanik (gesekan), Reaksi Kimia, Kompresi Udara)
3. Oksigen ( O2 )- Adanya Zat Asam ( O2 ) yang cukup.Kandungan (kadar)
O2ditentukan dengan persentasi (%), makin besar kadar oksigenmaka api akan
menyala makin hebat, sedangkan pada kadaroksigen kurang dari 12 % tidak
akan terjadi pembakaran api. Dalamkeadaan normal kadar oksigen diudara
bebas berkisar 21 %, makaudara memiliki keaktifan pembakaran yang cukup.
9
B. CARA MENCEGAH KEBAKARAN
Pengertian (Definisi) Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang
digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko kerja untuk
menjaga keselamatan tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain
di tempatkerja.
10
11
BAB III.
A. DESKRIPSI K3 LISTRIK
12
KEBAKARAN KARENA LISTRIK
-Pembebanan lebih
- Sambungan tidak sempurna
- Perlengkapan tidak standar
- Pembatas arus tidak sesuai
- Kebocoran isolasi
- Listrik statik
- Sambaran petir
Cara penanggulangan
- Percayakan pemasangan instalasi rumah/bangunan anda pada
instalatir yang terdaftar sebagai anggota AKLI (Assosiasi
Kontraktor Listrik Indonesia) dan terdaftar di PLN
13
- Jangan menggunakan material listrik sembarangan yang tidak
standar walaupun harganya murah.
14
- Korban hampir pasti tidak sadar. Setelah situasi cukup aman periksa
napas dan nadinya, dan persiapkan resusitasi. Korban dibaringkan
dalam posisi pemulihan.
15
B. DESKRIPSI KONSEP DAN APLIKASI ERGONOMI
Pengertian
-Ergon = kerja
-Nomos =aturan
-Ergonomi = aturan/tatacara dalam bekerja (secara harfiah)
-Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam hubungan dengan
pekerjaan, dengan segala aspek dan ruang lingkupnya
TUJUAN ERGONOMI
Jika tuntutan tugas > kemampuan kerja =>over stress, discomfort, lelah,
cidera,celaka, sakit, produktivitas
Jika tuntutan tugas < kemampuan kerja => under stress, bosan, lesu, tidak
produktif
Harapannya adalah antara tuntutan tugas = kemampuan tugas => performa optimal
16
BAB IV.
A. ANALISIS BAHAN B3
– Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga
menimbulkan bahaya. Contoh : Kapur barus
– Bahan yang mudah meledak, Contoh : Tabung gas elpiji, oksigen, TNT
– Gas atau cairan beracun atau mudah menyala, Contoh: Bensin, minyak,
spiritus
17
– Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri. Contoh : sulfur,
fosfor, picric acid, alumunium powder.
– Bahan yang mudah meledak, Contoh : Tabung gas elpiji, oksigen, TNT
– Gas atau cairan beracun atau mudah menyala, Contoh: Bensin, minyak,
spiritus
– Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri. Contoh : sulfur,
fosfor, picric acid, alumunium powder
• Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia
dan akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
18
• Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit,
menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja.
• Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak
secara langsung, dan kontak terus menerus dengan kulitdapat menyebabkan
peradangan.
19
• Maintenance, yaitu pemeliharaan yang baik dalam proses produksi, kontrol,
dan sebagainya.
20
21
22
23
BAB V.
A. IMPLEMENTASI P3K
Tujuan dari P3K adalah memberi perawatan darurat pada korban, sebelum
pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan
lainnya, menyelamatkan nyawa korban, meringankan penderitaan korban,
mencegah penyakit/cidera menjadi lebih parah dan mempertahankan daya tahan
korban
Berikut ini beberapa contoh kecelakaan yang sering terjadi dalam dunia industri:
24
8. Tersengat arus listrik
9. Dan lain-lain
25
Tahapan – tahapan penting dalam P3K
Pada keadaan gawat darurat, berikan pertolongan pertama dengan urutan
sebagai berikut :
(Ingat bila pernapasan berhenti dalam 2-3 menit akan terjadi kerusakan otak
dan dalam 4-6 menit akan terjadi kematian)
1. Bila mungkin, minta orang lain untuk memanggil dokter / ambulan,
sementara anda melakukan pertolongan pertama.
