You are on page 1of 10

SISTEM KARDIOVASKULAR

Dinarwulan Puspita, M.Kep

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Proyeksi Jantung dan Pembuluh Darah pada Permukaan Anterior Dada
Ventrikel kanan menempati sebagian besar permukaan anterior jantung. Ruang ini
dan arteri pulmonalis membentuk struktur mirip baji di belakang dan di sebelah kiri
tulang sternum.
Tepi inferior ventrikel kanan terletak di bawah tempat pertemuan korpus sternum
dengan prosesus sifoideus. Ventrikel kanan menyempit di sebelah superior dan
bertemu dengan arteri pulmonalis pada daerah setinggi sternum atau “basis kordis”,
istilah klinis yang mengacu pada ruang sela iga ke-2 kanan dan kiri yang letaknya
dekat sternum.
Ventrikel kiri yang berada di belakang ventrikel kanan dan di sebelah kirinya akan
membentuk tepi lateral kiri jantung. Ujung inferiornya yang meruncing seringkali
dinamakan “apeks” kordis. Bagian apeks ini memiliki makna klinis yang penting
karena memproduksi impuls apical yang terkadang dinamakan ictus cordis atau
titik impuls maksimal.impuls ini menunjukka lokasi tepi kiri jantung dan biasanya
ditemukan pada ruang sela iga ke-5 dengan jarak 7-9cm di sebelah lateral dari linea
midsternalis. Diameter iktus kordis adalah sekitar seperempat jarak tersebut atau
lebih kurang 1-2,5 cm.
Tepi kanan jantung dibentuk oleh atrium kanan, sebuah ruang yang biasanya tidak
teridentifikasi pada pemeriksaan fisik. Atrium kiri merupakan ruang yang letaknya
paling posterior dan tidak dapat diperiksa langsung.
Di atas jantung terdapat pembuluh-pembuluh darah yang besar. Arteri pulmonalis
yang sudah disebutkan sebelumnya mengadakan percabangan menjadi cabang kiri
dan kanan. Aorta melengkung ke atas dari ventrikel kiri hingga daerah setinggi
angulus sterni, tempat aorta melekuk ke sebelah posterior kiri dan kemudian
berjalan turun. Di sisi sebelah kanan, vena kava superior mengalirkan darah vena
ke dalam atrium kanan.
Walaupun tidak diilustrasikan, vena kafa inferior juga mengalirkan isinya ke dalam
atrium kanan. Vena kava superior dan inferior membawa darah vena kembali ke
jantung dari bagian tubuh sebelah atas dan bawah.

2. Ruang, Katup, dan Sirkulasi Jantung


Katup tricuspid dan mitral sering disebut katup atrioventrikuler. Katup aorta dan
pulmonal dinamakan katup semilunaris karena bentuk lipatannya yang menyerupai
bulan separuh. Ketika katup jantung menutup, bunyi jantung timbul dari getaran
yang berasal dari lipatan daun katup, struktur jantung di dekatnya dan aliran darah.
Pemahaman tentang posisi dan gerakan katup dalam kaitannya dengan berbagai
kejadian dalam siklus kardiak merupakan hal yang penting.
B. Riwayat Medis
Gejala yang penting dan sering dijumpai:
1. Nyeri dada
Nyeri dada setelah melakukan aktivitas fisik yang disertai dengan penjalaran nyeri
ke sisi kiri leher dan ke lengan kiri ditemukan pad angina pectoris. Nyeri tajam yang
menjalar ke punggung atau ke leher ditemukan pada diseksio aorta.
2. Palpitasi
Palpitasi merupakan perasaan detak jantung yang tidak menyenangkan. Ketika
melaporkan perasaan semacam ini, klien menggunakan berbgai istilah seperti rasa
berdebar-debar, deg-degan, jantungnya seperti bergeletar, meloncat-loncat atau
berhenti. Palpitasi dapat terjadi karena detak jantung yang tidak teratur, percepatan
atau perlambatan denyut jantung secara mendadak ataupun dari peningkatan
kekuatan kontraksi jantung. Namun, persepsi semacam ini juga bergantung pada
kepekaan klien terhadap keadaan tubuhnya sendiri. Palpitasi tidak selalu berarti
penyakit jantung. Sebaliknya, sebagian besar keadaan disritmia yang serius seperti
takikardia ventrikel sering tidak menimbulkan gejala palpitasi.
3. Sesak napas, ortopnea, atau dyspnea nocturnal paroksismal
Dyspnea merupakan perasaan tidak enak yang berkaitan dengan pernapasan dan
perasaan ini tidak sesuai dengan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan.
Ortopnea merupakan dyspnea yang timbul ketika klien berbaring dan berkurang
pada saat klien bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk tegak. Secara klasik,
kuantitas ortopnea diukur menurut jumlah bantal yang digunakan klien untuk tidur,
atau berdasarkan kenyataan apakah klien baru bisa tidur setelah berada dalam posisi
duduk. (Namun, pastikan bahwa klien menggunakan tambahan bantal atau tidur
dalam posisi tegak karena sesak napas pada saat berbaring dan bukan karena
penyebab lain).
Dispnea nocturnal paroksismal menggambarkan episode dyspnea dan ortopnea
mendadak yang membangunkan klien dari tidurnya, biasanya kejadian ini terjadi 1
atau 2 jam sesudah pergi tidur dan ketika terjadi membuat klien segera duduk,
berdiri, atau pergi ke jendela untuk mendapatkan udara segar. Dyspnea nocturnal
paroksismal dapat disertai dengan gejala mengi dan batuk. Biasanya episode
tersebut akan mereda tetapi dapat muncul kembali pada saat yang sama di malam
berikutnya.
4. Pembengkakan atau edema
Edema mengacu kepada penimbunan cairan yang berlebihan dalam jaringan
interstisial, dan tampak sebagai pembengkakan.edema dependen terlihat di bagian
tubuh yang paling rendah (kaki dan tungkai bawah) pada saat duduk atau tampak
pada sacrum pada klien yang terus berbaring. Penyebabnya dapat kardiak (gagal
jantung kongestif), gizi (hypoalbuminemia) atau posisional.

