You are on page 1of 25

BAB I

KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 80 tahun
Agama : Islam
Alamat : Ampel Gading 2/6 Kenteng
Bandungan Kab. Semarang
Pekerjaan : Petani
Pendidikan terakhir : SD
Status : Duda
No RM : 130xxx-20xx
Tanggal masuk RS : 27 Februari 2018
Ruang perawatan : Dahlia

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Bangsal Dahlia RSUD Ambarawa pada tanggal 27
Februari 2018 pukul 07.15 WIB secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri sejak 1 minggu
SMRS, skala nyeri 5/10
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : tungkai kiri
Onset : 1 minggu
Kronologis : progresif
Kualitas : nyeri semakin memberat dari hari ke hari
Faktor pengubah :-
Gejala penyerta : terdapat luka pada tunkai

1
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi : Ada
c. Riwayat sakit gula : Disangkal
d. Riwayat sakit jantung : Disangkal
e. Riwayat sakit asma : Disangkal
f. Riwayat sakit ginjal : Disangkal
g. Riwayat alergi : Disangkal
h. Riwayat rawat inap : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
b. Riwayat sakit gula : Disangkal
c. Riwayat kolesterol tinggi : Disangkal
d. Riwayat asma : Disangkal
e. Riwayat sakit jantung : Disangkal
5. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan merokok : Disangkal
b. Kebiasaan minum alkohol : Disangkal
c. Kebiasaan olahraga : Jarang
d. Riwayat minum obat-obatan : Disangkal
e. Riwayat aktifitas berat : Disangkal
f. Riwayat penurunan BB : Disangkal
6. Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang petani.. Saat ini, pasien berobat dengan biaya sendiri
(umum)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak lemas
2. Kesadaran : Compos mentis

2
3. Vital Sign
a. TD : 130/70 mmHg
b. Nadi : 98x/menit
c. RR : 24x/menit
d. Suhu : 36,5 oC
e. Status Gizi : normal
4. Pemeriksaan generalisata
a. Mata:
 Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
 Gerakan : Normal ke segala arah
 Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
 Konjungtiva : Anemis (-)
 Sklera : Ikterus (-)
 Kornea : Jernih
 Pupil : Bulat, central, reguler, isokor
b. Telinga:
 Pendengaran : Tidak ada kelainan
 Nyeri tekan mastoid : (-)
 Nyeri tekan tragus : (-)
 Serumen : (+)
c. Hidung:
 Perdarahan : (-)
 Sekret : (-)
 Nafas cuping hidung : (-)
 Deformitas : (-)
d. Mulut:
 Bibir : Kering (-), stomatitis (-), sianosis (-)
 Gigi Geligi : Karies (-)
 Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)

3
 Faring : Hiperemis (-)
 Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
 Lidah : Kotor (-)

e. Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeritekan (-), benjolan (-)
f. Cor
 Inspeksi : ictus cordis tak terlihat, ICS tidak melebar dan tidak
menyempit, sudut arcus costa 90 derajat
 Palpasi : nyeri tekan (-), sternal lift tidak ada getaran, pulsus
epigastrium tidak ada getaran, pulsus parasternal tidak ada getaran,
thrill tidak ada getaran
 Perkusi : batas jantung kanan ICS V linea sternalis kanan, batas atas
jantung ICS II linea parasternal kiri, batas pinggang ICS III linea
parasternal kiri, batas kiri bawah jantung ICS V 2cm kea rah medial
linea midclavikularis
 Auskultasi : irama jantung reguler, tidak ditemukan suara
tambahan jantung.
g. Pulmo

Dextra Sinistra
Depan :
a. Inspeksi normal Normal
b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus
normal normal
c. Perkusi Sonor Sonor
d. Auskultasi Vesikular Vesikular
Belakang :
a. Inspeksi normal normal
b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus
normal normal
c. Perkusi Sonor Sonor
d. Auskultasi Vesikular Vesikular
h. Abdomen
 Inspeksi : permukaan dinding perut datar, massa (-), warna kulit
sama dengan sekitarnya

4
 Auskultasi : peristaltik usus setiap 2 detik sekali diseluruh lapang
abdomen, bruit (-)
 Perkusi : tympani di seluruh lapang abdomen
 Palpasi : nyeri tekan (-), defence muscular (-)
i. Ekstremitas :
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral hangat (-) (-)
Oedem (-) (-)
Sianosis (-) (-)
Gerak Tidak terbatas Tidak terbatas
CRT < 2’ < 2’

