You are on page 1of 9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Keamanan atau Keselamatan


Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006).
Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang
tidak menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito,
Linda Jual, 2000).
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri
dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai
ancaman mekanis,, kimiawi, retmal dan bakteriologis. Kebutuhan akan keaman terkait
dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan
sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya
imajinasi (mis, penyakit, nyeri, cemas, dan sebaginya). Dalam konteks hubungan
interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten
dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan
lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak
aman. (Asmadi, 2005)

2.2 Klasifikasi Kebutuhan Keselamatan atau Keamanan


2.2.1 Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau
mengelurkan ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit,
kecelakaan,bahaya,atau pemajanan pada lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin
rentan terhadap komplikasi seperti infiksi, olehkarena itu bergantung padaprofesional dalam
sistempelayann kesehatan untuk perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu di
atas pemenuhankebutuhan fisiologis.. Misalnya,seorang perawat mungkin perlu
melindungiklien disointasi dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum memberikan
perawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. (Potter&Perry, 2005).

2.2.2 Keselamatan Psikologis


Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami apa
yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesionl pemberi
perawatan kesehatan. Seseorang harus mengethuai apa yang diharapkan dari prosedur,
pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang merasakan
beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak
dikenal. (Potter&Perry,2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu
memenuhi kebutuhan keselamatan fisik dan psikologis merekat tanpa bantuan dari
profsional pemberi perawatan kesehatan.Bagaimanapun,orang yang sakit atau acat lebih renta
untukterncam kesejahteraan fisik dan emosinya,sehingga intervensi yang dilakukan perawat
adalah untuk membantu melindungi mereka dari bahaya. (Potter&Perry, 2005).
2.3 Lingkup Kebutuhan Keamanan atau keselamatan
Lingkungan Klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi
atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien.
2.3.1 Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, kelembaban yang
optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan mempengauhi kemampuan seseorang.
1. Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan dirumah adalah sistem pemanasan yang tidak berfungsi
dengan baik dan pembakaran yang tidak mempunyai sistem pembuangan akan menyebabkan
penumpukan karbondioksida.

2. Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien, jika kelembaban relatifnya
tinggi maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan lambat
3. Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda yang dapat
menyebabkan kondisi kondisi yang tidak bersih akan meningkatkan resiko infeksi dan
keracunan makanan.

2.3.2. Macam-macam bahaya/kecelakaan:


1. Di rumah
2. Di RS : Mikroorganisme
3. Cahaya
4. Kebisingan
5. Cedera
6. Kesalahan prosedur
7. Peralatan medik, dll

2.4. Cara Meningkatkan keamanan:


1. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri
2. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah
3. Mengunci roda kereta dorong saat berhenti
4. Penghalang sisi tempat tidur
5. Bel yg mudah dijangkau
6. Meja yang mudah dijangkau
7. Kereta dorong ada penghalangnya
8. Kebersihan lantau
9. Prosedur tindakan.
(http://irm4chimut.wordpress.com).

2.5. Definisi Kenyamanan


Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa
nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi
harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan
hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan
kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

1.6. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Keamanan dan Kenyamanan


1. Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan

2. Status Mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan
terjadinya resiko injury
3. Gangguan Persepsi Sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadaprangsangan yang berbahayaseperti gangguan penciuman dan
penglihatan
4. Keadaan Imunits
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang
penyakit
5. Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan enurun terhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan
kurang tidur.
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat menimbulkan
kecelakaan.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi sebelumnya.
8. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
9. Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan penyakit,
demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap penyakit tertentu.
10. Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak dan lansia
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri dan
tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri dan
tingkat kenyaman yang mereka punyai.