Sumber: Bickley, Lynn S.Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Bates, ed.8. Jakarta: EGC, 2009.
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
SISTEM KARDIOVASKULER
PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM KARDIOVASKULER

Nama :

Nim :

Tanggal :

Perceptor :

No PROSEDUR 4 3 2 1
1. PENGKAJIAN
A. PERSIAPAN
 Siapkan peralatan pencahayaan yang tepat, termasuk
lampu “gooseneck” (leher angsa), tirai, dua buah
penggaris, stetoskop, doppler (tambahan)
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur pada klien
 Tempatkan klien pada posisi nyaman
 Tanyakan kepada klien, apakah memiliki salah satu
riwayat berikut:
a. Riwayat keluarga adanya insiden dan usia terjadinya
penyakit jantung, kadar kolestrol tinggi, tekanan darah
tinggi, stroke, obesitas, penyakit jantung kongenital,
penyakit arterial, hipertensi dan demam reumatik.
b. Riwayat klien demam reumatik, mur-mur jantung,
serangan jantung, varikositas atau gagal jantung
c. Adanya gejala yang mengindikasikan penyakit jantung
(misalnya kelelahan, dispnea, ortopnea, edema, batuk
dan nyeri dada, palpitasi, sinkop hipertensi, mengi dan
hemoptisis)
d. Adanya penyakit yang mempengaruhi jantung (misal
obesitas, diabetes, penyakit paru, gangguan endokrin)
e. Gaya hidup yang merupakan faktor resiko penyakit
jantung (misalnya merokok, konsumsi alkohol, pola
makan dan olahraga, area dan derajat stres yang
dirasakan)
2. B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
a. Atur posisi klien
 Mulai pemeriksaan dengan klien pada posisi duduk
dengan dada tanpa penutup
 Ruang pemeriksaan harus tenang untuk
menampilkan auskultasi yang adekuat.
 Pencahayaan terang
 Tetap selalu menjaga privacy pasien
 Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda
kegawatan.
b. Inspeksi wajah
 Mulai dengan kulit muka
 Pemeriksaan mata dan jaringan sekeliling mata (area
periorbital), xantelhasma (endapan kolesterol
berbentuk noda berwarna kuning muda di tengah
atau di ujung kelopak mata), konjungtiva (pucat 
anemia, petekie endocarditis infektif), kornea
(arkus senilis  hiperkolesterol)
 Inspeksi bibir (sianosis  hipoksia)
 Kaji keadaan umum wajah

