Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara konstitusional, yaitu Negara yang dibatasi oleh
konstitusi, merupakan ciri khas dari negara hukum. Menurut Montesquieu (1950)
dengan trias politica yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, sehingga tidak ada lagi
yang dominan dalam menjalankan pemerintahan, seperti eksekutif dalam menjalankan
kebijakannya selalu dipantau oleh legislatif yang di Indonesia disebut Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Selain fungsi legislatif, DPR juga mempunyai fungsi lain
yaitu fungsi anggaran dan pengawasan. DPR dengan fungsi pengawasan yaitu suatu
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan negara sesuai dengan
rencana. Menurut UUD 1945pasal 20A ayat 2, dimana hak DPR adalah hak interpelasi,
hak angket dan hak menyatakan pendapat. Menurut Max Boboy (1997), menyatakan
hak angket atau hak anggota badan legilatif untuk mengadakan penyelidikan terhadap
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Dalam hal ini DPR dimungkinkan dapat mempergunakan hak angketnya
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan salah satu lembaga
pemerintahan Indonesia.
Menurut UU No. 30 Tahun 2002 pasal 3, Komisi Pemberantasan Korupsi
adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat
independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Latar belakang pembentukan
KPK adalah TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih
dan Bebas KKN dan di akhiri oleh UU No. 30 Th. 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Dikaitkan dengan hukum tata Negara, pengawasan DPR
kepada KPK berarti suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjamin terlaksananya
penyelanggaraan Negara oleh DPR sesuai dengan hukum yang berlaku (Sri Soemantri
dkk, 1993). DPR dapat mengoreksi kegiatan lembaga kenegaraan lainnya melalui
pelaksanaan berbagai hak DPR. Tujuannya adalah meluruskan kebijakan atau
pelaksanaan kebijakan yang menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga
kebijakan dan pelaksanaannya sejalan dengan tolak ukur tersebut. Berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Pasal 184 ayat (4) UU MD3, usul hak
menyatakan pendapat menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat
persetujuan dari Rapat Paripurna yang dihadiri paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah anggota DPR yang hadir. Dalam hal DPR menerima usul hak
menyatakan pendapat, DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang terdiri atas
semua unsur fraksi DPR dengan keputusan DPR. Pansus melaporkan pelaksanaan
tugasnya kepada Rapat Paripurna DPR paling sedikit 60 hari sejak dibentuknya Pansus.
Rapat Paripurna DPR mengambil keputusan terhadap laporan Pansus. Dalam hal Rapat
Paripurna DPR memutuskan menerima laporan Pansus terhadap materi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) huruf a dan huruf b UU MD3, DPR menyatakan
pendapatnya kepada Pemerintah
DPR dalam menjalankan tugas pengawasannya kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menjadi sorotan masyarakat ketika dianggap menjadi sasaran
pelemahan oleh DPR. Fenomena tersebut menjadi kontroversi dikarenakan KPK
dianggap lembaga independen yang berhasil menangani persoalan korupsi di Indonesia
saat ini. Apresiasi masyarakat tercermin ketika muncul penggunaan Hak Angket dalam
Panitia Angket DPR terhadap KPK muncul penolakan antara lain oleh 357 profesor dari
berbagai perguruan tinggi di Indonesia (Sanhari Prawiradiredja, 2017). Menurut Altileri
Dahlan (2017), masih banyak ditemukan masalah yang ada didalam mekanisme KPK
melakukan pemberantasan korupsi, antara lain prosedural dan kinerjanya yang kurang
baik, hal tersebut didukung pernyataan Prof. Yusril Ihza mahendra dalam kutipan di
acara TV swasta “ DPR bisa meng angket KPK dikarenakan KPK dibentuk berdasarkan
UU bukan UUD”. Tujuan pembentukan Pansus KPK adalah untuk memperbaiki kinerja
KPK, namun menurut Prof. DR. Mahfud MD seorang pakar hukum tata Negara yang
menyatakan KPK merupakan lembaga independen menurut UUD dan tidak bisa
dibentuk panitia khusus, pansus KPK akan melemahkan kinerja KPK dalam menindak
lanjuti masalah korupsi E-KTP.
Dari pernyataan diatas, tugas DPR adalah mengawasi pemerintahan dan
lembaga pemerintahan. KPK merupakan lembaga pemerintahan yang independen dan
sedang menjalankan salah satu tugas yaitu penyelidikan korupsi e-KTP yang dinilai
DPR bahwa kinerjanya belum baik, kemudian DPR membentuk Panitia Khusus DPR
untuk KPK. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menyusun study
pustaka yaitu penulisan makalah dengan pola pikir ilmiah dengan judul “Pembentukan
Pansus KPK oleh DPR dalam Kasus Korupsi E-KTP”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Peran dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Badan
Legislatif dalam UUD 1945 ?
2. Bagaimana Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penggunaan Hak Angket
menurut UUD 1945 ?
