You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus

meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus

tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang

menghirup udara tersebut. Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada

meningens yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (TB) (Anderson,

2010).

Meningitis tuberkulosis adalah proses inflamasi di meningens (khususnya

arakhnoid dan piamater) akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis. . Pada jaringan

tubuh kuman ini berbentuk batang halus berukuran 3 x 0,5 µm, dapat juga terlihat

seperti berbiji-biji. Meningitis tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis

ekstrapulmonal kelima yang paling sering ditemui sekaligus yang paling berbahaya,

dan kejadian terbanyak ditemukan pada anak-anak. Bila tidak diobati dengan tepat

akan menyebabkan gejala sisa neurologis yang permanen, bahkan dapat menyebabkan

kematian (Etlik et all, 2004).

Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering

ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota

New York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya

menderita meningitis TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada

negara berkembang, terdapat prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003,

WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan

70.000 diantaranya meningitis TB (Etlik et all, 2004).

Berdasarkan laporan WHO tahun 2016, insidensi TB di Indonesia adalah 1 020

000 kasus (395 per 100 000 orang), disertai HIV sekitar 78 000 orang (insidensi 30
per 100 000 orang) dan kasus resisten TB 32 000 orang (insidensi 12 per 100 000

orang) (Kemenkes, 2015).

Pasien-pasien TB yang tidak diobati 1% hingga 2% akan berkembang menjadi

meningitis TB. Meningitis TB merupakan salah satu TB ekstrapulmoner terbanyak

dengan keterlibatan SSP. Puncak insidensinya adalah pada anak usia 2 sampai dengan

4 tahun (Tauber and Schaad, 2012).

Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri

obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh

perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan

menyebar (Frida, 2011).

Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan

syarat obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup

untuk mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular (Etlik et all, 2004).


BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Meningitis TB

Meningitis tuberkulosis merupakan manifestasi tuberkulosis yang paling ditakuti,

dan merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP) yang umum terjadi khususnya di

negara-negara berkembang seperti Indonesia di mana tuberkulosis masih cukup

endemis. Insidensi sesuai dengan tuberkulosis paru yang mempunyai angka

morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Frida, 2011).

Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi

tuberkulosis primer. Secara histologi meningitis tuberkulosis merupakan

meningoensefalitis (tuberkulosis) dengan invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf

pusat (Frida, 2011).

2.2 Epidemiologi Meningitis TB

Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2003. Sekitar 1,3 juta anak terinfeksi

tuberkulosis setiap tahunnya di negara- negara berkembang dan 40.000 diantaranya

meninggal dunia. Meningitis tuberkulosis terjadi pada satu dari setiap 300 infeksi

tuberkulosis pada anak yang tidak diobati atau sekitar 0,3 %. Meningitis tuberkulosis

menyerang semua usia, namun insidens tertinggi pada usia 6 bulan-5 tahun. Hampir

tidak ada kasus yang ditemukan pada bayi < 3 bulan karena perjalanan penyakit ini

membutuhkan waktu beberapa bulan sampai menimbulkan gejala. Insidens antara

laki-laki dan perempuan tidak berbeda pada anak-anak dibawah 20 tahun. Tingkat

mortalitas adalah 10-20 % sementara morbiditas berupa gejala sisa neurologik

permanen mencapai 82 % (Pasco, 2012).

Berdasarkan laporan WHO tahun 2016, insidensi TB di Indonesia adalah 1 020

000 kasus (395 per 100 000 orang), disertai HIV sekitar 78 000 orang (insidensi 30
per 100 000 orang) dan kasus resisten TB 32 000 orang (insidensi 12 per 100 000

orang) (Kemenkes, 2015).

Pasien-pasien TB yang tidak diobati 1% hingga 2% akan berkembang menjadi

meningitis TB. Meningitis TB merupakan salah satu TB ekstrapulmoner terbanyak

dengan keterlibatan SSP. Puncak insidensinya adalah pada anak usia 2 sampai dengan

4 tahun (Tauber and Schaad, 2012).

Meningitis tuberkulosis merupakan meningitis yang paling banyak menyebabkan

kematian atau kecacatan, dibanding dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan

penyakit meningitis tuberkulosis lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan

serebrospinal (CSS) tidak begitu hebat (Pasco, 2012).

2.3 Anatomi dan Fisiologi Meningen

Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,

melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan

serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri dari 3

lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter (Belantine, 2010).


a. Duramater

Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat dari durameter yaitu

tebal, tidak elastis, berupa serabut, dan berwarna abu-abu. Bagian pemisah dura : falx

serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian longitudinal dan tentorium yang

merupakan lipatan dari dura yang membentuk jaring- jaring membran yang kuat.

Jaring ini mendukung hemisfer dan memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak

(fossa posterir) (Belantine, 2010).

b. Arakhnoid

Merupakan membran bagian tengah, yaitu membran yang bersifat tipis dan

lembut yang menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid.

Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid

terdapat flexus khoroid yang bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal

(CSS). Membran ini mempunyai bentuk seperti jari tangan yang disebut arakhnoid

vili, yang mengabsorbsi CSS. Pada usia dewasa normal CSS diproduksi 500 cc dan

diabsorbsi oleh vili 150 cc (Belantine, 2010).

c. Piamater

Merupakan membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan,

yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak. Piameter berhubungan

dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Piameter

merupakn selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap

lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura- fisura, juga melekat pada permukaan

batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis

setinggi korpus vertebra (Belantine, 2010).