2. Periksa pernapasan. Bila berhenti, segera mulai dengan pernapasan
(resusitas) mulut ke mulut. Prioritas utama adalah mengusahakan penderita
bernapas kembali kecuali pada penderita kasus tersedak.
3. Periksa adanya pendarahan hebat. Bila ada, hentikan pendarahan.
4. Bila menduga adanya cedera tulang belakang, jangan merubah posisi
penderita. (Cedera tulang belakang bisa terjadi bila penderita jatuh dari
tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas yang serius, atau mengalami rasa kebal
/ hilang rasa / tidak bisa menggerakkan anggota tubuh atas ataupun bawah).
5. Bila penderita pingsan tetapi pernapasan normal tanpa cedera tulang
belakang, baringkan dalam posisi istirahat.
6. Jangan meninggalkan penderita sebelum petugas medis datang. Bila anda
sendirian dan tidak mungkin memanggil petugas medis, tetapi tidak ada
cedera tulang belakang dan keadaan penderita cukup stabil, bawa penderita
ke unit gawat darurat di rumah sakit / Puskesmas terdekat.
26
6. Hembuskan napas kuat – kuat ke dalam mulut penderita cukup stabil,
bawa penderita ke unit gawat darurat di rumah sakit / Puskesmas
terdekat.
27
1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya Di Tempat
Kerja:
o Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman di tempat kerja.
o Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman di tempat kerja.
2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :
o Pelatihan dan Pendidikan K3 terhadap tenaga kerja.
o Konseling dan Konsultasi mengenai penerapan K3 bersama tenaga
kerja.
o Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi yang berkaitan dengan
peningkatan penerapan K3 di tempat kerja.
3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :
o Prosedur dan Aturan K3 di tempat kerja.
o Penyediaan Sarana dan Prasarana K3 dan pendukungnya di tempat
kerja.
o Penghargaan dan Sanksi terhadap penerapan K3 di tempat kerja kepada
tenaga kerja.
28
sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap
penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar
“kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya
kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at
work).
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering
disebut dengansafety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan
karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerpannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Di Indonesia keselamatan kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970.
Tujuan K3:
1. Melindungi tenaga kerja, sehingga lebih mampu berproduksi secara maksimal
dalam bekerja.
2. Melindungi orang lain, sehingga jika berada di tempat kerja orang lain yang
didatanginya ia akan selamat dan sehat dalam bekerja.
3. Mengamani barang, bahan dan peralatan produksi, sehingga barang, bahan, serta
alat produksi akan lebih awet dan tahan lama.
4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, sehingga berkuranglah resiko
dalam bekerja misalnya terbakar, tersiram, tertumpah, tertindih, dan sebagainya.
5. Keamanan lingkungan kerja, sehingga kita betah dan tidak was-was hati bila
berada di tempat kerja.
29
bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau
penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi.
Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik
“hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Pada lingkungan kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja.
Berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja
yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
2. Spesifikasi dan Kuantitas Pekerjaan.
Hal ini bergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran
tubuh dan sebagainya.
3. Lingkungan Kerja.
Faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Manajemen resiko merupakan strategi penerapan kesehatan dan keselamatan
kerja di tempat kerja, dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan
sehat serta melindungi dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat
dan berkinerja tinggi. Pada prinsipnya manajemen resiko merupakan upaya
mengurangi dampak negatif dari resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada
aset organisasi baik berupa manusia, material, mesin, metode, hasil produksi maupun
finansial.
Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber resiko akan selalu dijumpai
baik yang berasal dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, aspek
ergonomi, stressor, listrik dan sumber energi lain, mesin, sistem manajemen
perusahaan bahkan pelaksana atau operator. Melalui analisis dan evaluasi semua
potensi bahaya dan resiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar
tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. Langkah-langkah yang biasanya
dilaksanakan dalam penilaian resiko, antara lain:
30
1. Menentukan tim penilai.Penilai bisa berasal dari intern perusahaan atau dibantu
pihak lain (konsultan) di luar perusahaan yang memiliki kompetensi baik
dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan.
