Professional Documents
Culture Documents
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 80 tahun
Agama : Islam
Alamat : Ampel Gading 2/6 Kenteng
Bandungan Kab. Semarang
Pekerjaan : Petani
Pendidikan terakhir : SD
Status : Duda
No RM : 130xxx-20xx
Tanggal masuk RS : 27 Februari 2018
Ruang perawatan : Dahlia
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Bangsal Dahlia RSUD Ambarawa pada tanggal 27
Februari 2018 pukul 07.15 WIB secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri sejak 1 minggu
SMRS, skala nyeri 5/10
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : tungkai kiri
Onset : 1 minggu
Kronologis : progresif
Kualitas : nyeri semakin memberat dari hari ke hari
Faktor pengubah :-
Gejala penyerta : terdapat luka pada tunkai
1
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi : Ada
c. Riwayat sakit gula : Disangkal
d. Riwayat sakit jantung : Disangkal
e. Riwayat sakit asma : Disangkal
f. Riwayat sakit ginjal : Disangkal
g. Riwayat alergi : Disangkal
h. Riwayat rawat inap : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
b. Riwayat sakit gula : Disangkal
c. Riwayat kolesterol tinggi : Disangkal
d. Riwayat asma : Disangkal
e. Riwayat sakit jantung : Disangkal
5. Riwayat Pribadi
a. Kebiasaan merokok : Disangkal
b. Kebiasaan minum alkohol : Disangkal
c. Kebiasaan olahraga : Jarang
d. Riwayat minum obat-obatan : Disangkal
e. Riwayat aktifitas berat : Disangkal
f. Riwayat penurunan BB : Disangkal
6. Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang petani.. Saat ini, pasien berobat dengan biaya sendiri
(umum)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak lemas
2. Kesadaran : Compos mentis
2
3. Vital Sign
a. TD : 130/70 mmHg
b. Nadi : 98x/menit
c. RR : 24x/menit
d. Suhu : 36,5 oC
e. Status Gizi : normal
4. Pemeriksaan generalisata
a. Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
Gerakan : Normal ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, central, reguler, isokor
b. Telinga:
Pendengaran : Tidak ada kelainan
Nyeri tekan mastoid : (-)
Nyeri tekan tragus : (-)
Serumen : (+)
c. Hidung:
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Nafas cuping hidung : (-)
Deformitas : (-)
d. Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-), sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
3
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
e. Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeritekan (-), benjolan (-)
f. Cor
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat, ICS tidak melebar dan tidak
menyempit, sudut arcus costa 90 derajat
Palpasi : nyeri tekan (-), sternal lift tidak ada getaran, pulsus
epigastrium tidak ada getaran, pulsus parasternal tidak ada getaran,
thrill tidak ada getaran
Perkusi : batas jantung kanan ICS V linea sternalis kanan, batas atas
jantung ICS II linea parasternal kiri, batas pinggang ICS III linea
parasternal kiri, batas kiri bawah jantung ICS V 2cm kea rah medial
linea midclavikularis
Auskultasi : irama jantung reguler, tidak ditemukan suara
tambahan jantung.
g. Pulmo
Dextra Sinistra
Depan :
a. Inspeksi normal Normal
b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus
normal normal
c. Perkusi Sonor Sonor
d. Auskultasi Vesikular Vesikular
Belakang :
a. Inspeksi normal normal
b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus
normal normal
c. Perkusi Sonor Sonor
d. Auskultasi Vesikular Vesikular
h. Abdomen
Inspeksi : permukaan dinding perut datar, massa (-), warna kulit
sama dengan sekitarnya
4
Auskultasi : peristaltik usus setiap 2 detik sekali diseluruh lapang
abdomen, bruit (-)
Perkusi : tympani di seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), defence muscular (-)
i. Ekstremitas :
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral hangat (-) (-)
Oedem (-) (-)
Sianosis (-) (-)
Gerak Tidak terbatas Tidak terbatas
CRT < 2’ < 2’
5. Pemeriksaan lokalis
- Inspeksi : Tampak nanah di kaki kiri, terdapat jaringan nekrotik,
darah (-), terdapat bula pada dorsal pedis sinistra, warna
ungu kehitaman
- Palpasi : nyeri tekan (+), bengkak (+)
6. Pemeriksaan Penunjang
Hematokrit 33.8 40 – 52 %
GDS 109 74-106 mg/dL
5
D. Resume
Pasien Tn N usia 80 tahun dirawat di ruang Dahlia RSUD Ambarawa
dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri sejak 1 minggu SMRS. Nyeri dirasakan
tiba-tiba. Terdapat bengkak pada kaki kirinya, warna tungkai kiri tampak
kehitaman, kulit mengelupas dan berdarah. Tidak bisa berjalan sudah 2 minggu.
