Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
2. Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien, jika kelembaban relatifnya
tinggi maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan lambat
3. Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda yang dapat
menyebabkan kondisi kondisi yang tidak bersih akan meningkatkan resiko infeksi dan
keracunan makanan.
2. Status Mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan
terjadinya resiko injury
3. Gangguan Persepsi Sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadaprangsangan yang berbahayaseperti gangguan penciuman dan
penglihatan
4. Keadaan Imunits
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang
penyakit
5. Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan enurun terhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan
kurang tidur.
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat menimbulkan
kecelakaan.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi sebelumnya.
8. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
9. Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan penyakit,
demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap penyakit tertentu.
10. Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak dan lansia
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri dan
tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri dan
tingkat kenyaman yang mereka punyai.
BAB III
PEMBAHASAN
Lingkungan klien mencakup semua factor fisik dan psikososial yang memepengaruhi
atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Definisi yang luas tentang
lingkungan ini menggabungkan seluruh tempat terjadinya interaksi antara perawat dan klien.
Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya
penyakit dan cedera, memperpendek lama tindakan dan hospitalisasi, meningkatkan atau
mempertahankan status fungsi klien dan meningkatkan kesejahteraan klien. Lingkungan yang
aman juga akan memberikan perlindungan kepada staffnya dan memungkinkan mereka
dapata bekerja secara optimal. Lingkungan yang aman adalah salah satu kebutuhan dasar
yang terpenuhi (Potter&Perry, 2005).
Jenis dasar resiko terhadap keamanan klien di dalam lingkungan pelayanan kesehatan
adalah jatuh, kecelakaan yang disebabkan oleh klien, kecelakaan yang disebabkan oleh
prosedur, dan kecelakaan yang disebabkan oleh penggunaan alat. (Potter&Perry, 2005).
1. Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dari seluruh kecelakaan yang terjadi
di rumah sakit. Resiko jatuh lebih besar dialami oleh klien lansia. Selain usia, riwayat jatuh
terdahulu, masalah pasa sikap berjalan dan mobilisasi, hipotensi postural, perubahan sensorik,
disfungsi saluran dan kandung kemih, dan beberapa kategori diagnose tertentu seperti kanker,
penyakit kardiovaskuler, neurologi, dan penggunaan obat-obatan dan interaksi obat juga
dapat menyebabkan jatuh modifikasi dalam lingkungan pelayanan kesehatan dengan mudah
mengurangi resiko jatuh. Pegangan yang aman ditoilet, kunci pada tempat tidur, pagar tempat
tidur dan bel pemanggil beberapa bentuk keamanan yang ditemukan dalam pelayanan
kesehatan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh :
- Orientasikan klien terhadap lingkungan fisik sekitarnya
- Jelaskan penggunaan system bel pemanggil
- Kaji resiko klien untuk jatuh
- Tempatkan klien yang beresiko jatuh dekat dengan ruangan perawat
- Ingatkan seluruh petugas terhadap resiko klien jatuh
- Instruksikan klien dan keluarga untuk mencari bantuan bila klien bangun dari tempat tidur
- Jawablah panggilan bel klien dengan cepat
- Jaga agar tempat tidur klien tetap berada pada posisi rendah dengan sisi pembatas tempat
tidur yang terpasang jika diperlukan
- Jaga barang-barang pribasi tetap berada dalam jangkuan klien
- Kurangi keributan
- Kunci seluruh temapt tidur, kursi roda atau brankar
- Observasi klien secara teratur
- Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan klien
(Potter&Perry, 2005).
2. Oksigen
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen akan mempengaruhi
keamanan pasien.
Menurut jurnal Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi
darurat dan bencana, system gas medic harus diatur seperti berikut :
- gas medik disimpan dengan benar dan dipasang dalam area berventilasi cukup area
penyimpanan dengan kompartemen.
- lokasi yang benar dan aman untuk penyimpanan gas medik.
- untuk penggunaan di rumah sakit gas medik harus dalam pipa, minimum penyimpanan
selama minimum 7 (tujuh) hari.
- untuk rumah sakit yang menggunakan silinder individual, penyimpanan minimum untuk 3
(tiga) hari.