BAB III
PEMBAHASAN

Lingkungan klien mencakup semua factor fisik dan psikososial yang memepengaruhi
atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Definisi yang luas tentang
lingkungan ini menggabungkan seluruh tempat terjadinya interaksi antara perawat dan klien.
Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya
penyakit dan cedera, memperpendek lama tindakan dan hospitalisasi, meningkatkan atau
mempertahankan status fungsi klien dan meningkatkan kesejahteraan klien. Lingkungan yang
aman juga akan memberikan perlindungan kepada staffnya dan memungkinkan mereka
dapata bekerja secara optimal. Lingkungan yang aman adalah salah satu kebutuhan dasar
yang terpenuhi (Potter&Perry, 2005).
Jenis dasar resiko terhadap keamanan klien di dalam lingkungan pelayanan kesehatan
adalah jatuh, kecelakaan yang disebabkan oleh klien, kecelakaan yang disebabkan oleh
prosedur, dan kecelakaan yang disebabkan oleh penggunaan alat. (Potter&Perry, 2005).
1. Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dari seluruh kecelakaan yang terjadi
di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar dialami oleh klien lansia. Selain usia, riwayat jatuh
terdahulu, masalah pasa sikap berjalan dan mobilisasi, hipotensi postural, perubahan sensorik,
disfungsi saluran dan kandung kemih, dan beberapa kategori diagnose tertentu seperti kanker,
penyakit kardiovaskuler, neurologi, dan penggunaan obat-obatan dan interaksi obat juga
dapat menyebabkan jatuh modifikasi dalam lingkungan pelayanan kesehatan dengan mudah
mengurangi resiko jatuh. Pegangan yang aman ditoilet, kunci pada tempat tidur, pagar tempat
tidur dan bel pemanggil beberapa bentuk keamanan yang ditemukan dalam pelayanan
kesehatan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh :
- Orientasikan klien terhadap lingkungan fisik sekitarnya
- Jelaskan penggunaan system bel pemanggil
- Kaji resiko klien untuk jatuh
- Tempatkan klien yang beresiko jatuh dekat dengan ruangan perawat
- Ingatkan seluruh petugas terhadap resiko klien jatuh
- Instruksikan klien dan keluarga untuk mencari bantuan bila klien bangun dari tempat tidur
- Jawablah panggilan bel klien dengan cepat
- Jaga agar tempat tidur klien tetap berada pada posisi rendah dengan sisi pembatas tempat
tidur yang terpasang jika diperlukan
- Jaga barang-barang pribasi tetap berada dalam jangkuan klien
- Kurangi keributan
- Kunci seluruh temapt tidur, kursi roda atau brankar
- Observasi klien secara teratur
- Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan klien
(Potter&Perry, 2005).

2. Oksigen
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen akan mempengaruhi
keamanan pasien.
Menurut jurnal Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi
darurat dan bencana, system gas medic harus diatur seperti berikut :
- gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area berventilasi cukup area
penyimpanan dengan kompartemen.
- lokasi yang benar dan aman untuk penyimpanan gas medik.
- untuk penggunaan di rumah sakit gas medik harus dalam pipa, minimum penyimpanan
selama minimum 7 (tujuh) hari.
- untuk rumah sakit yang menggunakan silinder individual, penyimpanan minimum untuk 3
(tiga) hari.
- tangki mempunyai segel (seal) utuh dan aman dari pemasok.
- pipa gas medik yang dipasang di dinding dilengkapi dengan penyangga pipa.
- angkur dilengkapi untuk tangki, silinder, dan peralatan terkait.
- keselamatan sistem distribusi gas medik (katup, pipa dan sambungan) terjamin.
- alat ukur fungsional dan fiting.
- menggunakan pipa standar (kedap api, kedap air)
- sambungan pipa tidak boleh dipertukarkan.
- melakukan prosedur pengujian secara regular.
- dengan katup penutup zona dalam kasus kebocoran (contoh di dalam kasus kebakaran pada
kompleks ruang operasi, katup zona dapat menutup).
- tangki cadangan oksigen tersedia dalam kasus evakuasi pasien darurat.
- gas industri diletakkan di luar bangunan dan dilengkapi dengan pengaman penutup otomatis
(contoh LPG).
- apabila aktifitas atau mungkin penyimpanan melibatkan bahaya ledakan, ventilasi ledakan ke
luar bangunan harus dilengkapi dengan kaca tipis atau ventilasi lain yang disetujui.
- semua konstruksi yang secara aktif terlibat pengoperasian yang berbahaya harus mempunyai
tingkat ketahanan api 1 (satu) jam dan bukaan antara setiap bangunan dan ruangan-ruangan
atau ruang tertutup untuk pengoperasian yang berbahaya harus diproteksi dengan pintu
kebakaran yang menutup sendiri atau otomatik.