3. Apa Permasalahan dan Pelaksanaan Hak Angket pada Kasus Korupsi E-KTP ?
C. Tujuan Umum
Berdasarkan uraian perumusan masalah diatas, penulisan makalah ini bertujuan agar
mahasiswa mampu menjelaskan pembentukan Panitia Khusus Komisi Pemberantasan
Korupsi oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus korupsi E-KTP.
D. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan Peran dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Badan
Legislatif dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945.
2. Menjelaskan Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penggunaan Hak Angket
menurut UUD Negara Republik Indonesia 1945.
3. Menjelaskan Permasalahan dan Pelaksanaan Hak Angket pada Kasus Korupsi
E-KTP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut anggota pansus KPK, kinerja KPK pada akhir-akhir ini masih kurang
maksimal. Mekanisme penangkapan, penggunaan hak penyadapan dan perekrutan anggota
KPK masih belum berjalan dengan baik. Panitia khusus yang dibuat oleh DPR bertugas
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kekurangan KPK (Altileri Dahlan, 2017).
C. Peran dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Lembaga Eksekutif dalam
Fungsi Pengawasan
DPR adalah lembaga tertinggi negara di Indonesia yang secara formil dan materil
mewakili rakyat Indonesia dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Ditinjau dari aspek lembaga kenegaraan, menurut UU pasal 20-22 UUD RI tahun 1945,
DPR memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut :
1. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.
3. DPR mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan
4. DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menanyakan pendapat
5. Setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul
dan pendapat, serta hak imunitas
6. Anggota DPR berhak mengajukan usul Rancangan Undang-Undang
7. Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang harus mendapat persetujuan DPR
dalam persidangan yang selanjutnya.
DPR sebagaimana telah disebutkan tentang tugas dan kewenangannya dalam
Undang-Undang Dasar RI 1945 dalam rangka membatasi kekuasaan agar tidak bertindak
sewenang-wenang, rakyat kemudian memilih perwakilannya untuk duduk dalam
pemerintahan (Mariam Budiarjo, 1998).
Dalam rangka menjalankan peran DPR tersebut, DPR dilengkapi dengan beberapa
fungsi yaitu :
a. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang. DPR disebutkan badan
legislasi memiliki tugas merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas
pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran
dengan menginventrisasi masukan dari anggota fraksi, komisi DPD dan masyarakat
untuk ditetapkan menjadi keputusan baleg.
b. Fungsi anggaran adalah fungsi DPR bersama-sama dengan pemerintah menyusun
Anggran Pendapatan dan Belanja Negara dan harus mendapatkan persetujuan DPR.
Kedudukan DPR dalam penetapan APBN sangat kuat karena DPR berhak menolak
RAPBN yang diajukan Presiden.
c. Fungsi pengawasan adalah fungsi untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang yang
dijalankan oleh pemerintah, khususnya pelaksanaan APBN serta pengelolaan
keuangan negara dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.
A. Peran dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Badan Legislatif dalam
UUD Negara Republik Indonesia 1945
DPR adalah lembaga tertinggi negara di Indonesia yang secara formil dan materil
mewakili rakyat Indonesia dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Ditinjau dari aspek lembaga kenegaraan, menurut UU pasal 20-22 UUD RI tahun 1945.
Dalam hal pembentukan hak angket, DPR sudah melakukan tugasnya secara semestinya
sesuai dengan tugas DPR mempunyai yaitu : 1. fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan, 2. DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menanyakan
pendapat.
KPK sebagai lembaga independen yang masuk kedalam wilayah kerja eksekutif
juga dengan baik menerima hak angket DPR dalam pembentukan panitia khusus. Dimana
tujuan baik DPR untuk memperbaiki KPK disambut dengan baik oleh KPK meskipun
disisi lain akan menghambat kinerja KPK.
A. Kesimpulan
Dari hasil studi pustaka pengamatan dengan alur pikir ilmiah diatas, maka
kesimpulan penulis adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif tertinggi
sudah sesuai dalam melakukan tugasnya yaitu fungsi pengawasan dan penggunakan
panitia angket terhadap eksekutif pemerintahan yang dimana kali ini KPK merupakan
objek lembaga independen namun bekerja dalam wilayah kerja eksekutif. Perbedaan
pendapat menurut Prof. Yuzril Ihza Mahendra dan Prof. Mahfud MD merupakan seni
dalam berpolitik yang di garis tengahi oleh aturan paten Undang-Undang. Namun terdapat
kejanggalan dalam pembentukan panitia khusus angket tersebut dimana momentum
digulirkan pembentukan panitia khusus hak angket kurang tepat. Ada kekhawatiran pansus
dapat melakukan intervensi hukum terkait kasus megakorupsi e-KTP yang saat ini
ditangani KPK. Seperti diketahui, saat ini KPK sedang menyidiki megakorupsi Kartu
Identitas Masyarakat Indonesia yang merugikan negara hampir Rp 2,3 triliun. Sebanyak
49 persen dari total anggaran Rp 5,5 triliun uang APBN menjadi kompensasi proyek itu
untuk dibagi-bagikan ke Kemendagri, anggota DPR dan keuntungan pelaksana proyek.