c. Inspeksi Vena Jugularis


 Dengan posisi duduk tegak, atur lampu kepala angsa
agar tepat di leher klien
 Pastikan kepala klien diputar sedikit dari sisi tempat
pemeriksa
 Perhatikan vena jugularis eksterna dan interna
 Pastikan tidak tertukar antara denyut karotis dengan
pulsasi vena jugularis. Denyut karotis ada di lateral
trakea. Jika denyut vena jugularis tampak, palpasi
denyut radial klien dan tentukan jika denyut vena
jugularis bertepatan dengan palapasi denyut radialis.
 Kenali titik pulsasi tertinggi pada vena jugularis
interna kanan. Jika tidak dpat melihat pulsasi pada
vena jugularis interna kanan, cari pulsasi vena
jugularis eksterna.
 Selanjutnya, klien berbaring pada sudut 450 sampai
klien dapat mentolerir posisi ini tanpa nyeri dan
mampu bernapas secara nyaman.
 Letakkan satu penggaris secara vertical pada ‘angle
of Louis’. Letakkan penggaris yang lain secara
horizontal pada sudut 900 terhadap penggaris
pertama. Ujung penggaris harus pada ‘angle of
Louis’ dan ujung lainnya terletak di area jugularis
pada lateral leher.
 Inspeksi leher untuk distensi vena jugularis. Naikkan
bagian lateral penggaris horizontal sampai mencapai
puncak ketinggian distensi dan kaji di centimeter
kenaikan dari penggaris vertical. Tekanan vena yang
melebihi 3cm atau mungkin 4cm di atas angulus
sterni, atau yang melebihi jarak total 8cm atau 9cm
di atas atrium kanan, dianggap sebagai kenaikan di
atas nilai normal.

d. Inspeksi dada klien


 Observasi pola pernapasan, dimana harus reguler
dan tidak ada retraksi
 Inspeksi seluruh dada untuk tonjolan dan massa.
Ruang intercostal dan klavikula harus datar/rata.
 Inspeksi Ictus cordis atau Point of Maximal Impulse
(PMI) pada ICS 5 dalam midclavicular linea (MCL).
Beberapa keadaan patologis seperti pembesaran
ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan
aneurisma aorta dapat menimbulkan pulsasi yang
menonjol daripada denyutan apeks kordis.
 Jika ictus cordis tidak terlihat, minta klien untuk
miring kiri. Jika masih tidak Nampak, minta klien
menghembuskan napasnya secara penuh dan
kemudian berhenti bernapas selama beberapa detik.

e. Inspeksi tangan dan jari klien


 Tegaskan keadaan jari kuku. Jari harus relative datar
dan merah muda dengan dasar kuku sperti bulan
sabit putih.
 Capillary refill < 2 detik  normal
 Kaji adanya Raynaud phenomenon (misalnya jari
tangan atau kaki, ujung hidung dan telinga, terasa
kebas dan dingin ketika berada dalam suhu dingin
atau stres. Terjadi karena pembuluh darah kecil
penyuplai darah ke kulit menyempit—akibatnya,
sirkulasi darah ke area tubuh tertentu jadi
terhambat).
 Kaji adanya Nodus Osler (Nodus merah dan nyeri
pada telapak jari dan jempol: biasanya tanda akhir
infeksi dan ditemukan dengan infeksi sub akut 
endocarditis infektif).
 Kaji adanya Lesi Janeway (macula berwarna pink
cerah pada telapak kaki, tidak megeras, mungkin
berubah menghitam dalam beberapa hari  tanda
awal infeksi endokardium / endocardium).
 Kaji adanya Clubbing fingers dan jempol ( utamanya
pada pasien yang mempunyai kondisi infeksi yang
tidak diobati dan meluas).

3. 2. Palpasi
a. Palpasi denyut karotis
 Palpasi hanya satu arteri karotis pada satu waktu
 Hindari memberi tekanan berlebihan dan memijat
arteri karotis
 Minta klien untuk sedikit memutar kepala ke sisi
yang diperiksa

b. Palpasi dada dengan “five keys landmarks”


 Mulailah dengan meletakkan tangan kanan
pemeriksa di ruang interkosta ke-2 kanan, ruang
interkosta ke-2 kiri, ruang interkosta ke-3, 4, 5 kiri,
interkosta ke-5 midklavikula kiri, dan di area
epigastric  ada thrills/tidak
 Palpasi area epigastric, di bawah prosesus xifoideus.
Untuk memeriksa adanya pulsasi aorta abdomen.

c. Palpasi Ictus cordis tentukan lokasi, dan diameternya.


Normal diameter Ictus Cordis pada posisi telentang
kurang dari 2,5 cm.
4. 3. Perkusi
1. Perkusi dada klien untuk menentukan batas jantung
 Bantu klien untuk posisi berbaring pada sudut
terendah dimana klien dapat mentolerir
 Tempatkan jari tengah tangan non dominan
pemeriksa dalam 5 ICS pada garis axila anterior kiri
 Ketukkan jari pada falang distal, menggunakan jari
pemeriksa pada tangan yang dominan. Pemeriksa
harus mendengarkan resonansi karena pemeriksa
berada di atas jaringan paru.
 Lanjutkan perkusi pada 5 ICS di atas MCL kiri dan
batas sternum kiri. Suara akan berubah menjadi
“dulness” saat perkusi di atas jantung
 Ulangi teknik perkusi di atas di 3 ICS dan 2 ICS
pada sisi kiri torak. Suara resonans jantung di atas
paru harus berubah “dulness” diatas jantung.