3. Pencahayaan
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan public yang penting. Kualitas pelayanan
dalam rumah sakit dapat ditingkatkan apabila didukung oleh peningkatan kualitas fasilitas
fisik. Ruang rawat inap merupakan salah satu wujud fasilitas fisik yang penting
keberadaannya bagi pelayanan pasien. Tata pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat
mempengaruh kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap, disamping juga berpengaruh
bagi kelancaran paramedis dalam menjalankan aktivitasnya untuk melayani pasien.( Adi
Santosa)
Depkes RI (1992) mendefinisikan pencahayaan sebagai jumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pada rumah sakit
intensitas pencahayaan antara lain sebagai berikut:
- untuk ruang pasien saat tidak tidur sebesar 100-200 lux dengan warna cahaya sedang,
- pada saat tidur maksimum 50 lux,
- koridor minimal 60 lux,
- tangga minimal 100 lux, dan
- toilet minimal 100 lux.
Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan silau dan
intensitasnya sesuai dengan peruntukannya.

4. Kecelakaan yang disebabkan oleh prosedur


Kecelakaan yang disebabkan oleh prodesur terjadi selama terapi. Hal ini meliputi kesalahan
pemberian medikasi dan cairan. Perawat dapat melaksanakan sesuai prosedur agar tidak
terjadi kecelakaan. Menurut jurnal PENGEMBANGAN BUDAYA PATIENT SAFETY
DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN oleh Lia Mulyati dan Asep Sufyan ada enam (6) cara
pemberian obat, antara lain :
Enam benar pemberian obat :
a. Tepat obat: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya
alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek
label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat
yang didiapkan diri sendiri.
b. Tepat dosis: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan dosis
dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
c. Tepat waktu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal
kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.
d. Tepat pasien: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien
yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur
pasien
e. Tepat cara pemberian: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara
pemberian pada label/kemasan obat.
f. Tepat dokumentasi: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat nama pasien,
nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat

Potensial terjadinya infeksi akan berkurang bila ternik aseptic digunakan. Salah satu nya
adalah dengan cuci tangan yang benar.
Menurut DEPKES 2007, mencuci tangan adalah proses yang secara mekanismelepaskan
kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Tujuan
mencuci tangan menurut DEPKES 2007 adalah merupakan salah satu unsur pencegahan
penularan infeksi.
Adapun teknik cuci tangan yang efektif sesuai prosedur cuci tangan menurut WHO (2007)
yaitu sebagai berikut ;
a. Dimulai cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan bersih.
b. Menggunakan sabun cair atau sabun batangan, menggosokan sabun tersebut sampai berbusa
banyak.
c. Menggosokan ke bagian punggung tangan dengan jari tangan menjalin secara bergantian,
sebanyak 3 (tiga) kali.
d. Mengepalkan salah satu tangan dan menggosokan ke permukaan tangan lainnya dimulai
dengan menggosokan buku-buku jari tangan, kuku tangan, dan ujung-ujung jari tangan secara
bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali
e. Memutar-mutar ibu jari tangan dengan salah satu tangan yang dilakukan secara bergantian,
sebanyak 3 (tiga) kali.
f. Membilas tangan dengan air mengalir mulai dari permukaan tangan sampai dengan sikut
tangan.
g. Mengeringkan tangan.

10 langkah cuci tangan menggunakan sabun dan air

Teknik aseptic juga sering dilakukan dalam berbagai tindakan keperawatan di ruang
keperawatan, seperti dalam perawatan luka operasi (mengganti balutan). agar tidak terjadi
infeksi pada pasien dan terciptalah rasa aman dan nyaman.