2.4 Etiologi

M.tuberkulosis adalah basil gram positif, hidup secara obligat aerob, tidak

berspora, dan tidak bergerak. Panjangnya 2-4 um. Memiliki dinding sel kaya lipid

yang dapat melindungi bakteri dari serangan antibodi dan komplemen. Tumbuh

sangat pelan, butuh sekitar 3-6 minggu untuk mengisolasi bakteri dari spesimen klinis

di agar Lowenstein Jensen. Uji sensitivitas obat membutuhkan 4 minggu tambahan.

Ciri khas bakteri ini adalah tahan asam, yaitu kemampuan membentuk kompleks

mikolat berwarna kemerahan bila diwarnai dengan pewarna arilmetan dan

mempertahankan warnanya walau dicuci dengan etanol (Prasad and Singh, 2009).

2.5 Patofisiologi

Perkembangan meningitis tuberkulosis terdiri dari dua tahap. Tahap pertama,

basil Mycobacterium tuberculosismasuk ke tubuh pejamu melalui inhalasi droplet,

dimulai dengan infeksi di sel makrofag alveolus paru-paru. Infeksi meluas ke dalam

paru-paru bersama dengan penyebaran ke limfonodus regional membentuk kompleks

primer. Pada tahap ini terjadi bakteremia singkat tapi signifikan dapat menyebarkan

basil tuberkel ke organ lain di dalam tubuh.Pada penderita yang mengalami

meningitis tuberkulosis basil menyebar ke meninges atau parenkim otak, membentuk

fokus subpial atau sub-ependimal kecil. Yang disebut fokus Rich. Pada sekitar 10%

kasus, terutama pada anak-anak, kompleks primer tidak sembuh tetapi menjadi

progresif. Pneumonia tuberkulosis berkembang lebih berat dan terjadi bakteremia

tuberkulosis yang lebih lama. Penyebaran ke sistem saraf pusat lebih sering terjadi

pada tuberkulosis milier (Starke, 2010).

Tahap kedua perkembangan meningitis tuberkulosis yaitu pecahnya fokus Rich

ke ruang subarakhnoid. Hal ini menyebabkan meningitis yang jika tidak diobati, akan

terjadi kerusakan otak yang parah dan irreversible. Pada 75% anak-anak,onset
meningitis tuberkulosis terjadi kurang dari 12 bulan setelah infeksi primer (Prasad and

Singh, 2009).

Keadaan patologi terjadi melalui tiga proses : pembentukan adhesi, vaskulitis, dan

encefalitis. Adhesi terjadi karena eksudat meningeal di basal otak yang kental yang

terjadi karena inokulasi basil ke dalam ruang subarakhnoid. Eksudat berisi limfosit,

sel plasma, dan makrofag, serta fibrin yang banyak. Adhesi yang terjadi pada sisterna

basalis menyebabkan obstruksi saluran CSS dan hidrosefalus. Adhesi di sekitar fossa

interpendicular dan struktur di sekitarnya dapat menyebabkan kelainan nervus

kranial, terutama nervus kranial II, IV, dan VI, dan arteri karotis interna. Vaskulitis

pada pembuluh darah yang besar dan kecil sehingga menyebabkan infark dan sindrom

stroke. Biasanya terjadi di daerah karotis interna, arteri serebri media proksimal dan

permbuluh darah yang menuju ke ganglia basalis. Peningkatan proses inflamasi di

basal dapat meluas ke parenkim otak menyebabkan ensefalitis. Edema terjadi sebagai

konsekuensi dari ensefalitis yang dapat terjadi pada kedua hemisfer. Ini akan

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan defisit neurologi global (Pasco,

2012).
Daftar Pustaka

1. Anderson NE. Neurological and systemic complications of tuberculous

meningitisand its treatment at Auckland City Hospital, New Zealand.in :

Journal of Clinical Neuroscience. Elsevier, 2010. Pp. 1018 – 1022.

2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010.

3. Etlik Ö et al. Radiologic and Clinical Findings in Tuberculous Meningitis.

Eur. in : J. Gen. Med, 2004. Pp. 19 – 24.

4. Frida M. Meningitis Tuberkulosis. dalam : Infeksi pada Sistem Saraf

Kelompok Studi Neuro Infeksi. hal. 13 – 19. Airlangga University Press,

Surabaya, 2011.

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Info datin tuberculosis. Pusdatin

Kemenkes RI. 2015;1-7

6. Pasco PW. Diagnostic Features of Tuberculous Meningitis : a Cross-Sectional

Study. Pasco BMC Research Notes, 5:49, 2012.

7. Prasad K, Singh MB. Corticosteroid for Managing Tuberculosis Meningitis,

2009.

8. Starke RJ. Mycobacterial Infections. in : Handbook of Clinical Neurology, Vol

96 (3rd series) Bacterial infections. Elsevier B.V., 2010. Pp. 159 – 177.

9. Tauber MG, Schaad UB. Bacterial infections of the nervous system in

Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. Elsevier. 2012;5:1241-

56

You might also like