5. Pemeriksaan lokalis
- Inspeksi : Tampak nanah di kaki kiri, terdapat jaringan nekrotik,
darah (-), terdapat bula pada dorsal pedis sinistra, warna
ungu kehitaman
- Palpasi : nyeri tekan (+), bengkak (+)

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hemoglobin 11,4 13,2 – 17,3 g/dl

Leukosit 22.2 3,8 – 10,6 10^3/uL

Trombosit 216 150,0 – 400,0 10^3/uL

Eritrosit 3,8 4,4 – 5,9 10^6/uL

Hematokrit 33.8 40 – 52 %
GDS 109 74-106 mg/dL

SGOT 160 0-50 U/L

SGPT 122 0-60 IU/L

Ureum 99.8 10-50

Kreatinin 1.28 0.62-1.2 mg/dl

HbsAG Reaktif Non- Reaktif

5
D. Resume
Pasien Tn N usia 80 tahun dirawat di ruang Dahlia RSUD Ambarawa
dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan
tiba-tiba. Terdapat bengkak pada kaki kirinya, warna tungkai kiri tampak
kehitaman, kulit mengelupas dan berdarah. Tidak bisa berjalan sudah 2 minggu.
Riwayat trauma (-), Pasien memiliki kebiasaan merokok 10-15 batang/ hari.
Pasien tidak memiliki kebiasaan meminum alkohol. Pasien memiliki riwayat
darah tinggi.
.
E. Assessment
Diagnosis : Nekrosis pedis suspect buerger disease
Faktor Risiko : usia tua 80 tahun, merokok
Komplikasi : -

F. Initial plan
Diagnosis Kerja : nekorsis pedis
Differential Diagnosis: Deep Vein Trombosis

G. Terapi:
Tirah baring, rawat inap
Inf RL 20 tpm
Inj ketorolac 3x1
Inj Ranitidin 2x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Metronidazole 3x500mg
Monitoring: Tanda-tanda vital, Keadaan umum, nyeri
Edukasi:
Istirahat, tirah baring, perawatan luka

6
H. Follow Up tanggal 28 Februari 2018
S : Nyeri di kaki kiri (+) , skala nyeri 5/10 keluar nanah (+), demam (-)
O : KU : baik Kesadaran : Compos Mentis Konjungtiva : Anemis -/-
Vital Sign : TD: 120/80
RR : 20 x/m
N : 86 x / menit
T : 36,0˚c
Status Lokalis
I : Pus (+), jaringan nekrotik (+), luka telah menghitam
P : Nyeri tekan (+)
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease
P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Puasa
Program Debridemant

I. Follow Up tanggal 1 Maret 2018


S : Nyeri di kaki kiri (+) skala nyeri 5/10 , keluar nanah (+), demam (-)
O : KU : baik Kesadaran : Compos Mentis Konjungtiva : Anemis -/-
Vital Sign TD: 110/70
RR : 22 x/m
N : 84 x / menit
T : 36,0˚c
Status Lokalis
Inspeksi : Pus (+), jaringan nekrotik (+) meluas, digiti 1,2,3 berwarna
keunguan

7
Palpasi : Nyeri tekan (+)
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease H+1 Operasi

P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,

J. Follow Up tanggal 2 Maret 2018


S : Nyeri di kaki kiri (+) skala nyeri 6/10 , keluar nanah (+), demam (-)
O : KU : baik Kesadaran : Compos Mentis Konjungtiva : Anemis -/-
Vital Sign TD: 120/80
RR : 20 x/m
N : 86 x / menit
T : 36,0˚c
Status Lokalis
Inspeksi : Pus (+), jaringan nekrotik (+) meluas, digiti 1,2,3 mulai
menghitam
Palpasi : Nyeri tekan (+)

8
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease

P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,

K. Follow Up tanggal 3 Maret 2018


S : Nyeri di kaki kanan (+) skala nyeri 7/10 , keluar nanah (+), demam (-)
O : KU : baik Kesadaran : Compos Mentis Konjungtiva : Anemis -/-
Vital Sign TD: 110/80
RR : 24 x/m
N : 80 x / menit
T : 36,5˚c
Status Lokalis
Inspeksi : Pus (+), jaringan nekrotik (+) semakin meluas, digiti 1,2,3,5
Pedis sinistra mulai menghitam
Palpasi : Nyeri tekan (+)