- tangki mempunyai segel (seal) utuh dan aman dari pemasok.
- pipa gas medik yang dipasang di dinding dilengkapi dengan penyangga pipa.
- angkur dilengkapi untuk tangki, silinder, dan peralatan terkait.
- keselamatan sistem distribusi gas medik (katup, pipa dan sambungan) terjamin.
- alat ukur fungsional dan fiting.
- menggunakan pipa standar (kedap api, kedap air)
- sambungan pipa tidak boleh dipertukarkan.
- melakukan prosedur pengujian secara regular.
- dengan katup penutup zona dalam kasus kebocoran (contoh di dalam kasus kebakaran pada
kompleks ruang operasi, katup zona dapat menutup).
- tangki cadangan oksigen tersedia dalam kasus evakuasi pasien darurat.
- gas industri diletakkan di luar bangunan dan dilengkapi dengan pengaman penutup otomatis
(contoh LPG).
- apabila aktifitas atau mungkin penyimpanan melibatkan bahaya ledakan, ventilasi ledakan ke
luar bangunan harus dilengkapi dengan kaca tipis atau ventilasi lain yang disetujui.
- semua konstruksi yang secara aktif terlibat pengoperasian yang berbahaya harus mempunyai
tingkat ketahanan api 1 (satu) jam dan bukaan antara setiap bangunan dan ruangan-ruangan
atau ruang tertutup untuk pengoperasian yang berbahaya harus diproteksi dengan pintu
kebakaran yang menutup sendiri atau otomatik.
3. Pencahayaan
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan public yang penting. Kualitas pelayanan
dalam rumah sakit dapat ditingkatkan apabila didukung oleh peningkatan kualitas fasilitas
fisik. Ruang rawat inap merupakan salah satu wujud fasilitas fisik yang penting
keberadaannya bagi pelayanan pasien. Tata pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat
mempengaruh kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap, disamping juga berpengaruh
bagi kelancaran paramedis dalam menjalankan aktivitasnya untuk melayani pasien.( Adi
Santosa)
Depkes RI (1992) mendefinisikan pencahayaan sebagai jumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pada rumah sakit
intensitas pencahayaan antara lain sebagai berikut:
- untuk ruang pasien saat tidak tidur sebesar 100-200 lux dengan warna cahaya sedang,
- pada saat tidur maksimum 50 lux,
- koridor minimal 60 lux,
- tangga minimal 100 lux, dan
- toilet minimal 100 lux.
Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan silau dan
intensitasnya sesuai dengan peruntukannya.
Potensial terjadinya infeksi akan berkurang bila ternik aseptic digunakan. Salah satu nya
adalah dengan cuci tangan yang benar.
Menurut DEPKES 2007, mencuci tangan adalah proses yang secara mekanismelepaskan
kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Tujuan
mencuci tangan menurut DEPKES 2007 adalah merupakan salah satu unsur pencegahan
penularan infeksi.
Adapun teknik cuci tangan yang efektif sesuai prosedur cuci tangan menurut WHO (2007)
yaitu sebagai berikut ;
a. Dimulai cuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan bersih.
b. Menggunakan sabun cair atau sabun batangan, menggosokan sabun tersebut sampai berbusa
banyak.
c. Menggosokan ke bagian punggung tangan dengan jari tangan menjalin secara bergantian,
sebanyak 3 (tiga) kali.
d. Mengepalkan salah satu tangan dan menggosokan ke permukaan tangan lainnya dimulai
dengan menggosokan buku-buku jari tangan, kuku tangan, dan ujung-ujung jari tangan secara
bergantian, sebanyak 3 (tiga) kali
e. Memutar-mutar ibu jari tangan dengan salah satu tangan yang dilakukan secara bergantian,
sebanyak 3 (tiga) kali.
f. Membilas tangan dengan air mengalir mulai dari permukaan tangan sampai dengan sikut
tangan.
g. Mengeringkan tangan.