Riwayat trauma (-), Pasien memiliki kebiasaan merokok 10-15 batang/ hari.
Pasien tidak memiliki kebiasaan meminum alkohol. Pasien memiliki riwayat
darah tinggi.
.
E. Assessment
Diagnosis : Nekrosis pedis suspect buerger disease
Faktor Risiko : usia tua 80 tahun, merokok
Komplikasi : -
F. Initial plan
Diagnosis Kerja : nekorsis pedis
Differential Diagnosis: Deep Vein Trombosis
G. Terapi:
Tirah baring, rawat inap
Inf RL 20 tpm
Inj ketorolac 3x1
Inj Ranitidin 2x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Metronidazole 3x500mg
Monitoring: Tanda-tanda vital, Keadaan umum, nyeri
Edukasi:
Istirahat, tirah baring, perawatan luka
6
H. Follow Up tanggal 28 Februari 2018
S : Nyeri di kaki kiri (+) , skala nyeri 5/10 keluar nanah (+), demam (-)
O : KU : baik Kesadaran : Compos Mentis Konjungtiva : Anemis -/-
Vital Sign : TD: 120/80
RR : 20 x/m
N : 86 x / menit
T : 36,0˚c
Status Lokalis
I : Pus (+), jaringan nekrotik (+), luka telah menghitam
P : Nyeri tekan (+)
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease
P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Puasa
Program Debridemant
7
Palpasi : Nyeri tekan (+)
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease H+1 Operasi
P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,
8
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease
P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,
9
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease
P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,
Edukasi keluarga
10
Inspeksi : Pus (+), jaringan nekrotik (+) semakin meluas, digiti 1,2,3,4,,5
Pedis sinistra dan dorsal pedis menghitam
Palpasi : Nyeri tekan (+)
A : Nekrosis Pedis suspek Buerger Disease
P :
Inf RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 3x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Diet biasa
Mobilisasi miring, duduk,
Rujuk
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
Gambar 1. Anatomi pembuluh darah
13
2.3. Buerger Disease
2.3.1. Definisi
Penyakit Buerger merupakan penyakit pembuluh darah nonaterosklerotik
yang ditandai oleh fenomena oklusi pembuluh darah, infl amasi segmental
pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang yang dapat
melibatkan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah.
Penderita penyakit Buerger biasanya datang dengan keluhan yang sangat
mirip dengan penyakit trombosis dan radang pembuluh darah (vaskulitis) lain.
Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan akibat oklusi pembuluh darah yang
mengakibatkan gangren atau kerusakan jaringan sehingga perlu diamputasi, oleh
karena itu sangat diperlukan diagnosis dini dan akurat.
14
2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian,
bulan, ras, dan jenis kelamin (International Classification of Disease, Tenth
Revision, 1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan
Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan
etnis putih dan hitam 8:1 (Salimi et all, 2008).
2.3.3. Etiologi
Penyebab penyakit Buerger belum diketahui dengan pasti. Merokok
merupakan faktor utama onset dan progresifi tas penyakit ini. Hipersensitivitas
seluler penderita penyakit Buerger meningkat setelah pemberian injeksi ekstrak
tembakau. Selain itu dibandingkan dengan aterosklerosis terjadi peninggian titer
antibodi terhadap kolagen tipe I dan tipe III, antibodi terhadap elastin pembuluh
darah.2-7 Selain itu pada penyakit ini terjadi aktivasi jalur endotelin-1 yang
bersifat vasokonstriktor poten, peningkatan kadar molekul adhesi, dan sitokin
yang berperan terhadap proses infl amasi.4,8 Faktor genetik merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini. Beberapa peneliti telah
mendokumentasikan peningkatan antigen HLAA9 dan HLA-Bw5 atau HLA-B8,
B35, dan B40 pada penderita Eropa dan Asia Timur
2.3.4. Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya masih belum jelas,
tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu fenomena imunologi yang
mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar trombus.