9
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease

P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,
Edukasi keluarga

L. Follow Up tanggal 5 Maret 2018


S : Nyeri di kaki kanan (+) skala nyeri 7/10 , keluar nanah (+), demam (-)
O : KU : baik Kesadaran : Compos Mentis Konjungtiva : Anemis -/-
Vital Sign TD: 120/70
RR : 24x/m
N : 76 x / menit
T : 36,5˚c
Status Lokalis

10
Inspeksi : Pus (+), jaringan nekrotik (+) semakin meluas, digiti 1,2,3,4,,5
Pedis sinistra dan dorsal pedis menghitam
Palpasi : Nyeri tekan (+)
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease
P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,
Rujuk

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Pembuluh Darah


Pembuluh darah terdiri atas 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.
1. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh
melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1 mm,
dinamakan arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada
arteri tidak terdapat katup.
Dan arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya
tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri yang memperdarahi
daerah yang berdekatan. End arteri fusngsional adalah pembuluh darah yang
cabang-cabang terminalnya mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang
terminal arteri yang berdekatan, tetapi besarnya anastomosis tidak cukup untuk
mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat.
2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantng; banyak
vena mempunyai kutub. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang lebih
kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang
seringkali bersatu satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe
sedang sering diikuti oleh dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan
dinamakan venae cominantes.
3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang
menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama
pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan
vena tanpa diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini
dinamakan anastomosis arteriovenosa.

12
Gambar 1. Anatomi pembuluh darah

2.1. Histologi Struktur Pembuluh Darah


Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan
ini dibentuk terutama oleh sel endothel.
Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut
juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and
jaringan elastic.
Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh
jaringan ikat.

Gambar 2. Histologi pembuluh dara


.

13
2.3. Buerger Disease
2.3.1. Definisi
Penyakit Buerger merupakan penyakit pembuluh darah nonaterosklerotik
yang ditandai oleh fenomena oklusi pembuluh darah, infl amasi segmental
pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang yang dapat
melibatkan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.
Penderita penyakit Buerger biasanya datang dengan keluhan yang sangat
mirip dengan penyakit trombosis dan radang pembuluh darah (vaskulitis) lain.
Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat oklusi pembuluh darah yang
mengakibatkan gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu diamputasi, oleh
karena itu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.

Gambar 3. Buerger Disease


2.3.2. Epidemiologi
Hampir 100% kasus penyakit Buerger menyerang perokok pada usia dewasa
muda. Penyakit ini banyak didapatkan di Korea, Jepang, Indonesia, India, dan
Negara lain di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur.
Prevalensi penyakit Buerger di Amerika Serikat telah menurun selama
separuh dekade terakhir, hal ini tentunya disebabkan oleh karen penurunan jumlah
perokok dan juga dikarenakan kriteria diagnosis yang lebih baik.
Kematian oleh karena penyakit Buerger jarang ditemukan, namun pada
penderita penyakit Buerger yang masih terus merokok, 43% penderita harus
melakukan satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data terbaru, pada
bulan Desember tahun 2004 yang dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak

14
2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian,
bulan, ras, dan jenis kelamin (International Classification of Disease, Tenth
Revision, 1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan
Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan
etnis putih dan hitam 8:1 (Salimi et all, 2008).

2.3.3. Etiologi
Penyebab penyakit Buerger belum diketahui dengan pasti. Merokok
merupakan faktor utama onset dan progresifi tas penyakit ini. Hipersensitivitas
seluler penderita penyakit Buerger meningkat setelah pemberian injeksi ekstrak
tembakau. Selain itu dibandingkan dengan aterosklerosis terjadi peninggian titer
antibodi terhadap kolagen tipe I dan tipe III, antibodi terhadap elastin pembuluh
darah.2-7 Selain itu pada penyakit ini terjadi aktivasi jalur endotelin-1 yang
bersifat vasokonstriktor poten, peningkatan kadar molekul adhesi, dan sitokin
yang berperan terhadap proses infl amasi.4,8 Faktor genetik merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini. Beberapa peneliti telah
mendokumentasikan peningkatan antigen HLAA9 dan HLA-Bw5 atau HLA-B8,
B35, dan B40 pada penderita Eropa dan Asia Timur

2.3.4. Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya masih belum jelas,
tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu fenomena imunologi yang
mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar trombus.
Penderita memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak
tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitif pada kolagen tipe I dan
tipe III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel, dan merusak
endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan prevalensi
dari HLA-A9, HLA-A 54, dan HLA-B5 yang dipantau pada penderita ini yang
diduga secara genetik memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah terutama pada ekstremitas inferior akan
terjadi perubahan patologis, yaitu :

15
• Otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis,
• Tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren makan terjadi
destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis,
• Terjadi kontraktur dan atrofi,
• Kulit menjadi atrofi,
• Fibrosis perineural dan perivaskular,
• Ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari (Medscape, 2010).