5. 4. Auskultasi
a. Auskultasi dada klien dengan diafragma stetoskop
 Mulai auskultasi dengan posisi klien duduk.
 Gerakkan stetoskop perlahan menyebrang dada dan
dengarkan di atas setiap “five key landmarks”
 Dengarkan di atas RSB, 2 ICS. Dalam posisi ini
suara jantung 2 (S2) dapat lebih keras dibanding
suara jantung 1 (S1) karena sisi ini berada tepat
diatas katup aorta.
 Dengarkan di atas LSB, 2 ICS. Pada lokasi ini juga
suara jantung 2 (S2) dapat lebih keras dibanding
suara jantung 1 (S1) karena pada sisi ini berada tepat
di atas katup pulmonalis.
 Dengarkan di atas LSB, 3 ICS disebut juga “Erb’s
Point”. Pemeriksa harus mendengarkan kedua suara
jantung 1 (S1) dan jantung 2 (S2) relatif seimbang
intensitasnya. Pada lokasi ini suara jantung 1 (S1)
dapat lebih keras dibanding suara jantung 2 (S2),
terjadi karena penutupan katup trikuspidalis dan
merupakan tempat terbaik untuk auskultasi.
 Dengarkan di atas apeks : 5 ICS, MCL. Pada lokasi
ini suara S1 dapat lebih keras dibanding suara S2,
terjadi karena penutupan katup mitral dan
merupakan tempat terbaik untuk auskultasi

b. Auskultasi dada klien dengan bel stetoskop


 Tempatkan bel stetoskop dengan enteng pada setiap
posisi “five key”
 Dengarkan suara yang lebih halus di atas “five key
landmarks”. Mulai dengan S3, S4 dan kemudian
untuk murmur

c. Auskultasi arteri karotis


Gunakan doppler jika pemeriksa tidak dapat
mengauskultasi denyut dengan stetoskop
 Minta klien untuk bernapas normal, pemeriksa akan
mendengar pergerakan udara, suara napas trakea
sehingga klien bernapas. Pemeriksa tidak dapat
mendengar turbulensi
 Saat klien menahan napas secara singkat, pemeriksa
dapat mendengar kekuatan jantung. Penemuan ini
merupakan hal yang normal.

d. Bandingkan denyut apeks dan denyut karotis


 Auskultasi denyut apeks
 Barengi dengan palpasi denyut karotis
 Bandingkan kedua denyut tersebut, seharusnya
kedua denyut tersebut sinkron

e. Ulangi auskultasi dada klien


 Klien dalam posisi bersandar ke depan, kemudian
berbaring supine dan diakhiri berbaring pada posisi
lateral kiri

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Merumuskan diagnosa keperawatan NANDA berdasarkan data
yang didapat sesuai dengan masalah yang timbul pada kasus
gangguan sistem kardiovaskular
 Menentukan prioritas diagnose keperawatan

7. Perencanaan
Menentukan tujuan
Menentukan label NOC (Outcome) dan indicator
Menyusun rencana tindakan keperawatan (NIC)

8. Evaluasi
 Lakukan pemeriksaan tindak lanjut yang rinci pada sistem lain
berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyimpang dari yang
diharapkan atau normal bagi klien.
 Hubungkan hasil pemeriksaan dengan data pengkajian
sebelumnya jika tersedia.
 Kaji kenyamanan dan respon klien terhadap tindakan.

9. Dokumentasi
 Mendokumentasikan melalui lembar dokumentasi yang tersedia
hasil pemeriksaan yang dilakukan.

10. Sikap
 Melakukan tindakan dengan sistematis
 Komunikatif dengan klien
 Percaya diri

11. Komunikasi
 Komunikasi sebelum, selama dan sesudah tindakan

Jumlah yang didapat x 100


44
BOBOT PENILAIAN
Nilai 1 : Tidak dilakukan (25%)
Nilai 2 : Dilakukan salah (50%)
Nilai 3 : Dilakukan kurang tepat (75%)
Nilai 4 : Dilakukan dengan sempurna (100%)

Lampiran
Dokumentasi tindakan:
Tanggal Jam Dx Implementasi Paraf dan nama
keperawatan (D, A, R)

You might also like