5. Kecelakaan yang disebabkan peralatan


Kecelakaan yang disebabkan peralatan terjadi karena alat yang digunakan tidak berfungsi,
rusak atau salah digunakan. Hal-hal yang dapat terjadi antara lain kebakaran. Kebakaran
dapat terjadi karena listrik atau anestetik.
Menurut kemenkes Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi darurat
dan bencana dalam hal system listrik adalah sebagai berikut :
1. Sistem kelistrikan:
(1) Generator darurat mempunyai kapasitas memenuhi kebutuhan prioritas rumah
sakit (ketentuan untuk sistem cadangan kelistrikan, termasuk untuk ruang operasi, perawatan
intensif dan lorong).
(2) Voltase distribusi yang lebih tinggi, seperti sistem 380/220V-3 phase, 4
kawat dipertimbangkan terhadap biaya awal rendah dan nilai tambah yang lebih besar
untuk effisiensi jangka panjang.
(3) Rumah generator atau rumah sumber daya (Power House) di proteksi dari bencana alam dan
bencana yang dibuat manusia; dibuat dari beton yang diperkuat; ketinggian lantainya lebih
tinggi dari tanah.
(4) Generator dan peralatan lainnya yang bergetar harus dipasang dengan pengikat (bracket)
khusus yang memungkinkan gerakan tetapi mencegahnya dari terjungkir.
(5) mempunyai generator yang tidak berisik dan tidak bergetar; sistem buangan harus dibuat
dalam bentuk silencer jenis kritis, atau kualitas rumah sakit dan unit dilengkapi dengan
isolator getaran jika generator berada di dalam bangunan.
(6) generator dilengkapi dengan sakelar pemindah otomatis.
(7) menggunakan sistem pendingin transformer yang tidak mudah terbakar (yaitu jenis kering,
resin epoxy atau minyak silikon atau minyak temperatur tinggi)
(8) menggunakan sistem proteksi bio (BPS), kawat mempunyai sertifikat standar, lebih disukai
dengan insulasi thermoplastik nilon tahan panas tinggi dan kabel dipasang erat dan
dikencangkan pada pemutus arus (CB) atau sakelar atau pengaman kawat.
(9) Pemutus beban, kontaktor magnetic, pengaman lebur, atau sakelar tanpa pengaman lebur
yang terpasang dalam panel control harus terproteksi.
(10) Dalam kamar mandi dan dalam area basah atau lembab, kotak kontak harusdilengkapi
dengan pemutus kegagalan sirkit pembumian (GPAS = Gawai Proteksi Arus Sisa).
(11) Kotak kontak (stop kontak, outlet) dilengkapi dengan kutup pembumian.
(12) Bagian-bagian metalik dari sistem elektrikal yang bukan konduit arus, dibumikan dengan
benar, termasuk penutup elektrikal, kotak, selokan, duct dan tray.
(13) Panel kontrol diproteksi, sakelar pemutus arus dan kabel mengikuti standar SNI 0225-2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik dan diproteksi dengan electrical surge suppressor.
(14) Semua sistem elektrikal dan ruangan-ruangan diproteksi dengan unit pemadam api kimia
ringan.
(15) Sistem ducting - polyvinyl chloride (PVC) untuk daya dan pencahayaan; konduit baja kaku
atau konduit metal menengah untuk sistem deteksi dan alarm; PVC untuk telepon, intekom,
CCTV, kabel TV, jaringan data komputer.
(16) Menggunakan pencahayaan fluorecent kompak hemat energi dan tabung merkuri tanpa
merkuri.
(17) Pencahayaan yang cukup dalam seluruh area rumah sakit, termasuk halaman.
(18) Sistem listrik ekterior dipasang dibawah tanah.
(19) Listrik fungsional dan lampu darurat dengan batere cadangan dalam seluruh area ktiris.
(20) Luminus (armatur) lampu eksit dengan batere cadangan.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan melengkapi system alarm. Menurut
kemenkes Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi darurat dan
bencana dalam hal system pemadam kebakaran adalah :
2. Sistem Pemadam Kebakaran
(1) Sistem alarm, deteksi dan pemadaman harus dihubungkan dengan sistem alarm kebakaran
otomatis, sistem deteksi panas dan/atau sistem pemadam kebakaran otomatik.
(2) Sistem alarm kebakaran dapat dioperasikan secara manual dan otomatis.
(3) Sistem alarm kebakaran di monitor oleh pos pemadam kebakaran atau agen monitor yang
terakreditasi.
(4) Deteksi panas dan asap dipasang di koridor rumah sakit, panti jompo, dan fasilitas
penyandang cacat.
(5) Detektor asap harus tidak dipasang terlalu jauh dari 9 (sembilan) meter dari titik pusatnya
dan lebih dari 4 (empat) dan 6 (enam) sampai 10 meter dari setiap dinding.
(6) Menggunakan zat pemadaman yang ramah lingkungan, effektif dan kerusakan yang
diakibatkannya kecil.
(7) Setiap ruangan dilengkapi dengan alat pemadam api ringan.
(8) Direkomendasikan alat pemadam api ringan; untuk peralatan elektrikal dan elektronik
menggunakan carbon dioksida, untuk layanan umum menggunakan alat pemadam api ringan
jenis ABC.
(9)Dengan pipa tegak basah lengkap dengan perlengkapannya.
(10) Mempunyai program keselamatan terhadap kebakaran dengan mengutamakan sebagai
berikut :
a. Di organisasi oleh dinas kebakaran yang melakukan seminar, pelatihan pemadaman api,
pelatihan evakuasi dalam situasi kebakaran, pelatihan pada saat terjadinya gempa bumi,
b. Melakukan pelatihan pemadaman api dan evakuasi pada situasi kebakaran
c. Melakukan penanggulangan kebakaran, latihan pencegahan dan pemadaman kebakaran.
d. Tersedia peralatan pemadam kebakaran.
e. Pemeliharaan pencegahan dari peralatan pemadam kebakaran.
f. Tersedia gambar eksit kebakaran dan gambar ketentuan evakuasi melalui eksit kebakaran di
tempat yang menyolok pada setiap tingkat lantai.