2. Menentukan obyek atau bagian yang akan dinilai.Obyek atau bagian yang akan
dinilai dapat dibedakan menurut bagian atau departemen, jenis pekerjaan,
proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan atau inspeksi tempat kerja.Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu
“walk through survey atau inspection” yang bersifat umum sampai kepada
inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat,
mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian
kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja,
teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya.Dapat dilakukan melalui informasi mengenai data
kecelakaan kerja, penyakit dan absensi. Laporan dari Panitia Pengawas
Kesehatandan Keselamatan Kerja (P2K3), supervisor dan keluhan yang
dialami pekerja.
5. Mencari informasi atau data potensi bahaya.Upaya ini dapat dilakukan
misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar,
pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis resiko.Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi,
tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana
tindakan untuk mengatasi resiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat
selengkap mungkin.
7. Evalusi resiko.Memprediksi tingkat resiko melalui evaluasi yang akurat
merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko.
Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis
dan evaluasi resiko.
8. Menentukan langkah pengendalianApabila dari hasil evaluasi menunjukan
adanya resiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan
keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian, seperti
:a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi,
31
engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin
atau pelindung diri.b. Menyusun program pelatihan guna meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan resiko.c. Menentukan upaya
monitoring terhadap lingkungan atau tempat kerja.d. Menentukan perlu atau
tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala,
pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.e. Menyelenggarakan prosedur
tanggap darurat atau emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan
kebutuhan.
9. Menyusun pelaporan.Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko
harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis.
10. Pengkajian ulang penelitian.Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan
dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi,
kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna
perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
Contoh dan Aplikasi K3
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah
melalui Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia Ada beberapa peralatan
yang digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang
kemungkinan bisa terjadi. Peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang
bekerja, seperti:
1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap
pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan.
2. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap
pekerja perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan
dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh
32
kotoran dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup kerja supaya kaki
tidak terluka kalau tertimpa benda dari atas.
3. Kacamata kerja
Kacamata digunakan untuk melindungi mata dari debu atau serpihan besi
yang berterbangan di tiup angin. Oleh karenanya mata perlu diberikan
perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah
mengelas.
4. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan
utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda
keras dan mengangkat barang berbahaya. Pekerjaan yang sifatnya berulang
seperti mendorong gerobak secara terus menerus dapat mengakibatkan lecet
pada tangan yang bersentuhan dengan besi pada gerobak.
5. Helm
Helm sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala dan sudah
merupakan keharusan bagi setiap pekerja untuk menggunakannya dengan
benar sesuai peraturan.
6. Tali Pengaman (Safety Harness)
Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan
menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
7. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang
bising.
8. Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat
dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
9. Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja
(misal pekerjaan menggerinda)
33
BAB VI.
a. Faktor Fisik
34
1) Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping(produk),
sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel
Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan
mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi,
alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling
karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis
kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan)
dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan
basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
35
2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
c. Faktor Biologi
Viral Desiases: rabies, hepatitis
36
2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan
dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan
bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
5) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan
spesimen secara benar
.
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan
kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik,
nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat,
cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang
impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja
yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi
kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
37
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)
e. Faktor Psikologi
b. Penglihatan ganda
38
c. Sakit kepala
e. Ketajaman penglihatan
39
Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
Pencegahan Tersier
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib
dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat
mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan kecacatan.
Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak
kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat.
Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.
a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.
40
B. PERENCANAAN GIZI KERJA
Gizi Kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk melakukan
suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya atau ilmu gizi
yang diterapkan kepada masyarakat tenaga kerja dengan tujuan untuk
meningkatkan taraf kesehatan tenaga kerja sehingga tercapai tingkat produktivitas
dan efisiensi kerja yang setinggi-tingginya.
a. Ukuran tubuh (semakin besar ukuran tubuh seseorang semakin banyak pula
kebutuhan gizi seseorang)
b. Kondisi tubuh tertentu (jika tubh dalam kondisi sehat maka kebutuhan gizi
semakin banyak)
f. Usia (semakin tambah usia seseorang maka kebutuhan gizi semakin banyak)
41
bahwa kebiasaan tidak makan pagi dapat mengakibatkan kurang darah. Oleh
karena itu untuk mencapai efisiensi kerja dan belajar selalu dianjurkan ‘ better
breakfast = better nutrition
a. Kesegaran jasmani
b. Penghasilan
c. Teknologi
d. Sarana produksi
e. Keterampilan
f. Pendidikan
g. Jaminan sosial
i. motivasi
k. Disiplin
42
BAB VII.