2.3.5. Manifestasi Klinis


Gambaran klinis penyakit Buerger terutama disebabkan oleh iskemia.
Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri. Pengelompokkan Fontaine
tidak dapat digunakan karena nyeri terjadi justru saat istirahat. Nyeri bertambah
saat malam hari dan dalam keadaan dingin, dan berkurang bilang ekstremitas pada
keadaan tergantung. Serangan nyeri dapat bersifat paroksimal dan sering mirip
dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lanjut, ketika ada gangren
maka nyeri semakin hebat dan menetap.
Manifestasi awal adalah adanya kaudikasi (nyeri pada saat berjalan)
lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki
merupakan gambaran dari adanya oklusi arteri distal yang mengenai arteri
plantaris atau tibialis. Nyeri pada saat istirahat timbul progresif dan tidak hanya
mengenai jari kaki tetapi juga jari tangan, jari yang terkena memperlihatkan tanda
sianosis atau rubor. Sering terjadi radang lipatan kuku dan dapat berakibat
paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama phalang distal yang dapat
berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan tebal pada
tungkai dan fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari,
tumit, tangan, kaki, menjadi berwarna putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan
gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit Buerger. Pada daerah yang
terkena sering terjadi nyeri.
Perubahan warna kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik
lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama

16
di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan
campuran pucat, sianosis, dan kemerahan bila mendapat rangsangan dingin.
Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral.
Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah
atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.

Gambar 4. Manifestasi Klinis Penyakit Buerger


Tromboplebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau
tahun sebelum tampak gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan
kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras
sepanjang beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama
beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda ini tidak
terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka gejala tersebut hampir patognomonik
untuk tromboangitis obliterans.
Gejala klinik tromboangitis obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus
dan gangern terjadi pada fase lanjut dan sering didahului dengan edema dan
dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung
jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai
dari kemerahan sampai dengan tanda selulitis.

17
Gambar 5. Ujung jari penderita penyakit Buerger
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat.
Penyakit berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertembah falang demi
falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan terserang
tidak dapat diprediksi. Morbus Buerger ini mungkin menyerang satu kaki atau
tangan dan mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali
karena tidurnya sering terganggu karena nyeri yang mendadak timbul saat malam
hari.

2.3.6. Diagnosis
Diagnosis pasti dari penyakit Buerger sulit ditemukan ketika penyakit ini
sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan diagnosis
walaupun kriteria tersebut pada penulis satu dengan yang lainnya berbeda. Ada
yang membagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor
Kriteria mayor:
• Onset gejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun
• Pecandu rokok
• Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal brakial
• Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti: Doppler arteri segmental
dan pletismografi 4 tungkai, arteriografi , histopatologi.
Kriteria minor:
• Phlebitis superfisial migran
Episode berulang trombosis lokal vena superfi sial pada ekstremitas dan badan
• Sindrom Raynaud atau Fenomena Raynaud
Sindrom Raynaud adalah penurunan aliran darah sebagai akibat spasme arteriola
perifer sebagai respons terhadap kondisi stres atau dingin. Sindrom ini paling
sering dilihat di tangan atau juga dapat di hidung, telinga dan lidah dalam bentuk
respons trifasik yaitu:

18
1. Pucat karena vasokonstriksi arteriol prekapiler
2. Sianosis karena vena terisi penuh oleh darah yang terdeoksigenasi
3. Eritema karena reaksi hiperemi
• Melibatkan ekstremitas atas
• Klaudikasio saat berjalan
Ada juga yang membuat scoring untuk mendiagnosis penyakit ini seperti
Papa dkk. yang mengembangkan sistem scoring untuk memudahkan diagnosis

Gambar 6. Scoring system for Diagnosis Buerger Disease

Pemeriksaan angiografi pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu


dalam mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografi tersebut ditemukan
gambaran “corkscrew” dari arteri yang terjadi oleh karena adanya kerusakan
vaskular, sebagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki.
Angiografi juga menunjukkan adanya oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan)
pada daerah tangan dan kaki.