Selain momentum pembentukan pansus angket, terdapat prosedur pengguliran
panitia angket kurang tepat. Merujuk Pasal 199 Ayat (3) UU No 17 Tahun 2017 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD, "Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak
angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih
dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan
lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir". Seperti diketahui pada saat
pembahasan usulan hak angket saat sidang paripurna (28/4/2017)
diwarnai walkout beberapa anggota dewan karena protes sikap pimpinan DPR yang tidak
mengakomodasi interupsi mereka. Menurut penulis, DPR harus lebih arif lagi dalam
mengambil keputusan yang mufakat, sehingga masalah yang sedang ditangani tidak
beranak menjadi masalah baru lagi.
B. Saran
Dari hasil studi pustaka pengamatan dengan alur pikir ilmiah, penulis merasa perlu
untuk menyampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Menurut penulis, DPR harus lebih arif lagi dalam mengambil keputusan yang mufakat,
sehingga masalah yang sedang ditangani tidak beranak menjadi masalah baru lagi.
2. DPR hendaknya agar pelaksanaan peraturan tentang pembuatan pansus angket lebih
baik lagi. Terutama tentang proses mekanisme pengawasan terhadap lembaga
independen.
3. DPR harus membuat aturan lebih jelas lagi tentang pengawasan lembaga independen
seperti KPK, agar hal perbedaan pendapat dikalangan ahli hukum tidak bertentangan
satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo, M. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cetakan XIX. Jakarta: Dian Rakyat
Dahlan, A. 2017. News: Pansus Hak Angket. Sindo News
Joachim, C. 1950. Constitutional Government and Democracy. Chichago: The University of
Chicago Press.
Joachim, C. 1969. Filsafat Hukum. Chichago: The University of Chicago Press.
Kahtarina, R. (2002). “melalui hak angket melalui perjalanan sejarah DPR RI dalam berbagai
perspektif tentang memorandum kepada presiden: suatu studi terhadap pemberian
memorandum DPR RI kepada Presiden Abdurahman Wahid”. Jakarta: Pusat Pengkajian
dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jendral DPR RI.
Montesquieu, F., Carl, J. 1950. Constitutional and Democracy. (especially chap. I and the
literathure given there)
Prawiradiredja, S. 2017. Laporan Hasil Akhir Penelitian Dosen Program Studi: Analisis
Pemberitaan Operasi Tangkap Tangan KPK. Surabaya: Universitas dr. Soetomo
Risalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Rapat Paripurna Ke-16. Masa Sidang
III. Tahun Sidang 2006-2007.
Risalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Rapat Paripurna Ke-11. Masa Sidang
I. Tahun Sidang 2009-2010.
Risalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Rapat Paripurna Ke-14. Masa Sidang
II. Tahun Sidang 2009-2010.
Sebastian, C. dkk. 2005. Ilmu Negara. Edisi III. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Soemantri, S, dkk. 1993. Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia: 30
tahun kembali ke UUD 1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
LAMPIRAN
Fenomena : pembentukan pansus KPK oleh DPR dalam kasus korupsi e-ktp
Masalah : pembentukan pansus KPK oleh DPR dalam kasus korupsi e-ktp
belum dapat dijelaskan
Tujuan umum : menjelaskan pembentukan pansus KPK oleh DPR dalam kasus korupsi e-ktp
Kerangka konsep :
KPK menyelidiki kasus korupsi E-KTP
Tujuan khusus :
4. Menjelaskan Peran dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Badan
Legislatif dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945.
5. Menjelaskan Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penggunaan Hak Angket
menurut UUD Negara Republik Indonesia 1945.
6. Menjelaskan Permasalahan dan Pelaksanaan Hak Angket pada Kasus Korupsi
E-KTP.
Rumusan masalah :
4. Bagaimanakah Peran dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Badan
Legislatif dalam UUD 1945 ?
5. Bagaimana Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penggunaan Hak Angket
menurut UUD 1945 ?
6. Apa Permasalahan Hak Angket pada Kasus Korupsi E-KTP ?
Manfaat
a. Manfaat teoritis
Hasil pembahasan ini dapat digunakan sebagai landasan pengembangan ilmu
pengetahuan tentang pansus KPK oleh DPR.
b. Manfaat praktis
Mahasiswa
Diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi guna menambah
wawasan dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa dengan pemikiran ilmiah
sebagai dasar.
Bagi tenaga medis
Sebagai bahan belajar salah satu tugas perawat tentang advokasi bahwa tenaga
medis khususnya perawat, juga harus memiliki pandangan tentang hokum.
Judul :
Pembentukan Panitia Khusus Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dalam kasus korupsi E-KTP.