Teknik aseptic juga sering dilakukan dalam berbagai tindakan keperawatan di ruang
keperawatan, seperti dalam perawatan luka operasi (mengganti balutan). agar tidak terjadi
infeksi pada pasien dan terciptalah rasa aman dan nyaman.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan melengkapi system alarm. Menurut
kemenkes Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit yang aman dalam situasi darurat dan
bencana dalam hal system pemadam kebakaran adalah :
2. Sistem Pemadam Kebakaran
(1) Sistem alarm, deteksi dan pemadaman harus dihubungkan dengan sistem alarm kebakaran
otomatis, sistem deteksi panas dan/atau sistem pemadam kebakaran otomatik.
(2) Sistem alarm kebakaran dapat dioperasikan secara manual dan otomatis.
(3) Sistem alarm kebakaran di monitor oleh pos pemadam kebakaran atau agen monitor yang
terakreditasi.
(4) Deteksi panas dan asap dipasang di koridor rumah sakit, panti jompo, dan fasilitas
penyandang cacat.
(5) Detektor asap harus tidak dipasang terlalu jauh dari 9 (sembilan) meter dari titik pusatnya
dan lebih dari 4 (empat) dan 6 (enam) sampai 10 meter dari setiap dinding.
(6) Menggunakan zat pemadaman yang ramah lingkungan, effektif dan kerusakan yang
diakibatkannya kecil.
(7) Setiap ruangan dilengkapi dengan alat pemadam api ringan.
(8) Direkomendasikan alat pemadam api ringan; untuk peralatan elektrikal dan elektronik
menggunakan carbon dioksida, untuk layanan umum menggunakan alat pemadam api ringan
jenis ABC.
(9)Dengan pipa tegak basah lengkap dengan perlengkapannya.
(10) Mempunyai program keselamatan terhadap kebakaran dengan mengutamakan sebagai
berikut :
a. Di organisasi oleh dinas kebakaran yang melakukan seminar, pelatihan pemadaman api,
pelatihan evakuasi dalam situasi kebakaran, pelatihan pada saat terjadinya gempa bumi,
b. Melakukan pelatihan pemadaman api dan evakuasi pada situasi kebakaran
c. Melakukan penanggulangan kebakaran, latihan pencegahan dan pemadaman kebakaran.
d. Tersedia peralatan pemadam kebakaran.
e. Pemeliharaan pencegahan dari peralatan pemadam kebakaran.
f. Tersedia gambar eksit kebakaran dan gambar ketentuan evakuasi melalui eksit kebakaran di
tempat yang menyolok pada setiap tingkat lantai.
Jika terjadi kebakaran, maka perawat harus melindungi klien dari cedera, melaporkan
lokasi kebakaran, dan membatasi lokasi penyebaran api. Salah satu tingkatan yang sangat
membantu untuk membuat prioritas saat terjadi kebakaran adalah RACE: Rescue, Alarm,
Confine, dan Extinguish. Penyelamatan dan pemindahan seluruh klien dari berbahaya yang
mengancam. Dengan menggunakan prosedur peringatan berbahaya untuk melaporkan lokasi
kebakaran, maka petugas harus mengambil tindakan untuk membatasi penyebaran atau
memadamkan kbakaran (misalnya menutup pintu dan jendela, mematikan oksigen dan alat-
alat listrik dan menggunakan alat pemadan kebakaran).
Klien yang terjebak dalam kebakaran, berapapun besarnya kebakaran tersebut, berada
dalam resiko dan haruus dipindahkan ke area lain.
Jika klien menggunakan oksigen tetapi tidak menjadi pendukung kehidupannya, maka
perawat dapat melepaskan oksigen tersebut
Jika klien menggunakan oksigen sebagai pendukung kehidupannya maka perawat harus
mempertahannkan status pernapasan klien secara manual dengan menggunakan ambubag
sampai klien terlepas dari ancaman kebakaran.
Klien yang bisa berjalan dapat diarahakan untuk berjalan sendiri kearah yang aman dan pada
beberapa kasus mungkin dapat dibantu denga kursi roda
Klien yang berbaring di tempat tidur umunya dipindahkan dengan menggunakan brankar,
temapat tidur atau kursi roda
Jika tidak ada satupun metode yang dapat digunakan, maka klien harus diangkat dari ares
tersebut.