Penderita memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak
tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitif pada kolagen tipe I dan
tipe III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel, dan merusak
endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan prevalensi
dari HLA-A9, HLA-A 54, dan HLA-B5 yang dipantau pada penderita ini yang
diduga secara genetik memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah terutama pada ekstremitas inferior akan
terjadi perubahan patologis, yaitu :
15
• Otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis,
• Tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren makan terjadi
destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis,
• Terjadi kontraktur dan atrofi,
• Kulit menjadi atrofi,
• Fibrosis perineural dan perivaskular,
• Ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari (Medscape, 2010).
16
di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan
campuran pucat, sianosis, dan kemerahan bila mendapat rangsangan dingin.
Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral.
Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah
atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.
17
Gambar 5. Ujung jari penderita penyakit Buerger
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat.
Penyakit berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertembah falang demi
falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan terserang
tidak dapat diprediksi. Morbus Buerger ini mungkin menyerang satu kaki atau
tangan dan mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali
karena tidurnya sering terganggu karena nyeri yang mendadak timbul saat malam
hari.
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis pasti dari penyakit Buerger sulit ditemukan ketika penyakit ini
sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan diagnosis
walaupun kriteria tersebut pada penulis satu dengan yang lainnya berbeda. Ada
yang membagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor
Kriteria mayor:
• Onset gejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun
• Pecandu rokok
• Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal brakial
• Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti: Doppler arteri segmental
dan pletismografi 4 tungkai, arteriografi , histopatologi.
Kriteria minor:
• Phlebitis superfisial migran
Episode berulang trombosis lokal vena superfi sial pada ekstremitas dan badan
• Sindrom Raynaud atau Fenomena Raynaud
Sindrom Raynaud adalah penurunan aliran darah sebagai akibat spasme arteriola
perifer sebagai respons terhadap kondisi stres atau dingin. Sindrom ini paling
sering dilihat di tangan atau juga dapat di hidung, telinga dan lidah dalam bentuk
respons trifasik yaitu:
18
1. Pucat karena vasokonstriksi arteriol prekapiler
2. Sianosis karena vena terisi penuh oleh darah yang terdeoksigenasi
3. Eritema karena reaksi hiperemi
• Melibatkan ekstremitas atas
• Klaudikasio saat berjalan
Ada juga yang membuat scoring untuk mendiagnosis penyakit ini seperti
Papa dkk. yang mengembangkan sistem scoring untuk memudahkan diagnosis
19
Gambar 7. Sebelah kiri merupakan gambaran angiografi normal. Gambar sebelah
kanan merupakan gambaran angiografi abnormal dari arteri tangan dengan
gambaran khas “corkscrew” di daerah lengan. Perubahannya terjadi pada bagian
kecil pembuluh dari lengan kanan bawah pada daerah distribusi arteri ulnaris.
2.3.7. Histopatologis
Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri
dari tiga fase yaitu fase akut, sub akut dan kronik.
1. Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofi l polimorfonuklear (PMN),
mikroabses, dan multinucleated giant cells. Meskipun infl amasi terjadi pada
semua lapisan pembuluh darah akan tetapi arsitektur normal pembuluh darah tetap
20
dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan antara penyakit Buerger dengan
aterosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain.
2. Fase subakut merupakan fase oklusi trombi yang makin progresif.
3. Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada fase
ini terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia pembuluh darah,
dan fi brosis perivaskuler. Pada fase kronik ini histologi sangat sulit dibedakan
dari penyakit pembuluh darah kronik lain.
2.3.9. Komplikasi
• Emboli
• Ulkus
• Gangren yang bisa menyebabkan amputasi
• Atrofi otot
2.3.10. Penatalaksanan
Belum ada terapi yang dapat menyembuhkan penyakit Buerger.
Penanganan yang dilakukan bertujuan untuk mengatasi gejala dan mencegah
perburukan penyakit. Cara paling efektif untuk menghentikan perkembangan
penyakit adalah dengan berhenti menggunakan produk – produk tembakau.
Seseorang dengan penyakit Buerger harus segera berhenti merokok, atau jika
tidak, penyakit akan memburuk meskipun hanya merokok sedikit saja.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk berhenti merokok, antara lain:
Hindari produk – produk pengganti nikotin, karena bisa mengaktifkan
penyakit Buerger.
21
Gunakan produk – produk yang tidak mengandung nikotin.
Melakukan program khusus untuk berhenti merokok, biasanya penderita
tinggal selama beberapa hari atau minggu di rumah sakit atau sarana
medis tertentu, dan mengikuti sesi konseling atau aktivitas harian untuk
membantu mengatasi keinginan untuk merokok dan membantu belajar
hidup bebas tembakau.