19
Gambar 7. Sebelah kiri merupakan gambaran angiografi normal. Gambar sebelah
kanan merupakan gambaran angiografi abnormal dari arteri tangan dengan
gambaran khas “corkscrew” di daerah lengan. Perubahannya terjadi pada bagian
kecil pembuluh dari lengan kanan bawah pada daerah distribusi arteri ulnaris.

Gambar 8. hasil angiogram abnormal pada tangan

2.3.7. Histopatologis
Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri
dari tiga fase yaitu fase akut, sub akut dan kronik.
1. Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofi l polimorfonuklear (PMN),
mikroabses, dan multinucleated giant cells. Meskipun infl amasi terjadi pada
semua lapisan pembuluh darah akan tetapi arsitektur normal pembuluh darah tetap

20
dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan antara penyakit Buerger dengan
aterosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain.
2. Fase subakut merupakan fase oklusi trombi yang makin progresif.
3. Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada fase
ini terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia pembuluh darah,
dan fi brosis perivaskuler. Pada fase kronik ini histologi sangat sulit dibedakan
dari penyakit pembuluh darah kronik lain.

2.3.8. Diagnosis Banding


• Neuropati perifer, penyakit ateroskerosis perifer, emboli dan trombosis
arteri, trombosis perifer idiopatik
• Artritis Takayasu, sindrom CREST
• Keadaan hiperkoagulasi, systemic lupus erythematosus, scleroderma
• Trauma okupasi, acrocyanosis, frostbite, ulkus neurotropic

2.3.9. Komplikasi
• Emboli
• Ulkus
• Gangren yang bisa menyebabkan amputasi
• Atrofi otot

2.3.10. Penatalaksanan
Belum ada terapi yang dapat menyembuhkan penyakit Buerger.
Penanganan yang dilakukan bertujuan untuk mengatasi gejala dan mencegah
perburukan penyakit. Cara paling efektif untuk menghentikan perkembangan
penyakit adalah dengan berhenti menggunakan produk – produk tembakau.
Seseorang dengan penyakit Buerger harus segera berhenti merokok, atau jika
tidak, penyakit akan memburuk meskipun hanya merokok sedikit saja.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk berhenti merokok, antara lain:
 Hindari produk – produk pengganti nikotin, karena bisa mengaktifkan
penyakit Buerger.

21
 Gunakan produk – produk yang tidak mengandung nikotin.
 Melakukan program khusus untuk berhenti merokok, biasanya penderita
tinggal selama beberapa hari atau minggu di rumah sakit atau sarana
medis tertentu, dan mengikuti sesi konseling atau aktivitas harian untuk
membantu mengatasi keinginan untuk merokok dan membantu belajar
hidup bebas tembakau.
Selain itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu
mengatasi penyakit Buerger, antara lain:
 Hindari paparan terhadap dingin
 Hindari penggunaan obat – obat tertentu yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah (misalnya obat flu yang mengandung
efedrin) dan obat – obat yang meningkatkan kecenderungan untuk
terbentuknya bekuan darah (misalnya estrogen)
 Cegah terjadinya cedera pada anggota gerak yang terkena, misalnya
cedera karena dingin atau panas, serta cedera akibat menggunting atau
mengikis kapalan atau mata ikan
 Gunakan sepatu yang pas dan memiliki ruang yang cukup untuk jari –
jari kaki, sehingga mencegah terjadinya cedera pada kaki
 Olahraga teratur, misalnya dengan berjalan kaki selama 15 – 30 menit
2x sehari, dapat membantu untuk memperbaiki sirkulasi
 Kompres hangat
 Amputasi jika terjadi infeksi atau gangren
 Obat – obat untuk mengencerkan darah dan melebarkan pembuluh
darah, sehingga memperbaiki aliran darah dan melarutkan bekuan
darah. Tetapi obat – obat ini mungkin tidak efektif
 Memotong saraf pada daerah yang terkena dengan pembedahan
(simpatektomi) untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan aliran darah.
Jarang dilakukan karena perbaikan aliran darah hanya bersifat
sementara.