43
Definisi Tempat Kerja
44
promotion at the workplace) adalah program kegiatan yang direncanakan dan
ditujukan pada peningkatan kesehatan para pekerja beserta anggota keluarga yang
ditanggungnya dalam konteks tempat kerja. Promosi kesehatan di tempat kerja
diselenggarakan berdasarkan suatu kerangka konsep (framework), yang dibangun
melalui beberapa kunci seperti ; pendekatan (approach), strategi (strategies), area
prioritas (priority areas), faktor yang mempengaruhi (influence factors), dan lain-
lain.
45
serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat kerja sehat. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di Tempat kerja antara lain :
a) Tidak merokok di tempat kerja.
b) Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.
c) Melakukan olahraga secara teratur atau aktifitas fisik.
d) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan
sesudah buang air besar dan buang air kecil.
e) Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
f) Menggunakan air bersih.
g)Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.
h)Membuang sampah pada tempatnya.
i)Mempergunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.
46
Kunci Efektivitas Program Kesehatan Di Tempat Kerja
Fungsi :
1. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup
dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana dan/atau
kegiatan
47
3. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup
4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu
rencana usaha dan atau kegiatan
5. Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
6. Sebagai Scientific Document dan Legal Document
7. Izin Kelayakan Lingkungan
48
1. Untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi
akibat kegiatan pembangunan.
2. Mengidentifikasi kerugian dan keuntungan terhadap lingkungan alam dan
ekonomi yang dapat dialami oleh masyarakat akibat kegiatan pembangunan
3. Mengidentifikasi masalah lingkungan yang kritis yang memerlukan kajian lebih
dalam dan pemantauannya.
4. Mengkaji dan mencari pilihan alternatif yang baik dari berbagai pilihan
pembangunan.
5. Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
6. Memabantu pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembangunan dan pihak
pengelola lingkungan untuk memahami tanggung jawab, dan keterkaitannya satu
sama lain.
49
lingkungan.
50
C. DESKRIPSI ALAT PELINDUNG MESIN
b. Roda sabuk
51
Roda sabuk seperti halnya roda gigi, diusahakan tidak terbuka. Jadi jangan
biarkan roda sabuk berputar tanpa pagar pelindung. Roda sabuk yang terbuka dapat
menyebabkan kecelakaan diantaranya :
- Baju yang berkeleweran akan mudah terpuntir oleh bagian yang berputar
- Bila roda sabuk putus akan menyebabkan pukulan terhadap pekerja yang
Kaca pengaman
52
Kaca pengaman yang ada pada mesin bor juga melindungi mata dari
lemparan bram (tatal) bor. Bila kaca pelindung ini buram bearti kotor, dan lebih
baik dibersihkan dahulu sebelum melaksanakan pengeboran.
53
PENGAMANAN ARUS LISTRIK
54
Demikian pula membiarkan steker yang pecah atau rusak akan mengundang
bahaya listrik. Hubungan-hubungan listrik yang paling tepat ditangani oleh tukang
listrik.
Bola lampu pijar yang dipasang didekat mesin, diusahakan memakai
ruji-ruji pelindung yang berguna menjaga terjadinya benturan. Ukuran
diameter ruji-ruji pelindung disesuaikan dengan bola lampu pijarnya.
Janganlah memasang bola lampu pijar lebih kecil daripada ruji-ruji
pengamannya.
55
kerusakan mekanik.
3. Tercium bau dari sesuatu yang terbakar. Gejala-gejala ini selalu terjadi pada
gerak mekanik motor-motor listrik.
56