3. Sistem Eksit Darurat


(1) Lantai balok dari jalan keluar diterangi pada semua titik termasuk sudut dan persimpangan
dari koridor dan lorong, bordes tangga dan pintu eksit dengan lampu yang mempunyai lumen
minimal 0,001 lumen per cm2
(2) Sumber pencahayaan mudah diakses dan andal, seperti layanan listrik PLN.
(3) Fasilitas pencahayaan darurat dijaga dengan tingkat iluminasi tertentu pada kejadian
kegagalan pencahayaan normal untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 1 jam.
(4) Tanda arah “EKSIT” diterangi, dengan warna khusus, dengan sumber yang andal, 0,005
lumen per cm2.
(5) Tinggi huruf dari tanda arah 15 cm dengan huruf yang menonjol dengan lebar tidak kurang
dari 19 mm.
(6) Lengkapi luminous (armature) penunjuk arah eksit pada dinding dan diletakkan 30 cm atau
lebih lebih rendah dari permukaan lantai.

Jika terjadi kebakaran, maka perawat harus melindungi klien dari cedera, melaporkan
lokasi kebakaran, dan membatasi lokasi penyebaran api. Salah satu tingkatan yang sangat
membantu untuk membuat prioritas saat terjadi kebakaran adalah RACE: Rescue, Alarm,
Confine, dan Extinguish. Penyelamatan dan pemindahan seluruh klien dari berbahaya yang
mengancam. Dengan menggunakan prosedur peringatan berbahaya untuk melaporkan lokasi
kebakaran, maka petugas harus mengambil tindakan untuk membatasi penyebaran atau
memadamkan kbakaran (misalnya menutup pintu dan jendela, mematikan oksigen dan alat-
alat listrik dan menggunakan alat pemadan kebakaran).
Klien yang terjebak dalam kebakaran, berapapun besarnya kebakaran tersebut, berada
dalam resiko dan haruus dipindahkan ke area lain.
 Jika klien menggunakan oksigen tetapi tidak menjadi pendukung kehidupannya, maka
perawat dapat melepaskan oksigen tersebut
 Jika klien menggunakan oksigen sebagai pendukung kehidupannya maka perawat harus
mempertahannkan status pernapasan klien secara manual dengan menggunakan ambubag
sampai klien terlepas dari ancaman kebakaran.
 Klien yang bisa berjalan dapat diarahakan untuk berjalan sendiri kearah yang aman dan pada
beberapa kasus mungkin dapat dibantu denga kursi roda
 Klien yang berbaring di tempat tidur umunya dipindahkan dengan menggunakan brankar,
temapat tidur atau kursi roda
 Jika tidak ada satupun metode yang dapat digunakan, maka klien harus diangkat dari ares
tersebut.

You might also like