22
 Oral analgesik nonsteroid dan narkotika dapat diberikan untuk
meringankan nyeri iskemik
 Antibiotik oral yang tepat dapat digunakan untuk mengobati ulkus
ekstremitas distal yang terinfeksi
Edukasi pada pasien dengan penyakit Buerger juga penting dilakukan dan
harus dilakukan berulang kali disarankan untuk berhenti merokok dan diyakinkan
bahwa jika mereka mampu berhenti merokok, penyakit ini akan membaik dan
amputasi dapat dihindari.
Dokter harus menasehati pasien bahwa berhenti merokok diperlukan untuk
kesembuhan penyakit. Dan mengharuskan menghindari asap rokok. Tapi sulit
bagi pasien yang hidup dengan perokok lain.
Pasien dengan penyakit Buerger yang terbaring di tempat tidur harus diberi tahu
tentang pentingnya pelindung tumit dengan bantalan atau sepatu bot berbusa

2.3.11. Prognosis
Pada pasien yang berhenti merokok, 94% pasien tidak perlu mengalami
amputasi, apalagi pada pasien yang berhenti merokok sebelum terjadi gangren,
angka kejadian amputasi mendekati 0%. Hal ini tentunya sangat berbeda sekali
dengan pasien yang tetap merokok, sekitar 43% dari mereka berpeluang harus
diamputasi selama periode waktu 7 sampai 8 tahun kemudian, bahkan pada
mereka harus dilakukan multiple amputasi. Pada pasien ini selain umumnya
dibutuhkan amputasi tungkai, pasien juga terus merasakan klaudikasi (nyeri pada
saat berjalan) atau fenomena raynaud’s walaupun sudah benar-benar berhenti
mengkonsumi tembakau.

23
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. H, John W. Occlusive Peripheral Arterial Disease. Merck Manual


Handbook. 2008.
http://www.merckmanuals.com/home/heart_and_blood_vessel_disorders/p
eripheral_arterial_disease/occlusive_peripheral_arterial_disease.html
2. Malecki R, Zdrojowy K, Adamiec R. Thromboangiitis obliterans in the
21st century-A new face of disease. Atherosceloris. 2009.
3. Salimi J, Tavakkoli H, Salimzadeh A, Ghadimi H, Habibi G, Masoumi
AA. Clinical characteristics of Buerger’s disease in Iran. J Coll Physicians
Surg Pak. 2008;18(8):502-5
4. S, Gordon A. Thromboangiitis Obliterans. Medline Plus. 2012.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000172.htm
5. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2005.
6. Schwartz, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah , Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta,2000.
7. Reksoprodjo Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, 1994.
8. Olin JW. Thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease). N Engl J Med
2000;343(12):864-9.
9. Szuba A, Cooke JR. Thromboangiitis obliterans an update on Buerger’s
disease. West J Med 1998;168:255-60.
10. De Haro J, Acin F, Bleda S, Varela C, Esparza L.Treatment of
thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease) with bosentan. BMC
Cardiovasc Disord 2012;14(12):1-7.
11. Vijayakumar A, Tiwari R, Prabhuswamy VK. Thromboangiitis obliterans
(Buerger’s disease)-current practices. Int J Infl am 2013;2013:1-9.

24
12. Mills JL Sr.Buerger’s Disease in the 21st Century: Diagnosis, Clinical
Features, and Therapy. Semin Vasc Surg 2003;16(3):179-89.
13. Piazza G , Creager MA. Thromboangiitis obliterans. Circulation
2010;121(16):1858-61.
14. Azizi M, Boutouyrie P, Bura-Rivière A, Peyrard S, Laurent S, Fiessinger
JN.Thromboangiitis obliterans and endothelial function. Eur J Clin Invest
2010;40(6):518-26.
15. McLoughlin GA, Helsby CR, Evans CC, Chapman DM. Association of
HLA-A9 and HLA-B5 with Buerger’s disease. Br Med J
1976;2(6045):1165-6.
16. Arkkila PET. Thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease). Orphanet J
Rare Dis 2006;14:1-5
17. Saigal R, Kansal A, Mittal M, Singh Y, Ram H. Raynaud’s phenomenon. J
Assoc Physicians India 2010;58:309
18. Vincent, L. Tromboangitiis Oblitearns.2017 Diakses pada tanggal 3 Maret
2028. https://emedicine.medscape.com/article/460027-overview

25

You might also like