Selain itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu
mengatasi penyakit Buerger, antara lain:
Hindari paparan terhadap dingin
Hindari penggunaan obat – obat tertentu yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah (misalnya obat flu yang mengandung
efedrin) dan obat – obat yang meningkatkan kecenderungan untuk
terbentuknya bekuan darah (misalnya estrogen)
Cegah terjadinya cedera pada anggota gerak yang terkena, misalnya
cedera karena dingin atau panas, serta cedera akibat menggunting atau
mengikis kapalan atau mata ikan
Gunakan sepatu yang pas dan memiliki ruang yang cukup untuk jari –
jari kaki, sehingga mencegah terjadinya cedera pada kaki
Olahraga teratur, misalnya dengan berjalan kaki selama 15 – 30 menit
2x sehari, dapat membantu untuk memperbaiki sirkulasi
Kompres hangat
Amputasi jika terjadi infeksi atau gangren
Obat – obat untuk mengencerkan darah dan melebarkan pembuluh
darah, sehingga memperbaiki aliran darah dan melarutkan bekuan
darah. Tetapi obat – obat ini mungkin tidak efektif
Memotong saraf pada daerah yang terkena dengan pembedahan
(simpatektomi) untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan aliran darah.
Jarang dilakukan karena perbaikan aliran darah hanya bersifat
sementara.
22
Oral analgesik nonsteroid dan narkotika dapat diberikan untuk
meringankan nyeri iskemik
Antibiotik oral yang tepat dapat digunakan untuk mengobati ulkus
ekstremitas distal yang terinfeksi
Edukasi pada pasien dengan penyakit Buerger juga penting dilakukan dan
harus dilakukan berulang kali disarankan untuk berhenti merokok dan diyakinkan
bahwa jika mereka mampu berhenti merokok, penyakit ini akan membaik dan
amputasi dapat dihindari.
Dokter harus menasehati pasien bahwa berhenti merokok diperlukan untuk
kesembuhan penyakit. Dan mengharuskan menghindari asap rokok. Tapi sulit
bagi pasien yang hidup dengan perokok lain.
Pasien dengan penyakit Buerger yang terbaring di tempat tidur harus diberi tahu
tentang pentingnya pelindung tumit dengan bantalan atau sepatu bot berbusa
2.3.11. Prognosis
Pada pasien yang berhenti merokok, 94% pasien tidak perlu mengalami
amputasi, apalagi pada pasien yang berhenti merokok sebelum terjadi gangren,
angka kejadian amputasi mendekati 0%. Hal ini tentunya sangat berbeda sekali
dengan pasien yang tetap merokok, sekitar 43% dari mereka berpeluang harus
diamputasi selama periode waktu 7 sampai 8 tahun kemudian, bahkan pada
mereka harus dilakukan multiple amputasi. Pada pasien ini selain umumnya
dibutuhkan amputasi tungkai, pasien juga terus merasakan klaudikasi (nyeri pada
saat berjalan) atau fenomena raynaud’s walaupun sudah benar-benar berhenti
mengkonsumi tembakau.
23
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
24
12. Mills JL Sr.Buerger’s Disease in the 21st Century: Diagnosis, Clinical
Features, and Therapy. Semin Vasc Surg 2003;16(3):179-89.
13. Piazza G , Creager MA. Thromboangiitis obliterans. Circulation
2010;121(16):1858-61.
14. Azizi M, Boutouyrie P, Bura-Rivière A, Peyrard S, Laurent S, Fiessinger
JN.Thromboangiitis obliterans and endothelial function. Eur J Clin Invest
2010;40(6):518-26.
15. McLoughlin GA, Helsby CR, Evans CC, Chapman DM. Association of
HLA-A9 and HLA-B5 with Buerger’s disease. Br Med J
1976;2(6045):1165-6.
16. Arkkila PET. Thromboangiitis obliterans (Buerger’s disease). Orphanet J
Rare Dis 2006;14:1-5
17. Saigal R, Kansal A, Mittal M, Singh Y, Ram H. Raynaud’s phenomenon. J
Assoc Physicians India 2010;58:309
18. Vincent, L. Tromboangitiis Oblitearns.2017 Diakses pada tanggal 3 Maret
2028. https://emedicine.medscape.com/article/460027-overview
25